KINERJA USAHA PETERNAKAN AYAM RAS PETELUR DAN PROSPEK PENGEMBANGANNYA DI SULAWESI SELATAN. Armiati dan Yusmasari

dokumen-dokumen yang mirip
DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009

Bab 4 P E T E R N A K A N

Populasi Ternak Menurut Provinsi dan Jenis Ternak (Ribu Ekor),

I. PENDAHULUAN. 1 Sapi 0,334 0, Kerbau 0,014 0, Kambing 0,025 0, ,9 4 Babi 0,188 0, Ayam ras 3,050 3, ,7 7

I. PENDAHULUAN. Jumlah penduduk selalu bertambah dari tahun ke tahun, hal tersebut terus

Tabel Lampiran 1. Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Padi Per Propinsi

DATA STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2014

BOX UMKM : PERKEMBANGAN PEMBIAYAAN KOMODITAS 'GERBANG EMAS' OLEH PERBANKAN SULAWESI SELATAN

I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

TINGKAT KONSUMSI TELUR DAN VARIASI KESEIMBANGAN PRODUKSI-KONSUMSI ANTAR PROVINSI DI INDONESIA

PROFIL PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI OLEH MASYARAKAT

I. PENDAHULUAN. industri pertanian, dimana sektor tersebut memiliki nilai strategis dalam

Pengantar Diskusi Kinerja APBD Sulsel. Oleh. Syamsuddin Alimsyah Koor. KOPEL Indonesia

I. PENDAHULUAN. oleh kelompok menengah yang mulai tumbuh, daya beli masyarakat yang

FOKUS PROGRAM DAN KEGIATAN PEMBANGUNAN PETERNAKAN DAN KESWAN TAHUN 2016

POTENSI DAN PELUANG EKSPOR PRODUK PERKEBUNAN UNGGULAN DI SULAWESI SELATAN

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2013

PELUANG DAN MASALAH PENGEMBANGAN JAGUNG PADA LAHAN KERING DENGAN PTT JAGUNG DI SULAWESI SELATAN. M. Arsyad Biba Balai Penelitian Tanaman Serealia

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses di mana Pemerintah

LAMPIRAN 25. KERJASAMA PENELITIAN DENGAN INTANSI PEMERINTAH/PEMDA (PROVINSI, KABUPATEN, KOTA), TAHUN ANGGARAN Lanjutan

RILIS HASIL AWAL PSPK2011

DISTRIBUSI PROVINSI DI INDONESIA MENURUT DERAJAT KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2014

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2017

RUMAH KHUSUS TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN

PENDAHULUAN. Latar Belakang

Belanja ( x Rp ) 28,459,972, ,459,972, ,351,299,600 A PELAYANAN ADMINISTRASI PERKANTORAN

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA SEPTEMBER 2013

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI SULAWESI SELATAN

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA SEPTEMBER 2011

PERSATUAN AHLI GIZI INDONESIA (INDONESIAN NUTRITION ASSOCIATION) PROVINSI SULAWESI SELATAN

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN SUB SEKTOR PETERNAKAN DAGING AYAM

VIII. PROSPEK PERMINTAAN PRODUK IKAN

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan

No Nama Mitra Judul Kerjasama Unit Pelaksana

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2009

NILAI TUKAR PETANI PROVINSI LAMPUNG NAIK 0,61 PERSEN

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

TABEL 1 GAMBARAN UMUM TAMAN BACAAN MASYARAKAT (TBM) KURUN WAKTU 1 JANUARI - 31 DESEMBER 2011

Nusa Tenggara Timur Luar Negeri Banten Kepulauan Riau Sumatera Selatan Jambi. Nusa Tenggara Barat Jawa Tengah Sumatera Utara.

ANALISIS PENAWARAN DAN PERMINTAAN JAGUNG UNTUK PAKAN DI INDONESIA

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA SEPTEMBER 2016

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA SEPTEMBER 2012

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016

BAB I. PENDAHULUAN. pembangunan Nasional. Ketersediaan pangan yang cukup, aman, merata, harga

DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan tersebut belum diimbangi dengan penambahan produksi yang memadai.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015

I PENDAHULUAN. 2,89 2,60 2,98 3,35 5,91 6,20 Makanan Tanaman Perkebunan 0,40 2,48 3,79 4,40 3,84 4,03. Peternakan 3,35 3,13 3,35 3,36 3,89 4,08

Perkembangan Nilai Tukar Petani (NTP) Kalimantan Timur* Menurut Sub Sektor Bulan September 2017

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2008

I PENDAHULUAN. Aman, dan Halal. [20 Pebruari 2009]

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI BARAT SEPTEMBER 2015

PROFIL KEMISKINAN DI MALUKU TAHUN 2013

I. PENDAHULUAN. potensi sumber daya alam yang besar untuk dikembangkan terutama dalam

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang cukup berpengaruh

2

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2010

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang)

KEADAAN KEMISKINAN DI PROVINSI PAPUA SEPTEMBER, 2014

BAB V SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Analisis Rasio Ketergantungan Keuangan Daerah

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Tembakau merupakan salah satu komoditas perdagangan penting di dunia. Menurut Rachmat dan Sri (2009) sejak tahun

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PROVINSI KEPULAUAN RIAU SEPTEMBER 2016.

