II. TINJAUAN PUSTAKA. Sistem adalah gabungan beberapa komponen (objek) yang saling berkaitan dalam

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III LANDASAN TEORI

Evaluasi Kinerja Angkutan Massal Bus Rapid Transit Pada Koridor Rajabasa - Sukaraja. Muhammad Nurfadli 1) Dwi Heriyanto 2) Priyo Pratomo 3)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sumber kebutuhan manusia tidak berada di sembarang tempat, sehingga terjadi. 1. manusia yang membutuhkan perangkutan,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terbaru (2008) Evaluasi adalah penilaian. Prestasi yang di perlihatkan, (3) kemampuan kerja.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam kurun waktu tertentu. (Hazian,2008) Transportasi dapat diartikan sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pergerakan pada suatu daerah, baik berupa transportasi barang maupun transportasi orang.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. transportasi makro perlu dipecahkan menjadi sistem transportasi yang lebih kecil

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Transportasi mempunyai peranan penting dalam kehidupan masyarakat.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tempat ke tempat lain. Tujuannya membantu orang atau kelompok orang

BAB I PENDAHULUAN. yakni bentuk keterikatan dan keterkaitan antara satu variabel dengan variabel. optimalisasi proses pergerakan tersebut.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. transportasi untuk kebutuhan produksi, distribusi dan konsumsi

KINERJA TEKNIS DAN ANALISIS ATP WTP ANGKUTAN TRANS JOGJA

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Keputusan Mentri Perhubungan No. 35 tahun 2003 Tentang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Munawar, A. (2004), angkutan dapat didefinisikan sebagai

BAB III LANDASAN TEORI. mengetahui pelayanan angkutan umum sudah berjalan dengan baik/ belum, dapat

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB III LANDASAN TEORI

TINJAUAN PUSTAKA Transportasi. Transportasi adalah usaha memindahkan, menggerakkan, mengangkut,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan. penumpang, bus kecil, bus sedang,dan bus besar.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. banyak terjadi di kota-kota besar seperti di Yogyakarta. Untuk mengurangi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tempat lain dengan mengunakan kendaraan (Munawar, 2011).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI. a. UU No. 22 Tahun 2009 Tentang lalu Lintas dan Angkutan. b. PP No. 74 Tahun 2014 tentang Angkutan Jalan

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Impementasi BRT pada Negara Berkembang No Kota Tahun Berdiri Populasi Panjang jalur

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Marlok (1981), transportasi berarti memindahkan atau. mengangkut sesuatu dari satu tempat ke tempat yang lain.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian khususnya perkotaan. Hal tersebut dikarenakan transportasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI. Untuk mengukur tingkat keberhasilan atau kinerja dari sistem operasi

Studi Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan yang Ramah Lingkungan Dan Hemat Energi BAB VIII PENUTUP

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PERMASALAHAN DAN PENGEMBANGAN ANGKUTAN UMUM DI KOTA SURABAYA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Warpani ( 2002 ), didaerah yang tingkat kepemilikan kendaraaan

KINERJA ANGKUTAN UMUM BIS DAMRI DI BANDAR LAMPUNG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KINERJA OPERASI KERETA API BARAYA GEULIS RUTE BANDUNG-CICALENGKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tempat lainnya dengan menggunakan sebuah kendaraan yang digerakkan oleh

I. PENDAHULUAN. Permasalahan di sektor transportasi merupakan permasalahan yang banyak terjadi

I. PENDAHULUAN. transportasi sehingga bertambah pula intensitas pergerakan lalu lintas kota.

BAB II. Lintas dan Angkutan Kota (1998) dapat dijabarkan sebagai berikut :

BAB III LANDASAN TEORI. memenuhi kriteria-kriteria yang distandardkan. Salah satu acuan yang dapat

BAB III. Landasan Teori Standar Pelayanan Kinerja Angkutan Umum

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil penelitian diperoleh dari survei primer dan sekunder terhadap ketersediaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Suatu proses bidang kegiatan dalam kehidupan masyarakat yang paling

PELUANG INVESTASI PEMBANGUNAN LRT DAN BRT

moda udara darat laut

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perkembangan kehidupan manusia di seluruh dunia tidak terlepas dari yang

BAB I PENDAHULUAN. berjalan beriringan, terlebih di Daerah Istimewa Yogyakarta. Arus perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. Dishubkominfo DIY dalam hal ini UPTD Jogja Trans dalam penyelenggaraan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sistem setoran pada angkutan umum transportasi massa seperti

