PURIFIKASI IMUNOGLOBULIN YOLK PADA KUNING TELUR DARI AYAM YANG DIIMUNISASI DENGAN ANTIGEN EKSKRETORI/SEKRETORI STADIUM L 3 Ascaridia galli

dokumen-dokumen yang mirip
ABSTRAK. Kata kunci: Ascaridia galli, antigen ekskretori/sekretori, ELISA ABSTRACT

Purifikasi Imunoglobulin Yolk Pada Ayam yang Divaksin terhadap Ekskretori/Sekretori Stadium L 3 Ascaridia galli

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Hewan coba Metode Penelitian 1 Isolasi dan Produksi Antigen E/S Fasciola gigantica

METODE PENELITIAN. Metode Penelitian

ANTIGEN EKSKRETORI/SEKRETORI STADIUM L 3 Ascaridia galli SEBAGAI PEMICU PEMBENTUKAN IMUNOGLOBOLIN YOLK (IgY) PADA AYAM PETELUR DARMAWI

3. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat Penelitian 3.2 Metode Penelitian Persiapan dan Pemeliharaan Kelinci sebagai Hewan Coba

HASIL DAN PEMBAHASAN

POTENSI ANTIGEN EKSKRETORI/SEKRETORI STADIUM L 3, IMUNOGLOBULIN YOLK, DAN KOMBINASINYA TERHADAP PENURUNAN POPULASI Ascaridia galli

Kajian Titer Antibodi Pada Yolk dari Ayam yang Diimunisasi Dengan Antigen Ekskretori/Sekretori Stadium L 3 Ascaridia galli

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

Purifikasi Imunoglobulin Yolk Anti Avian Influenza Dari Kuning Telur Ayam Arab

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat

HASIL DAN PEMBAHASAN

DISAIN PENELITIAN. SEBAGAI PEMICU PEMBENTUKAN IMUNOGLOBOLIN YOLK (IgY) PADA AYAM PETELUR

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

ANTIBODI ANTI-IDIOTIPE SEBAGAI KANDIDAT VAKSIN RABIES SAYU PUTU YUNI PARYATI

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

METODELOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat Penelitian

MATERI DAN METODA. Kandang dan Perlengkapannya Pada penelitian ini digunakan dua kandang litter sebesar 2x3 meter yang

HASIL DAN PEMBAHASAN

Deskripsi. IMUNOGLOBULIN YOLK (IgY) ANTI Canine parvovirus MURNI UNTUK TERAPI INFEKSI VIRUS PARVO PADA ANJING

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Parasitologi Veteriner dan

DETEKSI ANTIBODI BAKTERI GRAM NEGATIF (Escherichia coli dan Salmonella sp.) PADA TELUR AYAM KAMPUNG DENGAN Agar Gel Precipitation Test (AGPT)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3. Bahan baku dengan mutu pro analisis yang berasal dari Merck (kloroform,

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

PRODUKSI TELUR AYAM RAS MENGANDUNG ANTIBODI (IMUNOGLOBULIN Y ) ANTI PROTEASE Eschericia coli. Oleh: Wendry Setiyadi Putranto

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Reaksi Antiserum terhadap TICV pada Jaringan Tanaman Tomat

DIAGNOSIS SECARA MIKROBIOLOGI : METODE SEROLOGI. Marlia Singgih Wibowo School of Pharmacy ITB

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2 Partikel TICV berbentuk seperti benang, memanjang (filamentous) dan lentur (flexuous) (Liu et al. 2000)

PERAN IMUNOGLOBULIN (IgY) SEBAGAI ANTI ADHESI DAN OPSONIN UNTUK PENCEGAHAN SERANGAN Salmonella ENTERITIDIS EFRIZAL

MATERI DAN METODA Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Penelitian Hewan Percobaan Vaksin AI-ND Pakan Kandang dan Perlengkapannya

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Biokimia dan Laboratorium Instrumentasi

Lampiran 1 Rancangan penelitian

Ascaris suum pada babi berperan sebagai molekul biologi aktif untuk penetasan telur, molting, pemecah jaringan inang, invasi dan migrasi larva ke

RPMI 1640 medium. Kanamisin 250 µg. Coomassie brilliant blue G-250

MATERI DAN METODE. o C. Setelah diproduksi toksin dengan limit flocciculi (Lf) cukup tinggi kultur

3. METODE PENELITIAN

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Karakterisasi Isolat L. plantarum dan Bakteri Indikator

II. BAHAN DAN METODE

Lampiran 1. DATA SHEET : RIBAVIRIN (Bertrand 2000 dalam McEvoy 2005)

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Farmakologi. Departemen Farmasi FMIPA UI Depok selama tiga bulan dari Februari

