Fasilitas wilayah tertentu di daratan yang berfungsi sebagai pelabuhan

dokumen-dokumen yang mirip
SEMINAR NASIONAL-1 BMPTTSSI - KoNTekS 5 Universitas Sumatera Utara, Medan - 14 Oktober 2011

Deskipsi (S. Imam Wahyudi & Gata Dian A.) Menjelaskan tentang fasilitas Pelabuhan di darat meliputi : fasilitas-fasilitas darat yang berada di

PERENCANAAN LAYOUT TERMINAL PETI KEMAS KALIBARU

OPTIMASI KINERJA TERMINAL PETI KEMAS KOJA MELALUI PENGADAAN TRANSFER POINT DAN PENGATURAN ALUR HEADTRUCK CHASSIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gelombang, yang dilengkapi dengan fasilitas terminal laut meliputi dermaga

DAFTAR ISTILAH. Kapal peti kemas (containership) : kapal yang khusus digunakan untuk mengangkut peti kemas yang standar.

ANALISIS KINERJA OPERASIONAL BONGKAR MUAT PETI KEMAS PELABUHAN TANJUNG EMAS SEMARANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sistem yang saling berkaitan dan mempengaruhi, yaitu (Salim, A. A., 1993) :

BAB 1 BAB 1 PENDAHULUAN

SIMULASI SISTEM PENANGANAN DI LAPANGAN PENUMPUKAN PETI KEMAS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. laporan Tugas Akhir ini. Adapun penelitian terdahulu yang penulis ulas

PERENCANAAN PENGEMBANGAN PELABUHAN LAUT SERUI DI KOTA SERUI PAPUA

ANALISIS KAPASITAS TERMINAL PETI KEMAS PELABUHAN PONTIANAK

Pesawat Polonia

ANALISIS KINERJA PELABUHAN TANJUNG PERAK SURABAYA

I-1 BAB I PENDAHULUAN

BAB II GAMBARAN UMUM PT. TERMINAL PETIKEMAS SURABAYA. 2.1 Sejarah Singkat PT. Terminal Petikemas Surabaya

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN DIREKSI (Persero) PELABUHAN INDONESIA II NOMOR HK.56/2/25/PI.II-02 TANGGAL 28 JUNI 2002

Dermaga untuk pelayanan kapal dan barang petikemas

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan akan jasa angkutan laut semakin lama semakin meningkat, baik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mana kapal dapat bertambat untuk bongkar muat barang, kran-kran untuk bongkar

BAB III DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN

Depo Petikemas Pengawasan Pabean (DP3) (Oleh : Syaiful Anwar / Widyaiswara Utama)

BAB IV ANALISA KEBUTUHAN FASILITAS

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

RANCANGAN OPERASIONAL TERMINAL PETI KEMAS IA KALIBARU. Operational Design of New Priok Port s Container Terminal IA

PERENCANAAN LAYOUT DAN TIPE DERMAGA PELABUHAN PETI KEMAS TANJUNG SAUH, BATAM

suatu obyek, sehingga diharapkan dapat berfungsi secara maksimal sesuai dengan

MEMPELAJARI PERAWATAN PERALATAN YANG DIGUNAKAN DALAM PROSES BONGKAR MUAT PADA TERMINAL PETIKEMAS KOJA TANJUNG PRIOK

TATANAN KEPELABUHAN NASIONAL KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR KM 53 TAHUN 2002 MENTERI PERHUBUNGAN,

4.1. DEFINISI DASAR 4.2. FASILITAS UTAMA DAN FASILITAS DASAR PERAIRAN

RANCANGAN KRITERIA KLASIFIKASI PELAYANAN PELABUHAN

Kargo adalah semua barang yang dikirim melalui udara (pesawat terbang), laut (kapal) atau darat baik antar wilayah atau kota di dalam negeri maupun

PENDAHULUAN Latar Belakang

Fasilitas dan peralatan di pelabuhan untuk pelayanan kapal pesiar tipe yacht

TUGAS AKHIR TINJAUAN TURN ROUND TIME STUDI KASUS : UNIT TERMINAL PETIKEMAS I PELABUHAN TANJUNG PRIOK

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 70/PMK.04/2007 TENTANG KAWASAN PABEAN DAN TEMPAT PENIMBUNAN SEMENTARA

A. Abstrak Pengusaha Tiongkok mempunyai rencana mengembangkan kawasan Gunung Kijang di pulau Bintan menjadi kawasan industri. Pelabuhan peti kemas

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2009 TENTANG KEPELABUHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM. 84 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PELABUHAN LINAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Studi Master Plan Pelabuhan Bungkutoko di Kendari KATA PENGANTAR

ANALISA KAPASITAS OPTIMAL LAPANGAN PENUMPUKAN TERMINAL PETIKEMAS MAKASSAR BERDASAR OPERATOR DAN PENGGUNA PELABUHAN

BAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan tumbuh pesatnya persaingan pada industri jasa kepelabuhanan.

BAB I PENDAHULUAN. terdiri dari ribuan pulau, maka untuk menghubungkan pulau-pulau tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Terminal Peti Kemas (TPK) Koja merupakan salah satu pelabuhan yang memberikan

ANALISA KAPASITAS OPTIMAL LAPANGAN PENUMPUKAN PETIKEMAS PELABUHAN SAMARINDA BERDASAR OPERATOR DAN PENGGUNA PELABUHAN

ANALISIS KAPASITAS TERMINAL PETI KEMAS PELABUHAN BOOM BARU PALEMBANG

ANALISA PENGEMBANGAN PANJANG DERMAGA DAN KAPASITAS TERMINAL PETI KEMAS (TPK) PELABUHAN TELUK BAYUR

Terminal kargo bandar udara

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

ANALISIS KINERJA PELAYANAN OPERASIONAL PETI KEMAS DI PELABUHAN PANGKALBALAM KOTA PANGKALPINANG

MODA TRANSPORTASI LAUT. Setijadi

2016, No Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5208); 3. Peraturan Pemerintah Nomor

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2001 TENTANG KEPELABUHANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MODEL PENGAMBILAN KEPUTUSAN PERENCANAAN SANDARAN KAPAL INTEGRASI DENGAN LAYANAN KERETA API BARANG. (STUDI KASUS: PT.TERMINAL TELUK LAMONG SURABAYA)

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. barang dari satu tempat ketempat lainnya yang diangkut melalui jalur transportasi

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2009 TENTANG KEPELABUHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. serta sebagai tempat perpindahan intra-dan antarmoda transportasi.

