RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 70/PUU-XII/2014 Kewenangan Pengelolaan Hutan oleh Pemerintah Pusat

dokumen-dokumen yang mirip
RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 70/PUU-XII/2014 Kewenangan Pengelolaan Hutan oleh Pemerintah Pusat

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 71/PUU-XII/2014 Kewenangan Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan Di Bidang Tata Ruang

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 70/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 37/PUU-X/2012 Tentang Peraturan Perundang-Undangan Yang Tepat Bagi Pengaturan Hak-Hak Hakim

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 98/PUU-XIII/2015 Izin Pemanfaatan Hutan

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 39/PUU-XII/2014 Hak Memilih

I. PEMOHON Tomson Situmeang, S.H sebagai Pemohon I;

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 84/PUU-XII/2014 Pembentukan Pengadilan Hubungan Industrial di Kabupaten/Kota

Kuasa Hukum Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, S.H., M.Sc., dkk, berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 2 Maret 2015.

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 39/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 68/PUU-XII/2014 Syarat Sahnya Perkawinan (Agama)

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 80/PUU-XII/2014 Ketiadaan Pengembalian Bea Masuk Akibat Adanya Gugatan Perdata

KUASA HUKUM Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, S.H., M.Sc., dkk berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 20 Maret 2014.

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 94/PUU-XII/2014 Pemilihan Pimpinan DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 5/PUU-XII/2014 Tugas dan Wewenang Notaris dan Formasi Jabatan Notaris

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 11 /PUU-XIV/2016 Kewenangan Pemanfaatan Panas Bumi. I. PEMOHON Dr. H. Soekarwo.. selanjutnya disebut Pemohon.

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 30/PUU-XIV/2016

OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara terhadap Undang-Undang Dasar 1945.

I. PEMOHON Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), diwakili oleh Kartika Wirjoatmodjo selaku Kepala Eksekutif

I. PEMOHON Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), diwakili oleh Kartika Wirjoatmodjo selaku Kepala Eksekutif

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 18/PUU-IX/2011 Tentang Verifikasi Partai

I. PEMOHON Serikat Pekerja PT. PLN, selanjutnya disebut Pemohon

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 4/PUU-XIII/2015 Penerimaan Negara Bukan Pajak (Iuran) Yang Ditetapkan Oleh Peraturan Pemerintah

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 96/PUU-XIII/2015 Penundaan Pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Calon Tunggal)

KUASA HUKUM Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, S.H., M.Sc., dkk berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 20 Maret 2014.

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 67/PUU-XV/2017

KUASA HUKUM Fathul Hadie Ustman berdasarkan surat kuasa hukum tertanggal 20 Oktober 2014.

Kuasa Hukum : - Fathul Hadie Utsman, berdasarkan Surat Kuasa Khusus tertanggal 20 Oktober 2014;

KUASA HUKUM Dra. Endang Susilowati, S.H., M.H., dan Ibrahim Sumantri, S.H., M.Kn., berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 26 September 2013.

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 85/PUU-XI/2013 Pengelolaan Sumber Daya Air Oleh Negara

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 80/PUU-XV/2017 Pembebanan Pajak Penerangan Jalan Kepada Pengusaha

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 43/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 51/PUU-XI/2013 Tentang Kewenangan KPU Dalam Menetapkan Partai Politik Peserta Pemilu

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 88/PUU-XII/2014 Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 66/PUU-XII/2014 Frasa Membuat Lambang untuk Perseorangan dan Menyerupai Lambang Negara

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 7/PUU-VIII/2010 Tentang UU MPR, DPD, DPR & DPRD Hak angket DPR

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 20/PUU-XVI/2018 Parliamentary Threshold

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 50/PUU-XI/2013 Tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia

Kuasa Hukum: Fathul Hadie Utsman sebagai kuasa hukum para Pemohon, berdasarkan Surat Kuasa Khusus bertanggal 20 Oktober 2012.

