BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan perikatan yang lahir dari undang-undang yang. mewajibkan seseorang yang telah memenuhi syarat yang ditentukan dalam

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. pekerja/buruh dan keluarganya dengan tetap memperhatikan perkembangan

I. PENDAHULUAN. perusahaan harus dijalankan dan dikelola dengan baik. Pengelolaan perusahaan

UNIVERSITAS MEDAN AREA BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat mempengaruhi kemajuan suatu bangsa. 5 Guna mewujudkan hal. tersebut diperlukan adanya pemungutan pajak.

PENAGIHAN SEKETIKA SEKALIGUS

BAB I PENDAHULUAN. suatu barang maupun jasa agar menghasilkan keuntungan.

BAB I PENDAHULUAN. Kepailitan merupakan suatu sitaan umum atas harta kekayaan debitor yang

P U T U S A N Nomor 907 K/Pdt.Sus-Pailit/2017

BAB III HAK MENDAHULU DALAM PERPAJAKAN DAN ATURAN DALAM KEPAILITAN

I. PENDAHULUAN. melahirkan perkembangan usaha yang dapat menunjang perekonomian suatu

BAB VIII KEPAILITAN. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan sebagai makhluk sosial yang berarti bahwa manusia

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan sekarang tidak terlepas dari suatu krisis moneter yang melanda hampir

BAB I PENDAHULUAN. tersebut akan melakukan barter, yaitu menukarkan barang yang. usaha dibagi menjadi 4 bentuk, yaitu : Perusahaan Perorangan (sole

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang tentunya akan terus-menerus

BAB II PENETAPAN HAK MENDAHULUI PADA FISKUS ATAS WAJIB PAJAK YANG DINYATAKAN PAILIT. A. Kepailitan dan Akibat Hukum Yang Ditinggalkannya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Krisis ekonomi yang telah berlangsung mulai dari tahun 1997, cukup

BAB I PENDAHULUAN. Setiap debitur yang berada dalam keadaan berhenti membayar dapat dijatuhi

BAB II LANDASAN TEORI. rakyat kepada Negara berdasarkan Undang-Undang yang dapat dipaksakan. ditunjuk atau digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Penelitian. Dalam utang-piutang, kreditor bersedia menyerahkan sejumlah uang

I. PENDAHULUAN. kebutuhannya begitu juga dengan perusahaan, untuk menjalankan suatu perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. dasar negara dan Undang-Undang Dasar 1945 yaitu untuk mencerdaskan kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian pinjam meminjam uang. Akibat dari perjanjian pinjam meminjam uang

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan dan kecanggihan teknologi dan sumber informasi semakin menunjang

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan tinjauan birokrasi pengambilan keputusannya, beralasan

Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang TUJUAN KEPAILITAN TUJUAN KEPAILITAN. 22-Nov-17

BAB I PENDAHULUAN. Koperasi menjadi salah satu pilar penting dalam mendorong dan. meningkatkan pembangunan serta perekonomian nasional.

BAB I PENDAHULUAN. luar biasa sehingga mengakibatkan banyak sekali debitor tidak mampu membayar utangutangnya.

BAB I PENDAHULUAN. kepentingannya dalam masyarakat dapat hidup dan berkembang secara. elemen tidak dapat hidup sendiri-sendiri, tetapi

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Pancasila dan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Istilah pajak berasal dari bahasa Jawa yaitu ajeg yang berati pungutan


BAB I PENDAHULUAN. Pemungutan pajak di Indonesia mengacu pada sistem self assessment. Self assessment

B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN

BAB 1 PENDAHULUAN. mempunyai peranan penting dalam pembangunan adalah pajak. Menurut Rochmat

BAB I PENDAHULUAN. gencar melakukan beberapa upaya seperti halnya penentuan target penerimaan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) Pada dasarnya Negara adalah sebuah rumah tangga yang besar, dan

BAB I Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia adalah sebuah negara berkembang yang terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN. Gejolak ekonomi di Negara Republik Indonesia yang ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. Kelangsungan hidup negara juga berarti kelangsungan hidup. cukup dalam membiayai kepentingan umum yang akhirnya juga mencakup

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. lainnya. Direktorat Jenderal Pajak (fiskus) melakukan ekstensifikasi dan

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan secara bertahap, terencana dan berkelanjutan. Menurut Waluyo

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional dinegara-negara berkembang pasti memerlukan biaya yang. kebutuhan pembiayaan pembangunan nasional.