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut kamus besar bahasa Indonesia edisi (2005) Evaluasi adalah

BAB I PENDAHULUAN. mencakup benda hidup dan benda mati dari satu tempat ke tempat lainnya.

perusahaan atau organisasi sesuai dengan standar kinerja atau tujuan yang ditetapkan

Pertemuan Kelima Prodi S1 TS DTSL FT UGM

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan. Angkutan jalan

LAMPIRAN C DAFTAR ISTILAH

BAB I PENDAHULUAN. kereta api, angkutan air, dan angkutan udara (Warpani,1990). ke tahun 2014 yaitu hingga 10 juta unit dengan rata-rata rata-rata

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI. dan diatur dalam beberapa peraturan dan undang-undang sebagai berikut :

Manajemen Angkutan Umum Perkotaan

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. satu tempat ke tempat lain untuk berbagai aktivitasnya, dan semua manusia

ANALISIS KINERJA ANGKUTAN UMUM PERDESAAAN KABUPATEN SIDOARJO (Studi Kasus Trayek Sidoarjo - Krian)

KINERJA LAYANAN BIS KOTA DI KOTA SURABAYA

BAB 1 PENDAHULUAN. Angkutan umum sebagai salah satu moda transportasi untuk melakukan

STUDI OPERASI WAKTU TEMPUH DAN LOAD FACTOR PADA TIAP HALTE BUSWAY TRANSJAKARTA TRAYEK KOTA BLOK M

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

KARAKTERISTIK PENGOPERASIAN ANGKUTAN OJEK SEBAGAI SARANA ANGKUTAN DI KOTA GUBUG TUGAS AKHIR

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Angkutan umum khususnya di provinsi D.I. Yogyakarta dalam

Bus Sekolah Sebagai Moda Alternatif untuk Mengurangi Volume Lalulintas Harian di Kota Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

LAMPIRAN Kajian Kebijakan Standar Pelayanan Angkutan Umum di Indonesia (Menurut SK. Dirjen 687/2002)

PERENCANAAN ANGKUTAN UMUM (Rute, Terminal, Tempat Henti)

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI STUDI DALAM PENGEMBANGAN KA BANDARA SOEKARNO-HATTA

BAB V PEMBAHASAN. Kota Surakarta

RENCANA PENGEMBANGAN SISTEM JARINGAN TRANSPORTASI JANGKA PENDEK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Nur Safitri Ruchyat Marioen NIM Program Studi Teknik Sipil - Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung ABSTRAK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

gerak yang ada, keselamatan, kenyamanan, dan lain-lain.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kategori utama, yakni angkutan antar kota, angkutan perkotaan, dan angkutan

Evaluasi Kinerja Angkutan Umum (Bis) Patas dan Ekonomi Jurusan Surabaya - Malang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPUASAN PENGGUNA BUSWAY Pite Deanda NRP :

BAB III LANDASAN TEORI. instasi pemerintah berdasarkan indikator indikator teknis, administrasif dan

BAB I PENDAHULUAN. tarik tersendiri bagi penduduk untuk melakukan migrasi ke daerah tertentu. Migrasi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB 4 KARAKTERISTIK DAN PREFERENSI PENGGUNA POTENSIAL KA BANDARA SOEKARNO-HATTA

Transkripsi:

5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Sistem Transportasi Sistem adalah gabungan beberapa komponen (objek) yang saling berkaitan dalam suatu tatanan struktur. Terjadinya perubahan dalam sebuah komponen dalam suatu sistem dapat mempengaruhi perubahan komponen lainnya, sehingga komponen tersebut harus mampu dirancang untuk menguatkan sistem yang ada. Transportasi adalah kegiatan atau aktivitas yang menunjang atau melancarkan pergerakan dari tempat ke tempat yang lain. Berdasarkan dua pengertian di atas, sistem transportasi dapat didefinisikan sebagai suatu bentuk keterikatan antara penumpang atau barang, prasarana, dan sarana yang berinteraksi dalam rangkaian perpindahan orang/barang yang tercakup dalam suatu tatanan. Kersusakan salah satu elemen akan mempengaruhi sistem secara keseluruhan. Dalam Peraturan Menteri Perhubungan No. KM 49 Tahun 2005, sistem transportasi adalah tatanan transportasi yang terorganisasi secara kesisteman terdiri dari transportasi jalan, transportasi kereta api, transportasi udara, serta transportasi pipa, yang masing-masing terdiri dari sarana dan prasarana, kecuali pipa, yang saling berinteraksi dengan dukungan perangkat lunak dan perangkat pikir membentuk suatu sistem pelayanan jasa transportasi yang efektif dan efisien, berfungsi