ANTIGEN EKSKRETORI/SEKRETORI STADIUM L 3 Ascaridia galli SEBAGAI PEMICU PEMBENTUKAN IMUNOGLOBOLIN YOLK (IgY) PADA AYAM PETELUR DARMAWI

Y ij = µ + B i + ε ij

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Enzim α-amilase dari Bacillus Subtilis ITBCCB148 diperoleh dengan

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimen. Termasuk

GAMBARAN TITER ANTIBODI ANTI H5 PADA SERUM DAN KUNING TELUR AYAM SINGLE COMB BROWN LEGHORN YANG DIVAKSINASI DENGAN VAKSIN INAKTIF H5N2 WA ODE YUSRAN

I. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juli 2012 di Laboratorium. Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung.

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI

A. Ekstraksi Minyak Buah Makasar (Brucea javanica (L.) Merr.) setiap hari selama 10 menit dilakukan pengadukan. Campuran divorteks

MATERI DAN METODE. Materi

4 Hasil dan Pembahasan

Lampiran 1. Metode analisis kolesterol, asam lemak dan Vitamin A A. Metode Analisis Kolesterol (Kleiner dan Dotti 1962).

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

DETEKSI ANTIBODI ANTI- Escherichia coli K99 DI DALAM SERUM INDUK SAPI FRIESIAN HOLSTEIN BUNTING POST VAKSINASI E. coli DENGAN TEKNIK ELISA

SISTEM IMUN SPESIFIK. Lisa Andina, S.Farm, Apt.

Hasil dan Pembahasan

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Bahan dan Alat

Bab IV Hasil dan Pembahasan

PENGEMBANGAN ENZYME LINKED IMMUNOSORBENT ASSAY UNTUK DETEKSI ANTIGEN CAMPYLOBACTER JEJUNI PADA DAGING AYAM

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2012 sampai bulan Desember 2012 di

III. BAHAN DAN METODE

dimana a = bobot sampel awal (g); dan b = bobot abu (g)

BAB III METODE PENELITIAN

ADLN - Perpustakaan Unair

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Pertumbuhan dan Peremajaan Isolat Pengamatan Morfologi Isolat B. thuringiensis

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI

GAMBARAN HISTOPATOLOGI USUS HALUS AYAM PETELUR YANG DIIMUNISASI DENGAN PROTEASE DAN DITANTANG DENGAN DOSIS 1000 L 2 Ascaridia galli

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang pengaruh pemberian ekstrak etanol daun sirsak (Annona

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Percobaan yang dilakukan pada penelitian ini yaitu penggunaan amonium

BAB III METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE Lokasi Pengambilan Sampel

BAB III METODE PENELITIAN. adalah Bacillus subtilis dan Bacillus cereus yang diperoleh di Laboratorium

MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan September-Oktober 2013.

MATERI DAN METODA. Materi

BAB III METODE PENELITIAN. Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi

BAB III METODE PENELITIAN

PERBANDINGAN UJI HI DAN ELISA UNTUK MENGUKUR MATERNAL ANTIBODI ND PADA ANAK AYAM

Purifikasi Protein Fusi MBP-Mga Streptococcus pyogenes Hasil Ekspresi Heterolog di Escherichia coli

BAB HI. METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini telah dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi Ikan Fakultas

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 Juli 2015, bertempat di

HASIL DAN PEMBAHASAN

MATERI DAN METODE. Prosedur

PENDAHULUAN Latar Belakang

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

3. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Alat dan Bahan

BAB III BAHAN, ALAT DAN METODA

1 ml enzim + 1 ml larutan pati 1% (dalam bufer) Diinkubasi (suhu optimum, 15 menit) + 2 ml DNS. Dididihkan 5 menit. Didinginkan 5 menit

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Metodologi

Transkripsi:

34 PURIFIKASI IMUNOGLOBULIN YOLK PADA KUNING TELUR DARI AYAM YANG DIIMUNISASI DENGAN ANTIGEN EKSKRETORI/SEKRETORI STADIUM L 3 Ascaridia galli ABSTRAK Imunoglobulin pada unggas disebut immunoglobulin yolk (IgY), untuk membedakannya dengan IgG mamalia. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan IgY murni melalui purifikasi IgY kuning telur dari ayam yang diimunisasi dengan ekskretori/sekretori L 3 A. galli. Imunisasi aktif pertama pada ayam dengan dosis 80 µg diaplikasikan secara intramuskular. Imunisasi diulang tiga kali dengan dosis 60 µg dalam interval waktu satu minggu. Pada imunisasi pertama, antigen ekskretori/sekretori dicampur dalam Fruend Adjuvant Complete dan imunisasi selanjutnya antigen dicampur dalam Freund Adjuvant Incomplete. Respons antibodi dideteksi dengan uji agar gel precipitation test (AGPT) dan enzyme linked immunosorbant assay (ELISA) setiap interval waktu satu minggu. Telur ayam dikoleksi mulai hari ke-49 pascaimunisasi. Anti-ascaridiosis IgY diekstraksi dari kuning telur dengan menggunakan ammonium sulphate dan dipurifikasi melalui fast performance liquid chromatography (FPLC). Kuantitas IgY murni ditentukan dengan metode Bradford (λ = 280 nm). Hasil menunjukkan bahwa antibodi di dalam kuning telur mulai terdeteksi dengan AGPT pada minggu keempat pascaimunisasi, dan respons imun yang diamati dengan ELISA mulai meningkat pada minggu kedua. Konsentrasi protein IgY setelah dipurifikasi adalah 0,875 ± 0.251 mg/ml. Produk yang dihasilkan oleh ekskretori/sekretori L 3 A. galli dapat merangsang imunitas humoral melalui produksi IgY kuning telur. Kata kunci: Ascaridia galli, antigen excretory/secretory, Imunoglobulin Y ABSTRACT The main immunoglobulin fraction of poultry is called IgY, in order to distinguish it from the mammalian IgG. This article focus on purification yolk immunoglobulin of hens immunized against excretory/secretory Ascaridia galli larvae to obtained purity IgY. Active immunizations with excretory/secretory antigen were applied intra muscularly of chickens with an initial dose of 80 µg. The immunizations were repeated three times with dose of each 60 µg with an interval of one week. The first immunizations were excretory/secretory antigen mixed with Fruend Adjuvant Complete and subsequently mixed with Freund Adjuvant Incomplete. Antibody response in yolk was detected at weekly intervals by agar gel precipitation test (AGPT) and enzyme linked immunosorbant assay (ELISA). The chicken s eggs were collected from 49 day after immunizations. IgY was extracted from egg yolks by means of ammonium sulphate and purified using fast performance liquid chromatography (FPLC). The purity of anti-ascaridiosis IgY protein was determined by Bradford method (λ = 280 nm). The result showed that antibody in yolk was begun detect with AGPT at four weeks after immunization, and immune response was observed by ELISA was begun increase at three weeks. IgY concentration after purification was 0,875 ± 0.251 mg/ml. This study has shown that the product released in vitro by L 3 stage A. galli is capable of stimulating humoral immunity by mean of producing IgY in yolk. Key words: Ascaridia galli, excretory/secretory antigen, yolk Immunoglobulin

35 PENDAHULUAN Kuning telur (yolk) dari ayam yang diimunisasi sudah sangat terkenal sebagai salah satu sumber antibodi. Produksi immunoglobulin yolk (IgY) dengan memanfaatkan kuning telur ayam sebagai pabrik biologis mempunyai beberapa keunggulan. Ayam memiliki sensitifitas yang tinggi terhadap pemaparan antigen asing, sehingga sistem imun ayam sangat responsif dan persisten untuk produksi IgY (Hau dan Hendriksen 2005). Keunggulan lainnya adalah IgY dapat diperoleh dari telur dengan konsisten menjaga animal welfare, tanpa harus menyakiti hewan, misalnya: produksi antibodi pada mencit, kelinci, kuda, dan hewan model lainnya harus menderita stres yang lama saat-saat serumnya dipanen. Jumlah IgY yang dihasilkan oleh ayam petelur juga lebih banyak dibandingkan antibodi hewan model lainnya. Diantara tiga kelas imunoglobulin unggas (IgA, IgM, dan IgY) yang analog dengan imunoglobulin mamalia, IgY adalah imunoglobulin yang tersedia dalam jumlah yang paling banyak ditemukan pada serum dan didepositkan ke dalam kuning telur. Riset yang membuktikan kelimpahan dan kegunaan IgY yang didepositkan ke dalam kuning telur ayam dibuktikan oleh Carlander (2002), bahwa ayam yang telah diimunisasi dengan antigen Pseudomonas aeruginosa dapat menghasilkan 40 100 mg IgY dalam setiap butir telur ayam. Tiap-tiap butir telur dari ayam White Leghorn yang diimunisasi empat kali dengan 20 500 µg antigen secara subcutan mengandung 90 100 mg IgY, dimana 1 10% diantaranya adalah IgY spesifik (Haak-Frendscho 1994). IgY mengemban fungsi yang setara dengan IgG mamalia. IgY berevolusi dan diduga menjadi cikal bakal IgG dan IgE mamalia. Namun, berdasarkan struktur fundamennya ada perbedaan antara IgG mamalia dan IgY unggas. Molekul IgY terdiri dari dua rantai berat dan dua rantai ringan. Rantai berat tidak memiliki engsel dan tersusun atas empat domain variabel yaitu Cv1, Cv2, Cv3, dan Cv4. IgY memiliki berat molekul ~180 kda yang masing-masing rantai beratnya ~65-68 kda, koefisien sedimentasi 7,8 S, dan titik isoelektrik 5,7-7,6 (Chio 2002 dan Davalos-Patoja et al. 2000). Ada beberapa hal penting yang membedakan IgG dengan IgY, yaitu IgY lebih resisten terhadap suhu, ph dan kekuatan ion daripada IgG. Antibodi yang