PENYELESAIAN SENGKETA PAJAK INTERNAL DJP; PENGADILAN PAJAK; DAN MAHKAMAH AGUNG.

BAB IV PEMBAHASAN. A. Kedudukan Hukum Karyawan Pada Perusahaan Pailit. perusahaan. Hal ini dikarenakan peran dan fungsi karyawan dalam menghasilkan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah untuk menggali sumber-sumber pendapatannya secara lebih

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Praktik Kerja Lapangan Mandiri. Negara pada dasarnya adalah sebuah rumah tangga yang besar, dan

BAB I PENDAHULUAN. Hal tersebut dilakukan karena tujuan negara Republik Indonesia yang berdasarkan

BAB II LANDASAN TEORI. Berikut ini beberapa pengertian pajak menurut beberapa ahli, salah. satunya menurut R. Santoso Brotodiharjo sebagai berikut:

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia bertujuan mewujudkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dasar hukum bagi suatu kepailitan (Munir Fuady, 2004: a. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU;

BAB I PENDAHULUAN. penundaan kewajiban pembayaran utang yang semula diatur dalam Undang-

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. tumbangnya perusahaan-perusahaan skala kecil, menengah, besar dan

BAB I PENDAHULUAN. dengan pasal 294 UU Kepailitan dan PKPU. Adapun PKPU ini berkaitan dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Salah satu usaha untuk mewujudkan kemandirian suatu bangsa dalam

BAB I PENDAHULUAN. Suatu perusahaan dalam rangka pengembangan usahanya dimungkinkan

KEDUDUKAN KREDITUR SEPARATIS DALAM HUKUM KEPAILITAN

BAB III GAMBARAN DATA. akan dapat membawa pengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak dalam

BAB I PENDAHULUAN. pelunasan dari debitor sebagai pihak yang meminjam uang. Definisi utang

BAB I PENDAHULUAN. yang melanda dunia usaha dewasa ini, dan mengingat modal yang dimiliki oleh

Dr. Oyok Abuyamin Bin H. Abas Z, S.H., M.H.,M.Si

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kepailitan secara etimologis berasal dari kata pailit. 6 Istilah pailit berasal dari

BAB 1 PENDAHULUAN. semakin besar untuk masa yang akan datang karena tujuan utama dari penerimaan

BAB II LANDASAN TEORI

BAB IV PENUTUP. 1. Eksistensi Pengadilan Niaga Jakarta Pusat dibagi menjadi 2 (dua) periode. Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1. Pajak Pengertian Pajak Rochmat Soemitro (1990;5)

Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Istilah Kepailitan 9/4/2014

kemungkinan pihak debitor tidak dapat melunasi utang-utangnya sehingga ada

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Analisis keputusan keberatan..., Sri Lestari Pujianstuti, FISIP UI, 2009

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Bhayangkara Jaya

Utang Pajak. a. Pajak terutang b. Utang pajak. c. Timbulnya utang pajak d. Penetapan dan ketetapan pajak

BAB I PENDAHULUAN. merupakan usaha mengadakan perubahan-perubahan menuju keadaan yang lebih

BAB I PENDAHULUAN. Pajak memiliki peranan yang sangat besar dalam pembagunan Negara,

PENETAPAN DAN KETETAPAN

BAB III PEMBAHASAN. A. Akibat Hukum terhadap Jabatan Notaris yang Dinyatakan Pailit Menurut UUJN DAN UU Kepailitan.