KEADAAN KEMISKINAN DI PROVINSI PAPUA MARET, 2016

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang memiliki sumber daya alam

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PROVINSI KEPULAUAN RIAU FEBRUARI 2015

PANDUAN. Aplikasi Database Tanah, Bangunan/Gedung, dan Rumah Negara Gol. 2

Tabel Lampiran 39. Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Bawang Merah Menurut Propinsi

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

KEADAAN KEMISKINAN DI PROVINSI PAPUA MARET, 2017

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU SEPTEMBER 2016 MENURUN

I. PENDAHULUAN. untuk tanaman pangan salah satunya yaitu ubi kayu (Manihot utilissima). Ubi

I. PENDAHULUAN. Permintaan produk peternakan terus meningkat sebagai konsekuensi. adanya peningkatan jumlah penduduk, bertambahnya proporsi penduduk

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI BARAT MARET 2016

5 GAMBARAN UMUM AGRIBISNIS KELAPA SAWIT

SAMBUTAN MENTERI KESEHATAN PADA ACARA FORUM NASIONAL II: JARINGAN KEBIJAKAN KESEHATAN INDONESIA. Makasar, 28 September 2011

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA BARAT MARET 2016 MULAI MENURUN

BPS PROVINSI SUMATERA SELATAN

REKAPITULASI REALISASI ANGGARAN PER SATKER PER KEWENANGAN TAHUN ANGGARAN 2015 KONDISI PER TANGGAL 4 JULI 2015

KEADAAN KETENAGAKERJAAN SULAWESI SELATAN AGUSTUS 2014

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI BARAT MARET 2017

I. PENDAHULUAN. Permintaan dunia terhadap pangan hewani (daging, telur dan susu serta produk

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN DESEMBER 2015


BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peternakan merupakan salah satu sub sektor pertanian yang memiliki peranan cukup penting dalam memberikan

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PROVINSI SULAWESI TENGGARA DESEMBER 2014

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PROVINSI SULAWESI TENGGARA APRIL 2016

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

Perkembangan Nilai Tukar Petani (NTP) Kalimantan Timur* Menurut Sub Sektor Bulan Oktober 2017

I. PENDAHULUAN. agribisnis, agroindustri adalah salah satu subsistem yang bersama-sama dengan

Sensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan sensus pertanian keenam yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PROVINSI SULAWESI TENGGARA MARET 2017

PRODUKSI PANGAN INDONESIA

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Perkembangan Koperasi tahun Jumlah

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN KONSUMSI MARET 2017

Transkripsi:

KINERJA USAHA PETERNAKAN AYAM RAS PETELUR DAN PROSPEK PENGEMBANGANNYA DI SULAWESI SELATAN Armiati dan Yusmasari ABSTRAK Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan Jln. Perintis Kemerdekaan Km.17,5 Makassar Telur merupakan salah satu sumber protein hewani yang mengandung nutrisi yang sangat baik dalam kehidupan manusia. Sulawesi selatan merupakan salah satu daerah penghasil telur di Indonesia. yang menduduki urutan keenam setelah Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Sumatera Utara dan Sumatera Barat. Pada tahun 2012 jumlah populasi dan produksi telur ayam ras di daerah ini masing masing 7.800.790 ekor dan 52.034.789 kg. Prospek pengembangannya cukup baik karena didukung oleh kesesuaian wilayah, ketersediaan teknologi, ketersediaan sarana produksi dan pemasaran yang baik. Aspek teknis yang cukup sederhana dan relatife cepat menghasilkan serta produksi telur yang dapat dipanen setiap hari turut mendukung upaya pengembangannya. Dari sisi budidaya usaha peternakan ayam ras petelur didukung oleh ketersediaan industri pakan, industri obat obatan, dan vaksin serta industri peralatan peternakan. Dari segi pemasaran hasil pengembangan peternakan ayam memiliki prospek bisnis menguntungkan karena permintaan yang selalu meningkat. Pada tahun 2012 tingkat konsumsi telur perkapita di Sulawesi Selatan adalah 8,91 kg/kpt/tahun. Selain untuk memenuhi kebutuhan daerah setempat, posisi Sulawesi Selatan yang merupakan pusat perdagangan di wilayah Timur Indonesia serta jalur distribusi yang lancar turut mendukung pengembangan pemasarannya ke wilayah lain di sekitarnya. PENDAHULUAN Salah satu komoditas peternakan yang potensial untuk dikembangkan adalah ayam ras petelur,.karena selain usahanya menguntungkan peternaknya produksinya berupa telur merupakan salah satu bahan pangan hewani yang paling lengkap gizinya. Menurut Sudaryani (1999) dalam. Lestarai dkk, (2011) kandungan gizi telur ayam dengan berat 50 gr terdiri dari protein 6,3 gr; karbohidrat 0,6 gr, lemak 5 gr, vitamin dan mineral. Selain faktor gizi, Saliem dkk (2001); Nurmanaf R (2013) menyatakan bahwa fakta yang ada menunjukkan bahwa tingkat konsumsi telur lebih besar dari pada tingkat konsumsi hasil ternak 1

