DECITA AYU WIDYASANTI NIM G2B Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV), merupakan suatu virus yang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ditemukan kasus-kasus baru yang muncul. Acquired Immuno Deficiency

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang mengakibatkan

BAB I PENDAHULUAN. dari dua jenis virus yang secara progresif merusak sel-sel darah putih yang disebut

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

BAB I PENDAHULUAN. Sebaliknya dengan yang negatif remaja dengan mudah terbawa ke hal yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENJABAT BUPATI SEMARANG AMANAT PENJABAT BUPATI SEMARANG SELAKU KETUA KPA KABUPATEN SEMARANG DALAM RANGKA PERINGATAN HARI AIDS SEDUNIA TAHUN 2015

PENJABAT BUPATI SEMARANG AMANAT PENJABAT BUPATI SEMARANG SELAKU KETUA KPA KABUPATEN SEMARANG DALAM RANGKA PERINGATAN HARI AIDS SEDUNIA TAHUN 2015

ABSTRAK HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU KELOMPOK RISIKO TINGGI TENTANG HIV-AIDS DI KOTA BANDUNG PERIODE TAHUN 2014

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Syndrome (AIDS) adalah kumpulan gejala yang timbul akibat

BAB 1 PENDAHULUAN. sistem kekebalan tubuh yang terjadi karena seseorang terinfeksi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

2013 GAMBARAN PENGETAHUAN REMAJA TENTANG HIV/AIDS DI KELAS XI SMA YADIKA CICALENGKA

WALIKOTA GORONTALO PERATURAN DAERAH KOTA GORONTALO NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. menular yang disebabkan oleh virus HIV (Human Immunodefeciency Virus).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. diselesaikan. Pada akhir abad ke-20 dunia dihadapkan dengan permasalahan

3740 kasus AIDS. Dari jumlah kasus ini proporsi terbesar yaitu 40% kasus dialami oleh golongan usia muda yaitu tahun (Depkes RI 2006).

SIKAP DAN PERSEPSI KELUARGA TERHADAP ANGGOTA KELUARGA YANG MENDERITA HIV/AIDS DI KABUPATEN TEMANGGUNG

ABSTRAK GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP, PERILAKU MENGENAI HIV / AIDS PADA SISWA SISWI KELAS DUA DAN TIGA SALAH SATU SMA SWASTA DI KOTA BANDUNG TAHUN 2006

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

APLIKASI SISTEM PAKAR MENDIAGNOSIS PENYAKIT MENULAR SEKSUAL

HIV/AIDS. Intan Silviana Mustikawati, SKM, MPH

BAB 1 PENDAHULUAN. menjalankan kebijakan dan program pembangunan kesehatan perlu

BAB 1 PENDAHULUAN. Pandemi Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS), saat ini merupakan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. masalah berkembangnya Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS). Masalah HIV/AIDS yang

BAB 1 PENDAHULUAN. HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency

ABSTRAK GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU MAHASISWA/ MAHASISWI TERHADAP INFEKSI MENULAR SEKSUAL DI UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

VALIDASI TINGKAT PENGETAHUAN. Correlations

BAB I PENDAHULUAN. HIV atau Human Immunodeficiency Virus adalah sejenis virus yang

BAB I PENDAHULUAN. Acquired Immune Deficiency Syndrome atau yang lebih dikenal dengan

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DENGAN SIKAP BAGI WANITA PENGHUNI PANTI KARYA WANITA WANITA UTAMA SURAKARTA TENTANG PENCEGAHAN HIV/AIDS

PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 88 TAHUN 2011

BAB 1 : PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Millennium Development Goals (MDGs), sebuah deklarasi global yang telah

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan virus yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. yang mengakomodasi kesehatan seksual, setiap negara diharuskan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Menurut (Nugroho. T, 2010: 94) Aquired Immune Deficiency Syndrome

BAB I PENDAHULUAN. suatu pendekatan untuk meningkatkan kemauan (willingness) dan. meningkatkan kesehatannya (Notoatdmodjo, 2010).

