Peningkatan Kelarutan dan Laju Disolusi Glimepirid dengan Teknik Dispersi Padat Menggunakan Polimer Pvp K-30

dokumen-dokumen yang mirip
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Peningkatan Kelarutan dan Laju Disolusi Glimepirid Menggunakan Metode Dispersi Padat dengan Matriks Polietilen Glikol 4000 (Peg-4000)

BAB I TINJAUAN PUSTAKA

Peningkatan Kelarutan dan Laju Disolusi Glimepirid dengan Sistem Dispersi Padat Menggunakan Kombinasi Polimer Poloxamer 407 dan Laktosa

Peningkatan Kelarutan dan Laju Disolusi Glimepirid dengan Koformer Asam Malonat Melalui Metode Kokristalisasi dan Kimia Komputasi

Prosiding Seminar Nasional Kefarmasian Ke-1

PERBANDINGAN DISOLUSI ASAM MEFENAMAT DALAM SISTEM DISPERSI PADAT DENGAN PEG 6000 DAN PVP

Praperlakuan Bahan Baku Glimepirid Melalui Metode Kokristalisasi Untuk Meningkatkan Kelarutan dan Laju Disolusi

Prosiding SNaPP2016 Kesehatan pissn eissn

LAPORAN AKHIR PENELITIAN DOSEN MUDA

BAB I TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV PROSEDUR KERJA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada pembuatan dispersi padat dengan berbagai perbandingan

Pengaruh konsentrasi PEG 4000 terhadap laju disolusi ketoprofen dalam sistem dispersi padat ketoprofen-peg 4000

PENINGKATAN KELARUTAN DAN LAJU DISOLUSI GLIMEPIRID MELALUI METODE KOKRISTALISASI

STUDI SISTEM DISPERSI PADAT GLIKLAZID MENGGUNAKAN UREA DAN TWEEN-80 WILLI PRATAMA

Karakterisasi dan studi disolusi dispersi padat furosemida menggunakan polietilen glikol (PEG), talk dan PEG talk sebagai pembawa dispersi

STUDI SISTEM DISPERSI PADAT GLIKLAZID MENGGUNAKAN POLIVINIL PIROLIDON K-30 (PVP K-30) DAN TWEEN 80

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam

DISOLUSI ASAM MEFENAMAT DALAM SISTEM DISPERSI PADAT DENGAN PEG 4000

MIKROENKAPSULASI METFORMIN HIDROKLORIDA DENGAN PENYALUT ETILSELLULOSA MENGGUNAKAN METODA PENGUAPAN PELARUT ABSTRACT

Peningkatan Disolusi Ibuprofen dengan Sistem Dispersi Padat Ibuprofen - PVP K90

PENGARUH MILLING TERHADAP LAJU DISOLUSI CAMPURAN METAMPIRON-FENILBUTASON (7:3)

PREFORMULASI SEDIAAN FUROSEMIDA MUDAH LARUT

BAB I PENDAHULUAN. al., 2005). Hampir 80% obat-obatan diberikan melalui oral diantaranya adalah

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Bahan Baku Ibuprofen

LAPORAN AKHIR PENELITIAN DOSEN MUDA

PENINGKATAN KELARUTAN KETOKONAZOL DENGAN TEKNIK DISPERSI PADAT MENGGUNAKAN EUDRAGIT E 100 ABSTRACT

PENINGKATAN LAJU DISOLUSI SISTEM DISPERSI PADAT IBUPROFEN PEG 6000 ABSTRACT ABSTRAK

Peningkatan Stabilitas Asam dari Omeprazol dengan Teknik Kokristalisasi Menggunakan Koformer Natrium Karbonat

BAB I TINJAUAN PUSTAKA

4 Hasil dan Pembahasan

I. PENDAHULUAN. Ketoprofen secara luas telah digunakan sebagai obat analgetika antiinflamasi

BAB III BAHAN, ALAT DAN CARA KERJA

Peningkatan Kelarutan Furosemide Menggunakan PEG 6000 secara Mikroenkapsulasi

Pengaruh Lama Waktu Penggilingan pada Proses Co-Grinding terhadap Laju Disolusi Kompleks Inklusi Glimepirid-β- Siklodekstrin

Tahapan-tahapan disintegrasi, disolusi, dan difusi obat.