36 mirip IgG dengan rantai berat y seberat 50.000 Da tidak ditemukan pada ayam. IgY ayam tidak berikatan dengan reseptor Fc manusia dan juga tidak bereaksi dengan anti-mamalia antibodi manusia, seperti faktor rhematoid dan anti-igg manusia (Schade et al. 1999). Rollier et al. (2000) menyatakan bahwa untuk memicu pembentukan IgY itik Pekin (Anas domesticus) terhadap Hepadnavirus dapat dilakukan imunisasi awal pada minggu ke-4, 7, dan 10 dengan 100 µg, dan booster pada minggu ke-28 umur ayam dengan 200 µg antigen protein amplop virus Hepatitis B secara intra muskular. Carlander (2002) menyatakan bahwa 1 µg antigen sudah dapat memicu pembentukan IgY, namun ayam yang diinjeksi 4 kali dengan 25 100 µg antigen dapat menghasilkan IgY yang lebih banyak yaitu 40 100 mg setiap butir telur ayam yang diuji dengan teknik enzyme linked immunosorbant assay (ELISA). Schmidt et al. (1989) telah memproduksi IgY anti-virus distemper terhadap anjing untuk kepentingan imunokimia. IgY dapat berperan lebih baik dibanding antibodi mamalia dalam imunodiagnostik, pencegahan dan pengobatan terhadap patogen pada infeksi gastrointestinal (Szabo et al. 1998). Penyakit infeksius enterik yang disebabkan oleh mikroba pada manusia dan hewan dapat diobati melalui pemberian IgY spesifik secara oral sebagai imunisasi pasif (Mine dan Kovacs-Nolan 2002). Penelitian ini akan fokus pada evaluasi sifat imunogenik ekskretori/sekretori L 3 A. galli sebagai pemicu respons imunitas ayam petelur, khususnya respons humoral yang berimplikasi kepada terbentuknya IgY di dalam kuning telur. Antibodi anti-ekskretori/sekretori L 3 A. galli di dalam kuning telur dideteksi dengan uji agar gel precipitation test (AGPT) dan ELISA. IgY dipurifikasi melalui kromatografi fast performance liquid chromatography (FPLC). Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan IgY murni pada kuning telur dari ayam yang diimunisasi dengan antigen ekskretori/sekretori L 3 A. galli. Diharapkan IgY murni yang diperoleh dari penelitian ini dapat dimanfaatkan untuk kepentingan pencegahan dan pengobatan terhadap infeksi A. galli pada ayam petelur melalui imunisasi pasif.

37 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Helmintologi, dan Laboratorium Terpadu Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Waktu Penelitian berlangsung 9 bulan dari bulan Mei 2006 sampai dengan bulan Februari 2007. Rancangan Penelitian Ayam petelur jenis Hysex Brown diimunisasi secara intramuskular dengan antigen ekskretori/sekretori L 3 A. galli. Spesifisitas IgY yang terbentuk diuji secara kualitatif dengan AGPT dan secara kuantitatif dengan ELISA (Paryati 2006). Apabila uji AGPT sudah menunjukkan hasil positif, maka telur ayam dikoleksi untuk dilakukan purifikasi IgY melalui FPLC. Kuantitas protein IgY pada tiap-tiap tahap purifikasi dihitung mengikuti metode Bradford. Teknik Imunisasi Semua ayam dipastikan bebas dari infeksi cacing melalui pemeriksaan telur tiap gram tinja. Ayam dipelihara secara individual dalam kandang baterei yang diberi pakan komersial dan air minum secara ad libitum. Dua belas ekor ayam HySex Brown berumur 24 minggu digunakan sebagai ayam percobaan. Tiga ekor ayam digunakan sebagai kontrol, sedangkan sembilan ekor lainnya diimunisasi dengan ekskretori/sekretori larva A. galli. Imunisasi dilakukan empat kali dalam interval waktu satu minggu setiap imunisasi. Teknik yang digunakan adalah suntikan pertama 80 µg ekskretori/sekretori larva A. galli dalam emulsi Freund s Complete Adjuvant (FCA) yang diikuti dengan tiga kali suntikan booster (60 µg/imunisasi) dalam emulsi Incomplete Freund s Adjuvant (IFA) (Camenisch et al. 1999). Satu minggu pertama praimunisasi sampai minggu keenam pascaimunisasi sampel kuning telur diuji dengan AGPT. Uji ELISA pada sampel kuning telur dari tiga ekor ayam yang diimunisasi dilakukan mulai minggu pertama sampai minggu ke-10 pascaimunisasi. Purifikasi IgY dari kuning telur dilakukan apabila hasil AGPT sudah positif dan hasil titer antibodi pada ELISA sudah meningkat.

