BAB I INTRODUKSI. Bab ini merupakan pendahuluan yang berisi mengenai latar belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. kontribusi penelitian, proses penelitian dan sistematika penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. Akuntabilitas kinerja pemerintah merupakan salah satu isu yang terdapat dalam

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menganut asas desentralisasi yang memberikan kebebasan dan

BAB I PENDAHULUAN. Ateh (2016) dalam artikelnya mengungkapkan, pernah menyampaikan bahwa ada yang salah dengan sistem perencanaan dan

BAB I PENDAHULUAN. bagi pihak-pihak di dalam sektor publik. Reformasi birokrasi muncul karena adanya

BAB I PENDAHULUAN. birokrasi dalam berbagai sektor demi tercapainya good government. Salah

BAB I PENDAHULUAN. akuntabel serta penyelenggaraan negara yang bersih dari unsur-unsur KKN untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. Bab ini akan membahas mengenai latar belakang penelitian, rumusan

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari pajak dan penerimaan Negara lainnya, dimana kegiatannya banyak

BAB I PENDAHULUAN. dari rahasia perusahaan yang tertutup untuk publik, namun sebaliknya pada sektor

BAB I PENDAHULUAN. menjadi rumusan masalah penelitian, kemudian dilanjutkan dengan pertanyaan

BAB I PENDAHULUAN. kontribusi penelitian dan sistematika penulisan. mencanangkan suatu kebijakan yang dikenal dengan nama Gerakan Reformasi

BAB I PENDAHULUAN. Tuntutan akan adanya perubahan pada organisasi sektor publik yang

BAB. I PENDAHULUAN. perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian yang dapat dijelaskan sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan diuraikan mengenai latar belakang yang mendasari

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan pesat terhadap akses yang dapat dilakukan masyarakat untuk. masyarakat akan adanya suatu pengukuran kinerja.

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Undang No.33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. melalui Otonomi Daerah. Sejak diberlakukannya Undang-Undang No.22 tahun

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang didasarkan pada prinsip-prinsip good governance (Bappenas,

BAB I PENDAHULUAN. penerimaan dan pengeluaran yang terjadi dimasa lalu (Bastian, 2010). Pada

BAB I. Pendahuluan. Bab pendahuluan ini menjelaskan pemikiran peneliti terkait pertanyaan

PENDAHULUAN. pemerintahan yang bersih dan bebas dari korupsi, serta untuk meningkatkan

I. PENDAHULUAN. Akuntabilitas kinerja organisasi sektor publik, khususnya organisasi pemerintah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Anggaran merupakan suatu hal yang sangat penting dalam suatu organisasi.

BAB I PENDAHULUAN. Selama lebih dari dua dekade, pengukuran kinerja (performance measurement)

BAB II TELAAH PUSTAKA DAN MODEL PENELITIAN

2 Nomor 26, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4614); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengendalian dan Ev

BAB I PENDAHULUAN. Birokrasi yang berbelit dan kurang akomodatif terhadap gerak ekonomi mulai

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan kinerjanya. Menurut Propper dan Wilson (2003), Manajemen

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Sejalan dengan dikeluarkannya peraturan perundang-undangan dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. penerapan sistem pertanggung jawaban yang tepat, jelas, terukur, dan legitimate

LAPORAN AKUNTABILITAS DAN KINERJA PEMERINTAH (LAKIP)

B A B 1 P E N D A H U L U A N

2016, No Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 216 Tambahan Lembaran Negara Republik IndonesiaNomor 5584); 4. Undang-Undang Nomor 23 Tah

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat terhadap hak dan kewajibannya sebagai warga negara. Kesadaran tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Paradigma baru tentang reformasi sektor publik telah mewarnai

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan latar belakang, rumusan masalah, pertanyaan penelitian,

BAB I PENDAHULUAN. hasil pengujian penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB 1 PENDAHULUAN. Berkembangnya isu di masyarakat yang menggambarkan kegagalan

BAB I PENDAHULUAN. diperkenalkannya pendekatan penganggaran berbasis kinerja (performance. based budgeting) dalam penyusunan anggaran pemerintah.