UJI PELEPASAN FLUKONAZOL DARI SEDIAAN SUPOSITORIA DENGAN BASIS HIDROFILIK, BASIS LIPOFILIK, DAN BASIS AMFIFILIK SECARA INVITRO

BAB I PENDAHULUAN. menunjukkan kelarutan yang buruk, karena mempunyai struktur hidrofobik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH POLIVINIL PIROLIDON TERHADAP LAJU DISOLUSI FUROSEMID DALAM SISTEM DISPERSI PADAT

Prosiding Farmasi ISSN:

Prosiding Farmasi ISSN:

STUDI SISTEM DISPERSI PADAT IBUPROFEN MANITOL DENGAN METODE PELARUTAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

STUDI SISTEM DISPERSI PADAT ASAM MEFENAMAT MENGGUNAKAN POLIVINILPIROLIDON K-30 ABSTACT ABSTRAK

PENGGUNAAN EUDRAGIT L 100 DALAM FORMULASI MIKROKAPSUL NATRIUM DIKLOFENAK DENGAN TEKNIK EMULSIFIKASI PENGUAPAN PELARUT TESIS RAHMADEVI

Karakterisasi Kompleks Inklusi Ibuprofen Beta Siklodekstrin dengan Menggunakan Teknik Penggilingan Bersama

Gambar 4. Pengaruh kondisi ph medium terhadap ionisasi polimer dan pembentukan kompleks poliion (3).

STUDI SISTEM DISPERSI PADAT MELOKSIKAM MENGGUNAKAN HIROKSIPROPIL METILSELULOSA (HPMC) 6 CENTIPOISE (CPS) ABSTRACT

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. persyaratan kualitas obat yang ditentukan oleh keamanan, keefektifan dan kestabilan

FAHMI AZMI FORMULASI DISPERSI PADAT IBUPROFEN MENGGUNAKAN HPMC 6 cps PROGRAM STUDI SAINS DAN TEKNOLOGI FARMASI

BAB I TINJAUAN PUSTAKA

STUDI SISTEM DISPERSI PADAT KARBAMAZEPIN MENGGUNAKAN CAMPURAN POLIMER PEG 6000 DAN HPMC DENGAN METODA PELARUTAN

PENGARUH KONSENTRASI BETASIKLODEKSTRIN TERHADAP KELARUTAN GLIMEPIRID

ARTIKEL ILMIAH PENELITIAN DOSEN MUDA TAHUN ANGGARAN 2007

PASI NA R SI NO L SI IK LI A KA

BAB IV HASIL dan PEMBAHASAN

Pembentukan Sistem Dispersi Padat Amorf Azitromisin Dihidrat dengan Hikroksipropil Metilselulosa (HPMC)

BAB I PENDAHULUAN. Aspirin mencegah sintesis tromboksan A 2 (TXA 2 ) di dalam trombosit dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

Formulasi dan Evaluasi Tablet Dispersi Padat Kalsium Atorvastatin

Bab III Metodologi Penelitian

KARAKTERISASI KOKRISTAL PARASETAMOL ASAM SUKSINAT MELALUI METODE SOLVENT DROP GRINDING

Pengaruh Polivinilpirolidon K-30 terhadap Disolusi Ketoprofen dalam Sistem Dispersi Padat

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dari penelitian yang dilakukan diperoleh hasil sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. Pemberian pulveres kepada pasien ini dilakukan dengan cara

KETERSEDIAAN HAYATI RELATIF FUROSEMIDA DALAM BENTUK DISPERSI PADAT

Perbandingan Profil Disolusi Sediaan Tablet Glimepirid Bahan Baku terhadap Hasil Modifikasi Polimorf

PENGEMBANGAN SEDIAAN DENGAN PELEPASAN DIMODIFIKASI MENGANDUNG FUROSEMID SEBAGAI MODEL ZAT AKTIF MENGGUNAKAN SISTEM MUKOADHESIF

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap

KARAKTERISASI FISIKOKIMIA DAN LAJU DISOLUSI DISPERSI PADAT IBUPROFEN DENGAN PEMBAWA POLIETILENGLIKOL 6000

BAB III METODE PENELITIAN. bulan Agustus 2011 sampai bulan Januari tahun Tempat penelitian

Bab III Metodologi Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Fenofibrat adalah obat dari kelompok fibrat dan digunakan dalam terapi

Antaraksi Fisik Padatan Pada Kombinasi Senyawa Aprobarbital dan Isopropilantipirina