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan sumber pendapatan negara yang sangat penting bagi

BAB I PENDAHULUAN. dapat diharapkan terwujud sesuai dengan perencanaannya. 1 Kebutuhan dana,

UPAYA-UPAYA PENYELESAIAN SENGKETA PAJAK DI INDONESIA Oleh : E. Rial. N, SH 1

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktek Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)

PELAKSANAAN TUGAS KURATOR DALAM MENGURUS HARTA PAILIT BERDASARKAN PASAL 72 UNDANG UNDANG NO

BAB I PENDAHULUAN. salah satu komponen pelaku untuk mencapai tujuan pembangunan itu. Dengan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2000 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri ( PKLM ) PKLM adalah suatu kegiatan yang dilakukan mahasiswa secara mandiri yang

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan biaya yang besar yang harus digali, terutama dari sumber

BAB I PENDAHULUAN. juga untuk kepentingan rakyat yang tidak wajib membayar pajak. pajak, yaitu dengan memperluas subyek dan obyek pajak atau dengan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG. mempunyai dua atau lebih Kreditor dan tidak membayar sedikitnya satu utang yang

Heri Hartanto - FH UNS

BAB I PENDAHULUAN. meminjam maupun utang piutang. Salah satu kewajiban dari debitur adalah

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24/PMK.03/2008 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan perekonomian saat ini memunculkan cara berfikir seseorang

BAB I PENDAHULUAN. dengan peraturan perundang-undangan perpajakan. Self Assessment

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pajak merupakan perikatan yang lahir dari undang-undang yang mewajibkan seseorang yang telah memenuhi syarat yang ditentukan dalam undang-undang untuk membayar suatu jumlah tertentu kepada negara (masyarakat) yang dapat dipaksakan, dengan tiada mendapat imbalan secara langsung dapat ditunjuk, yang digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara. 1 Untuk mencapai target penerimaan pajak, Direktorat Jenderal Pajak telah menerapkan sistem Self Assessment yaitu suatu sistem pemungutan pajak dimana Direktorat Jenderal Pajak memberikan kepercayaan kepada Wajib Pajak untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang terutang berdasarkan undang-undang dan peraturan pelaksanaan perpajakan yang berlaku. Dengan sistem self assesment yang dianut Undang-undang Perpajakan tersebut, memberi kepercayaan kepada Wajib Pajak untuk menghitung sendiri utang pajaknya. Apabila ternyata Wajib Pajak melakukan kesalahan dalam menghitung utang pajaknya atau Wajib Pajak melanggar ketentuan yang diatur dalam Undang-undang Perpajakan, Direktur Jenderal Pajak dapat mengeluarkan Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak (SKP), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), atau Surat Ketetapan Pajak Kuran 2006, hal.173. 1 Y. Sri Pudyatmoko, Pengantar Hukum Pajak Edisi Revisi, Yogyakarta: Penerbit ANDI, 1