PERATURAN GUBERNUR BANTEN

BAB I PENDAHULUAN. Daerah, penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh daerah otonom sesuai dengan

BAB I PENDAHULUAN. runtuhnya rezim orde baru yang sentralistik dan otoriter. Rakyat bertransformasi

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian ini berfokus pada penggunaan sistem pengukuran kinerja dan

BAB I PENDAHULUAN. tidak berorientasi pada kinerja, dapat menggagalkan perencanaan yang telah

BAB 1 PENDAHULUAN. penelitian ini penting untuk diteliti, berbagai permasalahan penelitian yang

BAB I PENDAHULUAN. manajemen pemerintah pusat dan daerah (propinsi, kabupaten, kota). Hal tersebut

BAB 1 PENDAHULUAN. program ataupun kegiatan. Sebelum melaksanakan kegiatan, harus ada

BAB I PENDAHULUAN. kepada daerah. Di samping sebagai strategi untuk menghadapi era globalisasi,

I. PENDAHULUAN. Meningkat pesatnya kegiatan pembangunan serta laju pertumbuhan

BAB 1 PENDAHULUAN. Reformasi sistem penganggaran telah berjalan sejak disahkan paket. undang-undang keuangan negara yaitu Undang-Undang (UU) Nomor 17

PEDOMAN PENYUSUNAN SISTEM AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (SAKIP) DI LINGKUNGAN BADAN STANDARDISASI NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. Pemahaman mengenai good governance mulai dikemukakan di Indonesia

KATA PENGANTAR BUPATI BARRU, TTD. Ir. H. ANDI IDRIS SYUKUR, MS.

DAFTAR ISI. DAFTAR ISI...i. KATA PENGANTAR...ii. RINGKASAN EKSEKUTIF...iii BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG...1

Bab I PENDAHULUAN. berkeadilan sosial dalam menjalankan aspek-aspek fungsional dari

L A P O R A N K I N E R J A

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu faktor yang penting dalam pembangunan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. Penganggaran merupakan hal yang sangat penting di dalam suatu organisasi,

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

KOTA BANDUNG DOKUMEN RENCANA KINERJA TAHUNAN BPPT KOTA BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan. Negara merupakan salah satu undang-undang yang dibentuk dalam rangka

S A L I N A N BERITA DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 91 TAHUN No. 91, 2016 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sangatlah penting. RS swasta maupun milik organisasi nirlaba (publik/pemerintah)

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG

PEMERINTAH KOTA SOLOK LAPORAN KINERJA TAHUN 2016

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

BAB V PERTANGGUNGJAWABAN LURAH

BAB 1 PENDAHULUAN. sektor publik diakhiri dengan proses pertanggungjawaban publik, proses inilah

STRATEGI PEMBANGUNAN AKUNTABILITAS KINERJA PEMERINTAH KOTA BANDUNG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. program bukan pada unit organisasi semata dan memakai output measurement

BAB I PENDAHULUAN. Anggaran sebagai salah satu alat bantu manajemen memegang peranan

BAB I PENDAHULUAN. Pada bagian ini akan dibahas mengenai pendahuluan yang terdiri atas latar

BAB I PENDAHULUAN. (government) menjadi kepemerintahan (governance). Pergeseran tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Bab pendahuluan dalam sebuah laporan penelitian menyajikan latar

BAB. I PENDAHULUAN. Dalam konsep New Public Management (NPM) birokrasi pemerintah sebagai pemberi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

Laporan Kinerja Instansi Pemerintah Kantor Camat Kandis Kabupaten Siak Tahun 2016

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyusunan anggaran merupakan suatu proses yang berbeda antara

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MADIUN,

BUPATI KAPUAS HULU PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BAB I PENDAHULUAN. peneliti harapkan dengan dilakukannya penelitian ini. Bab ini juga menjelaskan

KOTA BANDUNG DOKUMEN RENCANA KINERJA TAHUNAN BAPPEDA KOTA BANDUNG TAHUN 2016

BAB I PENDAHULUAN. didasarkan pada ketersediaan anggaran. Kinerjalah yang diubah-ubah sesuai

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA,

LAPORAN KINERJA INSTANSI PEMERINTAH

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan ekonomi untuk daerah maupun kebijakan ekonomi untuk pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. serta bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN). Upaya pengembangan tersebut sejalan dengan Undang-undang Nomor 28

BAB I PENDAHULUAN. Isu mengenai pengukuran kinerja dewasa ini menjadi perhatian di berbagai

BAB 1 PENDAHULUAN. daerah akan berjalan seiring dengan pertumbuhan output ekonomi daerah tersebut