melayani perpindahan orang dan atau barang, yang terus berkembang secara dinamis. 6 B. Pengertian Mobil Penumpang dan Trayek Undang-undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Angkutan Jalan mendefinisikan Kendaraan Umum adalah setiap kendaraan bermotor yang disediakan untuk dipergunakan oleh umum untuk dipungut biaya. Definisi mobil penumpang dan trayek dapat kita dapatkan pada PP No 41 Tahun 1993. Dalam PP No. 41 Tahun 1993 tentang Angkutan Jalan didefinisikan: 1. Mobil penumpang adalah setiap kendaraan bermotor yang dilengkapi sebanyak 8 (delapan) tempat duduk tidak termasuk tempat duduk pengemudi baik dengan maupun tanpa perlengkapan pengangkutan bagasi. 2. Trayek adalah lintasan kendaraan umum pelayanan jasa angkutan orang dengan mobil bus, yang mempunyai asal dan tujuan perjalanan tetap, lintasan tetap dan jadwal tetap maupun tidak terjadwal. C. Pengertian Angkutan Umum Penumpang (AUP) Menurut Warpani, 1990 angkutan umum penumpang adalah angkutan penumpang yang dilakukan dengan menggunakan sistem sewa atau bayar, seperti angkutan kota (bus, mini bus, dsb), kereta api, angkutan air, dan angkutan udara. Adapun tujuan utama keberadaan AUP ini adalah untuk menyelenggarakan pelayanan angkutan yang baik dan layak bagi masyarakat.

7 Terkait pangsa pasar dari angkutan umum penumpang, menurut Stewart dan David, 1980 dalam Warpani, 1990 pangsa pasar dari angkutan umum penumpang dapat dibagi menjadi beberapa perjalanan antara lain: 1. Perjalanan ulang alik, penumpang melakukan perjalanan ulang alik setiap hari pada waktu yang tetap, mempunyai rentang waktu yang tetap dan pasti dalam hal perjalanan dari dan ke tempat tujuan, dan tiadanya hambatan sepanjang lintasan perjalanan, serta diperlukan pelayanan angkutan umum penumpang dengan pelayanan cepat, frekuensi yang cukup dan kenyamanan yang memadai. 2. Perjalanan kerja adalah perjalanan yang dilakukan dengan maksud bekerja. Untuk perjalanan jenis ini, pelayanan angkutan hendaknya meminimumkan waktu (harus cepat dan tepat waktu). 3. Perjalanan santai, perjalanan jenis ini seperti: pergi arisan, makan di luar rumah, nonton dan sebagainya. Perjalanan ini yang memuaskan bergantung pada tujuan perjalanan tersebut dan para pelakunya. 4. Perjalanan liburan, perjalanan ini dilakukan untuk tujuan liburan. Biasa terjadi pada akhir pekan atau hari libur nasional. 5. Perjalanan wisata, perjalanan ini dilakukan untuk tujuan wisata. Kebun binatang, situs-situs bersejarah dan keindahan pesona alam menjadi tujuan wisata yang paling banyak dipilih. 6. Perjalanan rombongan, kelompok penumpang perjalanan ini dapat dengan sengaja dibentuk rombongan, misalnya oleh agen perjalanan atau oleh beberapa orang yang kemudian bergabung ke dalam rombongan itu untuk mengunjungi berbagai objek yang ditetapkan.