38 Uji Spesifisitas IgY Secara Kualitatif: Agar Gel Precipitation Test Agar dibuat dengan melarutkan 0,4 g agarose (Serva, Germany) dan 1,2 g polietilin glikol 6000 (Merck, Germany) ke dalam 20 ml aquadest dan 20 ml PBS 0,5 M dengan ph 7,2 (Merck). Campuran tersebut ditangas pada air mendidih sampai jernih. Agar cair tersebut dituang dengan menggunakan pipet 10 ml di atas gelas objek dan dibiarkan sampai mengeras. Lubang-lubang dibuat di atas agar dengan menggunakan alat gel puncher. Lubang tengah diisi dengan ekskretori/sekretori L 3 A. galli sedangkan lubang di sekitarnya diisi dengan kuning telur yang telah diencerkan dengan PBS pada perbandingan 1 : 3. Gelas objek diletakkan di atas kertas saring basah supaya terjaga kelembabannya. Reaksi dibaca setelah 18 48 jam untuk melihat adanya garis presipitasi yang menunjukkan antara antibodi di dalam kuning telur dan antigen ekskretori/ sekretori L 3 A. galli tersebut terjadi reaksi homolog (Lanyi dan Bergan 2003). Uji Spesifisitas IgY Secara Kuantitatif: Enzyme-Linked Immunosorbent Assay Uji ELISA dilakukan terhadap antibodi kuning telur. Sumur pada plat ELISA dilapisi dengan 100 µl antigen. Konsentrasi larutan yang digunakan adalah pengenceran 400 kali antigen ekskretori/sekretori larva A. galli dalam 0,1 M NaHCO 3, ph 9,5. Plat diinkubasikan selama 24 jam pada suhu 4 0 C. Plat dicuci sebanyak 3 kali dengan 0,15 M NaCl, 0,02 M NaHPO 4, 0,01% Tween 20, ph 7,2 (PBS-T) yang khusus digunakan sebagai larutan pencuci dalam ELISA. Sebanyak 100 µl sampel antibodi yang diencerkan 200 kali yang telah dilarutkan dalam PBS-T ditambahkan ke setiap lubang dari plat yang dibuat duplikat. Plat diinkubasikan selama satu sampai dua jam pada suhu ruangan di atas shaker. Plat dicuci kembali sebanyak tiga kali dengan PBS-T. Sebanyak 100 µl antibodi yang telah dilabel (IgY conjugate HRP, anti-chicken) dimasukkan ke dalam lubang plat dan diinkubasikan selama satu jam pada suhu ruangan di atas shaker, dan ditambahkan substrat peroksidase, ABTS, dan sitrat buffer. Plat dibaca dengan ELISA Reader panjang gelombang 415 nm (Yadav et al. 2005).