Prospek Kawasan Penimbunan Pabean Terpadu (KPPT) Dalam Memperlancar Arus Barang Impor/Ekspor. Oleh: Ahmad Dimyati, Widyaiswara Pusdiklat Bea dan Cukai

ALBACORE ISSN Volume I, No 3, Oktober 2017 Diterima: 18 Agustus 2017 Hal Disetujui: 21 September 2017

Sinergi pengembangan kawasan industri dan pergudangan dengan pelabuhan peti kemas di kawasan khusus Madura

Pelabuhan Cirebon. Main facilities : Cirebon, West Java Coordinates : 6 42` 55.6" S, ` 13.9" E

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Memprediksi Kebutuhan Alat Bongkar Muat dan Truk Melalui Metode Simulasi (Studi Kasus : Terminal Peti Kemas Semarang)

2016, No kepelabuhanan, perlu dilakukan penyempurnaan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 51 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Pelabuhan L

KEPUTUSAN BERSAMA MENTERI PERHUBUNGAN DAN KEPALA BADAN PENGUSAHAAN KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS BATAM

Analisis Struktur Dermaga Deck on Pile Terminal Peti Kemas Kalibaru 1A Pelabuhan Tanjung Priok

5 PERMASALAHAN UTAMA PELABUHAN TANJUNG PRIOK

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 151, Tambahan L

BAB I PENDAHULUAN. terletak pada lokasi yang strategis karena berada di persilangan rute perdagangan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 1996 TENTANG KEPELABUHANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

STUDI PENANGANAN PETIKEMAS IMPOR DAN DAMPAKNYA BAGI ANTREAN TRUK (STUDI KASUS : TERMINAL PETI KEMAS SURABAYA)

DAFTAR ISI... HALAMAN JUDUL... LEMBAR PENGESAHAN... LEMBAR PERNYATAAN... LEMBAR PERSEMBAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

BAB II 2 KAJIAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. Troughput. Gambar 1.1. Troughput di TPKS (TPKS,2013)

BAB II DISKRIPSI PERUSAHAAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2009 TENTANG KEPELABUHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Peraturan Pemerintah No. 70 Tahun 1996 Tentang : Kepelabuhanan

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 47/PMK.04/2009 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 88/PMK.04/2007 TENTANG PEMBONGKARAN DAN PENIMBUNAN BARANG IMPOR MENTERI KEUANGAN,

ALAT PENGANGKAT CRANE INDRA IRAWAN

MEMPELAJARI PERENCANAAN BANYAKNYA BONGKAR MUAT PETIKEMAS BERJENIS DRY (FULL DAN HIGH CUBE) DAN OVER DIMENTION PADA TERMINAL PETIKEMAS KOJA

Siti Nurul Intan Sari.D ABSTRACT

PANDANGAN DWELLING TIME BERDASARKAN PRE-CLEARANCE, CUSTOMS CLEARANCE DAN POST CLEARANCE

-1- KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : PER-5 /BC/2011

BAB I PENDAHULUAN. (Asia dan Australia), jelas ini memberikan keuntungan bagi negara indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

2016, No Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5208); 3. Peraturan Pemerintah Nomor

6 PORT PERFORMANCE INDICATORS PELABUHAN TANJUNG PRIOK DAN PELABUHAN SINGAPURA

ANALISA KEGIATAN BONGKAR MUAT PADA PT. TERMINAL PETIKEMAS SURABAYA UNTUK MEMPERCEPAT PROSES BONGKAR MUAT

ANALISIS PENGUKURAN KINERJA TERMINAL PETIKEMAS

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

ANALISIS PENGUKURAN KINERJA TERMINAL PETIKEMAS

Transkripsi:

SNI XXXX:XXXX Standar Nasional Indonesia Fasilitas wilayah tertentu di daratan yang berfungsi sebagai pelabuhan ICS XX.XXXX Badan Standardisasi Nasional

Daftar Isi Daftar Isi...i Prakata... iii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Istilah dan definisi... 1 4 Ketentuan umum... 3 5 Fasilitas Pokok... 3 5.1 Apron... 3 5.2 Lapangan petikemas... 4 5.2.1 Umum... 4 5.2.2 Kebutuhan luas lapangan penumpukan... 4 5.3 Peralatan penanganan petikemas... 4 5.3.1 Peralatan sisi rel (rail siding)... 5 5.3.2 Peralatan sisi lapangan... 6 6 Fasilitas Penunjang... 7 6.1 Kantor administrasi... 7 6.2 Kantor Pabean... 8 6.3 Refrigerator... 8 6.4 Menara pengawas... 8 6.5 Bengkel perawatan... 8 6.6 Penyedia jasa bongkar muat... 8 7 Sistem penanganan dan jumlah alat... 8 7.1 Sistem truck trailer forklift /reach stacker... 9 7.2 Sistem straddle carrier... 10 7.3 Sistem Rubber-tyre gantry (RTG) dan/atau rail-mounted gantry (RMG)... 11 8 Perhitungan luas terminal... 12 8.1 Umum... 12 8.2 Luas lapangan penumpukan (container yard)... 12 9 Prosedur operasi... 13 9.1 Fungsi dan aktivitas dasar... 13 9.2 Pusat aktivitas... 13 9.3 Prosedur kedatangan dan keberangkatan kereta api... 15 9.4 Prosedur penaikan dan penurunan petikemas... 15 Lampiran A... 16 Lampiran B... 17 Lampiran C... 17 Bibliografi... 21 i

Prakata Standar ini bertujuan untuk memberikan pedoman baku dalam perancangan pelabuhan daratan (dry port). Standar ini ditujukan bagi perencana pelabuhan, untuk menjadi acuan yang seragam dalam perencanaan dry port. Standar ini mengacu pada beberapa naskah standar yang berlaku secara luas, seperti British Standard dan OCDI. Standar ini juga mengacu pada naskah akademik yang relevan dengan perencanaan dry port, sehingga diharapkan muatan yang terkandung dalam standar ini dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. iii