MENGGUNAKAN METODE CO-GRINDING BERDASARKAN VARIASI MOL ABSTRACT ABSTRAK

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji

KARAKTERISASI KOMPLEKS INKLUSI SIMVASTATIN β-siklodekstrin METODA CO-GRINDING DENGAN VARIASI WAKTU PENGGILINGAN ABSTRACT

STUDI KESTABILAN FISIKA DAN KIMIA DISPERSI PADAT KETOPROFEN -UREA ABSTRACT

Sintesis Nanopartikel ZnO dengan Metode Kopresipitasi

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI DISPERSI PADAT NIFEDIPIN DENGAN POLOXAMER 188 MENGGUNAKAN METODE PELEBURAN

BAB I PENDAHULUAN. ketersediaan hayati obat. Kelarutan merupakan salah satu sifat fisikokimia

PENGGUNAAN KARBONDIOKSIDA SUPERKRITIS UNTUK PEMBUATAN KOMPOSIT OBAT KETOPROFEN POLIETILEN GLIKOL 6000

Pengaruh Suhu Polimerisasi Terhadap Sifat Transpor dan Struktur Polianilina Berbentuk Garam Emeraldine

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

MAKALAH FABRIKASI DAN KARAKTERISASI XRD (X-RAY DIFRACTOMETER)

BAB 4 DATA DAN ANALISIS

1. Penetapan panjang gelombang serapan maksimum Pembuatan kurva baku... 35

PENDAHULUAN . J Pharm Biomed Anal.

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FARMASI ORGANIK DAN FISIK FA2212

Karakterisasi Kompleks Inklusi Simvastatin β-siklodekstrin yang Dibuat dengan Metoda Kneading

BAB 3 PERCOBAAN. 3.3 Pemeriksaan Bahan Baku Pemeriksaan bahan baku ibuprofen, HPMC, dilakukan menurut Farmakope Indonesia IV dan USP XXIV.

PENGARUH PENAMBAHAN BERBAGAI KONSENTRASI PEG 6000 TERHADAP LAJU PELARUTAN DISPERSI SOLIDA KETOPROFEN-PEG 6000 YANG DIPREPARASI DENGAN METODE PELARUTAN

DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR ISTILAH DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG BAB I

Pembuatan dan Karakterisasi Dispersi Padat Sistem Biner dan Terner dari Gliklazid

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

Prosiding Penelitian SPeSIA Unisba 215 ISSN 246-6472 Peningkatan Kelarutan dan Laju Disolusi Glimepirid dengan Teknik Dispersi Padat Menggunakan Polimer Pvp K-3 1 Gina Nurhadijah, 2 Fitrianti Darusman, 3 Sani Ega Priani 1,2,3 Prodi Farmasi, Fakultas MIPA, Unisba, Jl. Tamansari No. 1 Bandung 4116 e-mail: 1 Ginanurhadijah@gmail.com, 2 efit_bien@yahoo.com, 3 egapriani@gmail.com Abstrak. Glimepirid (GMP) adalah senyawa golongan sulfonilurea generasi ketiga yang digunakan untuk pengobatan diabetes melitus tipe II yang termasuk dalam Biopharmaceutical System Classification kelas II. Pada penelitian ini telah dilakukan pembuatan dispersi padat GMP menggunakan polimer PVP K-3 dengan metode penguapan pelarut (Solvent Evaporation) yang bertujuan untuk meningkatkan kelarutan dan laju disolusi GMP. Dispersi padat GMP-PVP K-3 dikarakterisasi dengan metode analisis termal (Diferential Scanning Kalorimetri), difraktrometri sinar-x serbuk (Powder X-Ray Diffraction), dan mikrofoto (Scanning Electron Microscope). Uji performa dispersi padat GMP-PVP K-3 yaitu dengan uji kelarutan dan uji laju disolusi menggunakan media dapar fosfat ph 7,4. Hasil penelitian ini menunjukkan dispersi padat GMP-PVP K-3 memiliki kelarutan dan laju disolusi yang lebih baik dibandingkan dalam bentuk senyawa tunggalnya. Pembuatan dispersi padat dapat meningkatkan kelarutan GMP dari,73 mg/ml menjadi,536 mg/ml dan laju disolusi GMP pada menit ke-6 dari 19,47% menjadi 52,28%. Kata kunci: Glimepirid, PVP K-3, Dispersi padat, Kelarutan dan laju disolusi A. Pendahuluan Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat diberbagai bidang, khususnya farmasi telah menghasilkan perubahan yang signifikan dalam teknologi sediaan farmasi, khususnya obat-obatan. Berbagai bentuk dan sistem penghantaran obat telah banyak dikembangkan untuk menggantikan bentuk dan sistem penghantaran obat yang konvensional. Sistem penghantaran obat dikatakan ideal jika dapat diberikan dengan satu kali pemberian untuk seluruh periode pengobatan, menghasilkan kadar obat dalam darah yang relatif konstan selama periode waktu tertentu untuk mendapatkan efek obat yang optimal dan menghantarkan obat langsung ke sasaran. (Deshpande, 1996:531-539). Diantara semua teknik perubahan sifat fisik zat aktif, teknik dispersi padat memiliki potensi yang besar dalam meningkatkan kelarutan dan disolusi dimana suatu sistem dispersi terdapat 2 komponen yang berbeda yaitu matriks hidrofilik dan obat hidrofobik (Dhirenda. K et al., 29). Teknik dipersi padat dapat digunakan untuk meningkatkan solubilitas, laju disolusi dan absorpsi beberapa obat yang kurang larut (Gupta et al., 211). Salah satu obat yang termasuk kedalam Biopharmaceutical Clasification System (BCS) kelas II yaitu kelarutan rendah dan permeabilitas tinggi adalah Glimepirid (GMP). GMP merupakan obat anti diabetika oral golongan sulfonilurea generasi ketiga yang pada dosis rendah dapat memberikan onset cepat, durasi kerja yang lama dan efek samping hipoglikemia yang kecil (Ammar, 26). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari upaya yang dapat dilakukan untuk mengingkatkan kelarutan dan disolusi dari Glimepirid (GMP), mencari polimer yang dapat berinteraksi dengan baik. 316