lainnya karena telur mudah diperoleh dengan harga yang relatif murah dan terjangkau bagi anggota masyarakat yang mempunyai daya beli rendah sekalipun. Secara nasional produksi telur ayam ras pada tahun 2012 tercatat 1.139.946 ton dan meningkat menjadi 1.223.718 ton (7,3 %) pada tahun 2013. Dari total produksi tersebut kontribusi propinsi Sulawesi Selatan menduduki urutan ke enam dengan jumlah kontribusi produksi sebesar 74.987 ton (6,12 %) pada tahun 2013. Kontribusi tertinggi dihasilkan oleh propinsi Jawa Timur yaitu 281.528 ton (23,1 %). Jumlah populasi dan produksi ayam ras petelur di Sulawesi Selatan meningkat setiap tahunnya. Data 5 tahun terahir (2009-2013) menunjukkan bahwa populasi dan produksi ayam ras meningkat masing masing 0,08 % dan 13,89 % per tahun.hal tersebut memberikan indikasi bahwa potensi pengembangan budidaya ayam petelur di daerah ini cukup baik. Dari segi ekonomi, pengembangan pengusahaannya memiliki prospek pasar yang menguntungkan karena permintaan yang selalu bertambah. Permintaan tersebut selain berasal dari wilayah Sulawesi Selatan juga dari wilayah sekitarnya seperti Palu, Menado dan Kendari. Tulisan ini bertujuan untuk mengungkapkan perkembangangan populasi dan produksi ayam ras petelur serta pangsa produksi ayam petelur terhadap produksi telur lainnya. Berdasarkan uraian tersebut diharapkan dapat memberikan impilkasi tentang pengembangan ayam ras petelur pada masa yang akan datang dalam menghadapi tuntutan konsumsi yang semakin meningkat. II. PERKEMBANGAN POPULASI DAN PRODUKSI AYAM RAS PETELUR A. Perkembangan Populasi. Secara nasional rata rata populasi ternak ayam ras petelur selama 5 tahun terakhir (2009-2013) tercatat sebanyak 125.487.234 ekor dengan laju pertumbuhan 6,7 % pertahun (Tabel 1). Dari total populasi tersebut Pulau Jawa dan Madura menduduki urutan pertama dengan pangsa sebesar 58,29 % atau dengan rata rata populasi 73.141.180 ekor per tahun. Pulau Sulawesi menduduki urutan keempat 2

