BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sistem setoran pada angkutan umum transportasi massa seperti

Transkripsi

1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem setoran pada angkutan umum transportasi massa seperti angkot/angkutan perkotaan, Bis/Bus, taksi/taxi, Ojek, becak, dan lain sebagainya adalah suatu sistem yang mewajibkan supir dan kondektur untuk membayar sejumlah uang yang sudah ditetapkan sebelumnya setiap hari atas pekerjaannya dalam menjalankan armada transportasi tersebut. Sistem tersebut apabila dikaji lebih dalam, ternyata menyimpan berbagai persoalan yang sulit untuk diselesaikan untuk saat ini. Berikut ini yaitu masalah atau dampak negatif dari adanya sistem setoran pada angkutan umum ( 1. Supir Mengejar Setoran Sistem setoran yang mengharuskan pengemudi dan kondektur menyetor ke perusahaan angkutan transportasi dengan jumlah tertentu tentu saja akan memberikan beban kepada pengemudi. Ancamannya sangat tidak main-main, karena jika uang yang disetorkan kurang maka supir dan kondektur wajib menutupi uang setoran terlebih dahulu. Seolah-olah supir dan kondektur menyewa bis pada perusahaan. Dengan sistem semacam itu tidak heran jika pengemudi dan kondektur saling bahu-membahu dalam tindak kebodohan seperti membawa angkot atau bis ugal- 1

2 2 ugalan saling berkompetisi dengan armada transportasi sejenis lainnya untuk memaksimalkan laba tanpa memandang keselamatan dan kenyamanan penumpang. Bayang-bayang rugi kalau tidak dapat setoran pun terus menghantui, sehingga berbagai cara yang terkadang membuat penumpang tidak nyaman atau melanggar peraturan lalu-lintas pun dihalalkan. Solusi dan jalan keluarnya adalah perusahaan tidak boleh memberi target setoran pada pengemudi dan kondektur. Mereka sebaiknya diwajibkan untuk melayani masyarakat dengan baik saja dengan gaji yang layak. Bukannya diperah untuk diambil uangnya saja karena mereka orang yang tidak mampu mencari uang dari bisnis lain. Polisi harus dengan tegas menindak pengemudi angkutan yang melanggar hukum sekecil apa pun kesalahannya agar tidak ada korban melayang sia-sia di jalan akibat kebut-kebutan dan pelanggaran lalin lainnya. 2. Merugikan Penumpang / Konsumen Angkutan Umum a. Kadang perusahaan membuat sistem atau aturan yang mengatur semua armadanya yang ada untuk memaksimalkan laba dan mengurangi biaya operasional. Efeknya adalah jumlah armada yang beroperasi sedikit, waktu tempuh jadi lama, dan lain sebagainya. b. Penumpang dipaksa bersesakan di dalam angkutan melebihi batas daya tampung. c. Penumpang diberikan pelayanan dan kenyamanan yang sangat buruk. d. Penumpang dihadapkan pada pencopet, penodong, perampok, penjambret, pembius, penghipnotis, dan lain-lain.

3 3 e. Penumpang merasa kurang nyaman dan aman karena armada yang umumnya sudah tidak layak jalan dipaksa untuk terus beroperasi demi meraup untung. Solusinya adalah dengan tidak memberikan hak monopoli ke satu perusahaan saja untuk tiap trayek agar perusahaan yang ada dapat saling bersaing secara sehat diawasi langsung oleh pemerintah. Penumpang dinomorsatukan dan diberikan yang sepantasnya mereka terima. 3. Membahayakan Pengguna Jalan Lain Bahaya selalu mengintai pengguna jalan seperti mobil dan motor pribadi, pesepeda, pejalan kaki, penyapu jalan, dan lain sebagainya. karena demi hanya mengejar setoran semata sebuah angkot atau bus rela ngebut di atas kecepatan rata-rata dengan kondisi kendaraaan yang ala kadarnya. Demi uang beberapa ribu rupiah pun pelanggaran lalu lintas dilakukan. Sudah sering terjadi kecelakaan akibat rem blong, menyalip arah berlawanan, menabrak trotoar, stir copot, dan lain sebagainya yang dapat memakan korban jiwa. Bis, angkot dan sebagainya terkadang menghadiahi pengguna jalan lain dengan polusi udara yang dalam jangka panjang dapat membunuh seseorang akibat uji emisi yang standarnya terlalu rendah serta pengawasan emisi yang tidak ada tindakannya. Sebaiknya pemerintah melalui instansi yang terkait membuat sistem transportasi yang melindungi seluruh pengguna jalan karena mereka punya hak yang sama dengan pembawa angkutan umum. Hindari monopoli trayek angkutan umum dengan memasukkan beberapa perusahaan yang bersaing sehat yang mengutamakan pelayanan masyarakat serta mencabut izin perusahaan yang nakal.