Peningkatan Kelarutan dan Laju Disolusi Glimepirid dengan Teknik Dispersi Padat... 317 B. Landasan Teori Glimepirid (GMP) GMP merupakan generasi ketiga sulfonilurea yang digunakan dalam pengobatan diabetes melitus tipe II. Gambar 1. Struktur Kimia GMP (USP 3 th Ed., 27) GMP berupa serbuk kristalin putih, tidak berbau, titik lebur 27 o C, bersifat asam lemah (pka 6,2). GMP praktis tidak larut dalam air, sukar larut dalam methanol, etanol, etil asetat, dan aseton, agak sukar larut dalam diklorometan, larut dalam dimetilformaldehid (Sweetman, 27). GMP termasuk kedalam obat kelas II dalam Biopharmaceutical Clasification System (BCS), dimana obat ini memiliki kelarutan rendah dan permeabilitas tinggi (Biswal dkk., 29). PVP K-3 Nama IUPAC yaitu 1-ethenylpyrrolidin-2-one, rumus kimia yaitu C 6 H 9 NO. Povidon jenis ini memiliki nilai-k sebesar 3. Povidon ini memiliki berat molekul sekitar ± 5.. Kegunaan sebagai zat pengikat dalam proses pembuatan tablet, pembantu pelarutan untuk injeksi, dan juga dapat digunakan dalam meningkatkan laju disolusi dan kelarutan dari suatu zat aktif (Rowe et al., 23). Dispersi Padat Dispersi padat adalah suatu sistem dispersi yang terdiri atas satu atau beberapa zat aktif yang terdispersi dalam keadaan padat dalam suatu zat pembawa (matriks inert) (Fadholi, 213: 65). Pembentukan dispersi padat terjadi melalui campuran eutektik. Campuran eutektik adalah suatu campuran padat yang didapat dari solidifikasi cepat dari bentuk lelehan dua ata tiga campuran, dan menghasilkan suatu campuran dengan titik lebur yang umumnya lebih rendah dari titik lebur masing masing zat. Apabila campuran kontak dengan air atau medium gastrik, zat aktif akan terlepas dalaam keadaan kristal yang kecil kecil (Fadholi, 213: 66). C. Metode Karakterisasi Hasil Dispersi Padat X-Ray Powder Diffraction (XRD) Sinar-X merupakan spectrum gelombang elektromagnetik dengan panjang gelombang 1-,1 Å. Pada metode PXRD, radiasi sinar-x monokromatik yang ditembakkan menuju serbuk sampel akan dihamburkan oleh sebagian serbuk yang memenuhi Hukum Bragg s. sampel serbuk merupakan sampel tiga dimensi sehingga akan terbentuk pola difraksi atau refleksi bidang hkl. Dengan melakukan analisis secara horizontal, akan dihasilkan pola difraksi satu dimensi (Darusman,214). Differential Scanning Calorimetry (DSC) Metode analisis termal Differential Scanning Calorimetry (DSC) merupakan metode termal utama yang digunakan untuk mengkarakterisasi profil termal material padat, baik kristalin maupun amorf. DSC umum digunakan untuk mengkarakterisasi polimorf dan hidrat (Darusman, 214). Farmasi Gelombang 2, Tahun Akademik 214-215

