BOKS RINGKASAN EKSEKUTIF PENELITIAN DAMPAK KRISIS KEUANGAN GLOBAL TERHADAP PEREKONOMIAN DAERAH JAWA TENGAH Krisis finansial global yang dipicu oleh krisis perumahan di AS (sub prime mortgage) sejak pertengahan 2007 memberi dampak tidak hanya pada perekonomian nasional, namun juga terasa pengaruhnya pada perekonomian daerah. Penurunan ekonomi dunia mendorong turunnya permintaan terhadap komoditas ekspor. Hal ini menyebabkan turunnya nilai ekspor secara nasional dan berdampak juga pada penurunan ekspor secara regional. Perubahan kinerja ekspor, impor, konsumsi, dan investasi pada akhirnya berpengaruh pada kinerja perekonomian baik dalam skala nasional maupun dalam skala regional. Untuk mengetahui seberapa besar dampak dari krisis keuangan dunia pada kinerja perekonomian di daerah perlu dilakukan studi yang mendalam. Sehubungan dengan hal tersebut, Kantor Pusat Bank Indonesia bekerjasama dengan beberapa KBI melakukan studi mengenai Dampak Krisis Keuangan Global terhadap Perekonomian Daerah Jawa Tengah. Studi juga dilakukan untuk mengetahui ketahanan masing-masing sektor terhadap krisis ekonomi dunia. Secara spesifik penelitian bertujuan untuk menganalisis dampak krisis keuangan dunia terhadap perekonomian Jawa Tengah melalui identifikasi variabel-variabel yang mempengaruhi perekonomian daerah Jawa Tengah, besaran serta signifikansi dari pengaruh setiap variabel tersebut terhadap perekonomian daerah. Analisis model menggunakan persamaan parsial terhadap fungsi konsumsi, investasi, ekspor dan impor serta inflasi, yang selanjutnya digabung dalam sebuah model persamaan simultan untuk melihat pengaruh antar variabel. Dari model yang diterapkan terlihat bahwa konsumsi Jawa Tengah merupakan fungsi dari Pendapatan Disposable serta nilai konsumsi periode sebelumnya. Dari persamaan konsumsi tersebut diketahui bahwa nilai Marginal Propensity to Consume (MPC) Jawa tengah sebesar 0,21. Hal ini berarti bahwa setiap kenaikan pendapatan masyarakat sebesar satu unit, akan meningkatkan atau menambah konsumsi hanya sebesar 0,21 unit. Sedangkan hasil persamaan fungsi investasi menunjukkan bahwa investasi Jawa Tengah dipengaruhi secara positif dan signifikan oleh PDRB riil dan investasi periode sebelumnya, serta dipengaruhi secara negatif oleh suku bunga riil dan kurs Rp/USD. Ekspor Jawa Tengah secara signifikan dipengaruhi secara positif oleh PDB dunia yang diproxy dengan PDB Amerika Serikat, PDRB Jawa Timur serta ekspor periode sebelumnya.
Sedangkan koefisien nilai tukar Rp/USD terhadap ekspor menunjukkan hasil yang tidak signifikan, namun sudah memiliki tanda koefisien yang sesuai dengan teori yaitu positif, yang berarti bahwa kenaikan nilai tukar rupiah terhadap dollar (depresiasi) mendorong meningkatnya nilai ekspor. Terkait dengan hasil tidak signifikan ini, diduga karena data ekspor daerah komponennya tidak hanya ekspor ke Luar Negeri namun juga ekspor antar daerah terutama ke Jawa Timur, DIY dan Jawa Barat. Sedangkan pada kenyataannya, proporsi ekspor Jawa Tengah yang ke Luar Negeri relatif kecil yaitu sekitar 10% dari total ekspor daerah keseluruhan. Kemungkinan hal tersebut yang menyebabkan ekspor Jawa Tengah kurang begitu sensitif terhadap nilai tukar. Sementara itu, persamaan impor Jawa Tengah dipengaruhi secara signifikan oleh PDRB Jawa Tengah dan impor periode sebelumnya, sedangkan nilai tukar mempunyai hubungan negatif sesuai dengan teori, namun nilai koefisiennya tidak signifikan. Penelitian juga menggunakan persamaan Phillips Curve menemukan bahwa inflasi di Jawa Tengah secara signifikan dipengaruhi oleh ekspektasi inflasi yang backward looking, output gap dan supply shock yang diukur dengan perubahan harga BBM (premium). Untuk menjawab tujuan penelitian ini, dilakukan simulasi skenario terhadap model. Simulasi dilakukan dengan mengubah nilai salah satu variabel eksogennya kemudian dilihat dampaknya terhadap variabel endogen lainnya. Diasumsikan bahwa krisis keuangan global mempengaruhi perekonomian daerah melalui transmisi ekspor yang dampaknya akan merambah ke sektor yang lainnya. Skenario 1 mengasumsikan adanya penurunan PDB Amerika Serikat sebesar 50% dari sebelumnya pada triwulan I-2008. Kemudian skenario 2 adalah adanya depresiasi nilai tukar rupiah terhadap USD sebesar 50% (qtq) pada triwulan yang sama. Skenario 1, Penurunan PDB Amerika Serikat (50%) Pergerakan variabel-variabel utama makroekonomi Jawa Tengah dalam merespon shock krisis keuangan global yang didekati dengan shock pada nilai PDB Amerika Serikat tergambarkan dalam grafik 1. Dari grafik 1, terlihat bahwa penurunan nilai PDB Amerika Serikat yang merupakan salah satu tujuan ekspor utama Jawa Tengah berdampak juga pada penurunan semua variabel endogen dalam model yang notabene adalah variabel-variabel utama perekonomian Jawa Tengah. Dampak terbesar dari shock ini adalah terhadap ekspor, yaitu ekspor Jawa Tengah turun hingga 26,74%. Hal ini karena ekspor merupakan sisi yang langsung bersentuhan dengan luar negeri, dan menjadi transmission chanel ke variabel makroekonomi yang lain. Selanjutnya dampak terhadap PDRB, Impor, investasi dan konsumsi secara berturut-turut adalah penurunan sebesar 12,53%, 10,30%, 5,54% dan 1,58%.