4 4 Selain itu aparat penegak hukum harusnya memperbanyak petugas dan segera menindak seluruh pelanggaran lalu lintas oleh angkutan umum masyarakat. Kota semarang merupakan kota yang menerapkan sistem transportasi perkotaannya dengan menggunakan angkutan kota atau biasanya lebih dikenal dengan angkot. Seperti halnya daerah lain di Indonesia seperti Bandung dan Jakarta, kota yang memiliki sistem angkutan perkotaannya menggunakan angkot sangat sulit untuk dirubah sistem menjadi sistem Bus Rapid Transit (BRT). BRT Trans Semarang mulai beroperasi secara resmi pada tanggal 18 September 2009, yang diresmikan oleh Walikota Semarang. Sedangkan kota D.I.Yogyakarta yang lebih dulu merubah sistem angkutan perkotaannya menjadi sistem BRT dahulunya lebih mudah dikarenakan D.I.Yogyakarta dominan mengoperasikan Bus perkotaan. Perbedaan sistem perangkutan antara Kota Semarang yang dahulu berbasis Angkutan Kota (Angkot) dengan kota Yogyakarta yang berbasis bus perkotaan, dan kini kedua kota tersebut telah memulai merubah menjadi sistem BRT, hal inilah yang akan dikaji dalam penelitian bagaimana nilai Load factor BRT Trans Semarang Koridor 1 apakah telah sesuai dengan rencana sebesar 18,07%. B. Identifikasi Masalah Penelitian Hasil penelitian pendahuluan atau observasi yang dilakukan pada tanggal 2 Februari 2010, diketahui: 1. Pemberangkatan berawal di Terminal Mangkang untuk no armada sedangkan untuk no armada 1 10 berawal dari Terminal penggaron. 2. Bus tidak berhenti di halte dan hanya berhenti jika ada penumpang.

5 5 3. BRT Trans Semarang memiliki 30 unit halte, 4. Tidak menggunakan smart card, namun menggunakan karcis dan pembayarannya dilakukan didalam bus, 5. Jam operasi dimulai pada jam 06:00:00 Wib hingga 18:00:00 Wib 6. Tidak adanya time schedule dan tidak ada peta rute. Jumlah kapasitas lebih besar yang dimiliki oleh Trans Semarang telah sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan masyarakat Semarang memiliki tata guna lahan yang lebih bervariasi dibandingkan dengan D.I. Yogyakarta. Jumlah pabrik yang lebih dominan dan luas wilayah Semarang yang lebih luas justru menimbulkan permasalahan yang lebih kompleks dibandingkan dengan D.I.Yogyakarta yang lebih sempit wilayahnya. Perkembangan jalur angkutan umum bus Trans Jogja berdasarkan hasil hasil penelitian load factor terdahulu belum memenuhi standard World Bank dengan nilai load factor diatas 70% sesuai PP. No. 43 Tahun 1993, namun bagaimana dengan nilai load factor BRT Trans Semarang. Hal itulah yang akan dikembangkan menjadi bahan evaluasi penelitian, karena kedua kota tersebut memiliki sistem perangkutannya yang berbeda sebelum sistem BRT berlaku. C. Tujuan Penelitian Beberapa pokok tujuan yang akan dibahas pada penelitian ini, adalah : 1. Menganalisis nilai rata rata load factor statis dan dinamis untuk waktu pengamatan pagi, siang dan sore dalam tiga hari yakni Sabtu, Minggu dan Senin.

6 6 2. Menganalisis rata rata waktu sirkulasi untuk waktu pengamatan pagi, siang dan sore dalam tiga hari yakni Sabtu, Minggu dan Senin. 3. Menganalisis rata rata nilai headway untuk waktu pengamatan pagi, siang dan sore dalam tiga hari yakni Sabtu, Minggu dan Senin. D. Batasan Masalah Penelitian Penulisan penelitian ini dikarenakan keterbatasan waktu maka peneliti membatasi permasalahan pada : 1. Penelitian nilai Load Factor Koridor 1 Trans Semarang, tidak dibandingkan dengan nilai load factor kota lainnya yang juga menerapkan sistem BRT pada angkutan perkotaannya, seperti (Provinsi D.I. Yogyakarta dan Bandung), namun dalam penulisan penelitian ini khususnya nilai load factor untuk BRT Trans Jogja hanya menjadi referensi bagi penulis dan bagi peneliti yang berminat pada penelitian yang sejenis, 2. Pengambilan data primer, naik dan turun penumpang menggunakan 3 armada pada setiap waktu pengamatan, 3. Penelitian ini tidak menganalisis tentang kecepatan bus BRT Trans Semarang, E. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini diharapkan menjadi bahan Evaluasi Studi banding pihak Dishubkominfo Semarang dengan Dishubkominfo D.I.Yogyakarta dalam mengembangkan jalur dan perencanaan di masa mendatang dan sebagai bahan dasar pemikiran untuk penelitian sejenis.

7 7 F. Keaslian Penelitian. Penelitian Tugas Akhir tentang Load Factor Koridor 1 (Mangkang- Penggaron) Pada Angkutan Umum BRT Trans Semarang, belum pernah ditulis oleh penulis terdahulu dan penelitian tentang BRT Trans Semarang ini merupakan yang pertama di Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.