Bayar Tambahan (SKPKBT). Dan apabila tagihan pajak tidak dibayar pada tanggal jatuh tempo yang telah ditetapkan, penagihan pajak dapat dilakukan dengan Surat Paksa. Sebagai tindak lanjut penagihan pajak dengan Surat Paksa, dapat dilakukan penyitaan dan pelelangan barang-barang milik Wajib Pajak, apabila utang pajak tidak dilunasi. Utang pajak masuk dalam lingkup perikatan yang khusus, yang berada dalam lapangan hubungan hukum publik. Oleh karenanya tidak dapat dikatakan sama dengan perikatan perdata pada umumnya. Sepanjang tidak diatur, sebaliknya secara khusus, maka asas-asas dan prinsip-prinsip yang berlaku di dalam hukum perdata masih tetap dapat diterapkan. 2 Dalam hukum perdata, dalam hal seorang debitur hanya mempunyai satu kreditor dan debitur tidak membayar utangnya, maka Kreditur akan menggugat debitur secara perdata ke Pengadilan Negeri yang berwenang dan seluruh harta debitur menjadi sumber pelunasan utangnya kepada kreditor tersebut, dan hasil bersih eksekusi harta debitur dipakai untuk membayar kreditor tersebut. 3 Sebaliknya dalam hal debitur yang juga merupakan Wajib Pajak mempunyai banyak kreditur dan harta kekayaan Wajib Pajak tidak cukup untuk membayar lunas utang semua kreditur yang termasuk utang pajak, maka para kreditur akan berlomba dengan segala cara untuk mendapatkan pelunasan tagihannya terlebih dahulu. Kreditur yang datang belakangan mungkin sudah tidak mendapatkan pembayaran atas utangnya karena harta debitur sudah habis. Maka hal ini menjadi sangat tidak adil dan merugikan. 2 Ibid, hal.163. 3 Kepailitan di Indonesia, oleh Imran Nating, SH., MH, www.solusihukum.com, diunduh pada tanggal 12 Juli 2008. Pukul.20.30. 2

Sejak tahun 1997 krisis moneter melanda Indonesia, banyak utang tidak dibayar lunas meski sudah ditagih, sehingga timbul pikiran untuk membangunkan proses kepailitan dengan cara memperbaiki perundang-undangan di bidang kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). 4 Kepailitan merupakan suatu proses di mana seorang debitur mempunyai kesulitan keuangan untuk membayar utangnya yang dinyatakan pailit oleh pengadilan, dalam hal ini Pengadilan Niaga, dikarenakan debitur tersebut tidak dapat membayar utangnya, kemudian harta debitur dapat dibagikan kepada para kreditur. 5 Dalam UU Kepailitan, persyaratan untuk dapat dipailitkan sungguh sangat sederhana, bahwa yang dapat dipailitkan adalah debitur yang mempunyai dua atau lebih kreditur dan tidak membayar sedikitnya satu utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih, baik atas permohonannya sendiri maupun atas permintaan seorang atau lebih krediturnya. Maka untuk bisa dinyatakan pailit, debitur harus telah memenuhi dua syarat yaitu memiliki minimal dua kreditur; dan tidak membayar minimal satu utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih. Tujuan utama kepailitan adalah untuk melakukan pembagian antara para kreditur atas kekayaan debitur oleh Kurator. 6 Kepailitan dimaksudkan untuk menghindari terjadinya sitaan terpisah atau eksekusi terpisah oleh kreditur dan menggantikannya dengan mengadakan sitaan bersama sehingga kekayaan debitur dapat dibagikan kepada semua kreditur sesuai dengan hak masingmasing. Lembaga kepailitan pada dasarnya merupakan suatu lembaga yang memberikan suatu solusi terhadap para pihak apabila debitur dalam keadaan 4 Ibid. 5 J. Djohansah. Pengadilan Niaga di dalam Rudy Lontoh (Ed.), Penyelesaian Utang Melalui Pailit atau Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Bandung: Alumni, 2001, hal.23. 6 Mosgan Situmorang, Tinjauan atas UU Nomor 4 Tahun 1998 Tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 1998 menjadi Undang-Undang, Majalah Hukum Nasional, No. 1, 1999, hal.163. 3