dengan pangsa 7,44 % atau dengan rata rata jumlah populasi 9.340.305 ekor per tahun. Apabila dibandingkan dengan propinsi yang ada di pulau Sulawesi, propinsi Sulawesi Selatan memberikan pangsa yang terbesar yaitu 78,61 % atau dengan rata rata populasi 7.342.246 ekor per tahun. Tabel 1. Perkembangan rata rata populasi ayam ras petelur per tahun selama tahun 2009-2013 di masing masing Propinsi No. Propinsi Rata-rata populasi (ekor) Pangsa (%) Pertumbuhan per tahun (%) 1. II. III. IV V VI. SUMATERA 1. Aceh 2. Sumatera Utara 3. Sumatera Barat 4. Riau 5. Jambi 6. Sumatera Selatan 7. Bengkulu 8. Lampung 9. Bangka Belitung 10. Kepulauan Riau JAWA DAN MADURA 1. Jawa Barat 2. Jawa Tengah 3. Yogyakarta 4. Jawa Timur 5. Banten BALI DAN NUSA TENGGARA 1. Bali 2. Nusa Tenggara Barat 3. Nusa Tenggara Timur KALIMANTAN 1. Kalimantan Barat 2. Kalimantan Tengah 3. Kalimantan Selatan 4. Kalimantan Timur SULAWESI 1. Sulawesi Utara 2. Sulawesi Tengah 3. Sulawesi Selatan 4. Sulawesi Tenggara 5. Gorontalo 6. Sulawesi Barat MALUKU DAN IRIAN JAYA 1. Maluku 2. Maluku Utara 3. Papua 4. Papua Barat TOTAL 255.393 9.911.603 7.881.485 252.722 705.642 5.702.978 63.968 5.773.037 757.026 533.247 31.837.101 11.786.463 18.580.684 3.189.019 34.717.067 4.867.987 73.141.180 153.912 160.155 160.156 474.223 2.652.526 42.848 2.544.563 5.239.937 10.479.875 1.008.587 531.203 7.342.246 174.485 221.524 62.299 9.340.305 32.090 28.549 58.002 95.910 214.551 125.487.234 Sumber :Direktorat Jenderal Peternakan, diolah,2013 0,80 31,13 24,76 0,79 2,22 17,91 0,20 18,13 2,38 1,67 25,37 16,11 25,40 4,36 47,47 6,66 58,29 32,46 33,77 33,77 0,38 25,31 0,41 24,28 50,00 8,35 10,80 5,69 78,61 1,81 2,37 64,96 7,44 14,96 13,31 27,03 44,70 0,17 100 6,10 13,37 4,13 (21,23) 15,54 5,46 9,60 28,06 (23,63) 5,76 4,32 5,89 5,43 1,91 11,58 6,21 6,21 9,99 15,42 9,422 11,61 13,19 20,96 (11,58) (2,44) 5,03 0,07 (0,09) 0,08 0,13 0,01 5,54 0,96 0,10 0,19 (0,02) 0,26 0,13 6,7 3

Data tahun 2012 menunjukkan bahwa untuk wilayah Sulawesi Selatan, populasi ternak ayam ras petelur terbanyak terdapat di Kabupaten Sidrap yaitu 3.827.941 ekor atau dengan pangsa 49,1 % terhadap total populasi di Sulawesi Selatan (tabel 2). Pada Tabel 2 juga menunjukkan bahwa masih terdapat kabupaten kota yang belum memiliki usaha peternakan ayam petelur yaitu Tana Toraja, Palopo dan kota Makassar. Berdasarkan tingkat kebutuhan konsumsi telur oleh masyarakat yang semakin meningkat dan jalur pemasaran yang tersedia maka usaha peternakan ayam ras petelur cukup prospektif untuk dikembangkan guna mensuplai kebutuhan daerah setempat maupun wilayah Indonesia Timur. Jalur distribusi perdagangan kebeberapa wilayah di Indonesia Timur yang cukup lancar merupakan potensi yang menguntungkan untuk pemasaran produk telur ayam ras di Sulawesi Selatan. Selain itu, pengembangan ayam ras petelur di Sulawesi Selatan cukup baik karena didukung oleh kondisi wilayah yang sesuai, ketersediaan teknologi budidaya, juga didukung oleh ketersediaan pakan dengan keberadaan 2 unit pabrik pakan dengan kapasitas produksi 0,14 juta ton (PSE, Badan Litbang Pertanian, 2010). Keberadaan pabrik pakan tersebut didukung oleh keberadaan Sulawesi Selatan sebagai wilayah penghasil jagung yang merupakan komponen terbesar dalam menyusun komposisi pakan ayam ras petelur. B. Perkembangan produksi Rata rata total produksi ayam ras petelur secara nasional selama kurun waktu 5 tahun (2009-2013) adalah 1.045.075,4 ton/tahun dengan tingkat pertumbuhan 7,83 %. Dari total produksi tersebut, kontribusi Pulau Jawa dan Madura menduduki urutan pertama dengan pangsa 59,42 % dan pulau Sulawesi menduduki urutan ke tiga (6,58 %). Bila dilihat dari pertumbuhan produksi pertahun, pertumbuhan tertinggi ditunjukkan oleh Pulau Sulawesi yaitu rata rata 22,6 % pertahun kemudian Maluku dan Irian Jaya serta Bali dan NTT sedang pulau lainnya menunjukkan pertumbuhan di bawah 10 % pertahun (tabel 3). 4