8 D. Peranan Angkutan Umum Angkutan umum beberapa dalam memenuhi kebutuhan manusia akan pergerakan ataupun mobilitas yang semakin meningkat, untuk berpindah dari suatu tempat ke tempat lain yang berjarak dekat, menengah atau jauh. Angkutan umum juga berperan dalam pengendalian lalu lintas, penghematan bahan bakar atau energi, dan juga perencanaan & pengembangan wilayah. (Warpani, 1990) Esensi dari operasional angkutan umum adalah memberikan layanan angkutan yang baik dan layak bagi masyarakat dalam menjalankan kegiatannya, baik untuk masyarakat yang mampu memiliki kendaraan pribadi sekalipun (choice), dan terutama bagi masyarakat yang terpaksa harus menggunakan angkutan umum (captive). Ukuran pelayanan angkutan umum yang baik adalah pelayanan yang aman, cepat, murah, dan nyaman (Warpani, 1990). E. Evolusi Moda Angkutan Umum Perkotaan di Indonesia mengalami evolusi kemajuan sistem angkutan umum berdasarkan sejarah perkembangan kota. Secara umum, kota-kota dibagi menurut jenis angkutannya berupa angkutan individu dan angkutan massal, memiliki ciri operasi angkutan umum: 1. Kota kecil: Angkutan umum terdiri dari Angkutan Kota (Angkot) dan Bus Sedang, Angkutan individu: becak dan ojek. 2. Kota Menengah: Angkutan umum terdiri dari Bus Besar, Bus sedang, Angkutan kota (Angkot), Angkutan Individu: becak dan ojek.

9 3. Kota Besar: Angkutan Massal, terdiri dari sistem Transit, Bus Besar, Bus Sedang, Angkutan kota (Angkot), Bus Sedang, Angkutan Individu: becak dan ojek. 4. Kota Metropolitan: Angkutan Massal, terdiri dari Mass Rapid Transit (MRT), Bus Besar, Bus Sedang, Angkutan kota (Angkot), Angkutan Individu: becak dan ojek. Tipologi angkutan umum dikelompokkan berdasarkan atas kelompok angkutan massal dan angkutan individual. Adapun sketsa tipologi angkutan umum dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar 1. Tipologi Angkutan Umum Proses evolusi angkutan umum dimulai dari pelayanan tradisional berbasis paratransit, yang saat ini masih menjadi tulang punggung transportasi perkotaan di kota-kota menengah dan kecil di Indonesia. Dengan tumbuhnya permintaan perjalanan menjadi mayoritas bagi pengguna transportasi, terbentuk angkutan massal berbasis jalan dengan tingkat pelayanan kecepatan dan kenyamanan rendah.

Reformasi transportasi dengan sistem transit pada koridor backbone, dengan tetap dengan dukungan angkutan bus (bus besar, bus sedang, dan angkot) sebagai feeder. 10 Melalui perbaikan yang terus berlanjut, kota-kota akan memiliki Mass Rapid Transit (MRT) berbasis angkutan bus pada backbone, dengan tetap menerapkan sistem transit pada beberapa koridor dan dukungan sistem bus. Adapun skema evolusi yang terjadi pada angkutan umum seperti terlihat pada Gambar 2 di bawah ini : Gambar 2. Skema Evolusi Angkutan Umum Proses pemilihan moda angkutan umum dilakukan dengan menempatkan moda sesuai dengan kapasitas angkut dan kecepatannya. Kota dengan kapasitas kebutuhan kebutuhan perjalanan 1.000 penumpang/jam/arah dilayani dengan paratransit, dan selanjutnya seiring dengan perkembangan kebutuhan kapasitas pelayanan akan meningkat menjadi angkutan bus, sistem transit dan BRT. Menurut perkembangannya, proses evolusi angkutan umum dapat terlihat seperti Gambar 3 di bawah ini.

11 Gambar 3. Proses Evolusi Angkutan Umum Berbasis Jalan F. Bus Rapid Transit Bus Rapid Transit (BRT) atau busway merupakan bus dengan kualitas tinggi yang berbasis sistem transit yang cepat, nyaman, dan biaya murah untuk mobilitas perkotaan dengan menyediakan jalan untuk pejalan kaki, infrastruktur, operasi pelayanan yang cepat dan sering, perbedaan keunggulan pemasaran dan layanan kepada pelanggan. Bus Rapid Transit (BRT), pada dasarnya mengemulasi karakteristik kinerja sistem transportasi kereta api modern. Meskipun memiliki istilah yang bervariasi antara satu negara dengan negara lain, tetapi memiliki prinsip dasar yang sama, seperti : kualitas, pelayanan kendaraan yang bersaing dengan transportasi umum lainnya dengan tarif yang dapat terjangkau. Untuk memudahkan, istilah BRT atau busway akan sering digunakan dalam menggambarkan sistem ini. Namun, diakui bahwa konsep dan istilah ini tidak diragukan lagi akan terus berkembang.