Fasilitas wilayah tertentu di daratan yang berfungsi sebagai pelabuhan 1 Ruang lingkup Standar ini menetapkan jenis aktivitas, prosedur, fasilitas, dan peralatan untuk wilayah tertentu di daratan yang berfungsi sebagai pelabuhan (pelabuhan daratan/dry port). 2 Acuan normatif Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 61 Tahun 2009, Kepelabuhanan. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2002, Perkapalan. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KP 414 Tahun 2013, Penetapan Rencana Induk Pelabuhan Nasional. ISO 830, Freight containers Terminology. 3 Istilah dan definisi 3.1 pelabuhan tempat yang terdiri dari daratan dan perairan di sekitarnya dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan ekonomi yang dipergunakan sebagai tempat kapal bersandar, berlabuh, naik turun penumpang dan/atau bongkar muat barang yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang pelabuhan serta sebagai tempat perpindahan intra dan antar moda transportasi 3.2 pelabuhan daratan (dry port) 1. tempat tertentu di daratan dengan batas batas yang jelas, dilengkapi dengan fasilitas bongkar muat, lapangan penumpukan dan gudang serta prasarana dan sarana angkutan barang dengan cara pengemasan khusus dan berfungsi sebagai pelabuhan umum 2. Terminal antarmoda di daratan yang terhubung langsung ke pelabuhan laut melalui suatu cara pengangkutan berkapasitas tinggi, dimana barang dengan standar tertentu dapat ditinggalkan/diambil selayaknya langsung ke pelabuhan 3.3 petikemas (freight container) 1. satu kemasan yang dirancang secara khusus dengan ukuran tertentu, dapat dipakai berulang kali, dipergunakan untuk menyimpan dan sekaligus mengangkut muatan yang ada di dalamnya 2. wadah angkut yang (1) sifatnya tetap dan oleh karena itu cukup kuat untuk digunakan berulang-ulang; (2) dirancang khusus untuk memudahkan pengangkutan barang, melalui satu atau lebih moda transportasi, tanpa perlu dimuat ulang; (3) dapat ditangani secara mekanis; (4) dirancang untuk dapat segera dikemas dan dibongkar, (5) berkapasitas sekurang-kurangnya 1 m3. Kendaraan dan kemasan tidak termasuk petikemas 3. bagian dari alat angkut yang berbentuk kotak serta terbuat dari bahan yang memenuhi syarat, bersifat permanen dan dapat dipakai berulang-ulang, yang memiliki pasangan sudut serta dirancang secara khusus untuk memudahkan 1 dari 21 Commented [DA1]: Sumber: Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 Tentang Kepelabuhanan, Pasal 1 Ayat 4. Commented [DA2]: Sumber: Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2001 Tentang Kepelabuhanan, Pasal 1 Ayat 4. Commented [DA3]: A dry port is an inland intermodal terminal directly connected to seaport(s) with high capacity transport mean(s), where cus-tomers can leave/pick up their standardised units as if directly to a seaport. Sumber: Leveque, P., Roso, V., 2002. Dry Port concept for seaport inland access with intermodal solutions. Masters thesis. Department of Logistics and Transportation, Chalmers University of Technology. Commented [DA4]: Sumber: Dwitasari, Resiyana, et al. 2010. Penelitian Biaya Logistik Petikemas dari Kawasan Industri ke Singapura Melalui Pelabuhan Strategis. Jakarta : Kementerian Perhubungan, 2010. Commented [DA5]: Container: a transport container which (1) is of a permanent character and accordingly is strong enough to be suitable for repeated use; (2) is specially designed to facilitate the transport of goods, by one or more modes of transport, without intermediate reloading; (3) is suitable for mechanical handling; (4) is designed to be readily packed and unpacked; (5) has a capacity of at least 1 m³. Vehicles and packaging are not containers. Sumber: ISO 830, Freight containers Terminology.

angkutan barang dengan satu atau lebih moda transportasi, tanpa harus dilakukan pemuatan kembali 3.4 petikemas muatan campuran (less than container load/lcl) petikemas yang berisi muatan/barang yang berasal dari lebih dari satu orang pengirim (shipper/consignor) dengan tujuan lebih dari satu orang penerima (consignee) 3.5 petikemas muatan penuh (full container load/fcl) petikemas yang berisi muatan/barang yang berasal dari satu orang pengirim (shipper/consignor) dengan tujuan satu atau lebih dari satu orang penerima (consignee) 3.6 gudang konsolidasi (container freight station/cfs) 1. gudang tempat barang diterima, dikumpulkan dan dimasukkan ke dalam satu petikemas atau dibongkar untuk diserahkan kepada penerima barang 2. gudang laut/gudang lini I di mana barang-barang dalam partai-partai kecil dikumpulkan, baik untuk dikemas dan dimasukkan ke dalam petikemas atau sebaliknya barang-barang dalam partai-partai kecil dikeluarkan dari dalam petikemas untuk disimpan dan selanjutnya didistribusikan ke penerima barang 3.7 fumigasi prosedur disinfeksi terhadap barang yang kemungkinan membawa hama agar tidak menyebar 3.8 terminal adalah fasilitas pelabuhan yang terdiri atas kolam sandar dan tempat kapal bersandar atau tambat, tempat penumpukan, tempat menunggu dan naik turun penumpang, dan/atau tempat bongkar muat barang 3.9 delivery kegiatan mengambil barang/muatan dari gudang tertutup atau lapangan penumpukan terbuka hingga menyusunnya di atas kendaraan pengangkut (truk trailer) untuk dibawa keluar pelabuhan 3.10 receiving pekerjaan menerima barang/muatan dari atas kendaraan pengangkut (truk trailer) untuk ditimbun di gudang atau lapangan penumpukan lini I 3.11 gudang laut (gudang pabean, gudang transit, gudang lini I) adalah gudang yang berada di tepi perairan pelabuhan dan hanya dipisahkan dari air laut oleh dermaga pelabuhan 3.12 lapangan penumpukan petikemas (container yard) area dengan luas tertentu yang dikhususkan untuk menyusun, menumpuk, menyimpan, dan mendistribusikan petikemas sebelum dikirim ke tujuan selanjutnya Commented [DA6]: Sumber: Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2002 Tentang Perkapalan Commented [DA7]: Sumber: Triatmojo, B. Perencanaan Pelabuhan. Beta Offset, Yogyakarta 2009 Commented [DA8]: Sumber: Triatmojo, B. Perencanaan Pelabuhan. Beta Offset, Yogyakarta 2009 Commented [DA9]: Shed where breakbulk cargoes from several different consignors are received, aggregated and stuffed into a container; or where cargoes for several consignee are unpacked from a container for delivery Sumber: Handbook on the Management and Operation of Dry Ports. Geneva : United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD), 1991. Commented [DA10]: Sumber: Triatmojo, B. Perencanaan Pelabuhan. Beta Offset, Yogyakarta 2009 Commented [DA11]: Procedure by which cargo likely to carry pests is disinfected in order to halt the spread of infestation Sumber: Handbook on the Management and Operation of Dry Ports. Geneva : United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD), 1991. Commented [DA12]: Sumber: Undang-undang Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran Commented [DA13]: Sumber: Triatmojo, B. Perencanaan Pelabuhan. Beta Offset, Yogyakarta 2009 Commented [DA14]: Sumber: Triatmojo, B. Perencanaan Pelabuhan. Beta Offset, Yogyakarta 2009 Commented [DA15]: Sumber: Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 14 Tahun 2002 Tentang Penyelenggaraan Dan Pengusahaan Bongkar Muat Barang Dari Dan Ke Kapal Commented [DA16]: Sumber: Triatmojo, B. Perencanaan Pelabuhan. Beta Offset, Yogyakarta 2009 2 dari 21