318 Gina Nurhadijah, et al. Scanning Electron Microscope (SEM) Scanning Electron Microscope (SEM) mampu menghasilkan karakteristik topografis suatu sampel seperti kekasaran permukaan, patahan atau kerusakan, dan bentuk Kristal. Elektron yang dipercepat oleh tegangan tinggi (,1-3 kv) dan difokuskan oleh condenser dan lensa objektif akan berinteraksi dengan sampel dan mengemisikan elektron dan sinar-x. Elektron dan sinar-x yang diemisikan akan diterima oleh detector dan dikonversikan menjadi gambar setelah memindai keseluruhan sampel (Darusman, 214). D. Hasil Penelitian Pemeriksaan Karakterisasi Fisika Hasil pengamatan analisis termal menggunakan DSC menunjukkan bahwa peak maksimum GMP murni yaitu 25,8 o C, titik lebur hasil DSC mendekati dengan litelatur United State Pharmacopea edisi 3, analisis kristalografi GMP dengan XRD menunjukan hasil difaktrogram berupa puncak-puncak interferensi khas GMP, Hasil SEM menunjukkan permukaan GMP berupa sangat kecil membentuk aglomerat hal ini yang menyebabkan GMP bersifat hidrofobik yang praktis tidak larut dalam air (Darusman, 214). Pembuatan Campuran Fisik Campuran fisik GMP-PVP K-3 dibuat dengan perbandingan 1:1 dan 2:1. Berbagai perbandingan tersebut dibuat dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh dari perbedaan jumlah glimepirid dalam sistem campuran fisik, pemilihan campuran terbaik dilakukan dengan uji kelarutan pada kedua perbandingan, berikut data hasil uji kelarutan dari kedua perbandingan (Tabel 1) Tabel 1. Data hasil kelarutan campuran fisik Sampel/Perlakuan Kelarutan (mg/ml) Campuran Fisika GMP-PVP K3 (1:1),196 Campuran Fisika GMP-PVP K3 (2:1),154 Berdasarkan hasil data kelarutan menunjukkan perbandingan 1:1 memiliki kelarutan lebih baik dibandingkan dengan perbandingan 2:1, sehingga perbandingan 1:1 dinyatakan perbandingan terbaik. Pembuatan Dispersi Padat Dispersi padat dibuat dengan cara metode pelarutan dibuat dengan melarutkan GMP-PVP K-3 perbandingan 1:1 dalam pelarut etanol : air perbandingan 15,6 : 4,4 ml, seluruh campuran diaduk selama 3 menit sampai terbentuk larutan jernih. Larutan jernih ini menandakan bahwa GMP-PVP K-3 terlarut sempurna. Pelarut yang digunakan adalah etanol : air, karena etanol : air dapat melarutkan/mendispersikan GMP dan PVP K-3 secara molekular, selain itu etanol mudah menguap dan relatif tidak toksik dibandingkan pelarut organik lainnya (Leuner & Dressman, 2) dan merupakan pelarut yang mampu melarutkan polimer secara sempurna. Pelarut bertindak sebagai katalis yang dapat mempercepat pendispersian GMP dalam polimernya yaitu PVP K-3. Proses rekristalisasi dilakukan secara perlahan pada suhu kamar, bertujuan untuk menata ulang kembali kristal GMP-PVP K-3 hasil dispersi padat. Prosiding Penelitian Sivitas Akademika Unisba (Kesehatan dan Farmasi)