Tabel 2. Populasi ayam ras petelur di Sulawesi Selatan, 2012. No. Kabupaten/ kota Populasi (ekor) Persen (%) 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23 24 Selayar Bulukumba Bantaeng Jeneponto Takalar Gowa Sinjai Bone Maros Pangkep Barru Soppeng Wajo Sidrap Pinrang Enrekang Tator Palopo Luwu Luwu Utara Luwu Timur Makassar Pare pare Toraja Utara 10.210 102.665 168.629 8.350 73.342 564.420 16.178 136.634 265.648 17.970 53.098 198.066 119.500 3.827.941 751.347 685.747 - - 360.742 83.900 86.899-265.550 3.964 0.131 1.316 2.162 0.107 0.940 7.235 0.207 1.752 3.405 0.230 0.681 2.539 1.532 49.071 9.632 8.791 - - 4.624 1.076 1.114-3.404 0.051 7.800.790 100 Sumber : Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Sul Sel, 2013; diolah Tabel 3. Perkembangan rata-rata produksi ayam ras petelur per tahun selama tahun 2009-2013 di masing masing Propinsi (ton) No. Propinsi Rata-rata produksi (Ton) Pangsa (%) Pertumbuhan per tahun (%) 1. II. SUMATERA 1. Aceh 2. Sumatera Utara 3. Sumatera Barat 4. Riau 5. Jambi 6. Sumatera Selatan 7. Bengkulu 8. Lampung 9. Bangka Belitung 10. Kepulauan Riau JAWA DAN MADURA 1. Jawa Barat 2. Jawa Tengah 3. Yogyakarta 4. Jawa Timur 5. Banten 2.752,6 88.529,8 59.821,0 1.878,8 4.797,0 48.912,8 539,4 52.661,0 755,8 5.684,4 266.332,6 112.525,4 182.512,6 25.570,0 240.344,6 48.335,8 609.288,4 0,84 31,30 58,08 1,25 12,93 22,87 1,00 6,35 0,66 22,26 24,43 17,75 31,39 4,87 37,89 8,10 59,42 21,31 13,42 4,13 3,14 23,16 2,74 11,21 25,03 (14,07) (2,49) 8,76 8,03 4,10 (2,86) 8,15 2,90 4,06 5

III. IV V VI. BALI DAN NUSA TENGGARA 1. Bali 2. Nusa Tenggara Barat 3. Nusa Tenggara Timur KALIMANTAN 1. Kalimantan Barat 2. Kalimantan Tengah 3. Kalimantan Selatan 4. Kalimantan Timur SULAWESI 1. Sulawesi Utara 2. Sulawesi Tengah 3. Sulawesi Selatan 4. Sulawesi Tenggara 5. Gorontalo 6. Sulawesi Barat MALUKU DAN IRIAN JAYA 1. Maluku 2. Maluku Utara 3. Papua 4. Papua Barat TOTAL 38.393,0 1.109,8 1.005,0 40.507,8 19.301,4 408,4 25.034,4 10.590,4 55.334,6 7.980,8 4.969,8 55.237,0 1.312,4 1.690,6 434,8 71.625,4 333,2 162,4 514,6 976,4 1.986,6 1.045.075,4 Sumber : Direktorat Jenderal Peternakan diolah, 2013 95,72 2,27 2,01 3,33 28,97 0,95 55,53 14,55 6,09 12,09 8,20 75,63 20,09 1,74 0,24 6,58 19,32 9,70 22,07 48,91 0,15 100 14,86 19,72 24,16 19,58 13,13 0,65 (9,38) 30,33 8,64 5,65 4,53 13,89 4,29 21,87 85,55 22,63 10,48 26,24 25,24 17,87 20,11 7,83 Dari total produksi telur di pulau Sulawesi, Propinsi Sulawesi Selatan memberikan pangsa tertinggi yaitu 73,63 %. Rata rata produksi selama kurun waktu 5 tahun di Sulawesi Selatan sebesar 55.237 ton/tahun dan pada tahun 2012 produksi tertinggi dihasilkan oleh kabupaten Sidrap yaitu 26.830.384 kg atau dengan pangsa 51, 56 % (tabel 4) Tabel 4 Produksi telur ayam ras per Kabupaten di Sulawesi Selatan, tahun 2012 No. Kabupaten/ kota Produksi (kg)) Persen (%) 6