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (Good Governance). Terselenggaranya pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. dewasa ini adalah menguatnya tuntutan akuntabilitas atas lembaga-lembaga publik,

BAB I PENDAHULUAN. Setiap organisasi memiliki visi, misi dan tujuan yang hendak dicapai. Suatu

REFORMASI BIROKRASI. Pengantar

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia saat ini sedang memasuki masa pemulihan akibat krisis

Transkripsi:

BAB I INTRODUKSI Bab ini merupakan pendahuluan yang berisi mengenai latar belakang penelitian, permasalahan penelitian, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, kontribusi penelitian, dan tahapan-tahapan penelitian yang akan dilakukan. 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi informasi pada saat ini telah memudahkan masyarakat dalam mengakses informasi publik melalui berbagai media. Derasnya arus informasi yang bisa didapatkan oleh masyarakat telah mengubah pola perilaku sehingga saat ini masyarakat cenderung mampu berpikir kritis terhadap perkembangan yang ada (Adi, 2016). Seiring dengan adanya perubahan tersebut, tuntutan masyarakat terhadap akuntabilitas pemerintah cenderung meningkat dan pemerintah harus terus berupaya untuk mengurangi kesenjangan harapan kinerja antara yang diharapkan masyarakat dengan realitanya (Rahmawati, 2013). Reputasi kinerja pemerintah dalam memberikan pelayanan seringkali dinilai tidak efektif dan hanya cenderung melakukan pemborosan (De Jong, 2015). Hal tersebut dilandasi oleh beberapa faktor antara lain yaitu: ketiadaan kompetisi pasar yang memaksa untuk bertahan hidup, ketersediaan sumber daya yang melimpah dan mudah untuk didapatkan, kelambanan dalam merespons perubahan, dan sifat alami dari birokrasi 1

2 pemerintah yang rumit (Olson, 1973). Buruknya kinerja pemerintah menjadi semakin serius karena mengabaikan pengoptimalan penggunaan efisiensi keuangan (Kraan, 2011). Lebih lanjut, Kraan (2011) menjelaskan bahwa 90 persen pengeluaran pada proses penganggaran dipengaruhi oleh hukum dan kebijakan eksekutif sebagai akibat dari sistem demokrasi multi partai yang sarat dengan kepentingan politik sehingga kurang berkinerja untuk publik. Untuk itu, upaya pencarian solusi terhadap kinerja pemerintahan yang lebih baik tidak akan pernah berhenti (De Jong, 2015). Konsep New Public Management (NPM) mulai diperkenalkan pada periode 90-an sebagai paradigma baru dalam menjalankan administrasi pengelolaan publik (Hood, 1991). NPM merupakan sebuah jawaban atas ketidakpuasan masyarakat tehadap kinerja aparatur pemerintahan yang ada di berbagai negara. Paradigma baru tersebut menggarisbawahi perlunya perubahan mindset dalam pengelolaan lembaga publik dengan mengadopsi cara pengelolaan ala sektor swasta. Salah satu agenda penting dalam NPM ialah menekankan pentingnya penerapan sistem manajemen kinerja yang bertujuan untuk perbaikan kinerja (Mahmudi, 2015). Osborne dan Gaebler (1993) menyatakan bahwa kinerja memiliki kekuatan sangat besar kaitannya dengan konsep pemerintahan yang berorientasi kepada hasil sebagaimana ciri khas yang ada pada NPM. Oleh karena itu, manajemen kinerja diperlukan sebagai alat untuk mencegah timbulnya kinerja yang buruk dan sebagai alat untuk meningkatkan kinerja (Bacal, 1999).