Peningkatan Kelarutan dan Laju Disolusi Glimepirid dengan Teknik Dispersi Padat... 319 Karakterisasi Sistem Dispersi Padat GMP-PVP K-3 Analisis Termal (DSC) Analisis termal DSC merupakan instrumen analitik yang sangat bermanfaat dalam karakterisasi interaksi padatan (solid state interaction) antara dua atau lebih bahan material obat. Berikut merupakan termogram DSC GMP, PVP K-3, Campuran fisik dan dispersi padat 1:1 ditampilkan pada Gambar 1. 5 1 15 2 25 3 35 4 D 3 2 1 6 4 C Heat flow (mw) 2 4 3 2 1 6 4 B A 2 5 1 15 2 25 3 35 T em p era ture ( o C) Gambar 1 Termogram DSC Gambar 1 Termogram DSC serbuk, (A) GMP (25,8 o C), (B) PVP K-3 (55,2 o C), (C) campuran fisika (64,9 o C; 21,8 o C; 31,8 o C), (D) Dispersi padat GMP-PVP K-3 (1:1) (68,5 o C dan 28,9 o C) Dari hasil termogram DSC GMP-PVP K-3 terlihat terjadi perubahan titik puncak endotermik pada hasil dispersi padat GMP-PVP K-3 puncak endotermis GMP murni tidak terlihat lagi, hanya terlihat puncak endotermis yang melebar (Gambar1 D). Hal ini disebabkan karena adanya polimer PVP sehingga energi yang dibutuhkan untuk melebur pada dispersi padat menjadi lebih kecil dan puncak bergeser pada temperature yang lebih rendah yaitu sekitar 68,5 o C dibandingkan GMP murni. Puncak endotermis yang melebar dan bergeser ke temperatur yang lebih rendah menunjukkan keadaan amorf. Analisis Pola Difraksi Sinar-X (XRD) Difraksi sinar-x merupakan metoda yang biasa digunakan untuk karakterisasi interaksi padatan antara dua komponen padat (solid state interaction), apakah terbentuk fase amorf atau tidak. Pengujian ini dapat menunjukkan perubahan kristalinitas ketika obat dicampur dengan polimer ditampilkan pada Gambar 2. 5 1 1 5 2 2 5 3 3 5 4 4 5 2 D 1 5 1 5 intensity 2 5 2 1 5 1 5 1 5 C B 1 5 3 2 A 1 5 1 1 5 2 2 5 3 3 5 4 4 5 2 th eta Gambar 2 Difaktrogram Sinar-X Farmasi Gelombang 2, Tahun Akademik 214-215

32 Gina Nurhadijah, et al. Gambar 2 Difraktogram Sinar-X serbuk, (A) GMP, (B) PVP K-3, (C) campuran fisika, (D) Dispersi padat GMP-PVP K-3 (1:1) Hasil uji difraksi sinar-x menunjukkan difraktogram bahwa GMP murni (Gambar 2 A) memiliki derajat kristanilitas yang tinggi ditunjukan dengan adanya sejumlah puncak-puncak interferensi yang tajam pada difraktogram. Berbeda dengan pola difraksi sinar-x PVP K-3 (Gambar 2 B) menunjukkan puncak yang landai yang menandakan sifat amorfus. Pada campuran fisik masih tampak puncak-puncak dari GMP dengan intensitas yang menurun, Sedangkan pada dispersi padat GMP-PVP K-3 menunjukkan pola difraksi sinar-x bentuk amorf dimana intensitas puncak kristal GMP terlihat hanya sedikit. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar GMP berubah dari bentuk kristal menjadi bentuk amorf, sehingga dapat disimpulkan bahwa GMP dalam sistem dispersi padat pada perlakuan metode pelarutan terdispersi dalam keadaan amorf (Valizadeh et al, 21). Analisis Morfologi Mikroskopik (SEM) Analisis morfologi mikroskopik SEM dispersi padat GMP-PVP K-3 (1:1) pada perlakuan metode pelarutan ditampilkan sebagai berikut dibandingkan dengan campuran fisik dan bentuk tunggalnya ditampilkan pada Gambar 3. A B C D Gambar 3 Mikrofoto SEM serbuk: (a) GMP, (b) PVP K-3, (c) Campuran fisik, (d) Dispersi Padat (1:1). Hasil mikrofoto menunjukkan GMP murni (Gambar 3 A) memilki ukuran yang sangat kecil dan berbentuk gumpalan/aglomerasi hal ini yang menyebabkan GMP bersifat hidrofobik sehingga praktis tidak larut dalam air. PVP K-3 (Gambar 3 B) memiliki ukuran partikel 2 µm berbentukbulatan-bulatan. Campuran fisik GMP-PVP K-3 (Gambar 3 C) menunjukkan ukuran partikel yang paling besar dibandingkan GMP murni dan PVP K-3 rata-rata memiliki ukuran 75 µm, pada perbesaran terbaik hasil campuran fisik menunjukkan bulatan besar yang ditampilkan dominan PVP dan bagian serbuk yang berada disekitar polimer yaitu GMP yang berbentuk serbuk halus. Hasil dispersi padat (Gambar 3 D) memperlihatkan tidak adanya gumpalan besar hal inimenunjukan bahwa GMP sebagian besar terdipersi di dalam PVP K-3 dan hanya sebagian kecil yang masih dalam bentuk kristalin, Berubahnya bentuk morfologi GMP murni yang dibandingkan dengan kondisi dalam sistem dispersi padat terjadi perbedaan yang yang signifikan terlihat dari sedikitnya kristal yang terdapat pada perlakuan dispersi padat (Gambar 3 A dan D) yang ditegaskan dengan pengujian menggunakan XRD (Gambar 2). Permukaan dispersi padat yang menunjukkan bentuk amorfus Prosiding Penelitian Sivitas Akademika Unisba (Kesehatan dan Farmasi)