3.13 peralatan bongkar muat (loading unloading equipment) adalah seluruh peralatan elektrik-mekanik yang digunakan dalam kegiatan bongkar muat, pemindahan, penyusunan, penumpukan barang di pelabuhan, termasuk di dalamnya adalah petikemas, barang umum (general cargo), barang curah (cair dan kering) Commented [DA17]: Sumber: Triatmojo, B. Perencanaan Pelabuhan. Beta Offset, Yogyakarta 2009 4 Ketentuan umum Dry port setidaknya harus dilengkapi dengan fasilitas: 1. Kantor kepabeanan 2. Tempat penyimpanan sementara untuk pemeriksaan kepabeanan 3. Peralatan bongkar muat petikemas ukuran 20 dan 40 4. Kantor operator dry port 5. Kantor agen clearing and forwarding 6. Daerah terbatas berpagar dan sistem keamanan 7. Fasilitas komunikasi 8. Container freight station Dry port yang lebih komprehensif dilengkapi fasilitas tambahan berikut: 1. Kantor agen shipping line 2. Kantor perlengkapan jalur rel kereta api 3. Biro jasa pengangkutan 4. Jasa pengemasan barang 5. Jasa konsolidasi konsinyemen 6. Jasa pemasangan dan pemesanan gerbong 7. Jasa pembersihan petikemas 8. Jasa pelacakan petikemas terkomputerisasi 9. Fasilitas perbaikan petikemas 10. Fasilitas pembersihan dan fumigasi barang 11. Titik-titik pendingin reefer 12. Jembatan timbang 5 Fasilitas Pokok 5.1 Apron Lebar apron tergantung pada ukuran rail side gantry crane dan jumlah jalur alat angkut (truk, kereta api). Apron yang ada perlu memberikan ruang untuk peralatan bongkar muat dan operasi kendaraan pengangkut petikemas dengan kriteria sebagai berikut 1 1. lebar apron antara 15 50 meter tergantung pada ukuran peralatan bongkar muat, crane, truk trailer dan peralatan lain. 2. lebar rel crane antara 10 35 meter tergantung kapasitas crane. 3. jarak antara apron dengan lapangan penumpukan petikemas (container yard) antara 5 15 meter. 1 Thoresen (2003) 3 dari 21

5.2 Lapangan petikemas 5.2.1 Umum Lapangan petikemas (container yard) dibagi dua, yaitu lapangan primer dan lapangan sekunder. Termasuk di dalamnya pintu masuk, ruang parkir, bangunan kantor, dan fasilitas lain. Lapangan petikemas primer atau lapangan penumpukan adalah daerah yang bersisian langsung dengan apron dan digunakan terutama untuk menyimpan petikemas keluar dan masuk. Lapangan sekunder adalah daerah untuk menyimpan petikemas kosong, peralatan dan lainnya. 5.2.2 Kebutuhan luas lapangan penumpukan Perhitungan luas lapangan penumpukan petikemas transit dihitung menggunakan metode yang sama untuk perhitungan lapangan penumpukan petikemas secara umum dengan penyesuaian pada parameter jumlah arus petikemas transit dan waktu menetap rata-ratanya. Prinsip yang mendasari perencanaan terminal petikemas adalah kesesuaian arus petikemas dengan fasilitas terminal. Proses dimulai dengan penentuan area yang diperlukan untuk menangani arus petikemas tahunan dan diikuti oleh studi produktivitas terminal, jumlah dan ukuran fasilitas yang diperlukan dan tingkat pelayanan yang akan diberikan. Hubungan antara kapasitas terminal dan tingkat pelayanan yang tersedia adalah fitur utama dari rencana pengembangan terminal petikemas. Kebutuhan luas lapangan penumpukan bergantung pada Arus petikemas Waktu transit rata-rata yang dibutuhkan petikemas di terminal Kebutuhan luas per TEU Tinggi penumpukan petikemas (metode penanganan petikemas) Faktor keamanan kapasitas cadangan (reserve capacity safety factor) Luas lapangan penumpukan dihitung dengan menggunakan grafik perencanaan yang diberikan pada Lampiran A 2. Keterangan cara perhitungan dan luas yang dibutuhkan untuk sejumlah arus petikemas disajikan pada lampiran ini. 5.3 Peralatan penanganan petikemas Banyaknya peralatan penanganan petikemas di dry port bergantung pada besarnya arus petikemas dan sistem penanganan yang digunakan. 2 UNCTAD, 1985 4 dari 21

Dimensi Penyebutan L W H A B Kapasitas (ton) 40 ft Container 40 0 8 0 8 0 39 41/8 7 5 30 30 ft Container 18 11¾ 8 0 8 0 29 3 ¾ 7 5 25 20 ft Container 19 10½ 8 0 8 0 19 2½ 7 5 20 10 ft Container 9 9 ¼ 8 0 8 0 9 4 ¼ 7 5 10 Gambar 1 - Bentuk dan ukuran petikemas menurut ketentuan ISO 5.3.1 Peralatan sisi rel (rail siding) Commented [DA18]: Sumber: Kramadibrata, 1985 Peralatan sisi rel (rail side handling equipment) sesuai dengan namanya terletak di sisi rel dan berguna untuk memindahkan (loading/unloading) petikemas antara kereta api dan sisi rel untuk ditangani oleh peralatan sisi lapangan (yard) atau sebaliknya menerima petikemas dari peralatan sisi lapangan untuk dimuat ke kereta. Peralatan sisi rel untuk petikemas di dry port disyaratkan menggunakan gantry crane (GC). Gantry crane atau biasa disebut dengan container crane merupakan sebuah derek (crane) yang memiliki kerekan pengangkat (hoist) yang dipasang pada troli (trolley) yang bisa meluncur sepanjang lengan derek. Nama lainnya adalah portainer atau Railmounted gantry crane (RMG). GC berada di atas rel yang dipasang di sepanjang apron sehingga dapat bergerak horizontal sepanjang sisi rel. Dalam pelaksanaan 3 4 QGC dapat bekerja secara paralel dalam waktu bersamaan melayani 1 kereta api pengangkut petikemas. 5 dari 21