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 31/PUU-XIV/2016 Pengelolaan Pendidikan Tingkat Menengah Oleh Pemerintah Daerah Provinsi

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor /PUU-VII/2009 tentang UU SISDIKNAS Pendidikan usia dini

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 69/PUU-XII/2014 Sistem Rekapitulasi Berjenjang

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 12/PUU-XVI/2018 Privatisasi BUMN menyebabkan perubahan kepemilikan perseroan dan PHK

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 51/PUU-XI/2013 Tentang Kewenangan KPU Dalam Menetapkan Partai Politik Peserta Pemilu

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 55/PUU-IX/2011 Tentang Peringatan Kesehatan dalam Promosi Rokok

Kuasa Hukum Dwi Istiawan, S.H., dan Muhammad Umar, S.H., berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 29 Juli 2015

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 29/PUU-XI/2013 Tentang Penetapan Batam, Bintan dan Karimun Sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 95/PUU-XV/2017 Penetapan Tersangka oleh KPK Tidak Mengurangi Hak-hak Tersangka

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 19/PUU-XII/2014 Penyelenggaraan Organisasi KONI dan Penyelesaian Sengketa Keolahragaan

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 63/PUU-XII/2014 Organisasi Notaris

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 43/PUU-XIV/2016 Kewenangan Jaksa Agung Untuk Mengenyampingkan Perkara Demi Kepentingan Umum

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 56/PUU-XIII/2015 Kualifikasi Pemohon dalam Pengujian Undang-Undang dan Alasan yang Layak dalam Pemberian Grasi

KUASA HUKUM Heru Widodo, S.H., M.Hum., dkk berdasarkan surat kuasa hukum tertanggal 22 Januari 2015.

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 11/PUU-XIII/2015 Hak dan Kesejahteraan Guru Non-PNS yang diangkat oleh Pemerintah.

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 44/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 84/PUU-XI/2013 Penyelenggaraan RUPS

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 102/PUU-XIII/2015 Pemaknaan Permohonan Pra Peradilan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 62/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 24/PUU-X/2012 Tentang Tembakau Dianggap Sebagai Zat Adiktif Yang Mempunyai Sifat Merugikan

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 5/PUU-XIII/2015 Pengecualian Pembina dalam Menerima Gaji, Upah, atau Honorarium Pengurus

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 33/PUU-XV/2017 Eksploitasi Ekonomi Terhadap Anak

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 108/PUU-XII/2014 Kontrak Karya. I. PEMOHON PT. Pukuafu Indah, diwakili oleh Dr. Nunik Elizabeth Merukh, MBA.

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 130/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilu Anggota DPR, DPD & DPRD Tata cara penetapan kursi DPRD Provinsi

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 85/PUU-XII/2014 Pemilihan Pimpinan DPRD Kabupaten/Kota

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 74/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 20/PUU-X/2012 Tentang Peralihan Saham Melalui Surat Kesepakatan Bersama

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 46/PUU-XII/2014 Retribusi Terhadap Menara Telekomunikasi

III. KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI

I. PEMOHON Perkumpulan Tukang Gigi (PTGI) Jawa Timur yang dalam hal ini di wakili oleh Mahendra Budianta selaku Ketua dan Arifin selaku Sekretaris

Kuasa Hukum Hendrayana, S.H., Mappinawang, S.H., dkk, berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 6 Oktober 2016

KUASA HUKUM Dr. A. Muhammad Asrun, S.H., M.H., dan Vivi Ayunita Kusumandari, S.H., berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 7 Oktober 2014.

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 75/PUU-XII/2014 Status Hukum Ketetapan MPR Nomor I/MPR/2003 dan Ketetapan MPRS Nomor XXXIII/MPRS/1967

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 121/PUU-XII/2014 Pengisian Anggota DPRP

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 134/PUU-XII/2014 Status dan Hak Pegawai Negeri Sipil

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 38/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 81/PUU-XIV/2016 Pengertian Keputusan Tata Usaha Negara

PUTUSAN NOMOR 70/PUU-XII/2014 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

I. PEMOHON Bastian Lubis, S.E., M.M., selanjutnya disebut Pemohon.

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 79/PUU-XII/2014 Tugas dan Wewenang DPD Sebagai Pembentuk Undang-Undang

II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian materiil Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (UU 2/2004).