Peningkatan Kelarutan dan Laju Disolusi Glimepirid dengan Teknik Dispersi Padat... 321 (Gambar 3 D) mempertegas dari hasil XRD yang berupa landaian (Gambar 2 D) dan hasil DSC dimana suhu lebur dispersi padat berada dibawah suhu lebur GMP murni. Uji kelarutan Uji kelarutan dilakukan dalam pelarut/media dapar posfat ph 7,4 untuk menjaga kondisi pengujian. Pada uji kelarutan GMP-PVP K-3 (1:1) dilakukan penetapan kadar GMP terlarut secara spektrofotometer UV pada panjang gelombang maksimum 228 nm, dimana PVP K-3 tidak memberikan serapan pada metode ini. Hasil kelarutan dispersi padat GMP-PVP K-3 (1:1) ditampilkan pada tabel 2 Dari data hasil uji kelarutan diatas, dispersi padat GMP-PVP K-3 (1:1) dari perlakuan metode pelarutan lebih tinggi dibandingkan dengan GMP murni dan campuran fisik. Karena metode pelarutan memiliki bentuk yang lebih amorf dibandingkan dengan GMP murni dan campuran fisiknya, dapat dilihat dari hasil difraktogram sinar-x (Gambar V.2). Metode penguapan pelarut terbukti dapat meningkatkan kelarutan sistem dispersi padat, sistem ini dapat berjalan dengan baik dengan keberadaan PVP K-3 sebagai pembawa dan mampu mengingkatkan profil kelarutan GMP (Mayur et al, 212). Uji Disolusi Uji disolusi dispersi padat GMP-PVP K-3 (1:1) dilakukan dalam media dapar ph 7,4 untuk melihat pengaruh ph terhadap hasil uji disolusi, dengan kecepatan pengadukan 5 rpm pada suhu 37 o C. Kemudian penetapan kadar dilakukan pada panjang gelombang maksimum 228 nm. Hasil uji disolusi menunjukkan bahwa dispersi padat 1:1 memiliki laju disolusi dibandingkan dengan GMP murni. Peningkatan laju disolusi GMP pada campuran fisik dikarenakan adanya peningkatan keterbasahan bubuk obat dengan adanya media pelarut (Ford, 1986). Hasil dipersi padat menunjukkan kenaikan disolusi dibandingan GMP murni, namun jumlah GMP yang terdisolusi berada dibawah jumlah campuran fisik hal ini disebabkan tidak adanya pengecilan partikel pada hasil dispersi padat sebelum dilakukan uji laju disolusi. Uji kelarutan dan uji disolusi menunjukkan bahwa pembuatan dispersi padat menggunakan PVP K-3 dapat meningkatkan kelarutan GMP yang termasuk ke dalam BCS kelas II (kelarutan rendah permeabilitas tinggi), hal ini menunjukkan bahwa penggunaan polimer yang bersifat hidofilik sangat membantu disolusi dari zat aktif yang bersifat hidrofobik (Dhirenda. K et al., 29). Data rekapitulasi hasil kelarutan dan hasil uji disolusi dispersi padat GMP-PVP K-3 ditampilkan pada gambar berikut: Tabel.2 Hasil uji kelarutan Sampel/Perlakuan GMP Murni Campuran Fisik GMP-PVP K-3 Dispersi Padat GMP-PVP K-3 Kelarutan (mg/ml),73,196,536 Farmasi Gelombang 2, Tahun Akademik 214-215