WALIKOTA DENPASAR PERATURAN WALIKOTA DENPASAR NOMOR 21 TAHUN 2011 T E N T A N G PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DI KOTA DENPASAR WALIKOTA DENPASAR,

1 DESEMBER HARI AIDS SE-DUNIA Stop AIDS: Akses untuk Semua! Mardiya. Kondisi tersebut jauh meningkat dibanding tahun 1994 lalu yang menurut WHO baru

Hubungan Pengetahuan Pengguna Jasa Female Condom Di Lokalisasi Pekerja Seks Komersial Dengan Perilaku Pemakaian Tegal Panas Kabupaten Semarang

BAB 1 PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Immune Deficiency

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2008

BAB 1 PENDAHULUAN. pesan yang akan disampaikan (Azrul & Azwar, 1983). Sedangkan Glanz, dkk.,

GLOBAL HEALTH SCIENCE, Volume 2 Issue 1, Maret 2017 ISSN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Human Immunodefficiency Virus (HIV) adalah virus penyebab Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) yang

I. Identitas Informan No. Responden : Umur : tahun

ABSTRAK BEBERAPA FAKTOR YANG MENUNJUKKAN TINGKAT KEPARAHAN PENYAKIT HIV/AIDS DI RUMAH SAKIT X KOTA BATAM TAHUN 2010

BAB 1 PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah retrovirus yang menginfeksi

2015 INTERAKSI SOSIAL ORANG D ENGAN HIV/AID S (OD HA) D ALAM PEMUD ARAN STIGMA

HIV/AIDS (Human Immunodeficiency/Acquired Immune Deficiency. Syndrome) merupakan isu sensitive dibidang kesehatan. HIV juga menjadi isu

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut Profil Kesehatan Sumatera Utara Tahun 2013, salah satu penyakit

TINJAUAN PUSTAKA BAB II 2.1. HIV/AIDS Pengertian HIV/AIDS. Menurut Departemen Kesehatan (2014), HIV atau

BAB I PENDAHULUAN. Human Immunodefficiency Virus (HIV) merupakan virus penyebab

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Berusaha Tenang Mampu mengendalikan emosi, jangan memojokan si-anak atau merasa tak berguna.

2015 GAMBARAN PENGETAHUAN SISWA SISWI KELAS XI TENTANG PENYAKIT MENULAR SEKSUAL DI SMA NEGERI 24 BANDUNG

GAMBARAN PENGETAHUAN REMAJA TENTANG HIV/AIDS DI PUSAT PENGEMBANGAN ANAK ID 127 KELURAHAN RANOMUT MANADO

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. kekebalan tubuh manusia, sedangkan Acquired Immunodeficiency Syndrom. penularan terjadi melalui hubungan seksual (Noviana, 2013).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

III. METODE PENELITIAN. 3.1 Populasi Dan Sampel

BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Di Indonesia pelaku transeksual atau disebut waria (Wanita-Pria) belum

BAB 1 PENDAHULUAN. seksual. Kondisi yang paling sering ditemukan adalah infeksi gonorrhea,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. HIV/AIDS menjadi epidemik yang mengkhawatirkan

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan dengan remaja di perkotaan. Dimana wanita dengan pendidikan yang

BAB I PENDAHULUAN. sistem imun dan menghancurkannya (Kurniawati, 2007). Acquired

Kegiatan Penanggulangan HIV/AIDS Melalui Serosurvey Di Kabupaten Sinjai Provinsi Sulawesi Selatan Tahun Sitti Fatimah 1, Hilmiyah 2

PERAN CERAMAH TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG AIDS PADA SISWA KELAS XI SMK NEGERI 4 SURAKARTA SKRIPSI

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency

PERBEDAAN PENGETAHUAN HIV/AIDS PADA REMAJA SEKOLAH DENGAN METODE PEMUTARAN FILM DAN METODE LEAFLET DI SMK BINA DIRGANTARA KARANGANYAR

Oleh: Logan Cochrane

BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Menurut DR. Nana Mulyana selaku Kepala Bidang Advokasi dan. Kemitraan Kementerian Kesehatan hasil Riset Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Immune Deficiency