Kapasitas minimum GC yang disyaratkan adalah untuk crane dengan spesifikasi setara 3 : Daya angkat : 40 ton Mode penanganan : 20/40 feet Lebar track : 50/80/100 feet Tinggi hoist di bawah spreader: 30 m Kecepatan Kerja Mengangkat/menurunkan : 60/90 m/menit, akselarasi 1 m/det 2 Kecepatan troli : 150 m/menit, akselarasi 0,65 m/det Kecepatan gantry : 45 m/menit, akselarasi 0.15 m/det 2 Pengangkatan boom : 5 menit Gerakan per jam : 40 5.3.2 Peralatan sisi lapangan Peralatan sisi lapangan (yard handling equipment) adalah peralatan bongkar muat yang menerima petikemas dari rail side gantry crane dan selanjutnya melakukan tugas mengangkut, menyusun, dan menumpuk petikemas di lapangan penumpukan atau sebaliknya mengangkut petikemas dari lapangan penumpukan untuk diterima oleh rail side gantry crane dan dimuat ke kereta api. Peralatan sisi darat merupakan kombinasi dari peralatan yang dijelaskan sebagai berikut: A. Head truck dan container chassis Head truck atau disebut juga prime mover (PM) adalah truk unit penggerak yang memiliki sambungan permanen atau semi permanen sehingga dapat berbelok tajam. Untuk mengangkut petikemas, head truck menggandeng container chassis yang akan memuat petikemas. Gabungan head truck dan container chassis membentuk kendaraan truk jenis semitrailer. Chasis untuk mengangkut petikemas standar 40 feet memiliki panjang sekitar 12,2 meter dan lebar 2,3 meter. Head truck atau adalah sebuah penarik (tractor) yang berfungsi sebagai penggerak dari container chassis. Penggerak ini memiliki 2 sumbu tunggal atau kombinasi sumbu tunggal dengan sumbu ganda di bagian belakang, masing-masing dengan konfigurasi 4x2 dan 6x4 yang memiliki perlengkapan standar berupa coupler, konektor trailer, lampu kerja belakang dan rem trailer. Daya head truck yang digunakan bervariasi mulai dari 150 dk hingga 350 dk disesuaikan dengan beban dari jalur yang akan ditempuh. B. Fork-lift dan reach stacker Fork-lift dan reach stacker merupakan alat pengangkut petikemas yang dapat menyusun petikemas di lapangan penumpukan. Reach stacker juga dapat digunakan untuk memuat petikemas ke truk trailler. 3 Data BOXER 4000, Boxer 4000/5000/6000 Container Crane, by KOCKS 6 dari 21

Fork lift yang digunakan adalah heavy duty forklift dengan kapasitas 30-42 ton dan toplift spreader yang mampu menumpuk kontainer isi ukuran 40 kaki setinggi dua atau tiga tumpuk, yang umumnya menumpuk hingga dua tingkat tingginya. Side spreader dapat digunakan untuk kontainer 20 kaki, baik isi maupun kosong, dan ukuran 40 kaki yang kosong. Kontainer kosong dapat ditumpuk setinggi 4 lapis. C. Straddle carrier Straddle carrier adalah kendaraan pengangkut sekaligus penumpuk petikemas berbentuk portal persegi empat yang memanjang dan beroda karet. Untuk mengangkut petikemas, terlebih dulu straddle carrier akan bergerak hingga menaungi petikemas. Selanjutnya alat ini akan mengangkat petikemas pada titik angkat bagian atas dari petikemas yang ditautkan pada bilah spreader container. Kecepatan geraknya saat bermuatan berkisar 30 km/jam. Operator yang mengendalikan alat ini duduk di bagian paling atas dan menghadap ke tengah sehingga dapat melihat ke bagian belakang dan depan. Jenis alat ini dapat mengangkut beban hingga 60 ton yang setara dengan 2 petikemas yang berisi penuh. Straddle carrier hanya dapat menumpuk petikemas hingga 2 atau 3 tingkat. Kapasitas minimal straddle carrier untuk pelabuhan utama berkisar antara 30 35 ton. D. Shuttle-carrier Shuttle-carrier merupakan kendaraan pengangkut petikemas generasi terbaru yang merupakan pengembangan dari straddle carrier. Alat ini memiliki kelebihan dalam hal dapat bermanuver lebih baik sehingga memiliki produktivitas yang tinggi. E. Rubber-tyre Gantry (RTG) Crane dan Rail-mounted Gantry (RMG) Crane RTG dan RMG crane atau biasa disebut dengan transtainer adalah crane penumpuk petikemas yang berupa portal lebar beroda karet (RTG) atau sistem rel (RMG). RTG dan RMG termasuk dalam kategori keran darat (yard crane). Alat ini dapat menumpuk petikemas 5 9 blok dalam 4 6 tingkat. Kapasitas RTG yang disarankan untuk transhipment petikemas di Pelabuhan utama adalah minimal 35 ton. Gambar-gambar fasilitas peralatan bongkar muat petikemas disajikan pada Lampiran C. 6 Fasilitas Penunjang Fasilitas pendukung yang diperlukan dalam kegiatan transhipment petikemas minimal meliputi kantor administrasi, menara pengawas, bengkel perawatan dan penyedia jasa bongkar muat. 6.1 Kantor administrasi Kantor administrasi khusus untuk pencatatan data petikemas transit, antara lain petikemas masuk, petikemas keluar dan waktu singgah setiap petikemas di terminal. Administrasi petikemas transit yang ditangani di kantor administrasi antara lain informasi isi petikemas sesuai dengan packing list, biaya-biaya jasa transit, data kapal pengangkut pertama (ukuran, asal, tanggal kedatangan), data kapal pengangkut kedua (ukuran, asal, dan jadwal keberangkatan). 7 dari 21

Kantor administrasi harus dilengkapi pos keamanan dan peralatan telekomunikasi serta sistem informasi yang memadai sehingga manajemen petikemas transit dapat terselenggara dengan baik. 6.2 Kantor Pabean Kantor pabean di bawah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan berada dalam kawasan terminal petikemas agar kewajiban pabean bagi petikemas impor-ekspor dapat terlayani. 6.3 Refrigerator Refrigerator diperlukan untuk jenis petikemas berpendingin (refrigerated container) agar selama transit isi petikemas jenis tersebut tidak rusak karena suhu meningkat di atas suhu yang disyaratkan. Sambungan setiap petikemas ke refrigerator melalui refeer plugs. Jumlah refeer plug disesuaikan dengan perkiraan jumlah petikemas berpendingin yang dilayani. 6.4 Menara pengawas Menara pengawas diperlukan untuk melakukan pengawasan kegiatan penanganan petikemas mulai dari bongkar muat dari/ke kapal, transportasi ke lapangan penumpukan dan penyusunan di lapangan penumpukan. 6.5 Bengkel perawatan Bengkel perawatan diperlukan jika sewaktu-waktu terdapat petikemas transit yang rusak. Bengkel perawatan petikemas harus sedekat mungkin dengan lapangan penumpukan petikemas transit. 6.6 Penyedia jasa bongkar muat Penyedia jasa bongkar muat petikemas transit harus berbadan hukum yang diakui oleh Pemerintah Republik Indonesia dan memiliki ijin usaha dengan persyaratan-persyaratan sebagai berikut: 1. memiliki akta pendirian perusahaan; 2. memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) perusahaan; 3. memiliki modal usaha; 4. memiliki peralatan bongkar muat; 5. memiliki surat keterangan domisili perusahaan; dan 6. memiliki tenaga ahli di bidang bongkar muat. 7 Sistem penanganan dan jumlah alat Untuk penanganan petikemas dalam jumlah besar, proses bongkar muat dari kereta ke rail siding dan sebaliknya dilakukan selalu menggunakan Railside Gantry Crane (RGC). Variasi sistem penanganan petikemas terjadi pada operasi loading/unloading antara rail siding dan lapangan penumpukan (hauling) dan operasi penumpukannya (marshalling). Variasi sistem penanganan petikemas bagian ini terdiri dari 4 : 4 Sumber : Thoresen, 2003 halaman 319 8 dari 21