berhenti membayar atau tidak mampu membayar. Lembaga kepailitan pada dasarnya mempunyai dua fungsi sekaligus, yaitu: 7 1. Kepailitan sebagai lembaga pemberi jaminan kepada kreditur bahwa debitur tidak akan berbuat curang, dan tetap bertanggung jawab terhadap semua utang-utangnya kepada semua kreditur. 2. Kepailitan sebagai lembaga yang juga memberi perlindungan kepada debitur terhadap kemungkinan eksekusi massal oleh kreditur-krediturnya. Jadi keberadaan ketentuan tentang kepailitan baik sebagai suatu lembaga atau sebagai suatu upaya hukum khusus merupakan satu rangkaian konsep yang taat asas sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam pasal 1131 dan 1132 KUH Perdata. Pasal 1131 dan 1132 KUH Perdata merupakan perwujudan adanya jaminan kepastian pembayaran atas transaksi-transaksi yang telah diadakan oleh debitur terhadap kreditur-krediturnya dengan kedudukan yang proporsional. Adapun hubungan kedua pasal tersebut adalah sebagai berikut: 8 Bahwa kekayaan debitur (berdasarkan Pasal 1131 KUH Perdata) merupakan jaminan bersama bagi semua krediturnya (berdasarkan Pasal 1132 KUH Perdata) secara proporsional, kecuali kreditur dengan hak mendahulu (hak preferensi). Dalam peraturan perundang-undangan perpajakan terdapat ketentuan yang mengatur tentang hak mendahulu, yaitu Pasal 21 UU Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU Nomor 28 Tahun 2007, yang berbunyi Negara mempunyai hak mendahulu untuk utang pajak atas barang-barang milik Penanggung Pajak. Penjelasan pasal tersebut menetapkan kedudukan negara sebagai kreditur 7 Sri Redjeki Hartono, Hukum Perdata sebagai dasar hukum kepailitan modern, Majalah Hukum Nasional, No. 2, 2000, hal.37. 8 Ibid. 4

preferen yang dinyatakan mempunyai hak mendahulu atas barang-barang milik Penanggung Pajak yang akan dilelang di muka umum. Pembayaran kepada kreditur lain diselesaikan setelah utang pajak dilunasi. Negara dalam hal ini adalah kewenangan Direktorat Jenderal Pajak yang memiliki hak mendahulu untuk menagih utang dari Wajib Pajak yang melebihi hak mendahulu lainnya. Adriani sebagaimana dikutip Brotodihardjo menyatakan yang mendasari munculnya hak mendahulu adalah atas kekuasaan negara (utang pajak) agar kehidupan masyarakat dapat berlangsung dengan baik, sehingga hukum publik mengesampingkan hukum perdata. 9 Berdasarkan pendapat tersebut jelaslah bahwa negara mengatur kehidupan masyarakat, agar kehidupan masyarakat dapat berlangsung dengan baik, maka hukum publik (yang mengatur hubungan antara negara dengan warga negaranya) mendahului hukum perdata. Preferensi fiskus yang berada diatas hukum perdata tidaklah berarti hak mendahulu negara selalu harus diatas hukum perdata, karena hak mendahulu dalam hukum perdata diperlukan untuk mengatur kepentingan di dalam masyarakat. Bila hak mendahulu perdata dirugikan karena hak mendahulu dari fiskus, maka kerugian yang diderita masyarakat lebih besar lagi. Pada saat ini hampir seluruh negara di dunia telah mengakui bahwa pajak dari waktu ke waktu telah menjadi sumber utama penerimaan negara dan alat utama untuk membiayai kegiatan pemerintah. Disamping itu, pajak sebagai bagian utama dari kebijakan fiskal, yang telah dijadikan pemerintah sebagai alat untuk mencapai tujuan-tujuan di bidang ekonomi, budaya dan sosial. 10 Dalam mencapai suatu sistem perpajakan dalam menjalankan fungsinya baik sebagai pengumpul dana untuk kas negara atau sebagai pengatur tata kehidupan 9 R. Santoso Brotodihardjo, Pengantar Ilmu Hukum Pajak (edisi keempat), Bandung: PT. Refika Aditama, 2003, hal.207. 10 Safri Nurmantu, Pengantar Perpajakan, Jakarta: Granit 2003, hal.8. 5