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 85/PUU-XV/2017 Akses Informasi Keuangan Untuk Kepentingan Perpajakan

KUASA HUKUM Muhammad Sholeh, S.H., dkk, berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 20 Oktober 2014.

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 85/PUU-XI/2013 Pengelolaan Sumber Daya Air Oleh Negara

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA : 33/PUU-X/2012

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 129/PUU-XII/2014 Syarat Pengajuan Calon Kepala Daerah oleh Partai Politik dan Kedudukan Wakil Kepala Daerah

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 62/PUU-XIII/2015 Surat Ijo Tidak Menjadi Dasar Hak Pemilikan Atas Tanah

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 5/PUU-XIII/2015 Pengecualian Pembina dalam Menerima Gaji, Upah, atau Honorarium Pengurus

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 25/PUU-XVI/2018

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 45/PUU-XV/2017 Kewajiban Pengunduran Diri Bagi Anggota DPR, DPD dan DPRD Dalam PILKADA

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 40/PUU-XIII/2015 Pemberhentian Sementara Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 35/PUU-X/2012 Tentang Tanah Hak ulayat Masyarakat Hukum Adat

Kuasa Hukum Dwi Istiawan, S.H., dan Muhammad Umar, S.H., berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 29 Juli 2015

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 60/PUU-XIII/2015 Persyaratan Menjadi Calon Kepala Daerah Melalui Jalur Independen

II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil Pasal 53 ayat (3) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan (UU 30/2014).

II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian materiil Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UU 8/1999).

Transkripsi:

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 70/PUU-XII/2014 Kewenangan Pengelolaan Hutan oleh Pemerintah Pusat I. PEMOHON Assosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (APKASI) yang diwakili oleh Ir. H. Isran Noor, MSi dan Drs. H. Rachmat Yasin, MM, masing-masing sebagai Ketua dan Sekretaris Jenderal APKASI. KUASA HUKUM Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, dkk, berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 21 Februari 2014. II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materil Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (UU 41/1999) terhadap UUD 1945. III. KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI Pemohon menjelaskan, bahwa ketentuan yang mengatur kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk menguji undang-undang adalah: 1. Pasal 24C ayat (1) UUD 1945, Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang- Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum. 2. Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk: (a) menguji undang-undang (UU) terhadap UUD RI Tahun 1945. 3. Pasal 29 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, yang menyatakan, Mahkamah Konstitusi berwenang

mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk: a. menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 4. Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yang menyatakan, Dalam hal suatu Undang- Undang diduga bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pengujiannya dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi. 5. Bahwa berdasarkan ketentuan tersebut di atas, maka Mahkamah Konstitusi berwenang untuk memeriksa dan mengadili permohonan Pemohon. IV. KEDUDUKAN HUKUM (LEGAL STANDING) PEMOHON Pemohon adalah badan hukum yang berbentuk perkumpulan (vereneging) yang didirikan dengan Akta Notaris Aryanti Artisari Nomor 9 tanggal 6 Januari 2012 yang telah disahkan sebagai badan hukum oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor AHU.50.AH.01.07 Tahun 2012 tanggal 5 April 2012. Pemohon sah bertindak mewakili kepentingan anggotanya yang mempunyai hak-hak konstitusional yang diatur dan diberikan oleh UUD 1945. Anggota APKASI adalah pemerintah daerah kabupaten seluruh Indonesia berdasarkan stelsel pasif (Pasal 9 Anggaran Dasar). Dengan demikian, tanpa memohon menjadi anggotapun, pemerintah kabupaten seluruh Indonesia akan secara otomatis menjadi anggota APKASI. Masalah hutan adalah topik yang sering dibicarakan dan memerlukan kejelasan kewenangan pengelolaan sehingga Pemohon mewakili kepentingan para anggotanya, mengajukan pengujian norma UU 41/1999. Kerugian konstitusional Pemohon dikarenakan tindakan Pemerintah dan Menteri Kehutanan yang diberikan kewenangan oleh pasal-pasal dalam UU 41/1999 untuk menyelenggarakan pemerintahan di bidang kehutanan yang seharusnya menjadi kewenangan pemerintah daerah. V. NORMA-NORMA YANG DIAJUKAN UNTUK DIUJI A. NORMA MATERIIL Norma yang diujikan, yaitu: - Pasal 4 ayat (2) UU 41/1999