BAB I PENDAHULUAN. (2004), pelacuran bukan saja masalah kualitas moral, melainkan juga

Jurnal Keperawatan, Volume X, No. 1, April 2014 ISSN

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyebabkan AIDS (Acquired Immuno-Deficiency Syndrome). Virus. ibu kepada janin yang dikandungnya. HIV bersifat carrier dalam

BAB I PENDAHULUAN. AIDS adalah singkatan dari Acquired Immuno Deviciency Syndrome, yang

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sangat umum dan penting, sedangkan infeksi bakteri lebih sering

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. kekebalan tubuh yang disebabkan oleh virus HIV (Human. Immunodeficiency Virus) (WHO, 2007) yang ditemukan dalam

TINGKAT PENGETAHUAN WANITA PEKERJA SEKS TENTANG INFEKSI MENULAR SEKSUAL

TINGKAT PENGETAHUAN SISWA SMA TENTANG HIV/AIDS DAN PENCEGAHANNYA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ikatan Dokter Indonesia (IDI) tahun 2013 menjelaskan. HIV atau Human Immunodefisiensi Virus merupakan virus

BAB 1 PENDAHULUAN. dan menjadi salah satu masalah nasional maupun internasional. Hal ini

TINGKAT PENGETAHUAN, SIKAP DAN PENERIMAAN KELUARGA PENDERITA HIV/AIDS TERHADAP PENDERITA HIV/AIDS DI RUMAH SAKIT HAJI ADAM MALIK, MEDAN.

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan insidens dan penyebaran infeksi menular seksual (IMS) di seluruh dunia,

KULONPROGO BANGKIT TANGGULANGI AIDS

BAB 1 PENDAHULUAN. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala

BAB I PENDAHULUAN. melalui hubungan seksual. PMS diantaranya Gonorrhea, Syphilis, Kondiloma

BAB 1 PENDAHULUAN. Jumlah keseluruhan infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) atau orang

Transkripsi:

1 PERSEPSI PENGGUNA JASA WPS (WANITA PEKERJA SEKS) TENTANG KONDOMISASI DALAM PENCEGAHAN HIV- AIDS DI LOKALISASI TEGAL PANAS KECAMATAN BERGAS KABUPATEN SEMARANG DECITA AYU WIDYASANTI NIM G2B308008 Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro ABSTRAK Persepsi pengguna jasa WPS (Wanita Pekerja Seks) tentang kondomisasi dalam pencegahan HIV-AIDS di Lokalisasi Tegal Panas Kecamatan Bergas Kabupaten Semarang xi + 64 halaman + 9 lampiran Latar Belakang : HIV-AIDS merupakan penyakit menular seksual yang menyerang sistem kekebalan tubuh, menghadapi percepatan penambahan kasus HIV-AIDS maka dilakukan akselerasi program penanggulangan AIDS oleh pemerintah dan pihak terkait. Program penanggulangan dilaksanakan pada kelompok beresiko tinggi, salah satu yang diterapkan adalah program kondomisasi.seperti yang kita ketahui program ini mengalami berbagai kendala, yaitu penolakan dari para pengguna jasa WPS itu sendiri. Metode : Penelitian ini adalah menggunakan metode kualitatif dengan metode fenomenologis. Sampel yang digunakan sebanyak 4 informan, dengan usia produktif antara 25-32 tahun. Teknik pengambilan data dengan wawancara mendalam. Hasil : hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah tingkat pengetahuan pengguna jasa WPS (Wanita Pekerja Seksual) di Lokalisasi Tegal Panas Kecamatan Bergas, Kabupaten Semarang terhadap penyakit HIV-AIDS sudah sangat baik tetapi tingkat pengetahuan program-program pemerintah masih sangat minimal, selain itu terlihat bahwa persepsi pengguna jasa WPS terhadap program kondomisasi di pengaruhi oleh beberapa faktor, seperti tingkat pendidikan, pekerjaan, serta pengetahuan mereka terhada penyakit HIV-AIDS dan programprogramnya. Hambatan terhadap program pemerintah sendiri sebenarnya bukan