masyarakat baik ekonomi, budaya dan sosial dipengaruhi oleh berbagai faktor. Salah satu faktor tersebut antara lain adalah kebijakan pajak yang diambil yang kemudian dituangkan dalam bentuk undang-undang. Undang-undang Perpajakan di dalam masyarakat berada dalam sebuah sistem yang lebih luas, maka keberhasilannya dipengaruhi oleh ketentuan lain sebagai sub sistem yang berbeda fungsinya. Perlu disadari bahwa Undangundang Perpajakan juga berinteraksi dengan ketentuan lain, artinya di dalam masyarakat memerlukan pengaturan yang tidak hanya ketentuan perpajakan saja. Tentunya ketentuan tersebut dapat bersinggungan dengan Undang-undang Perpajakan. Seperti dalam Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) Pasal 21 mengatur bahwa apabila Wajib Pajak dinyatakan pailit, maka negara memiliki hak mendahulu atas barang-barang milik Penanggung Pajak, namun dalam ketentuan kepailitan apakah ada dukungan atas hak mendahulu tersebut. Dalam perkembangan terakhir Undang-undang kepailitan telah diubah dengan UU Nomor 37 Tahun 2004 tentang kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). Yang sebelumnya diatur dalam Perpu No. 1 tahun 1998, yang kemudian disahkan oleh DPR menjadi Undang-Undang No. 4 tahun 1998, yang membuat peraturan kepailitan yang praktis sejak lama sudah tidak beroperasi lagi menjadi hidup kembali. 11 Sejak itu, pengajuan permohonanpermohonan pernyataan pailit mulai mengalir ke Pengadilan Niaga dan bermunculanlah berbagai putusan pengadilan mengenai perkara kepailitan. Dalam kaitannya dengan pajak, banyaknya Wajib Pajak yang pailit merupakan kerugian bagi penerimaan pajak. Kerugian yang timbul bukan hanya 11 Sutan Remy Sjahdeni, Hukum Kepailitan Memahami Faillissementsverordening juncto Undang-Undang No. 4 tahun 1998, Jakarta: Pusataka Utama Grafiti, 2002, hal.9. 6

dimasa yang akan datang karena berkurangnya Wajib Pajak, tetapi kerugian dapat juga timbul jika Wajib Pajak yang dinyatakan pailit masih memiliki utang pajak. Pengadilan lain masih saja memproses masalah utang pajak yang diselesaikan melalui penetapan Pengadilan Niaga, padahal utang pajak berbeda dengan utang perdata. 12 Apakah masih diperlukan penegasan mengenai wilayah (domain) kewenangan hukum penyelesaian utang pajak? Hukum pajak tegas mengatur bahwa pelunasan utang pajak mempunyai hak mendahulu (preferen) untuk pelunasannya dibanding utang lainnya sesuai dengan Pasal 21 UU KUP. Hal tersebut menjadi sangat merugikan, apabila dilihat bahwa dalam kenyataannya pajak merupakan komponen penting dalam penerimaan negara. Dalam kasus tertentu ditemukan adanya penafsiran Hakim Pengadilan Niaga yang mempersamakan kedudukan utang pajak dengan utang perdata, dan bagaimana peran Kurator dalam melakukan pemberesan harta Wajib Pajak yang harus bertanggung jawab untuk melunasi utang pajak. Pada kasus pailit PT XYZ Direktorat Jenderal Pajak harus melakukan upaya hukum sampai tingkat kasasi ke Mahkamah Agung untuk menagih utang pajak PT XYZ. Maka untuk itu dalam penelitian ini Peneliti akan meneliti kasus pailit PT XYZ untuk mengetahui implementasi dari hak mendahulu dalam pelunasan utang pajak, yang pengaturannya diatur dalam Pasal 21 UU KUP, bahwa negara mempunyai hak mendahulu untuk utang pajak atas barang-barang milik Penanggung Pajak. Berdasarkan uraian permasalahan di atas, maka Peneliti merasa tertarik untuk mengangkat tema tersebut dalam bentuk penelitian skripsi dengan judul IMPLEMENTASI HAK MENDAHULU DALAM PELUNASAN UTANG PAJAK (PADA KASUS PAILIT PT XYZ). 12 Rumitnya menagih utang pajak, oleh Richard Burton, Bisnis Indonesia/Senin, 01 Agustus 2005, www.pajak.com, diunduh pada tanggal 16 Juli 2008, Pukul.19.45. 7