Sedangkan terhadap inflasi, shock ini juga menurunkan inflasi yoy ke tingkat yang sangat rendah. 3.0E+07 CONS EKSPOR 2.6E+07 CONS (Scenario 1) CONS (Baseline) EKSPOR (Scenario 1) EKSPOR (Baseline) IMPOR 8.0E+06 INF_A.7.6.5.4.3.2.1.0 -.1 -.2 IMPOR (Scenario 1) IMPOR (Baseline) INF_A (Scenario 1) INF_A (Baseline) 9000000 INV 4.8E+07 PDRB_JTG 8000000 4.4E+07 7000000 4.0E+07 6000000 3.6E+07 5000000 3.2E+07 4000000 3000000 INV (Scenario 1) INV (Baseline) PDRB_JTG (Scenario 1) PDRB_JTG (Baseline) Grafik 1. Plot Simulasi Skenario 1
Skenario 2, Depresiasi nilai tukar Rupiah/USD Dampak depresiasi nilai tukar ini terhadap perekonomian Jawa Tengah relatif kecil dan tidak sebesar dampak dari penurunan pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat. Dampak depresiasi tidak terjadi dalam satu waktu saja namun shock ini juga berpengaruh pada periode berikutnya karena nilai lag dari kurs juga mempengaruhi investasi. Dampak depresiasi nilai tukar tersebut secara langsung hanya menyebabkan penurunan impor (kontraksi) sebesar 1,18%. Sedangkan dampaknya ke masing-masing variabel yang lain justru menyebabkan peningkatan. Relatif kecilnya pengaruh shock depresiasi nilai tukar terhadap komponen-komponen perekonomian Jawa tengah juga tidak lepas dari kesimpulan estimasi model yang menghasilkan koefisien nilai tukar yang tidak signifikan mempengaruhi ekspor-impor Jawa Tengah yang notabene sebagian besar berupa perdagangan antar daerah yang dicatat sebagai ekspor-impor daerah.
3.0E+07 CONS EKSPOR 2.6E+07 CONS (Scenario 2) CONS (Baseline) EKSPOR (Scenario 2) EKSPOR (Baseline) IMPOR.7 INF_A.6.5.4.3.2.1.0 8.0E+06 -.1 IMPOR (Scenario 2) IMPOR (Baseline) INF_A (Scenario 2) INF_A (Baseline) 9000000 INV 4.8E+07 PDRB_JTG 8000000 4.4E+07 7000000 4.0E+07 6000000 3.6E+07 5000000 3.2E+07 4000000 3000000 INV (Scenario 2) INV (Baseline) PDRB_JTG (Scenario 2) PDRB_JTG (Baseline) Grafik 2. Hasil Simulasi Skenario 2 Dari grafik 2 terlihat bahwa pengaruh depresiasi rupiah terhadap USD terbesar justru masuk ke persamaan investasi, namun pengaruhnya baru terasa pada 1 periode setelah shock, sesuai dengan persamaan model investasi bahwa pengaruh nilai tukar terhadap invesatsi adalah dari periode sebelumnya. Pengaruh depresiasi nilai tukar menyebabkan penurunan investasi hingga 3,7% pada satu periode setelah shock. Dari hasil analisis empirik tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa: 1. Dampak krisis finansial global, diukur melalui penurunan GDP US berpengaruh signifikan terhadap variabel-variabel penting perekonomian Jawa Tengah.
2. Ekspor merupakan sektor yang langsung berhubungan dengan perekonomian global sehingga sangat berpotensi terkena dampak yang paling besar. 3. Variabel makroekonomi regional lainnya terpengaruh dampak krisis finansial global akibat keterkaitan masing-masing variabel satu sama lain, sehingga secara simultan penurunan satu variabel diikuti oleh penurunan variabel yang lainnya namun dengan magnitude yang berbeda-beda. Beberapa saran yang dapat dipertimbangkan adalah sebagai berikut: 1. Melihat bahwa ekspor menjadi sektor yang paling rentan terhadap adanya penurunan perekonomian negara tujuan ekspor utama, maka kebijakan yang mendorong diversifikasi ekspor perlu ditekankan sehingga dampak krisis terhadap ekspor dapat sedikit ditekan. 2. Penguatan pasar domestik dapat dicoba sebagai alternatif untuk mengalihkan ketergantungan terhadap pasar luar negeri sehingga imbas krisis semacam ini dapat diminimalisir.