2 karena dilihat dari tingkat pengetahuan saja tetapi peran serta pemerintah dalam sosialisasi program penceghan HIV-AIDS perlu dikaji ulang dan dikembangkan Kesimpulan dan saran : persepsi pengguna jasa WPS terhadap program kondomisasi di pengaruhi oleh beberapa faktor, seperti tingkat pendidikan, pekerjaan, serta pengetahuan mereka terhada penyakit HIV-AIDS dan programprogramnya. Untuk menurunkan angka penderita HIV-AIDS di Indonesia, terutama di Kabupaaten Semarang, pemerintah harus lebih bekerja ekstra untuk mensukseskan program-programnya, sosialisasi dan penegakan sanksi sangat dibutuhkan dalam pencegahan HIV-AIDS itu sendiri Kata kunci : persepsi, kondomisasi, pengguna jasa WPS Kepustakaan : 39 (1977-2009) Nursing Science Program Faculty of Medicine Diponegoro University December 2009 ABSTRACT WPS (Female Sex Workers) Service Users Perceptions on Condom Use Program for HIV-AIDS Prevention in the Localization of Tegal Panas Bergas Sub-district Semarang Regency xi + 64 pages + 9 appendixes Background: HIV-AIDS is a sexually transmitted disease that attacks the immune system. To face the acceleration of HIV-AIDS cases, government and other stakeholders implement the program of AIDS prevention done to high-risk groups. One of which is the use of condom. As we know, this program has many obstacles, one of which is the rejection of the WPS service users themselves. Methods: This study used a qualitative method with phenomenological study. The samples used 4 informants, with the productive age between 25-32 years old. The data collection used in-depth interview technique. Results: The results of this study found the level of knowledge of WPS service users in the localization Tegal Panas Sub district, Semarang Regency about HIV-AIDS disease is very good, but knowledge about government programs is still very minimal. Besides, the study also found that WPS service user's perception of

3 condom use program is influenced by several factors, such as educational level, occupation, and knowledge about disease and HIV-AIDS programs. The barriers of the government program implementation are not only about people s knowledge but also about the roles of the government in socializing program of HIV-AIDS. Therefore, it needs to be reviewed and developed. Conclusions and recommendations: WPS service user's perception of the condom use program is influenced by several factors, such as educational level, occupation, and knowledge about disease and HIV-AIDS programs. To reduce the number of HIV-AIDS patients in Indonesia, especially in Semarang regency, the government should do extra work to succeed this program. Socialization and enforcement of sanctions are necessary for the prevention of HIV-AIDS itself. Keywords : perception, condom use program, WPS service users References : 39 (1977-2009) PENDAHULUAN Latar Belakang HIV (Human Imunodeficiensy Virus) adalah virus penyebab AIDS (Acquired Immuno Deficiency Syndrome). Virus ini menyerang sistem kekebalan tubuh manusia dan dapat berlangsung lama atau bertahun-tahun tanpa memberi gejala. Orang yang terserang virus ini tidak menyadari dirinya tertular, jadi HIV bukan penyakit yang mematikan seperti yang orang bayangkan. AIDS (Acquired Immuno Deficiency Syndrome) adalah suatu kumpulan gejala penyakit yang didapat akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh yang disebabkan oleh virus HIV. Lima tahun terakhir ini laju peningkatan jumlah kasus AIDS semakin cepat. Departemen Kesehatan melaporkan jumlah kasus baru AIDS pada tahun 2006 sebanyak 2.873. Jumlah ini dua kali lipat dibanding jumlah yang dilaporkan selama 17 tahun pertama epidemi tersebut di Indonesia, yakni 1.371 kasus. Penularan melalui hubungan seksual berisiko mendominasi mulai tahun 2008. Infeksi virus ini terutama disebabkan oleh perilaku seksual berganti-ganti pasangan tanpa pemakaian kondom. (http://www.dhiezswordpress.com, 2008) Kabupaten Semarang sendiri Jumlah kasus HIV-AIDS hingga semester pertama tahun 2008 tercatat 146 kasus. Dari jumlah itu, 12 orang penderita telah meninggal dunia. Lebih kurang 60 persen kasus terjadi pada masyarakat kelompok