39 Purifikasi Imunoglobulin Y (IgY) dari Kuning Telur Purifikasi IgY dilakukan melalui Fast Performan Liquid Chromatography (FPLC) dengan alat AKTA TM explorer 10S, kolom HiTrap TM IgY Purification (Amersham pharmacia biotech). Ligan (matriks) kolom mempunyai afinitas spesifik terhadap IgY yang dikemas dengan medium absorpsi thiophilic, 2- mercaptopyridine yang terikat pada spharose high performance. Semua selang pada FPLC dicuci dengan etanol 20% dan air bebas ion (mili Q) untuk menghilangkan sisa-sisa protein dan zat lainnya, menghindari kontaminan bahan yang akan dipurifikasi. Matriks dalam kolom dibilas dengan buffer K 2 SO 4 0,5 M dalam larutan NaH 2 PO 4 20 mm pada ph 7,5 (Soejoedono et al. 2005). Kuning telur dari ayam yang telah divaksinasi dengan antigen asal L 3 A. galli diencerkan dengan 9 bagian aquadest ph 5,0 5,2 dan diinkubasikan selama 6 jam pada suhu 4 o C. Larutan disentrifus pada 10.000 g selama 25 menit pada suhu 4 o C. Supernatan ditambahkan dengan amonium sulfat 60% dan disentrifus pada 10.000 g selama 25 menit pada suhu 4 o C. Endapan diresuspensi menjadi ½ volume kuning telur dan didialisis selama satu malam dengan PBS ph 8,0 (Akita dan Nakai 1992). Dialisat dilarutkan dalam buffer K 2 SO 4 0,5 M dan dimasukkan ke dalam kolom HiTrap IgY Purification Hp 5 ml yang telah terpasang pada alat. Larutan binding (K 2 SO 4 0,5 M dalam larutan NaH 2 PO 4 20 mm pada ph 7,5) dialirkan ke dalam kolom untuk memberikan kesempatan matriks dalam kolom mengikat IgY sedangkan protein lain akan lolos dan dibuang. IgY yang terikat pada matriks dielusi dengan NaH 2 PO 4 20 mm pada ph 7,5. Eluat terdeteksi oleh monitor absorban ditandai dengan naiknya garis sampai terbentuk garis puncak. Setiap fraksi eluat ditampung ke dalam tabung pada alat fraksimeter. Fraksi eluat konsentrasi puncak diambil, dipekatkan pada volume semula dan didialis selama 24 jam dalam larutan PBS ph 8. Matriks dicuci dengan cleaning buffer propanol 30% dalam larutan NaH 2 PO 4 20 mm pada ph 7,5 (Soejoedono et al. 2005). Kuantitas Protein IgY Kuantitas protein IgY pada tahap purifikasi pengendapan dengan ammonium sulfat, dialisis, pemekatan dengan PEG 6000, dan hasil FPLC dihitung mengikuti metode Bradford menggunakan spektrofotometer ultraviolet (UV).

40 Sebanyak satu ml reagen Bradford dicampurkan dalam 100 µl antibodi dan diinkubasi selama lima menit. Absorban sampel ditentukan dengan pembacaan panjang gelombang 280 nm (Paryati 2006). HASIL PENELITIAN Uji Spesifisitas IgY Secara Kualitatif: Agar Gel Precipitation Test Antibodi tidak terdeteksi pada semua ayam yang tidak diimunisasi. Pada ayam yang diimunisasi, antibodi juga tidak terdeteksi sampai minggu ketiga pascaimunisasi. Antibodi terdeteksi pada minggu keempat, kelima, dan keenam pascaimunisasi berturut-turut pada satu, dua, dan tiga ekor ayam yang diimunisasi (Tabel 3). Tabel 3. Hasil uji AGPT terhadap IgY pada telur ayam Minggu Perlakuan (pascaimunisasi pertama) Tidak diimunisasi Imunisasi: 80 + (3x60µg) antigen 1 2 3 1 2 3-1 - - - - - - 0 - - - - - - 1 - - - - - - 2 - - - - - - 3 - - - - - - 4 - - - - + - 5 - - - - + + 6 - - - + + + Keterangan: - = reaksi negatif, + = reaksi positif, terlihat garis presipitasi Uji Spesifisitas IgY Secara Kuantitatif: Enzyme-Linked Immunosorbent Assay Hasil titrasi menunjukkan bahwa konsentrasi antigen adalah pada pengenceran 1 : 400, konsentrasi antiserum adalah pada pengenceran 1 : 200, dan konsentrasi konjugat adalah pada konsentrasi 1 : 1000. Pada uji ELISA diketahui bahwa konsentrasi optimum cairan ekskretori/sekretori larva A. galli yang dibutuhkan adalah 0,15 µg dalam setiap sumur ELISA. Gambar 9 menunjukkan titer antibodi di dalam kuning telur. Titer antibodi optical density (OD) mulai

41 meningkat pada minggu kedua, dan mencapai puncaknya pada minggu kedelapan dan kesembilan pascaimunisasi. Titer antibodi mulai menurun pada minggu ke-10 pascaimunisasi. Titer antibodi kuning telur (OD 3.5 3 2.5 2 1.5 1 0.5 0 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Minggu ke- (pascaimunisasi) Kontrol Imunisasi Gambar 9. Titer antibodi di dalam kuning telur ayam Purifikasi Imunoglobulin Y (IgY) dari Kuning Telur Kromatogram hasil pengujian IgY anti A. galli menunjukkan peak terbentuk pada fraksi keempat (Gambar 10). Gambar 10. Kromatogram FPLC IgY anti-ekskretori/sekretori A. galli Teknik yang digunakan adalah FPLC dengan alat AKTA TM explorer 10S, kolom HiTrap TM IgY Purification (Amersham pharmacia biotech). Ligan