7. Sistem truck trailer - forklift /reach stacker 8. Sistem straddle carrier 9. Sistem Rubber-tyre gantry (RTG) dan/atau rail-mounted gantry (RMG) 10. Campuran dari ketiga sistem di atas Jumlah QGC yang paling optimal untuk melayani transhipment petikemas di pelabuhan utama minimal bergantung pada Arus petikemas (throughput) transit Sistem penanganan petikemas Kapasitas/kemampuan crane Kapasitas/kemampuan crane dinyatakan dalam Gross Crane Rate (GCR) yang dinyatakan dengan Total Container Handled GCR Total Worked Hours Total Container Handled Total Worked Hours = jumlah petikemas (masuk atau keluar) yang ditangani = seluruh waktu yang diperlukan crane untuk menangani petikemas, termasuk idle time. Jumlah QGC yang diperlukan untuk menghasilkan troughput optimal tidak terlepas dari jenis dan jumlah peralatan lainnya yang beroperasi di sisi darat. Sekalipun spesifiksi alat menunjukkan kemampuan operasi QGC yang tinggi, namun dalam perencanaan digunakan nilai GCR sebagai pendekataan untuk memperoleh hasil yang dapat dipenuhi dalam kondisi riil. Pendekatan jumlah optimal dilakukan dengan menggunakan grafik hubungan Gross Crane Rate (GCR) yang diberikan pada Lampiran B. Berdasarkan grafik pada Lampiran B dapat dilihat dalam kondisi optimal, GCR memiliki nilai 33 gerakan per jam (Move/Hour), dengan rincian jumlah Yard Crane (YC) berbanding jumlah Railside Crane (QC) adalah 5:1 dan perbandingan jumlah Prime Mover (PM) dengan jumlah Railside Crane (QC) adalah 10:1. Jadi satu sistem QC memiliki 1 QC, 5 YC dan 10 PM. Nilai GCR 33 gerakan per jam sebanding dengan 50 TEUs per jam (1 gerakan = 1,5 TEUs). Apabila jumlah jam dalam 1 tahun adalah 5840 jam (16 jam x 365 hari), maka 1 sistem QC dalam 1 tahun dapat menangani 292.000 TEUs, dengan cataan kinerja optimal dapat dicapai. Untuk proyeksi arus petikemas sebesar 1,5 juta hingga 3 juta TEU per tahun, maka jumlah sistem QC yang dibutuhkan sebanyak 6 hingga 10 buah. Sementara khusus untuk petikemas transit sebesar 500.000-600.000 TEUs pertahun maka sistem QC membutuhkan 2 unit QC dengan catatan kinerja optimal dapat dicapai. Pada bagian berikut dibahas kombinasi QGC dan peralatan lainnya sesuai pilihan sistem yang dapat diterapkan pada terminal petikemas. 7.1 Sistem truck trailer forklift /reach stacker Pada metode ini railside gantry crane menempatkan petikemas di atas truck trailer, kemudian truck trailer membawa petikemas ke lapangan penumpukan (container yard) dan selanjutnya tugas penyusunan/penumpukan diambil alih oleh reach stacker atau truk forklift. 9 dari 21

Commented [DA19]: Sumber : Böse, 2011. Gambar 1 - Ilustrasi penumpukan petikemas sisterm truck trailer dan reach stacker/fork-lift Sistem ini memiliki nilai ekonomis untuk penanganan petikemas sebanyak 200.000 hingga 300.000 TEUs per tahun, sehingga untuk penanganan petikemas transit sebanyak 500.000 hingga 600.000 TEUs per tahun disarankan tidak menggunakan sistem ini. 7.2 Sistem straddle carrier Pada sistem ini setelah railside gantry crane mengambil petikemas dari kapal, petikemas diletakan di atas lantai apron dan straddle carrier memindahkan petikemas ke lapangan penumpukan. Penumpukan/penyusunan petikemas tetap dilakukan oleh reach stacker. Sistem straddle carrier adalah sistem penanganan petikemas yang cocok untuk terminal dengan luas lapangan penumpukan yang terbatas. Commented [DA20]: Sumber : Böse, 2011. Gambar 2 - Ilustrasi penumpukan petikemas sistem straddle carrier Dengan sistem ini, untuk proyeksi arus petikemas transit 500.000 hingga 600.000 per tahun, straddle carrier memiliki produktifitas 10 gerakan per jam, sehingga iperlukan komposisi peralatan sebagai berikut: Gantry crane : 2 buah Straddle-carrier : 8 hingga 10 buah 10 dari 21

Sistem straddle carrier dapat menumpuk petikemas 3 hingga 4 tumpukan dan merupakan sistem yang paling optimal dari segi kecepatan untuk terminal yang menangani arus petikemas 100.000 hingga 3.000.000 TEUs per tahun. Sistem straddle carrier membutuhkan area terminal seluas 30 ha, dengan area cadangan sebesar 25 % dari luas total dan tinggi penumpukan maksimum 3 dengan hanya 50% dari total tumpukan yang mencapai ketinggian 3 buah petikemas (Lampiran A), dan asumsi lama penyimpanan petikemas transit adalah 5 hari. 7.3 Sistem Rubber-tyre gantry (RTG) dan/atau rail-mounted gantry (RMG) Pada sistem ini railside gantry crane meletakan petikemas pada container chassis yang ditarik head truck atau pada shuttle-carrier, dan memindahkan petikemas ke lapangan penumpukan dengan bantuan RTG/RMG (transtainer). Sistem RTG/RMG bisa menyusun petikemas 5 9 blok dalam 4 6 tumpuk. Sistem ini ekonomis untuk terminal yang menangani petikemas lebih dari 200.000 TEUs per tahun dan luas lapangan penumpukan terbatas atau mahal. Gambar berikut masing-masing menunjukkan ilustrasi sistem RTG dan/atau RMG dengan head truck dan shuttle carrier. Commented [DA21]: Sumber : Böse, 2011. Gambar 3 - Ilustrasi penumpukan petikemas sisterm RTG/RMG dengan head truck Commented [DA22]: Sumber : Thoresen, 2003. Gambar 4 - Ilustrasi penumpukan petikemas sisterm RTG/RMG dengan shuttlecarrier Dengan sistem ini, untuk proyeksi arus petikemas transit 500.000 hingga 600.000 per tahun, diperlukan komposisi peralatan sebagai berikut: Gantry crane : 2 buah Truck trailer : 20 buah 11 dari 21