4 usia antara 15-29 tahun. (Tim Komisi Penanggulangan AIDS, 2007). Menghadapi percepatan penambahan kasus HIV-AIDS maka dilakukan akselerasi program penanggulangan AIDS oleh pemerintah dan pihak terkait. Program penanggulangan dilaksanakan pada kelompok beresiko tinggi, salah satu yang diterapkan adalah program kondomisasi. Kondomisasi adalah salah satu alternatif pencegahan penularan virus HIV-AIDS dengan cara sosialisasi dan mengharuskan masyarakat menggunakan kondom saat melakukan hubungan seksual terutama pada kelompok berisiko tinggi. Kondomisasi mulai efektif dilakukan sejak tahun 2006. Program pemerintah ini terbukti telah membuahkan hasil yang positif. Kendati menimbulkan pro dan kontra di tengah masyarakat, namun program tersebut terbukti telah menekan angka penyebaran HIV-AIDS di kalangan pelaku seks bebas. Sebagian besar pengguna seks komersial, tidak menyukai pemakaian kondom saat melakukan hubungan seksual. Menurut evaluasi Komisi Nasional AIDS Indonesia, hanya 35 persen pria yang suka jajan tersebut mau memakai kondom, bisa jadi alasan persepsi setiap individu terhadap pemakaian kondom yang menyebabkan rasio penggunaan kondom di Indonesia tergolong rendah selain itu, masalah kultur tak boleh dikesampingkan karena masih banyak masyarakat yang malu membeli kondom. Padahal fenomena kejadian penyakit (Infeksi Menular Seksual) IMS bahkan HIV-AIDS terjadi pada kelompok berisiko tersebut. (http://www.blogmasterzukhruf's.com, 2009) Tujuan Untuk mengetahui persepsi pengguna WPS (Wanita Pekerja Seks) tentang kondomisasi dalam pencegahan HIV-AIDS di lokalisasi Tegal Panas Kecamatan Bergas Kabupaten Semarang. Manfaat 1. Bagi Masyarakat Memberikan informasi kepada masyarakat, WPS dan pengguna WPS mengenai Pencegahan Penularan HIV-AIDS dan pentingnya program kondomisasi dari pemerintah. 2. Bagi Profesi

5 Sebagai acuan untuk menentukan pendekatan yang tepat dalam meningkatkan derajat kesehatan, pada kasus HIV AIDS pada kelompok berisiko tinggi terutama Wanita Pekerja Seks (WPS) dan pengguna WPS. 3. Bagi Institusi Pendidikan Dapat digunakan sebagai informasi lebih lanjut mengenai materi yang berhubungan dengan HIV-AIDS dan program kondomisasi yang dicanangkan oleh pemerintah. 4. Bagi Peneliti Memberi pengalaman dalam melaksanakan penelitian serta dapat mengaplikasikan berbagai teori dan konsep yang didapatkan ke dalam bentuk penelitian ilmiah. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif, yaitu penelitian yang berfokus pada pengalaman, interpretasi serta makna hidup klien pengguna jasa WPS tentang program kondomisasi untuk mendapatkan gambaran mengenai persepsi klien pengguna jasa WPS tersebut. Metode atau pendekatan yang digunakan adalah pendekatan fenomenologis. (Millies Matthew B, 1992). Dalam penelitian ini populasi yang digunakan adalah pengguna jasa WPS di Lokalisasi Tegal Panas Kecamatan Bergas, Kabupaten Semarang yang diketahui masih aktif. Kriteria sampel secara inklusi dalam penelitian ini adalah : 1. Pengguna jasa WPS (Wanita Pekerja Seks) yang masih aktif di lokalisasi Tegal Panas Kecamatan Bergas, Kabupaten Semarang. 2. Berusia produktif antara 25-40 tahun 3. Laki-laki yang sehat jasmani dan rohani 4. Tingkat pendidikan minimal lulusan SMA 5. Mau menjadi responden/ partisipan Dalam penelitian ini, jumlah responden yang direncanakan sebanyak lima orang, dengan pertimbangan jumlah tersebut sudah mencukupi atau memenuhi data dan disesuaikan dengan kemampuan peneliti dalam hal waktu, dana, dan tenaga. Pengambilan sampel dihentikan apabila peneliti sudah mencapai titik saturasi data yaitu saat dimana penambahan data dianggap tidak lagi memberikan informasi yang diinginkan oleh peneliti.