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23 24 Selayar Bulukumba Bantaeng Jeneponto Takalar Gowa Sinjai Bone Maros Pangkep Barru Soppeng Wajo Sidrap Pinrang Enrekang Tator Palopo Luwu Luwu Utara Luwu Timur Makassar Pare pare Toraja Utara Total 80955 808301 1005608 135619 494211 4334770 35196 414004 1778697 205950 336771 1518161 942933 26830384 5754312 3810644 0 0 59328 561134 864229 0 2036982 26600 52034789 Sumber : Statistik Peternakan dan Kesehatan Hewan, 2013 0.16 1.55 1.93 0.26 0.95 8.33 0.07 0.80 3.42 0.40 0.65 2.92 1.81 51.56 11.06 7.32 0.11 1.08 1.66 3.91 0.05 100 C. Pangsa Produksi telur ayam ras terhadap produksi telur dari unggas lainnya Menurut data Dinas peternakan dan Kesehatan Hewan (2013), rata rata populasi unggas petelur di Sulawesi Selatan selama tahun 2008-2012 tercatat 35.817.347 ekor. Dari data tersebut, populasi tertinggi didominasi oleh ayam buras (41,87 %); itik (42,32 %) dan ayam ras (15,76 % ). Namun apabila dilihat dari segi produksi, pangsa produksi tertinggi dihasilkan oleh ayam ras petelur (62,24 %) kemudian itik (22,98 %) dan terakhir ayam buras (14,77 %) (Gambar 1). Data tersebut menunjukkan bahwa produktivitas ayam ras petelur jauh lebih tinggi dibanding dengan produktivitas unggas petelur lainnya (ayam ras dan itik). 7

Produksi (kg) Produksi Telur Beberapa Jenis Unggas di Sulawesi Selatan 2008-2012 60,000,000 50,000,000 40,000,000 30,000,000 20,000,000 10,000,000 0 2008 2009 2010 2011 2012 Ayam Buras 16,812,447 8,334,139 7,143,548 8,084,088 10,967,039 Ayam Petelur 39,979,141 45,147,761 46,043,549 50,002,627 52,034,789 Itik 13,551,692 15,128,980 16,742,737 19,103,315 22,808,088 Sumber : Statistik Peternakan dan Kesehatan Hewan, 2013 III. TINGKAT KONSUMSI TELUR Produksi telur baik tingkat nasional maupun regional terus meningkat. Perkembangan tersebut dikuti dengan perkembangan konsumsi perkapita pertahun. Menurut Zaini (2011). Agribisnis ayam petelur dari sisi permintaan menunjukkan kecenderungan peningkatan. Konsumsi telur Indonesia memang masih rendah dibanding dengan negara tetangga, namun seiring dengan peningkatan pendapatan perkapita masyarakat maka konsumsi telur juga menunjukkan peningkatan. Konsumsi telur diperkotaan cenderung lebih tinggi dibanding dengan daerah pedesaan (tabel 5). Selain perbedaan tempat juga terdapat hubungan positif antara pendapatan dengan rata rata konsumsi telur (Erwidodo, dkk, 1999). Pada analisis lain, Erwidodo, dkk (1998) melaporkan bahwa rata rata konsumsi telur ayam lebih tinggi dari konsumsi telur itik. Di pedesaan, proporsi konsumsi telur ayam lebih besar dari telur itik untuk masyarakat miskin yaitu masing masing dengan perbandingan 77,5% dan 22,5%. Hal ini sama dengan masyarakat tidak miskin yaitu dengan perbandingan 78,5 % dan 21,5 %. Pada wilayah perkotaan, untuk masyarakat miskin perbandingan antara konsumsi telur ayam dan telur itik adalah 78,6 % dan 21,4 %, sedangkan untuk masyarakat tidak miskin dengan perbandingan 90 % dan 10 % (Nurmanaf,2003). Selanjutnya lebih spesifik lagi Saliem, dkk (2001) merinci 8

dengan menggunakan data susenas thn 1999 bahwa tingkat konsumsi telur menurut derajat ketahanan pangan secara significant memperlihatkan bahwa ada kecenderungan tingkat konsumsi telur semakin rendah dengan semakin rendahnya derajat ketahanan pangan. Untuk wilayah Sulawesi Selatan, tingkat konsumsi telur juga menunjukkan peningkatan. Pada tahun 2008 konsumsi telur adalah 7,1kg/kapita/tahun dan pada tahun 2012 meningkat menjadi 9,15 kg/kapita/tahun (Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan, 2013). Selanjutnya apabila dibandingkan dengan tingkat konsumsi sumber protein hewani lainnya seperti susu dan daging, maka tingkat konsumsi telur lebih tinggi dibanding keduanya (gambar 2). Hal ini disebabkan karena telur mudah didapatkan dan harganya relatif murah Tabel 5. Perkembangan konsumsi telur oleh penduduk Indonesia daerah perkotaan dan pedesaan, 2002-2007 (kg/kapita/tahun) Tahun Perkotaan Perdesaan Perdesaan + Perkotaan 2002 7,11 4,30 5,55 2003 6,84 4,31 5,42 2004 7,33 4,31 5,42 2005 7,59 4,87 6,12 2006 6,98 4,82 5,80 2007 8,28 5,41 6,78 Sumber: Susenas 2002-2007 dalam Zaini, 2011 IV. PROSPEK PENGEMBANGAN Berdasarkan uraian terdahulu menunjukkan bahwa usaha peternakan ayam petelur di Sulawesi Selatan meningkat dari tahun ketahun yang ditunjukkan oleh peningkatan jumlah populasi maupun produksinya. Hal ini berarti bahwa potensi pengembangan ayam ras petelur cukup baik. Potensi pengembangannya didukung oleh kondisi wilayah yang sesuai, penguasaan teknologi oleh peternaknya, ketersediaan teknologi dan ketersediaan sarana termasuk pakan. Aspek teknis yang cukup sederhana dan relatif cepat menghasilkan serta produksi telur yang dapat dipanen setiap hari turut mendukung pengembangan ternak ayam petelur tersebut. Usaha budidayanya dapat dilakukan sebagai usaha mandiri yang bersifat komersial maupun berupa usaha rakyat. 9