B. Permasalahan Akibat hukum bagi debitur atau Wajib Pajak setelah dinyatakan pailit adalah bahwa ia tidak boleh lagi mengurus harta kekayaannya, dan selanjutnya yang akan mengurus harta kekayaan perusahaan atau debitur pailit tersebut adalah Kurator. Sumber penerimaan negara yang terbesar adalah berasal dari pajak, disisi lain banyak perusahaan pailit yang menimbulkan banyaknya utang pajak tidak dapat tertagih. Seperti pada kasus pailit PT XYZ mengapa utang pajak yang telah ditetapkan berdasarkan SKPKB dan ditagih dengan Surat Paksa sampai tidak dapat seluruhnya terlunasi. Tentunya hal ini perlu diteliti mengenai putusan Hakim Pengadilan Niaga dalam menentukan kedudukan utang pajak yang seharusnya berbeda dengan utang perdata lainnya, dan bagaimana peran Kurator PT XYZ yang dalam melakukan pemberesan harta Wajib Pajak yang membuat utang pajak menjadi tidak seluruhnya terlunasi, padahal negara mempunyai hak mendahulu untuk utang pajak atas barang-barang milik Penanggung Pajak. Tidak tertagihnya utang pajak perusahaan pailit dimulai dari kenyataan bahwa Wajib Pajak selain memiliki utang pajak juga memiliki utang dengan pihak lain, yang salah satunya adalah kewajiban buruh. Tidak terlunasinya utang pajak PT XYZ apakah tidak didukungnya undang-undang perpajakan dengan undangundang lain. Dan apakah Wajib Pajak yang dinyatakan pailit, untuk menagih utang pajaknya harus mengikuti proses kepailitan sebagaimana yang diatur dalam UU Kepailitan. Padahal seharusnya undang-undang tersebut harus saling bersinergi untuk menjamin uang yang seharusnya masuk ke kas negara dan harus dijamin keamanannya. Pada kasus pailit PT XYZ Direktorat Jenderal Pajak harus melakukan upaya hukum sampai tingkat kasasi ke Mahkamah Agung 8

untuk menagih utang pajak. Maka yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana implementasi hak mendahulu itu sendiri dalam menagih utang pajak PT XYZ. Tidak tertagihnya utang pajak dari perusahaan pailit tentunya dikarenakan adanya kendala-kendala yang menjadi menghambat implementasi hak mendahulu itu sendiri pada kasus kepailitan. Kendala-kendala tersebut perlu untuk diketahui dalam penelitian ini, karena kendala-kendala tersebut tentunya dapat mengurangi penerimaan negara dari sektor pajak yang juga akan menghambat pencairan tunggakan pajak. Jadi bagaimanakah kedudukan utang pajak sebagai utang yang timbul karena undang-undang apakah diabaikan. Berdasarkan latar belakang masalah di atas, pokok permasalahan yang diteliti dalam skripsi ini adalah : 1. Bagaimanakah implementasi hak mendahulu dari negara dalam pelunasan utang pajak pada kasus pailit PT XYZ? 2. Kendala-kendala apa saja yang menjadi penghambat implementasi hak mendahulu dari negara dalam pelunasan utang pajak pada kasus kepailitan? B. Tujuan dan Signifikasi Penelitian Tujuan Dalam menjawab pokok permasalahan yang telah disebutkan di atas, maka tujuan penelitian pada dasarnya berusaha untuk menjawab pemasalahan pokok tersebut. Adapun tujuan dari penulisan penelitian ini ialah : 1. Untuk menganalisis implementasi hak mendahulu dari negara dalam pelunasan utang pajak pada kasus pailit PT XYZ. 9