6 HASIL PENELITIAN Dari 4 responden tersebut, diperoleh tiga tema, antara lain: 1. Persepsi pengguna jasa WPS dalam program kondomisasi 2. Respon pengguna jasa WPS dalam program kondomisasi 3. Informasi Mengenai Kondomisasi Merupakan Hal Yang Utama Bagi Persepsi Pengguna Jasa WPS PEMBAHASAN A. Persepsi pengguna jasa WPS dalam program kondomisasi 1. Pengertian HIV-AIDS Pengertian penyakit HIV-AIDS menurut semua responden dalam hal ini para pengguna jasa WPS di lokalisasi Tegal Panas, adalah penyakit kelamin yang membahayakan, menular, dan bahkan belum ada obatnya. Perbedaan pengertian yang diungkapkan oleh responden dapat disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya keterbatasan informasi tentang penyakit HIV- AIDS itu sendiri, selain itu juga dipengaruhi oleh faktor lain seperti tingkat pendidikan responden, umur, pekerjaan serta pernah tidaknya mengikuti seminar atau penyuluhan tentang penyakit HIV-AIDS. Tetapi sejauh ini pengetahuan masyarakat tentang HIV-AIDS sudah sangat baik, oleh sebab itu ketidak berhasilan program pencegahan penyakit HIV-AIDS itu dipandang bukan dari pengetahuan tentang HIV-AIDS dari masyarakat yang kurang tetapi oleh karena faktor penyebab lain. Pesan-pesan kunci termasuk faktafakta dasar tentang HIV-AIDS dan kode etik, harus ditekankan termasuk dalam promosi kondom dan pemakaian kondom. Kondom memberikan perlindungan efektif dalam transmisi seksual HIV bila digunakan secara konsisten dan secara benar. (Tim Komisi Penanggulangan AIDS, 2007) 2. Program-program pemerintah Dari hampir semua responden belum tahu tentang program pemerintah dalam upaya pencegahan HIV-AIDS terutama di Kabupaten Semarang sendiri, hampir semua mengatakan program pemerintah dalam upaya pencegahan HIV-AIDS hanya berkisar pada pemakaian kondom dan penyuluhan. Padahal didalamnya masih banyak program-program yang harus didukung untuk pencegahan peningkatan angka penyakit HIV-AIDS tersebut. Hal ini seharusnya menjadi sebuah tantangan tersendiri bagi pemerintah