Tingkat konsumsi (kg/kpt/tahun) 10 8 6 4 2 0 Tingkat konsumsi daging, telur dan susu di Sulawesi Selatan, tahun 2008-2012 2008 2009 2010 2011 2012 Telur 7.01 8.8 8.91 8.91 9.15 Daging 3.93 4.24 3.07 3.07 3.52 Susu 7.3 6.96 6.5 6.16 6.96 Sumber: Statistik Peternakan dan Kesehatan Hewan, 2013 Dari sisi pengusahaan/ usaha budidaya ayam petelur juga memilki prospek yang baik yaitu dengan adanya keterkaitan dengan industri hulu dibidang perunggasan yang meliputi ketersediaan industri pakan, obat obatan dan vaksin dan industri peralatan peternakan.. Dewasa ini satu satunya komoditi yang paling kuat industri hulunya adalah agribisnis ayam ras. Menurut data Ditjen Peternakan, saat ini Indonesia memiliki industri pembibitan ayam ras 109 buah yaitu galur murni (pure line) 1 buah; grant parent stoc 13 buah; dan parent stoc 95 buah. dengan kapasitas 600 juta DOC per tahun ( Zaini, 2011). Selain ketersedian industri pembibitan ayam, ketersediaan industri pakan juga sangat mendukung. Menurut data Gabungan Pengusaha Makanan Ternak (GPMT), menunjukkan bahwa pada tahun 2004-2007 kapasitas produksi stabil mencapai 11 juta ton/tahun dan tahun 2008 meningkat menjadi 12 juta ton. Industri tersebut terbar di 9 propinsi (table 9). Industri pakan yang terbesar terdapat di Jawa Timur dengan pangsa 33,36 %, posisi ke dua adalah Propinsi Banten dengan pangsa 25,36 %, ketiga Sumatera Utara dengan pangsa 11,83 % dan Sulawesi Selatan menduduki posisi ke tujuh dengan pangsa 2,77 %. 10

Tabel 9. Sebaran Jumlah pabrik dan produksi pakan ternak di Indonesia, 2008. Propinsi Jumlah pabrik Kapasitas produksi Produksi (000 (unit) (000 ton) ton) Share (%) Jawa Timur 15 3.700,81 2.689,06 33,36 Banten 10 2.991,60 2.043,76 25,36 Jawa Barat 4 1.450,00 946,87 11,75 Sumatera Utara 8 1.516,50 953,54 11,83 Jawa Tengah 3 750,00 487,12 6,04 DKI Jakarta 4 596,00 215,47 2,67 Lampung 4 663,36 465,00 5,77 Sulawesi Selatan 2 237,80 223,04 2,77 Kalimantan Selatan 1 100,00 36,00 0,45 Total 51 12.006,07 8.059,86 100 Sumber : Datacon (2008) dan Destiana M (2009) dalam Dewa, dkk, 2011 Dari segi finansial usaha peternakan ayam ras petelur layak untuk dikembangkan karena usahataninya sangat menguntungkan. Selain produksi berupa telur, ayam tua (afkir) dan kotoran ayam juga dapat dijual. Ayam ras bertelur setiap hari selama 15 17 bulan, ayam afkir dapat dijual setelah berumur 20-22 bulan dan kotoran ayam dapat dijual untuk dijadikan pupuk organik. Hasil analisis Mariyah (2010) menunjukkan bahwa untuk periode pengusahaan 5 tahun dengan skala usaha 5000 ekor menghasilkan nilai NPV; IRR dan B/C masing-masing Rp. 232.226.621; 42 % dan 2,27. Pay back periode diperoleh pada saat usaha berjalan 2 tahun 3 bulan. Dari segi pemasaran hasil, pengembangan pengusahaan ayam petelur memiliki prospek bisnis menguntungkan karena permintaan yang selalu meningkat. Apabila dibandingkan dengan jumlah penduduk di Sulawesi Selatan pada tahun 2012 yang mencapai 8.190.222 jiwa dengan tingkat konsumsi perkapita 8,91 kg/kapita/tahun maka permintaan telur pada tahun tersebut mencapai 72.974.874 kg. Apabila diassumsikan bahwa permintaan tersebut hanya berasal dari produksi setempat maka kemampuan penyediaan telur di Sulawesi Selatan baru mencapai 71,31 %. Ini berarti bahwa masih terdapat kekurangan sebesar 28,69 %, belum termasuk kebutuhan wilayah lain disekitarnya. Posisi Sulawesi Selatan yang 11