12 Menurut Levinson et al, 2003 Bus Rapid Transit (BRT) adalah suatu yang fleksibel, moda dengan roda karet yang mempunyai transit yang cepat dan yang dikombinasikan oleh stasiun (halte), kendaraan, pelayanan, jalan dan elemen Intelligent Transportation System (ITS) dalam suatu sistem sistem yang terintegrasi dengan identitas yang kuat. 1. Sejarah BRT Pengembangan pertama dalam skala besar dari layanan bus ekspress dimulai di Curitiba (Brazil) pada tahun 1974, tetapi ada beberapa proyek-proyek kecil sebelum pembangunan itu. Pada tahun 2005, mungkin ada sampai 70 sistem BRT di dunia, menurut definisi BRT. Di Asia, sebelum tahun 2000, percobaan BRT sangat terbatas ada jumlah dan cakupannya. Sistem BRT di Nagoya- Jepang dan Taipe-Chins telah dianggap sistem yang relative lengkap di kawasan Asia. (Wright, 2003) Penyebaran BRT di Asia menjadi lebih jelas sejak tahun 2004. Pada tanggal 1 Juli 2004, 3 koridor BRT sepanjang 37 km telah dibangun di Seoul-Korea Selatan. Pada tanggal 25 Desember 2004, tahap pertama komersial BRT diluncurkan di Beijing-China sepanjang 5 km. Di Bangkok, proyek BRT telah diumumkan pada tahun 2004 oleh Gubernur baru di Bangkok Administration (BMA), dan dibuka pada Oktober 2005. Di Indonesia, Bus Rapit Transit (BRT) memulai operasinya pada 15 Januari 2004. Mulai 1 Februari 2004, bus Transjakarta mulai beroperasi secara komersial. Dengan koridor pertama yang di komersilkan adalah dengan tujuan Jakarta Kota Blok M.

13 2. Trans Jogja Trans Jogja merupakan salah satu bagian dari program penerapan Bus Rapid Transit (BRT) yang dirancang oleh Departemen Perhubungan, Pemerintah Provinsi DIY. Sistem ini mulai dioperasikan pada awal bulan Maret 2008. Motto pelayanannya adalah Aman, Nyaman, Andal, Terjangkau, dan Ramah lingkungan. Sistem yang menggunakan bus (berukuran sedang) ini merupakan sistem tertutup, dalam arti penumpang tidak dapat memasuki bus tanpa melewati gerbang pemeriksaan, seperti juga Trans Jakarta. Trans Jogja menerapkan sistem pemabayaran yang berbeda-beda: sekali jalan, tiket berlangganan pelajar, dan tiket berlangganan umum. Ada dua macam tiket yang dapat dibeli oleh penumpang, yaitu tiket sekali jalan (single trip), dan tiket umum berlangganan. Tiket ini berbeda dengan karcis bus biasa karena merupakan kartu pintar (smart card). Karcis akan diperiksa secara otomatis melalui suatu mesin yang akan membuka pintu secara otomatis. Penumpang dapat berganti bus tanpa harus membayar biaya tambahan, asalkan masih dalam satu tujuan. Pengelola Trans Jogja adalah PT. Jogja Tugu Trans. Sebagai komponen dari sistem transportasi terpadubagi Kota Yogyakarta dan daerah-daerah pendukungnya, sistem ini menghubungkan enam titik penting moda perhubungan di sekitar kota: - Stasiun KA Jogjakarta, - Terminal Bus Giwangan sebagai pusat perhubungan jalur bus antar propinsi dan juga regional,

14 - Terminal Angkutan Desa Terminal Condong Catur, - Terminal Regional Jombor di sebelah utara kota, - Bandar Udara Adisucipto, dan - Terminal Prambanan. Pada awal peluncuran, terdapat enam trayek bis yang dilayani secara melinglar dari dan kembali ke terminal awal mulai dari jam 06.00 hingga 22.00 WIB. Terdapat 54 armada bus berukuran sedang dengan 34 tempat duduk. Halte sebanyak 67 buah, khusus dibuat dengan biaya masing-masing Rp 70.000.000,00 yang dikerjakan oleh dua kontraktor. 3. Trans Bandar Lampung Trans Bandar Lampung adalah sebuah sistem transportasi bus cepat atau Bus Rapid Transit di Kota Bandar Lampung, Provinsi Lampung, Indonesia. Trans Bandar Lampung mulai beroperasi pada tanggal 14 November 2011 dan saat ini mempunyai 7 koridor yang sudah di operasikan dan 3 koridor baru dalam masa konstruksi atau pembangunan. Jalur pertama yang di buka untuk umum adalah koridor Rajabasa sukaraja pada tanggal 14 November 2011. Empat hari pertama, pelayanan busway tidak dipungut biaya sepeser pun. Untuk pelayanan komersial dimulai pada tanggal 18 November 2011. Trans Bandar Lampung telah disediakan untuk memberikan warga Kota Bandar Lampung sebuah jaringan transportasi umum yang cepat untuk membantu mengurangi kemacetan pada jam-jam sibuk. Pemerintah Kota Bandar Lampung telah menyediakan bus Trans Bandar Lampung melalui PT Trans Bandar Lampung.