7 untuk memperkenalkan dan mengajak msayarakat untuk terlibat langsung terhadap program-program yang telah dicanangkan oleh pemerintah. Dari wawancara tersebut terlihat bahwa responden tidak berusaha mencari tahu pembenaran-pembenaran tentang program pemerintah tersebut, mereka hanya sekedar mendengarkan sambi lalu tanpa mau berpikir kritis untuk lebih mencari tahu tentang penyakit HIV-AIDS dan program-program pemerintah untuk penurunan angka kejadian HIV-AIDS terutama di Kabupaten Semarang. Dalam hal ini pemerintah juga harus berupaya untuk merangsang masyarakat agar dapat menumbuhkan rasa ingin tahu mereka terhadap penyakit HIV- AIDS itu sendiri beserta program-program pencegahannya. 3. Program kondomisasi Untuk program kondomisasi sendiri, dari hasil wawancara yang di dapat, umumnya responden belum mengerti secara luas tentang program kondomisasi. Tetapi sedikit banyak responden sudah paham sehingga ketika ditanya tentang persepsi mereka tentang kondomisais, responden dapat menjelaskan sesuai dengan persepsi mereka atau keyakinan mereka berdasarkan fakta. Dari keempat responden memiliki dua pandangan yang berbeda tentang program kondomisasi tersebut. Alasan penolakan para responden didasarkan pada rasa kepuasan, kenyamanan dan efisiensi. Mereka memandang pemakaian kondom tersebut memakan waktu lama dan tidak nyaman, walaupun mereka tahu itu untuk kebaikan diri sendiri yaitu dapat menghindarkan dari penyakit HIV-AIDS tetapi hal tersebut tidak menimbulkan kesadaran pada para pengguna WPS. Kondom juga memberikan perlindungan efektif terhadap tranmisi seksual HIV bila digunakan secara konsisten dan secara benar. Program pemerintah tentang pencegahan HIV lewat kondom bagi perilaku berisiko tinggi belum ditanggapi masyarakat dengan baik. Padahal, kondom bisa menjadi satu alternatif yang terbilang sukses di negara seperti Thailand dalam menekan angka penderita HIV. (http://yayasanhotline.blogspot.com, 2007) B. Respon pengguna jasa WPS dalam program kondomisasi Program kondomisasi yang telah diprogramkan pemerintah dalam pencegahan HIV-AIDS dipandang beberapa responden sebagai hal yang negatif. Salah satu responden menyebutkan bahwa bila setuju dengan program

8 kondomisasi berarti ikut juga mencanangkan seks bebas. Seperti yang telah dijelaskan, kondomisasi memang pro kontra terutama dalam animo kehidupan beragama. Tetapai bila menilik dari segi positif yang ditimbulkan, tentu saja stigma-stigma negatif dari program kondomisasi ini dapat hilang. Itulah peran dari advokasi untuk menjembatani pandangan individu terhadap program pemerintah kondomisasi tersebut. Selain itu tiga responden mengatakan setuju terhadap program pemerintah ini, tetapi tentu saja kembali ke individu msingmasing. Apalah artinya setuju bila tidak ikut mensukseskannya dengan mau memakai kondom terutama untuk orang beresiko tinggi terkena HIV-AIDS, seperti WPS dan penggunanya serta pengguna narkoba terutama narkoba suntik. C. Informasi Mengenai Kondomisasi Merupakan Hal Yang Utama Bagi Persepsi Pengguna Jasa WPS Hambatan dan pandangan negatif terhadap program kondomisasi ini dapat terjadi oleh karena kurangnya informasi kepada masyarakat tentang kondomisasi atau dengan nama lain kurangnya sosialisasi kepada masyarakat luas. Sosialisasi yang telah dilaksanakan pemerintah baru-baru ini sebenarnya belum mencakup semua lapisan masyarakat. Hampir semua responden mengatakan belum tahu tentang kondomisasi sehingga itu menjadi hambatan dalam program ini. Berbagai faktor telah mempengaruhi dan menjadi tantangan upaya pencegahan dan penanggulangan HIV-AIDS di Indonesia, khususnya Kabupaten Semarang sendiri, antara lain kekurang pahaman tentang masalah yang sangat kompleks dari HIV-AIDS. Kesalahan persepsi sering menimbulkan kegiatan-kegiatan kontraproduktif. Oleh sebab itu penyampaian informasi yang benar tentang epidemi, faktor-faktor yang mempengaruhi, serta program-program pencegahan harus terus-menerus dilakukan baik kepada masyarakat populasi kunci, masyarakat umum (termasuk pejabat dan para pengambil keputusan), petugas kesehatan, dan lain-lain. KESIMPULAN 1. Tingkat pengetahuan pengguna jasa WPS (Wanita Pekerja Seksual) di Lokalisasi Tegal Panas Kecamatan Bergas, Kabupaten Semarang terhadap penyakit HIV-AIDS sudah sangat baik. Mereka mampu menjelaskan secara