3 Menurut Hartle (1995) ada empat tahapan yang mendasar dalam manajemen kinerja. Perencanaan kinerja merupakan tahap awal yang kemudian diikuti oleh tahap pengelolaan kinerja, review kinerja, dan menghargai kinerja atau penilaian kinerja. Perencanaan kinerja menduduki tahapan yang penting dalam manajemen kinerja (Bacal, 1999). Sebagai tahap yang paling awal, perencanaan kinerja merupakan sarana penting untuk memaksimalkan kinerja di masa yang akan datang dan juga sebagai cermin pada saat dilakukannya penilaian kinerja (Bacal, 1999). Pada tahap perencanaan kinerja, hasil yang diinginkan (expected results) diidentifikasi dengan jelas antara pelaksana dan pemberi kerja yang menghasilkan suatu kesepakatan (Hartle, 1995). Kemudian komitmen dibangun diantara keduanya untuk memastikan tujuan pencapaian hasil tersebut dapat direalisasikan. Perlu digarisbawahi bahwa dalam manajemen kinerja hal yang menjadi fokus perhatian adalah hasil, berupa outcome, sebagai manfaat atau dampak positif yang bisa dirasakan oleh masyarakat (Mahmudi, 2015). Paradigma NPM juga telah membawa perubahan dalam bidang penganggaran. Proses penganggaran yang semula berbasis line item dengan sifat incrementalism telah berubah menjadi penganggaran berbasis kinerja (performance based budgeting). Menurut Organisation for Economic Cooperation and Development (OECD) menyatakan bahwa inisiatif penerapan manajemen kinerja cenderung berjalan secara beriringan dengan penganggaran berbasis kinerja (OECD, 2007). Secara filosofis, penerapan

4 manajemen kinerja memungkinkan organisasi untuk menghasilkan informasi yang dapat digunakan pada penganggaran berbasis kinerja, terlebih dengan diberlakukannya basis akuntansi akrual (OECD, 2007). Oleh karena itu, manajemen kinerja dan penganggaran berbasis kinerja merupakan dua hal yang saling terkait dalam paradigma NPM. Penerapan NPM di Indonesia diawali dengan reformasi dibidang keuangan ditandai dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Suprayogi, 2014). Dalam bagian Penjelasan butir keenam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tersebut mengamanatkan upaya penerapan secara penuh penganggaran berbasis kinerja di sektor publik. Anggaran kinerja diartikan sebagai bentuk anggaran yang sumbersumbernya dihubungkan dengan hasil yang dicapai dari pelayanan yang diberikan. Lebih jelasnya, Anggaran Berbasis Kinerja (ABK) merupakan sistem penganggaran yang berorientasi pada output organisasi dan berkaitan sangat erat dengan visi, misi, dan rencana strategis organisasi (Bastian, 2006). Ketentuan lebih lanjut dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 juga mengamanatkan pengintegrasian sistem akuntabilitas kinerja dalam sistem penganggaran. Berpijak pada ketentuan tersebut mengindikasikan bahwa kinerja dan penganggaran merupakan dua hal yang seharusnya saling terkait. Keterkaitan erat tersebut terlihat pada kesamaan orientasi pada hasil, penggunaan rencana kinerja tahunan, indikator kinerja, dan sistem pengumpulan data kinerja (Rasul, 2003). Pelaksanaan akuntabilitas kinerja pemerintah di Indonesia secara resmi

5 kelembagaan dimulai dengan hadirnya Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. Instruksi presiden tersebut baru sebatas perintah dari kepala pemerintahan untuk melaksanakan akuntabilitas kinerja dan belum tergambar dengan jelas tentang bagaimana sistematika pelaksanaannya. Kemudian Peraturan Presiden Nomor 29 Tahun 2014 tentang Sistem Akuntabiltas Kinerja Instansi Pemerintah dikeluarkan untuk menyempurnakan Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 dengan lebih menekankan pada pelaksanaan akuntabilitas kinerja secara sistematis dan memberikan aturan yang lebih mendetail. Ketentuan Umum Peraturan Presiden Nomor 29 Tahun 2014 menyebutkan bahwa kinerja adalah keluaran/hasil dari kegiatan/program yang telah atau hendak dicapai sehubungan dengan penggunaan anggaran dengan kuantitas dan kualitas terukur. Melihat uraian tersebut dapat digarisbawahi bahwa kinerja, hasil, kegiatan/program, dan anggaran merupakan konteks yang dibahas dalam Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP). Penggambaran ini senada dengan pemaparan OECD (2007) yang menekankan arti pentingnya pertanggungjawaban atau akuntabilitas kinerja sebagai akibat dari dilaksanakannya anggaran. Perwujudan rerangka pelaksanaan kinerja dan penganggaran di Indonesia sebenarnya telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah. Pada Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tersebut diatur secara teknis mengenai Laporan Realisasi Anggaran sebagai bagian dari Laporan