merupakan pusat perdagangan di wilayah timur Indonesia serta jalur distribusi yang lancar turut mendukung pengembangan pemasarannya. V. KESIMPULAN Sulawesi Selatan merupakan salah satu sentra peternakan ayam petelur di Indonesia dengan kontribusi produksi pada tahun 2012 sebanyak 74.987 ton atau dengan pangsa 6,12 %. Usaha ini mempunyai prospek yang menguntungkan karena didukung oleh industri hulu yang meliputi industri pengadaan bibit, obat obatan dan industri pakan serta pemasaran yang baik. Dari segi pengadaan pakan, di Sulawesi Selatan terdapat dua unit pabrik pakan dengan kapasitas produksi 237.80 ribu ton pertahun. Dari segi kelayakan finansial, usaha peternakan ayam petelur cukup menguntungkan karena selain produksi berupa telur, ayam afkir dan kotoran ayam juga merupakan produk sampingan yang dapat dijual. Dari segi pemasaran, usaha ini cukup prospektif karena tingkat konsumsi yang selalu meningkat setiap tahunnya baik permintaan lokal maupun permintaan untuk wilayah disekitarnya. Posisi Sulawesi Selatan sebagai pusat perdagangan di Indonesia Timur cukup mendukung kelancaran pemasarannya. DAFTAR PUSTAKA Dewa KS Swastika, Adang Agustian dan Tahlim Sudaryanto, 2011. Analisis Senjang penawaran dan permintaan jagung Pakan dengan Pendekatan Sinkronisasi Sentra produksi Pakan dan populasi ternak Di Indonesia. Informasi Pertanian Vol.20. No.2 Desember 2011. Dinas peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Sulawesi Selatan,, 2013. Statistik Peternakan dan Kesehatan Hewan Tahun 2013. Direktorat jenderal Peternakan, 2013. Populasi Ternak Indonesia, 2009-2013 Direktorat jenderal Peternakan, 2013. Produksi Ternak Indonesia, 2009-2013 ayam ras Petelur di ayam ras Petelur di 12

Erwidodo, B.Santosos M.Ariani V. Siagian dan E. Ariningsih, 1998. Perubahan Pola Konsumsi Protein Hewani di Indonesia. Analisis data Susenas. Laporan penelitian Puslit Sosek Pertanian. Badan Litbang Pertanian. Erwidodo, H.P.S. Rachman, M.Ariani dan E. Ariningsih, 1999. Perubahan Pola Konsumsi Protein Hewani di Indonesia. Analisis data Susenas. Laporan penelitian Puslit Sosek Pertanian. Badan Litbang Pertanian. Lestari, Saadah, Ali dan Natsir, 2011. Peranan lembaga Pemasaran dalam Penjualan Telur Pada peternak Ayam Ras Petelur di Indonesia. Studi kasus Jawa, Bali dan Sulawesi Selatan. JITP. Vol 1. No.2. Januari 2011. Mariyah, 2010. Analisis Finansial Budidaya Ayam Petelur di Kalimantan Timur. EPP Vol.7 No. 2. 2010. Nurmanaf Rozani A, 2003. Tingkat Konsumsi Telur dan Variasi Keseimbangan Produksi antar propinsi di Indonesia. PSE Litbang Pertanian, 2010. Analisis Penawaran dan Permintaan Jagung untuk Pakan di Indonesia. http/pse litbang deptan.go.id. anjak 2010.pdf. Saliem HP, EM. Lokollo, TB Purwantini, M.Ariani dan Y.Marussa, 2001. Analisis Ketahanan pangan Tingkat Rumah Tangga dan Regionl. Laporan penelitian Puslit Sosek Pertanian. Badan Litbang Pertanian. Zaini A. 2011. Analisis Prospek Pemasaran Ayam Petelur di Kalimantan Timur. EPP. Vol.8 No.1 Sumber : Buletin Peternakan Disnak Keswan Prov. Sul Sel, 2014 13