15 Sistem Trans Bandar Lampung (busway) dari sarana dan prasarana yang telah diadakan meliputi: sistem operasi dan kontrol yang efektif dari bus, sistem tiket yang masih manual (ada penyedia tiket di tiap bus Trans Bandar Lampung), dan sistem keamanan yang baik. Jumlah pekerja yang terlibat dalam pengoperasian Trans Bandar Lampung sekitar 150 orang yang terdiri dari sopir, kenek, penjual tiket dan petugas kebersihan. G. Standar Kinerja Angkutan Umum Kinerja sebuah angkutan umum harus memiliki kualitas yang mumpuni. Sehingga kahadirannya dapat menjadi solusi bagi masalah pergerakan masyarakat yang ada. Untuk mengakomodasi beberapa kinerja yang harus ada pada angkutan umum, maka ada beberapa standar parameter kinerja angkutan umum yang dapat dilihat di bawah ini. 1. Parameter Kinerja Angkutan Umum Sesuai Rekomendasi World Bank Parameter yang menentukan kinerja sistem angkutan umum mengacu pada indikator dan parameter angkutan umum yang direkomendasikan A World Bank Study (urban transport) dari hasil studi pada negara-negara berkembang (Hefrianto, 2008). Adapun parameter yang dipakai terbagi menjadi dua indikator. Yakni indikator kinerja operasi dan indikator kinerja pelayanan. Kedua indikator tersebut menjadi acuan standarisasi bagi kinerja operasional BRT. Adapun parameter indikator tersebut dapat dilihat pada Tabel 2 dan Tabel 3 sebagai berikut:

16 Tabel 1. Indikator Kinerja Operasi No Aspek Parameter Standar 1. Jumlah Penumpang Jumlah penumpang rata-rata per bus per hari : 2. Utilitas Kendaraan a. Single-deck kapasitas 80 orang b. Single-deck kapasitas 100 orang c. Single-deck kapasitas 120 orang d. Articulated or double-deck kapasitas 160 orang Jumlah kendaraan yang beroperasi pada jam sibuk (persen dari total kendaraan) 1000 1200 1200 1500 1500 1800 2000 2400 80 90 3. Jarak Perjalanan Bus Rata-rata perjalanan (kilometer per bus per hari) 210 260 4. Tingkat Kerusakan Presentase jumlah bus dalam pemeliharaan terhadap total bus yang dioperasikan (%) 8 10 5. Konsumsi Bahan Bakar Volume bahan bakar per kendaraan per 100 km perjalanan (liter/bus 100 km) a. Minibus b. Bus 6. Rasio Pegawai a. Jumlah Staf Administrasi/bus b. Jumlah pegawai bengkel/bus c. Jumlah pegawai total/bus 7. Tingkat Kecelakaan Jumlah persentase kecelakaan per 100.000 km perjalanan (acc/100.000 bus-km) 20 25 25 50 0,3 0,4 0,5 1,5 3 8 1,5 3 8. Jarak dalam mil tanpa pendapatan 9. Biaya Pelayanan Kendaraan Persentase panjang perjalanan bus tanpa menghasilkan pendapatan Biaya total (biaya operasi, biaya depresi, dan bunga)per penumpang kilometer : 0,6 1,0 a. Lalu lintas campuran b. B. Jalur bus terpisah 10. Operating Ratio Total pendapatan dibagi dengan biaya operasi (termasuk depresi) US 2 5 US 5 8 1,05:1 1,08:1 Sumber : The World Bank, Urban Transport, 1986