6 Keuangan yang dimaksudkan untuk mempertanggungjawabkan pelaksanaan anggaran. Pada pasal 20 Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006, Laporan Kinerja diatur dengan ketentuan bahwa laporan tersebut dihasilkan dari suatu sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah yang diselenggarakan oleh masing-masing entitas pelaporan atau entitas akuntansi. Laporan Kinerja lebih lanjut dikenal sebagai Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) (Hantara, 2015). Oleh sebab itu, peraturan yang mengatur mengenai Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah diterbitkan, yaitu dengan lahirnya Peraturan Presiden Nomor 29 Tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. Peraturan Presiden Nomor 29 Tahun 2014 diperlukan sebagai pedoman dalam implementasi SAKIP di lingkungan pemerintahan. Adapun pedoman yang mengatur tentang evaluasi implementasi SAKIP diatur dalam Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 12 Tahun 2015. Oleh karena itu, secara teknis implementasi dan evaluasi SAKIP telah ada payung hukumnya. Pelaksanaan implementasi SAKIP yang baik menggambarkan adanya keterkaitan informasi antara dokumen perencanaan kinerja dan dokumen penganggaran. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 12 Tahun 2015 menjelaskan keterkaitan diantara seluruh komponen-komponen perencanaan kinerja dengan penganggaran merupakan isu-isu penting yang diungkap dalam evaluasi

7 atas implementasi SAKIP. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Menengah Daerah (RPJMD) merupakan salah satu bentuk perencanaan kinerja yang bersifat strategis bagi suatu daerah (Hantara, 2015). Meskipun pemerintah telah banyak mengeluarkan peraturan yang mengatur tentang praktik kinerja dan penganggaran dalam rangka peningkatan akuntabilitas, namun di lapangan masih banyak dijumpai kelemahan sejak perencanaan kinerja, proses penyusunan dan pembahasan anggaran, hingga bagaimana penuangannya dalam format dokumen anggaran (Wahyuni, 2007). Studi yang dilakukan Taufiqurrahman (2014) mengungkapkan bahwa dalam dokumen penyusunan anggaran di daerah baru terfokus pada penjabaran nama program, kegiatan, dan sub kegiatan. Ukuran kinerja belum diformulasikan dengan baik karena belum dilakukan mekanisme pengumpulan data kinerja seperti indikator masukan, indikator keluaran, indikator hasil, efektivitas, efisiensi, dan kualitas pencapaian sasaran (Taufiqurrahman, 2014). Fenomena lain adalah munculnya praktik isomorfisma kelembagaan seperti yang diungkapkan dalam penelitian Akbar et al. (2015), yaitu adanya tekanan dari pemerintah pusat menyebabkan implementasi akuntabilitas kinerja hanya sekadar memenuhi peraturan. Senada dengan hal itu, penelitian yang dilakukan oleh Nur dan Rusydi (2012), mengungkapkan bahwa penyusunan LAKIP masih sebatas formalitas belaka. Munculnya isu isomorfisma kelembagaan tersebut menandai bahwa pelaksanaan akuntabilitas kinerja pemerintah (AKIP) di lingkungan pemerintah masih

8 belum optimal. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka penelitian ini akan meneliti tentang keterkaitan perencanaan kinerja strategis daerah berupa RPJMD dan penganggaran di lingkungan pemerintah daerah, yaitu pada Pemerintah Kota Yogyakarta. Oleh karena itu, penelitian ini diberi judul Evaluasi Keterkaitan Perencanaan Kinerja dan Penganggaran (Studi pada Pemerintah Kota Yogyakarta). 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka penelitian ini akan mengevaluasi keterkaitan perencanaan kinerja dan penyusunan anggaran. Pemerintah Kota Yogyakarta merupakan salah satu pemerintah daerah yang masa jabatan kepala daerahnya akan berakhir, sehingga perlu untuk dilakukan evaluasi sehubungan dengan akan disampaikannya Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Akhir Masa Jabatan (LKPJ AMJ) Kepala Daerah. Selain itu, evaluasi yang dilakukan secara spesifik terhadap penyusunan perencanaan kinerja dan penganggaran di Pemerintah Kota Yogyakarta sejauh pengetahuan terbaik peneliti belum pernah dilakukan. 1.3 Pertanyaan Penelitian Berdasarkan permasalahan pada bagian rumusan masalah di atas, maka pertanyaan penelitian yang diajukan adalah: 1) Bagaimana keterkaitan informasi perencanaan kinerja dan penganggaran di lingkungan Pemerintah Kota Yogyakarta?