RTG/RMG : 10 buah Sistem RTG/RMG membutuhkan area terminal seluas 20 ha, dengan area cadangan sebesar 25% dari luas total dan tinggi penumpukan maksimum 4 dengan hanya 50% dari total tumpukan yang mencapai ketinggian 4 buah petikemas (Lampiran A), dan asumsi lama penyimpanan petikemas transit adalah 5 hari. 8 Perhitungan luas terminal 8.1 Umum Ukuran dan kapasitas dry port tergantung pada ketersediaan lahan dan kondisi tanah, peralatan penanganan petikemas, sistem operasi, dan perkiraan jumlah petikemas yang keluar masuk melalui dry port. Luas dry port adalah penjumlahan dari luasan berikut ini: AD=APK+ACFS+APKK+AFPP Keterangan AD adalah luas total dry port APK adalah luas lapangan penumpukan, sekitar 50-75% dari luas total ACFS adalah luas gudang konsolidasi (container freight station), sekitar 10-30% dari luas total APKK adalah luas lapangan penumpukan petikemas kosong, sekitar 10-20% dari luas total AFPP adalah luas fasilitas jalan masuk, bangunan kantor, tempat parkir, dll, sekitar 5-15% dari luas total 8.2 Luas lapangan penumpukan (container yard) Luas lapangan penumpukan petikemas dihitung dengan persamaan berikut: A PK T D ATEU 365 1 BS Keterangan T adalah arus petikemas per tahun (box, TEUs), 1 TEUs=29 m3, dan 1 box=1,7 TEUs. D adalah dwelling time atau jumlah hari rerata petikemas tersimpan di lapangan penumpukan. Ditetapkan bahwa besarnya adalah 7 hari untuk petikemas impor, 5 hari untuk petikemas ekspor dan 20 hari untuk petikemas kosong. ATEU adalah luasan yang diperlukan untuk 1 (satu) TEU yang tergantung pada sistem penanganan petikemas dan jumlah tumpukan petikemas di lapangan penumpukan, diberikan pada tabel selanjutnya. BS adalah broken stowage, luasan yang hilang karena adanya jalan atau jarak antara petikemas di lapangan penumpukan, yang tergantung pada sistem penanganan petikemas, nilainya sekitar 25-50%. 12 dari 21

Tabel 1 Luasan diperlukan per TEU menurut jenis peralatan dan metode penanangan petikemas. Peralatan dan metode penanganan Tinggi/jumlah penumpukan petikemas Luasan diperlukan per TEU, ATEU (m2/teu) PK 20 PK 40 Trailer 1 60 45 Truk fork lift Straddle carrier Rubber tyred gantry crane/transtainer Sumber: Triatmodjo, 2009. 9 Prosedur operasi 1 2 3 1 2 3 2 3 4 9.1 Fungsi dan aktivitas dasar 60 30 20 30 15 10 15 10 7,5 Aktivitas, prosedur dan operasi di dry port dapat dibedakan menjadi beberapa kelompok: 80 40 27 1. Penerimaan dan pengiriman barang, 2. Operasi truk, 3. Bongkar/muat barang/petikemas dari dan ke atas kereta api, 4. Pemeriksaan kepabeanan, 5. Pemeriksaan dan keamanan gerbang, 6. Penyimpanan barang dan petikemas, 7. Perbaikan petikemas, 8. alur informasi dan komunikasi, 9. pencatatan dan penyimpanan data, 10. penagihan dan pembayaran. 9.2 Pusat aktivitas Commented [DA23]: Sumber: Handbook on the Management and Operation of Dry Ports. Geneva : United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD), 1991. Operasi di dry port berputar pada beberapa pusat aktivitas sebagai berikut: 1. Sisi rel kereta api: tempat dimana petikemas dibongkar dan dimuat dari kereta api, dan tempat pelepasan kereta api. 2. Lapangan penumpukan: tempat dimana petikemas ditumpuk sebelum dikirim melalui rel atau sebelum diserahkan kepada penerima 3. Container freight station (CFS): tempat dimana petikemas dibongkar dan dimuat dan tempat pengumpulan/pemisahan barang. 4. Anjungan pemeriksaan kepabeanan: tempat yang ditentukan untuk peletakan petikemas untuk diperiksa oleh pihak kepabeanan. Commented [DA24]: Sumber: Handbook on the Management and Operation of Dry Ports. Geneva : United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD), 1991. 13 dari 21

Aktivitas operator dry port terkait ekspor dan impor ditunjukkan pada tabel di bawah ini. Tabel 2 Aktivitas Penerimaan kereta api dari pelabuhan laut Pencatatan petikemas di atas kereta api, pembuatan perbandingan dengan manifest Penurunan petikemas dari kereta api Petikemas FCL dinaikkan dari penumpukan ke kendaraan Petikemas LCL dibawa ke CFS untuk dibongkar, petikemas dikembalikan ke penumpukan Penagihan biaya pelayanan barang dan petikemas Penyiapan pas gerbang untuk pengeluaran petikemas/barang Pemeriksaan di gerbang: kondisi petikemas dan barang, ketepatan prosedur pengeluaran Pengisian catatan transaksi Tabel 3 Aktivitas Penerimaan barang/petikemas dari pengirim Pemeriksaan di gerbang terhadap kondisi barang/petikemas Penyerahan dokumen oleh eksportir ke pabean Petikemas FCL ditumpuk Barang lepas ke CFS Pengeluaran petikemas dari penumpukan di CFS Penyiapan manifest kereta api, misalnya perincian petikemas yang akan diangkut ke kereta api Penumpukan petikemas dalam urutan yang tepat untuk diangkat ke kereta api Penerbitan tanda terima untuk setiap petikemas di kereta api Pengangkutan petikemas ke kereta api Pengiriman manifest kereta api dilengkapi perincian petikemas ke pelabuhan Pencatatan transaksi Aktivitas operator dry port terkait impor 14 dari 21 Tindak lanjut Penerimaan manifest surat jalan kereta api Pemberitahuan ketidakcocokan kepada otoritas kereta api/otoritas pelabuhan Penyerahan barang di anjungan kepabeanan untuk diperiksa setelah importir menyerahkan berkas lengkap Pemisahan barang; penyerahan barang ke bagian kepabeanan Pembuatan tanda terima pembayaran Pemeriksaan perizinan dari pabean Pencatatan kondisi Aktivitas operator dry port terkait ekspor Tindak lanjut Catat kondisi; Cek jika peraturan pengendalian ekspor mengizinkan pengiriman Pemeriksaan dan perizinan pabean; penyegelan petikemas Tempatkan petikemas kosong di CFS; susun pengumpulan barang di dalam petikemas Penerbitan dokumen pengangkutan secara gabungan oleh shipping line atau operator angkutan gabungan Penagihan biaya pelayanan barang dan petikemas Cek segel