17 Tabel 2. Indikator Kinerja Pelayanan No Aspek Parameter Standar 1. Waktu tunggu Waktu tunggu penumpang pada pemberhentian bus (menit) 5-10 Waktu tunggu penumpang 10 20 maksimum (menit) 2. Jarak berjalan kaki ke pemberhentian bus Wilayah kota padat (meter) Wilayah kota dengan tingkat kepadatan rendah (meter) 300 500 500 1000 3. Headway Waktu antara kedatangan atau keberangkatan dari kendaraan berikutnya yang diukur pada suatu titik tertentu (menit) 4. Transfer antar Rute Berapa kali penumpang harus berpindah daribus ke moda transportasi lain dalam perjalanan ke dan dari bekerja a. Rata-rata b. Maksimum 5. Waktu perjalanan Jumlah waktu perjalanan setiap hari ke dan dari bekerja (jam) a. Rata-rata b. Maksimum Kecepatan perjalanan bus a. Wilayah padat pada lalu lintas campuran b. Jalur khusus bus c. Wilayah dengan kepadatan rendah 10 20 0-1 2 1 1,5 2-3 10 12 kph 15 18 kph 25 kph 6. Pengeluaran perjalanan Pengeluaran dalam perjalanan sebagai persentase pendapatan 10 Sumber : The World Bank, Urban Transport, 1986

18 H. Landasan Teori Perhitungan yang digunakan dalam penelitian ini berlandaskan atas teori dan rumus yang telah ditetapkan. Adapun teori dan rumus yang digunakan, antara lain; 1. Jumlah Trip Per Kendaraan Per Hari Trip adalah perjalanan yang dilakukan oleh Bus untuk satu arah saja, yakni perjalanan Bus dari Terminal 1 sampai Terminal 2, atau sebaliknya. Jumlah trip adalah jumlah perjalanan antar terminal tersebut. Jumlah trip per kendaraan per hari diperoleh dengan cara membagi jumlah total trip untuk seluruh kendaraan per hari dengan jumlah kendaraan yang beroperasi. t = trip kendaraan...... ( 1 ) keterangan : t trip kend = Jumlah trip kendaraan per hari = Jumlah total trip seluruh kendaraan per hari = Jumlah kendaraan yang beroperasi 2. Jarak Tempuh Per Kendaraan Per Hari Jarak tempuh per kendaraan per hari diperoleh dengan cara mengalihkan jumlah trip per kendaraan per hari dengan panjang rute. Adapun rumusnya jarak tempuh per kendaraan per hari adalah : J = t. L...... ( 2 ) Keterangan : J t L = Jarak tempuh per kendaraan per hari = Jumlah trip per kendaraan per hari = Panjang rute

19 3. Jumlah Penumpang Per Trip Jumlah penumpang per trip diperoleh dengan membagi jumlah total penumpang yang diamati dengan jumlah trip yang diamati. JP = Jml Pnp Jt...... ( 3 ) Keterangan : JP Jml Pnp Jt = Jumlah Penumpang Per Trip = Jumlah total Penumpang yang diamati = Jumlah trip yang di amati 4. Jumlah Penumpang Per Kpendaraan Per Hari Jumlah penumpang per kendaraan per hari diperoleh dengan cara mengalikan jumlah penumpang per trip dengan jumlah trip per kendaraan per hari, dapat ditulis dalam persamaan Ph = JP. t...... ( 4 ) Keterangan : Ph JP t = Jumlah Penumpang per kendaraan per hari = Jumlah Penumpang per trip = Jumlah trip per kendaraan per hari 5. Faktor Muatan Faktor muatan (load factor) atau tingkatan pengisian adalah perbandingan antara jumlah penumpang kilometer dengan kapasitas tempat duduk kilometer. Pasal 28 ayat 2 PP no. 41 tahun 1993 mengatur penambahan kendaraan untuk trayek yang sudah terbuka dengan menggunakan faktor muatan di atas 70%, kecuali untuk trayek perintis. Faktor muatan ini dapat