9 2) Faktor-faktor apa yang menjelaskan kondisi atau kualitas keterkaitan perencanaan kinerja dan penganggaran di Pemerintah Kota Yogyakarta? 1.4 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk: 1. Mengevaluasi keterkaitan informasi perencanaan kinerja dan penganggaran di Pemerintah Kota Yogyakarta 2. Mengidentifikasi faktor-faktor yang menjelaskan kondisi atau kualitas keterkaitan perencanaan kinerja dan penganggaran di Pemerintah Kota Yogyakarta. 1.5 Motivasi Penelitian Pemerintah Kota Yogyakarta sebagai salah satu instansi pemerintah daerah telah berhasil meningkatkan akuntabilitas kinerjanya dengan meraih predikat nilai BB atas LAKIP tahun 2015 yang dievaluasi oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara Dan Reformasi Birokrasi. Perolehan predikat nilai BB tersebut merupakan sebuah prestasi yang diraih oleh Pemerintah Kota Yogyakarta setelah pada tahun-tahun sebelumnya yang hanya mendapat predikat B pada tahun 2014 dan predikat CC pada tahuntahun sebelum 2014. Oleh karena itu penelitian ini diharapkan dapat mengungkap gambaran keterkaitan informasi perencanaan kinerja strategis daerah RPJMD dengan penganggaran sebagai bentuk upaya peningkatan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah.

10 1.6 Kontribusi Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi pihakpihak yang terkait dengan penerapan Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah sebagai berikut: 1) Kontribusi Praktis Penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan pemikiran dan masukan bagi pemerintah daerah dalam meningkatkan kualitas Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. 2) Kontribusi Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan bahan kajian bagi peneliti lain yang mempunyai minat terhadap perencanaan kinerja, penganggaran, dan akuntabilitas kinerja di lingkungan pemerintahan serta memperkaya khasanah literatur penelitian dalam bidang sektor publik. 1.7 Proses Penelitian Efferin (2016) memaparkan bahwa metodologi penelitian kualitatif berjalan dengan aturan mengikuti proses timbal balik yang terus bergerak maju (reciprocity whilst moving forward). Proses tersebut dapat digambarkan sebagai berikut: Pemilihan Topik Perumusan Masalah Penelitian Pengumpulan Data Analisis Data Penulisan Laporan Penelitian Gambar 1.1 Reciprocity Whilst Moving Forward Sumber: Efferin (2016)

11 Dari gambar di atas diketahui bahwa setelah pemilihan topik, proses penelitian akan terus bergerak maju hingga tahap akhir penulisan laporan penelitian. Namun demikian, selama penelitian masih dalam proses dapat dilakukan mekanisme timbal balik yang dapat berpengaruh pada tahap sebelum maupun sesudah saat tahapan tertentu sedang dilakukan. Hal tersebut dimungkinkan mengingat perbaikan terus-menerus diperlukan untuk menghasilkan laporan penelitian yang diharapkan. 1.8 Sistematika Penulisan Penelitian ini menggunakan sistematika penulisan yang terbagi dalam lima bab sebagai berikut: Bab I Pendahuluan Bab ini menjelaskan tentang latar belakang, rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, kontribusi penelitian, dan sistematika penulisan. Bab II Kajian Pustaka Bab ini berisi landasan teoritis sebagai kerangka berpikir dalam penelitian yang terkait dengan akuntabilitas kinerja, perencanaan kinerja, dan penganggaran di sektor publik. Bab ini juga menyajikan hasil-hasil penelitian terdahulu yang relevan dengan permasalahan penelitian. Bab III Desain Penelitian Bab ini berisi rancangan penelitian studi kasus yang dijabarkan dalam latar belakang kontekstual, rasionalitas objek penelitian, jenis penelitian, teknik pengumpulan data,

12 jenis data, teknik analisis data, serta validitas dan reliabilitas data. Bab IV Analisis dan Diskusi Bab ini berisi temuan-temuan yang berhasil didapatkan melalui investigasi dilapangan untuk dapat menjawab pertanyaan penelitian. Bab V Konklusi dan Rekomendasi Bab ini berisi kesimpulan dari hasil penelitian, rekomendasi dari hasil penelitian yang didapatkan, dan keterbatasan penelitian.