(2) Penguasaan hutan oleh Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberi wewenang kepada pemerintah untuk: a. mengatur dan mengurus segala sesuatu yang berkaitan dengan hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan; b. menetapkan status wilayah tertentu sebagai kawasan hutan atau kawasan hutan sebagai bukan kawasan hutan; dan c. mengatur dan menetapkan hubungan-hubungan hukum antara orang dengan hutan, serta mengatur perbuatan-perbuatan hukum mengenai kehutanan. - Pasal 5 ayat (3) dan ayat (4) UU 41/1999 (3) Pemerintah menetapkan status hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2); dan hutan adat ditetapkan sepanjang menurut kenyataannya masyarakat hukum adat yang bersangkutan masih ada dan diakui keberadaannya. (4) Apabila dalam perkembangannya masyarakat hukum adat yang bersangkutan tidak ada lagi, maka hak pengelolaan hutan adat kembali kepada Pemerintah. - Pasal 8 ayat (1) UU 41/1999 (1) Pemerintah dapat menetapkan kawasan hutan tertentu untuk tujuan khusus. - Pasal 14 ayat (1) UU 41/1999 (1) Berdasarkan inventarisasi hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, pemerintah menyelenggarakan pengukuhan kawasan hutan. - Pasal 18 ayat (1) UU 41/1999 (1) Pemerintah menetapkan dan mempertahankan kecukupan luas kawasan hutan dan penutupan hutan untuk setiap daerah aliran sungai, dan atau pulau guna optimalisasi manfaat lingkungan, manfaat sosial, dan manfaat ekonomi masyarakat setempat. - Pasal 19 ayat (1) dan ayat (2) UU 41/1999 (1) Perubahan peruntukan dan fungsi kawasan hutan ditetapkan oleh Pemerintah dengan didasarkan pada hasil penelitian terpadu. - Pasal 38 ayat (2) dan ayat (5) UU 41/1999 (2) Penggunaan kawasan hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan tanpa mengubah fungsi pokok kawasan hutan.

- Pasal 50 ayat (3) huruf g UU 41/1999 (3) Setiap orang dilarang: g. melakukan kegiatan penyelidikan umum atau eksplorasi atau eksploitasi bahan tambang di dalam kawasan hutan, tanpa izin Menteri - Pasal 66 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) UU 41/1999 (1) Dalam rangka penyelenggaraan kehutanan, pemerintah menyerahkan sebagian kewenangan kepada pemerintah daerah. (2) Pelaksanaan penyerahan sebagian kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk meningkatkan efektifitas pengurusan hutan dalam rangka pengembangan otonomi daerah. (3) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah. B. NORMA UNDANG-UNDANG DASAR 1945 Norma yang dijadikan sebagai dasar pengujian, yaitu: Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 Negara Indonesia adalah negara hukum. Pasal 18 ayat (2) dan ayat (5) UUD 1945 (2) Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurusi sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. (5) Pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis. Pasal 18A ayat (1) dan ayat (2) UUD 1945 (1) Hubungan wewenang antara Pemerintah Pusat dan pemerintahan daerah provinsi, kabupaten, dan kota, atau antara provinsi dan kabupaten dan kota, diatur dengan undang-undang dengan memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah. (2) Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antara Pemerintah Pusat dan pemerintahan daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan undang-undang.

Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 (1) Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum. VI. ALASAN-ALASAN PEMOHON UNDANG-UNDANG A QUO BERTENTANGAN DENGAN UUD 1945 1. Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sejatinya secara normatif konstitusional, adalah negara kesatuan berbentuk republik. Di tengah keragaman yang begitu besar, NKRI jelas tidak mungkin menyelenggarakan kekuasaan negaranya secara sentralistik. Kewenangan diberikan kepada daerah-daerah untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan di daerahnya haruslah adil. 2. Sebagian besar hutan di Indonesia berada di wilayah kabupaten, terutama di daerah luar Jawa. Para bupati yang ada di daerah di mana hutan itu terletak, lebih mengetahui keadaan hutan di daerahnya dibanding Presiden Republik Indonesia dan Menteri Kehutanan. Secara tiba-tiba, Menteri Kehutanan menyatakan bahwa lahan kampung tempat masyarakat adat tinggal selama ratusan tahun adalah merupakan bagian dari kawasan hutan lindung, tanpa ada ganti rugi. Masyarakat adat dan pemerintah daerah kabupaten setempat tidak diajak bicara dalam mengambil keputusan tersebut. Menteri Kehutanan menetapkan kebijakan tersebut berdasarkan Pasal 5 UU 41/1999. 3. Pasal 4 ayat (1) UU 41/1999 yang berbunyi Semua hutan di dalam wilayah Republik Indonesia termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat dan berdasarkan esensi Pasal 33 ayat (3) UUD 1945, tidak berarti bahwa kewenangan penyelenggaraan pemerintahan di bidang kehutanan mutlak menjadi kewenangan Pemerintah Pusat sebagaimana tercermin dalam Pasal 4 ayat (2) huruf a, b, dan c UU 41/1999 sehingga Pasal 4 ayat (2) huruf a, b, dan c UU 41/1999 bertentangan dengan Pasal 18 ayat (2) dan ayat (3) UUD 1945. 4. Semangat pengaturan dalam UU 41/1999 bersifat sentralistik dimasa transisi Orde Baru sehingga Pasal 4 ayat (2) huruf a, b, dan c UU 41/1999 bertentangan dengan Pasal 18A ayat (2) UUD 1945. Sejauh mengatur kewenangan Pemerintah Pusat dan pemerintah daerah memanfaatkan sumber daya alam hutan, norma UU 41/1999 tidak memberikan pengaturan kewenagan yang adil dan selaras antara Pemerintah Pusat dan pemerintah daerah, malahan memberikan monopoli

kewenangan pada Pemerintah Pusat, padahal hutan ada di daerah, bukan di pusat. 5. Pasal 66 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) UU 41/1999 bertentangan dengan Pasal 18 ayat (2) dan ayat (4) UUD 1945 serta Pasal 18A ayat (1) dan ayat (2) UUD 1945 karena berdasarkan perubahan UUD 1945 serta Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang telah diubah dengan Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, penyelenggaraan urusan pemerintahan di bidang kehutanan bukan lagi kewenangan Pemerintah Pusat. 6. UU 41/1999 disahkan pada tanggal 30 September 1999 dan diundangkan pada hari yang sama. Fakta sejarah tersebut menunjukkan bahwa UU 41/1999 dibentuk sebelum adanya Perubahan UUD 1945. Karena itu, cukup beralasan untuk menyimpulkan bahwa semua norma di dalam UU 41/1999, sejauh memberikan kewenangan penuh pada Pemerintah Pusat dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kehutanan tidaklah merujuk pada norma Pasal 18A ayat (2) UUD 1945. VII. PETITUM 1. Menyatakan Pasal 4 ayat (2), Pasal 5 ayat (3) dan ayat (4), Pasal 8 ayat (1), Pasal 14 ayat (1), Pasal 19 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 38 ayat (2) dan ayat (5), Pasal 50 ayat (3) huruf g, dan Pasal 66 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan bertentangan dengan pasal 1 ayat (3), Pasal 18 ayat (2) dan ayat (5), Pasal 18A ayat (1) dan ayat (2) serta Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Menyatakan Pasal 4 ayat (2), Pasal 5 ayat (3) dan ayat (4), Pasal 8 ayat (1), Pasal 14 ayat (1), Pasal 19 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 38 ayat (2), Pasal 38 ayat (5), Pasal 50 ayat (3) huruf g dan Pasal 66 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) Undang- Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat 3. Memerintahkan agar putusan ini dimuat dalam Berita Negara Republik Indonesia. Atau apabila Majelis Hakim Konstitusi berpendapat lain, mohon putusan yang seadiladilnya.

Catatan: Dalam Perihal Permohonan, disebutkan bahwa Pasal 18 ayat (1) UU 41/1999 adalah salah satu pasal yang dimohonkan untuk diuji namun Pasal 18 ayat (1) UU 41/1999 tidak tercantum dalam Petitum).