42 (matriks) kolom mempunyai afinitas spesifik terhadap IgY yang dikemas dengan medium absorpsi thiophilic, 2-mercaptopyridine yang terikat pada spharose high performance. Ikatan IgY pada matriks dapat dielusi oleh larutan NaH 2 PO 4 20 mm ph 7,5 (Amersham 2003). Eluat IgY dapat dideteksi oleh monitor absorban yang menyebabkan naiknya garis sehingga terbentuk puncak (peak). Kuantitas Protein IgY Untuk mengetahui kuantitas protein dilakukan pemerikasaan kandungan protein IgY dengan menggunakan spektrofotometer UV pada panjang gelombang 280 nm. Sampel diambil pada tiap-tiap tahap dari empat tahapan purifikasi. Kuantitas protein IgY pada tiap-tiap tahap purifikasi disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Kuantitas protein kuning telur pada tiap-tiap tahapan purifikasi IgY Tahap purifikasi Kuantitas protein (mg/ml) Pengendapan ammonium sulfat 6,936 Dialisis 4,685 Pengendapan PEG 6000 6,974 FPLC 0,875 PEMBAHASAN Antigen ekskretori/sekretori L 3 A. galli dengan berat molekul 28 kda yang digunakan pada penelitian merupakan imunogen yang baik karena terbukti dapat menggertak sistem imunitas ayam petelur yang berimplikasi pada meningkatnya titer IgY di dalam kuning telur pada uji ELISA (Gambar 9). Pada penelitian ini, IgY yang dipicu oleh pemaparan antigen ekskretori/sekretori larva A. galli sudah terdeteksi melalui uji AGPT mulai minggu keempat pascaimunisasi (Tabel 3). Hasil penelitian ini sesuai dengan laporan Soejoedono et al. (2005) bahwa pemaparan antigen ke dalam tubuh induk ayam akan menghasilkan antibodi spesifik terhadap antigen yang disuntikkan. Ayam petelur yang diimunisasi dengan Streptococcus mutans, Salmonella enterotidis, dan Escherichia coli

43 menunjukkan serum dan ekstraksi kuning telur positif mengandung IgY terhadap bakteri tersebut dua minggu pascaimunisasi. Mekanisme transfer IgY dari serum ke dalam kuning telur sama seperti proses kelangsungan transfer antibodi lintas plasenta pada mamalia. IgY diproduksi oleh limfosit B yang mengalami pematangan dalam bursa Fabricius ayam. IgY akan mengalir ke dalam pembuluh darah dan beredar ke seluruh bagian tubuh termasuk ke dalam ovarium. IgY didepositkan melalui jaringan arteri kecil ovarium-oosit ke dalam kuning telur sebagai bahan perlindungan bagi embrio ayam untuk berkembang (Carlander 2002). Harnett et al. (1997) membuktikan bahwa aplikasi 300 µg ekskretori/sekretori Ochocerca gibsoni jantan dewasa yang diimunisasikan 50 µg setiap hari selama 6 hari berturut-turut dapat memicu respons humoral hewan percobaan. Imunisasi pertama dan kedua antigen diemulsikan FCA dan IFA berturut-turut. Sedangkan pada 4 kali booster selanjutnya digunakan PBS. Menurut Yoshihara et al. (1993) cairan tubuh cacing A. suum betina dewasa dapat digunakan sebagai antigen untuk mendiagnosa ascariosis pada babi melalui uji ELISA. Terbukti bahwa reaksi spesifik terjadi antara cairan tubuh cacing dengan antibodi di dalam serum babi yang diinfeksi. Fraksi protein 105 kda dari cairan tubuh cacing dewasa bereaksi sangat spesifik dengan IgG di dalam serum babi yang diinfeksi dengan A. suum. Pada uji ELISA diketahui juga bahwa konsentrasi optimum cairan tubuh cacing yang dibutuhkan adalah 0,25 µg dalam setiap sumur ELISA. Reaksi silang hanya ditemukan antara antigen dan serum babi yang diinfeksi dengan Metastrongylus apri. Produksi sistein proteinase rekombinan dari Trematoda Clonorchis sinensis menurut Nagano et al. (2004) menunjukkan sensitifitas dan spesifisitas yang tinggi dengan uji ELISA untuk diagnosa clonorchiosis pada manusia. Sensitifitas ELISA dengan antigen rekombinan dan ekstrak kasar cacing C. sinensis dewasa berturut-turut 96 dan 88%. Sedangkan spesifisitas ELISA dengan antigen rekombinan dan ekstrak kasar cacing C. sinensis dewasa berturut-turut 96,2 dan 100%. Analisa western blotting dari serum pasien yang menderita clonorchiosis bereaksi kuat dengan protein rekombinan, tetapi bereaksi lemah dengan protein rekombinan S. japonicum. Uji immunostaining membuktikan