2. Untuk menjelaskan kendala-kendala apa saja yang menjadi penghambat implementasi hak mendahulu dari negara dalam pelunasan utang pajak pada kasus kepailitan. Signifikansi Setiap penelitian pada dasarnya diharapkan dapat memberikan kontribusi untuk kepentingan ilmu pengetahuan. Sehingga diharapkan penelitian ini memiliki manfaat antara lain terdiri dari: 1. Signifikansi Akademis: a. Manfaat bagi ilmu pengetahuan dari hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan diskusi bagi para akademisi untuk membandingkan antara teori, ketentuan, dan implementasi mengenai hak mendahulu dalam pelunasan utang pajak pada kasus perusahaan pailit. Serta memberikan sumbangan pemikiran bagi Peneliti lain yang ingin melakukan penelitian dengan kajian yang sejenis. b. Manfaat bagi Peneliti, dengan dilakukannya penelitian ini diharapkan dapat lebih memahami, memperluas dan memperdalam pengetahuan tentang perpajakan khususnya mengenai implementasi hak mendahulu dalam pelunasan utang pajak. 2. Signifikansi Praktis a. Manfaat Direktorat Jenderal Pajak adalah diharapkan dapat memperoleh kemudahan dalam menerapkan hak mendahulu dari negara dalam pelunasan utang pajak serta agar dapat mengatasi kendala-kendala yang menghambat penerapan hak mendahulu dalam pelunasan utang pajak 10

pada kasus kepailitan agar dapat lebih mengoptimalkan pencairan tunggakan pajak. b. Manfaat bagi pemerintah, diharapkan penelitian ini dapat memberikan masukan bagi pembuat Undang-undang Perpajakan yang mengatur tentang hak mendahulu atas utang pajak pada perusahaan pailit yang diterapkan saat ini dan melakukan perbaikan agar tujuan yang diinginkan dapat tercapai. Dan agar ketidakharmonisan ketentuan perundangundangan yang berlaku yang dapat menimbulkan dampak kurang baik agar perlu dievaluasi untuk perbaikan. D. Sistematika Penelitian Sistematika penulisan skripsi ini dibagi dalam beberapa bab yang disusun secara berurutan dengan menguraikan tentang permasalahan yang dijadikan topik permasalahan dan topik pembahasan. Sistematika tersebut selengkapnya adalah sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini akan diuraikan latar belakang timbulnya permasalahan, pokok permasalahan, manfaat dan tujuan penelitian, dan sistematika penelitian. BAB II KERANGKA PEMIKIRAN DAN METODE PENELITIAN Dalam bab ini akan diuraikan pemahaman tentang konsepkonsep yang terkait dengan pemungutan pajak oleh negara, konsep pajak, pajak ditinjau dari segi hukum, utang pajak, hak mendahulu pajak, serta penggunaan metode penelitian yang digunakan oleh Peneliti. 11

BAB III HAK MENDAHULU DALAM PERPAJAKAN DAN ATURAN DALAM KEPAILITAN Berisi perkembangan hak mendahulu, pengaturan hak mendahulu, pihak yang dapat mengajukan pailit, dan prosedur pengajuan kepailitan. BAB IV ANALISIS IMPLEMENTASI HAK MENDAHULU DALAM PELUNASAN UTANG PAJAK (PADA KASUS PAILIT PT XYZ) Berisi analisis implementasi hak mendahulu dari negara dalam pelunasan utang pajak pada kasus pailit PT XYZ, serta berisi analisis kendala-kendala yang menjadi penghambat implementasi hak mendahulu dari negara dalam pelunasan utang pajak pada kasus kepailitan. BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI Dalam bab ini akan memberikan simpulan secara menyeluruh. Serta juga pemberian rekomendasi yang bersifat praktis dan teoritis. 12