9.3 Prosedur kedatangan dan keberangkatan kereta api 1. Kereta api harus berjalan dalam jadwal yang tetap: ketepatan waktu kedatangan dan keberangkatan harus ditetapkan dan dipantau; Jadwal harus dijaga secara ketat baik pada pelabuhan laut maupun dry port. Waktu transit harus dipantau. Jalur lintasan kereta api harus ditandai pada tabel daftar perjalanan (timetable) pada sistem jalur kereta api yang digunakan. 2. Tempat kosong di samping jalur rel harus disediakan untuk kereta yang datang, sebaiknya pada pagi hari sehingga semua formalitas penyerahan dapat dilaksanakan pada hari yang sama. 3. Sistem pengecekan segel dan kondisi petikemas oleh operator dry port, pihak kereta api dan pabean harus ditentukan dengan jelas. 4. Sistem pemeriksaan kereta api harus ditetapkan agar petikemas tidak tertahan di titik tertentu; Pihak dry port harus sudah diinformasikan sebelumnya jika ada gerbong yang tidak akan dimuat kembali. Perbaikan berat gerbong harus dikerjakan di luar dry port. Hanya perbaikan minor yang mutlak dibutuhkan saja yang dapat dikerjakan di dry port. 9.4 Prosedur penaikan dan penurunan petikemas 1. Tumpukan petikemas harus cukup longgar agar crane tetap produktif dan tidak membutuhkan banyak gerakan untuk mengambil petikemas 2. Penumpukan petikemas harus dirancang sedemikian rupa sehingga petikemas impor, ekspor dan kosong terpisahkan dengan jelas dan mudah dikenali. Petikemas yang berisi bahan berbahaya dan beracun dan petikemas berpendingin juga harus ditumpuk secara terpisah. 3. Petikemas berpendingin harus diprioritaskan pada operasi pengangkatan/penurunan petikemas dan harus segera ditempatkan di titik reefer untuk mencegah kenaikan suhu. 4. Arus lalu lintas kendaraan di jalan antara tepian rel dengan penumpukan harus diatur dengan baik untuk mencegah kecelakaan. Pengaturan juga perlu dilakukan terhadap pergerakan antara penumpukan dengan CFS. 5. Konsinyemen impor dan ekspor harus ditumpuk secara terpisah untuk mencegah kesimpangsiuran yang akan berakibat timbulnya tundaan. 6. Pengepakan barang ke dalam petikemas harus dilakukan secara cermat untuk memastikan pemakaian ruang yang rasional di dalam petikemas. 7. Ketersediaan petikemas kosong di CFS dan penggunaan ruangan gudang harus dipantau. 8. Barang yang dimuat ke dalam petikemas atau dikeluarkan dari petikemas harus dicatat secara cermat. 15 dari 21

Lampiran A Lampiran A (informatif) Grafik Perencanaan Luas Lapangan Penumpukan Peti Kemas sesuai UNCTAD (1985) 16 dari 21

Lampiran B Lampiran B (informatif) Grafik Gross Crane Rate Keterangan: QC adalah Railside Crane (Railside Gantry Crane /Ship To Shore Crane) YC adalah Yard Crane (Rubber Tired Gantry Crane/Rail Mounted Gantry Crane) PM adalah Prime Mover (Head Truck & Chasis) Sumber: Chuin Lau, 2007 17 dari 21

Lampiran C (informatif) Peralatan bongkar muat peti kemas Reach stacker dengan spreader Rubber-tyre gantry (RTG) atau transtainer 18 dari 21

Straddle carrier Fork-lift truck 19 dari 21

Head truck dengan container chassis Shuttle-carrier 20 dari 21

Bibliografi Agerschou, Hans, etal. Planning and Design of Ports and Marine Terminals. 2 nd edition. Thomas Telford Publishing, London 2004. Böse, Jürgen W. (editor). Handbook of Terminal Planning. Springer, 2011. Bruun, Per. Port Engineering. 4 th edition Volume 1: Harbor Planning, Breakwaters, and Marine Terminals. Gulf Publishing Company, Houston Texas 1989. Course, A.G. (Captain), R.B. Oram (Colonel). Glossary of Cargo-Handling Terms. 2 nd edition. Nautical Press. Brown, Son & Ferguson, Ltd., Glasgow 1974. Gaythwaite, John W. Design of Marine Facilities for the Berthing, Mooring, abnd Repair of Vessels. 2 nd edition. ASCE Press, Reston Virginia, 2004. Güler, Nil. Containerization and Terminal Area Requirements. Pomorski zbornik 39 (2001)1, 153-171. Kim, Kap H., Hans-Otto Günther (editors). Container Terminals and Cargo Systems. Springer, 2007. The Technical Standards and Commentaries for Port and Harbor Facilities in Japan. The Overseas Coastal Area Development Institute of Japan, 2002. Thoresen, Carl A. Port Designer's Handbook: Recommendations and Guidelines. Thomas Telford Publishing, London 2003. Triatmojo, Bambang. Perencanaan Pelabuhan. Beta Offset, Yogyakarta 2009. Soedjono Kramadibrata, Perencanaan Pelabuhan, Ganeca Exact Bandung, 1985. Tsinker, Gregory P. (editor). Port Engineering: Planning, Construction, Maintenance, and Security. John Wiley & Sons, Inc., 2004. UNCTAD. Port development: A handbook for planners in developing countries. 2 nd edition. United Nations, New York 1985. UNCTAD. UNCTAD Monographs On Port Management No. 9 Multi-purpose port terminals Recommendations for planning and management. United Nations, New York 1991. Velsink, H. Port And Terminals. Planning And Functional Design. Delft, October 1993. 21 dari 21