322 Gina Nurhadijah, et al. 1 % Terdisolusi 8 6 4 2 1 2 3 4 5 6 %terdisolusi sampel GMP %terdisolusi sampel CF %terdisolusi sampel DP Waktu (menit) E. Kesimpulan Gambar 4 Hasil Disolusi GMP, Campuran fisik dan Dispersi Padat Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pembuatan dispersi padat menggunakan PVP K-3 dapat meningkatkan kelarutan dan laju disolusi zat aktif GMP. Pembuatan dispersi padat dapat meningkatkan kelarutan GMP dari,73 mg/ml menjadi,536 mg/ml dan laju disolusi GMP pada menit ke-6 dari 19,47% menjadi 52,28%. Daftar Pustaka Ansel, Howard. (1989). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Penerjemah Farida Ibrahim. Universitas Indonesia Press. Jakarta Ammar, H.O., H.A. Salam, M. Ghorab, A. Mahmoud. (26). Formulation and Biological Evaluation of Glimepirid-Cyyclodextrin-Polymer Systems. Int. J Pham. 39: 129-138 Biswal S, J. Sahoo, P.N. Murthy. (29). Physycochemical Properties of Solid Dispersions of Glicazide in Polyvinylpyrolidone K9, AAPS PharmSciTech, Vol. 1. No. 2. 329-334 Chiou, W. L. and Riegelman, S. (1971). Pharmaceutical application of solid Dispersionsystems. J. Pharm. Darusman, F. (214). Peningkatan Kelarutan dan Disolusi Glimepirid Melalui Metode Kokristalisasi [Thesis], Program Studi Farmasi, Kelompok Keahlian Farmasetika, Institut Teknologi Bandung, Bandung. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1995). Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta : Depkes Deshpande, AA. Rhodes, N.H. Shah, and A.W. Malick. (1996). Controlled-Release Drug Delivery Systems for Prolonged Gastric Residance: an Overview. Drug Dev. Ind. Pharm. 22(6): 531-539 Dhirendra K, Lewis S, Udupa, and Atin K, (29). Solid dispertsion Review. Manipal College of Pharmaceutical Sciences : India. Fadholi, Achmad. (213). Disolusi dan Pelepasan Obat in vitro, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 65-71 Prosiding Penelitian Sivitas Akademika Unisba (Kesehatan dan Farmasi)

Peningkatan Kelarutan dan Laju Disolusi Glimepirid dengan Teknik Dispersi Padat... 323 Ford J L. (1998). The Current Status of Solid Dispertions. Pharm Acta Helv ; 61: 69-8 Gupta Digant, et al,. (211). Bioelectrical Impedance Phase Angel in Clinical Practice, British Journal of Nutrition 211 Karavas, E. et al. (25). Miscibillity Behavior and Formation Mechanism of Stabilized Felodipine-PVP Amorphus Solid Dispertion. Drug Drug Dev. Ind. Pharm. 31(4): 473-489 Lachman, L & Lieberman Herbert A,. (1989). Teori dan Praktek Farmasi Industri II. Edisi 3. UI Press, Jakarta. Martin, A.N, Swarbrick, J. dan Cammarata, A. (1993). Physical Pharmacy. Edisi III.Philadelpia Mayur, D. C, et al. (212). Solubility And Dissolution Enhancement Of Poorly Water Soluble Glimepiride By Using Solid Dispertion Technique, International Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Science : India Rowe, Raymond C. (29). Handbook of pharmaceutical Excipient 6 th edition. Great Britain: Pharmaceutical Press. Sekiguchi K, and Obi, N. (1961). Studies on Absorption of Eutectic Mixture. 1. A. comparation of the Behavior of Eutectic Mixture of Sulphathiazole and that of Ordinary Sulphatiazole in Man. Chem. Pharm. Bull Sherwood L. (21). Human Physiology. Ed 7. Canada: Nelson Education Sweetman, S. C., (ED). (27). Martindale, The Complete Drug Reference, 35 th Ed. Phamaceutical Press. London, Chicago: 399-4 USP Drug Information, (27) : Drug Information for the Healt Care Profesional. Vol 1. 27 th Ed:2514-2517 United States Phamacopoeial Convention. (27). The United States Pharmacopoeia 3 th. US Pharmacopoeial Convention Inc. Rockville: 2226-2227. Farmasi Gelombang 2, Tahun Akademik 214-215