44 bahwa cysteine proteinase C. sinensis berlokasi pada sel-sel epitel intestinal cacing dewasa dan pada telur intrauterin. Perkiraan asam amino sekuens enzim tersebut identik dengan cathepsin L dari Paragonimus westermani, Schistosoma japonicum, dan Fasciola hepatica. Produksi antibodi dapat dilakukan melalui teknik imunisasi dengan cara menginjeksikan antigen dan adjuvant secara subkutan, intramuskular, atau secara oral dalam interval waktu tertentu. Schade et al. (1999) merekomendasikan bahwa untuk produksi IgY pada ayam petelur dosis antigen yang akan digunakan adalah 10 100 µg dalam emulsi FCA untuk memicu reaksi lokal pada jaringan subkutan atau intramuskular. Frekuensi vaksinasi dilakukan dua sampai tiga kali booster dalam interval waktu 4 8 minggu sebelum masa ayam bertelur. Teknik imunisasi pada ayam yang dilakukan Camenisch et al. (1999) untuk memicu terbentuknya IgY anti human hypoxia-inducible factor 1 (anti-hif-1α) dalam kuning telur ayam adalah dengan menyuntikkan 80 µg antigen fusi protein plasmid bakteri yang mengekspresikan HIF-1α dengan glutathione S-tranferase yang diresuspensi dengan 500 µl PBS dan dicampur dengan 500 µl CFA pada otot dada. Booster dilakukan dua kali dengan cara menyuntikkan 60 µg antigen yang dicampur dengan IFA pada minggu ke-2 dan 4. Teknik imunisasi yang digunakan pada penelitian ini adalah suntikan pertama 80 µg ekskretori/sekretori larva A. galli dalam emulsi FCA yang diikuti dengan tiga kali suntikan booster (60 µg/imunisasi) dalam emulsi IFA dapat memicu pembentukan IgY di dalam kuning telur ayam HySex Brown. Hasil FPLC pada penelitian ini menunjukkan bahwa IgY dapat dideteksi oleh monitor absorban. Garis grafik mulai naik pada fraksi ketiga sampai terbentuk puncak (peak) pada fraksi keempat dan grafik menurun kembali pada fraksi kelima (Gambar 10). Prisip purifikasi IgY melalui FPLC adalah interaksi IgY dengan ligan dapat berlangsung akibat adanya pertukaran elektron donor dan penerimaan aksi pada ligan. Absorpsi thiofilik dikembangkan oleh struktur garam-air yang memberikan interaksi IgY dan hasil ligan dari aksi kombinasi pemberian dan penerimaan elektron dari ligan atau campuran model interaksi hidrofilikhidrofobik antara ligan dan IgY. Kolum HiTrap TM IgY Purification memiliki kelebihan antara lain: didapatkan kemurnian IgY yang lebih baik, purifikasi IgY

45 cepat dan mudah dari kuning telur, dan masing-masing column mengikat IgY dari 1-4 kuning telur. Untuk kapasitas yang lebih besar, kolum dapat dihubungkan dalam rangkaian (Amersham 2003). IgY yang didepositkan ke dalam kuning telur bervariasi kuantitasnya, tergantung pada jenis antigen dan jenis ayam yang digunakan. Pada penelitian ini, antigen yang digunakan adalah ekskretori/sekretori larva A. galli dan ayam HySex Brown. Kuantitas protein IgY yang ditemukan pada purifikasi FPLC adalah 0,875 mg/ml (Tabel 4). Nilai tersebut diperoleh pada rata-rata volume kuning telur HySex Brown adalah 10,1 14,9 ml/yolk, setara dengan kuantitas protein IgY adalah 18 26 mg dalam setiap butir telur HySex Brown. Haak-Frendscho (1994) melaporkan bahwa ayam petelur White Leghorn yang diinjeksi pada beberapa lokasi subcutan dengan 20 500 µg antigen yang dicampur dengan FCA dan diikuti 2-3 kali booster dapat menghasilkan 90 100 mg IgY, 1-10% (1-10 mg) diantaranya adalah IgY spesifik dalam setiap butir telur. Rollier et al. (2000) membuktikan bahwa dalam setiap butir telur yang dihasilkan oleh ayam yang diimunisasi dengan antigen Hepadnavirus ditemukan 60 100 mg IgY spesifik terhadap antigen virus tersebut. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan: 1. Ekskretori/sekretori L 3 A. galli bersifat imunogenik yang dapat memicu respons imunitas humoral ayam petelur yang ditandai dengan peningkatan titer antibodi pada uji ELISA mulai minggu kedua sedangkan pada uji AGPT antibodi mulai terdeteksi pada minggu keempat pascaimunisasi. 2. IgY yang berhasil dipurifikasi melalui kromatografi FPLC mempunyai konsentrasi 0,875 mg/ml. SARAN Perlu dilakukan penelitian terhadap titer antibodi serum dan mendeteksi keberadaan antigen yang terdapat pada kutikula A. galli melalui imunohistokimia.