20 menjadi petunjuk untuk mengetahui apakah jumlah kendaraan yang ada masih kurang, cukup atau melebihi kebutuhan dalam suatu lintasan. Faktor muatan (load factor) dapat dihitung menggunakan rumus : LF = Pnp Km S Km x 100 %...... ( 5 ) Keterangan : LF = Faktor muatan (100%) Pnp-Km S-Km = Jumlah penumpang kilometer = Kapasitas tempat duduk kilometer yang tersedia Penumpang kilometer dihitung dengan cara mengalikan jumlah penumpang pada tiap ruas jalan dengan panjang ruasnya. Untuk menentukan jumlah total penumpang kilometer digunakan rumus : m n Pnp Km = k=1 ( i=1 Pi. Li ) k...... ( 6 ) Keterangan : Pnp-Km Pi Li n m i k = Jumlah penumpang kilometer = Jumlah penumpang pada ruas i = Panjang ruas i = Jumlah ruas = Jumlah trip yang diamati = Nomor ruas = Nomor trip Sedangkan untuk menghitung Seat kilometer digunakan rumus : S Km = C. L. Jt...... ( 7 ) Keterangan : S-Km C = Seat-Km (kapasitas tempat duduk kilometer) = Kapasitas tempat duduk kendaraan

21 L Jt = Panajang rute = Jumlah trip yang diamati 6. Jarak tempuh rata-rata penumpang Jarak tempuh rata-rata penumpang diperoleh dengan cara membagi jumlah penumpang kilometer dengan jumlah penumpang, dapat ditulis dengan persamaan : JR = Pnp Km Jml Pnp...... ( 8 ) Keterangan : JR Pnp-Km Jml Pnp = Jarak tempuh rata-rata per penumpang (km) = Jumlah penumpang kilometer = Jumlah total penumpang 7. Selang Waktu Antar Kendaraan (Time Headway) Time Headway adalah selisih waktu antara satu kendaraan dengan kendaraan yang lain yang berurutan di belakangnya pada rute yang sama. Semakin kecil headway menunjukan frekuensi kendaraan yang semakin tinggi sehingga akan menyebabkan tunggu yang rendah sehingga menguntungkan penumpang. Namun headway yang kecil dapat menyebabkan gangguan arus lalu lintas karena jarak antar kendaraan yang terlalu berdekatan. Data headway dihitung dari data jumlah keberangkatan kendaraan per satuan waktu (frekuensi), sehingga diperoleh jarak antar kendaraan dalam satuan waktu. Headway tersebut dapat dihitung menggunakan rumus : H = 60 Q...... ( 9 )

22 Keterangan : H Q = Headway (menit) = Frekuensi (kendaraan per jam) Besar headway ideal menurut World Bank sebesar 10-20 menit. Sedangkan waktu tunggu penumpang sebesar separuh dari besarnya headway. (Buchari, 1998 dalam Heryana, 2003) 8. Frekuensi Layanan Frekuensi layanan angkutan umum adalah jumlah kendaraan angkutan umum yang melewati titik pengamatan per satuan waktu (Sutiyono, 2004). Frekuensi layanan dihitung dengan menggunakan rumus : Q = n T...... ( 10 ) Keterangan : Q n T = Frekuensi angkutan per satuan waktu (kendaraan/jam) = Jumlah kendaraan yang melewati titik pengamatan = Interval waktu pengamatan (jam) 9. Waktu Siklus (Cycle Time) Waktu siklus adalah waktu yang dibutuhkan satu bus untuk berangkat ke terminal tujuan dan kembali pada terminal asal. Waktu siklus dapat dihitung dengan rumus : CT = (W12 + W21) + W1...... ( 11 ) Keterangan : CT W12 W21 W1 = Waktu siklus (menit) = Waktu tempuh terminal 1 2 (menit) = Waktu tempuh terminal 2 1 (menit) = Waktu istirahat (menit)

23 10. Kebutuhan Jumlah Kendaraan Jumlah kendaraan yang dibutuhkan dapat diperoleh dengan cara membagi cycle time dengan headway, atau dapat ditulis sebagai rumus : N = CT H...... ( 12 ) Keterangan : CT = Cycle Time H N = Headway = Jumlah Kendaraan yang dibutuhkan 11. Kecepatan Perjalanan (Journey Speed) Kecepatan perjalanan adalah kecepatan efektif kendaraan yang sedang dalam perjalanan antara dua tempat. Kecepatan perjalanan ini ditentukan dengan cara membagi jarak tempuh dengan waktu tempuh, termasuk waktu berhenti yang ditimbulkan oleh hambatan lalu lintas. Adapun rumus kecepatan perjalanan (journey speed) : Kecepatan perjalanan = jarak antar terminal waktu tempuh antar terminal...... ( 13 )