9 detail sesuai dengan apa yang mereka ketahui. Tentu saja dengan berbagai faktor yang berpengaruh, seperti tingkat pendidikan, usia dan pekerjaan. 2. Tingkat pengetahuan pengguna jasa WPS (Wanita Pekerja Seksual) di Lokalisasi Tegal Panas Kecamatan Bergas, Kabupaten Semarang terhadap program-program pemerintah masih sangat minimal, hal ini tentu saja dapat menjadi acuan pemerintah untuk lebih mengupayakan sosialisasi demi untuk mewujudkan derajat hidup yang lebih baik. 3. Persepsi pengguna jasa WPS terhadap program kondomisasi di Lokalisasi Tegal Panas Kecamatan Bergas, Kabupaten Semarang di pengaruhi oleh beberapa faktor, seperti tingkat pendidikan, pekerjaan, serta pengetahuan mereka terhadap penyakit HIV-AIDS dan program-programnya. 4. Hambatan terhadap program pemerintah sendiri sebenarnya bukan karena dilihat dari tingkat pengetahuan saja tetapi peran serta pemerintah dalam sosialisasi program pencegahan HIV-AIDS perlu dikaji ulang dan dikembangkan SARAN 1. Pengguna jasa WPS sebaiknya memiliki pemikiran kritis terhadap maslah masalah yang mungkin beresiko terhadap dirinya, dan berusaha mencari tahu tentang program-program pemerintah dalam pencegahan HIV-AIDS. 2. Untuk para pengguna jasa WPS agar menjalankan peraturan yang dicanangkan pemerintah tentang wajib menggunkan kondom terutama di lokalisasi untuk menekan peningkatan jumlah penderita HIV yang disebabkan karena hubungan seks bebas tanpa menggunakan kondom. 3. Pemerintah lebih peka terhadap kendala-kendala yang muncul, yang dapat menghambat suksesnya program pemerintah tersebut. Selain itu pemerintah sebaiknya mengkaji ulang terhadap program yang telah dicanangkan dengan melakukan evaluasi demi terciptanya tujuan, yaitu penurunan angka HIV-AIDS di Kabupaten Semarang ini. 4. Bagi peneliti selanjutnya, diharapkan untuk melakukan penelitian tentang Persepsi pengguna jasa WPS terhadap program kondomisasi di Lokalisasi dengan pendekatan kuantitatif, sebagai bahan pertimbangan dan juga jumlah sample yang mendekati populasi diharapkan mampu mewakili semua persepsi pengguna jasa WPS terhadap program kondomisasi

10 DAFTAR PUSTAKA 1. Bungin Burhan. Metodologi penelitian kualitatif. Jakarta : PT Raja Grafindon Persada. 2003 2. Cf. Nitimihardjo. Orientasi Nilai Budaya yang Melatarbelakangi Perilaku Sosial Klien Tuna Susila Sasana Rehabilitasi Wanita Silih Asih Paliamanan- Cirebon. Bandung : Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial (STKS). 1994. 3. Kondomisasi Berhasil Menekan IMS. 2007. Diakses 14 Juni 2009. http://yayasanhotline.blogspot.com. 4. Millies Matthew B. Analisis data Kualitatif. Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia. 1992. 5. Moelong Lj. Metodologi PenelitianKualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya. 2002. 6. Tim Komisi Penanggulangan AIDS. Mengenal dan Menanggulangi HIV AIDS, Infeksi menular, dan Narkoba. Jakarta : penerbit Komisi Penanggulangan AIDS Pusat. 2009. 7. Tim Komisi Penanggulangan AIDS. Strategi Nasional Penanggulangan HIV dan AIDS 2007-2010. Jakarta : penerbit KPAN. 2007. 8. 12 Penderita HIV/AIDS di Kabupaten Semarang Meninggal. 2008. Diakses 14 juni 2009. http://www.semarangkab.go.id. 9. 65% Pria Tukang Jajan tak suka memakai kondom. 2009. Diakses 14 Juni 2009. http://www.blogmasterzukhruf's.com.

11