BAB V KESIMPULAN Identitas Nasional dalam Imajinasi Kurikulum kurikulum Konstruksi tersebut melakukan the making process dalam

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. Gender adalah perbedaan jenis kelamin berdasarkan budaya, di mana lakilaki

BAB VI KESIMPULAN. masyarakat hidup bersama biasanya akan terjadi relasi yang tidak seimbang. Hal

2016 EKSISTENSI MAHASISWI D ALAM BERORGANISASI D I LINGKUNGAN FAKULTAS PEND ID IKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

BAB I PENDAHULUAN. masih dapat kita jumpai hingga saat ini. Perbedaan antara laki- laki dan

industrialisasi di Indonesia telah memunculkan side effect yang tidak dapat terhindarkan dalam masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Dalam telaah-telaah ilmu sosial, bahasa menempati posisi yang sangat

BAB IV KESIMPULAN. Perempuan sebagai subjek yang aktif dalam urusan-urusan publik

BAB I PENDAHULUAN. Pada masyarakat yang menganut sistem patriarkhi seringkali menempatkan lakilaki

BAB I PENDAHULUAN. Disertasi ini mengkaji tentang relasi gender dalam keterlibatan perempuan. minoritas seperti pemuda, petani, perempuan, dan

BAB V PENUTUP. dapat terlepas dari modal yang dimilikinya, semakin besar modal yang dimiliki oleh

BAB I PENDAHULUAN. tidak adil, dan tidak dapat dibenarkan, yang disertai dengan emosi yang hebat atau

BAB I PENDAHULUAN. Dunia anak sering diidentikkan dengan dunia bermain, sebuah dunia

BAB VI KESIMPULAN. instrumentnya meraih legitimasi-legitimasi, namun juga menelisik kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. kenyataan yang tak terbantahkan. Penduduk Indonesia terdiri atas berbagai

GENDER DAN PENDIDIKAN: Pengantar

BAB 8 KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEILMUAN

BAB I PENDAHULUAN. struktur sosial dan sistemnya sendiri (Widianingsih, 2014). Di dalam rumah

TINJAUAN PUSTAKA. A. Politik Identitas. Sebagai suatu konsep yang sangat mendasar, apa yang dinamakan identitas

Pemahaman Analisis Gender. Oleh: Dr. Alimin

BAB IV KESIMPULAN. Talempong goyang awalnya berasal dari Sanggar Singgalang yang. berada di daerah Koto kociak, kenagarian Limbanang, kabupaten

BAB V PENUTUP. pemberian hak pada anak yang tidak mengistimewakan pada jenis kelamin

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. perempuan dengan laki-laki, ataupun dengan lingkungan dalam konstruksi

yaitu budaya Jawa mempengaruhi bagaimana maskulinitas dimaknai, seperti pendapat Kimmel (2011) bahwa maskulinitas mencakup komponen budaya yang

BAB I PENDAHULUAN. efektif dan efisien untuk berkomunikasi dengan konsumen sasaran.

BAB I PENDAHULUAN. berperan penting atau tokoh pembawa jalannya cerita dalam karya sastra.

BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan Pada Bab Penutup ini melihat kesimpulan dari data yang diperoleh di

BAB I PENDAHULUAN. Skripsi ini membahas tentang bagaimana faktor-faktor yang menyebabkan

Teori Sosial. (Apa Kontribusinya Terhadap Pemahaman Olahraga di Masyarakat)

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. historisnya, dipersoalkan oleh pemeluk agama, serta

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Pada tahun 2010 diperhitungkan sekitar 0,8 juta tenaga kerja yang

Bab VI: Kesimpulan. 1 Pemilih idealis mengaktualisasikan suaranya berdasarkan ideologi untuk memperjuangkan nilai-nilai

BAB II KAJIAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. pulau-pulau dan lebih kebudayaan, upaya menguraikan kondisi hubungan

BAB VI PENUTUP. Meskipun perpustakaan oleh masyarakat secara umum disadari sebagai

BAB I PENDAHULUAN. tentunya sangat berkaitan dengan hidup dan kehidupan manusia serta kemanusiaan. Ia

BAB I PENDAHULUAN. maksud dan tujuan pembangunan. Tidaklah mudah untuk mengadakan perubahan

BAB VI PENUTUP. Dari berbagai deskripsi dan analisis yang telah penulis lakukan dari bab I

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia (NKRI) tidaklah kecil. Perjuangan perempuan Indonesia dalam

DOMINASI PENUH MUSLIHAT AKAR KEKERASAN DAN DISKRIMINASI

GENDER, PEMBANGUNAN DAN KEPEMIMPINAN

Pemberdayaan KEKUASAAN (POWER)

PENDEKATAN TEORITIS. Tinjauan Pustaka

VISI DAN STRATEGI PENDIDIKAN KEBANGSAAN DI ERA GLOBAL

BAB V. Kesimpulan. A. Pendahuluan

BAB V KESIMPULAN. pedesaan yang sesungguhnya berwajah perempuan dari kelas buruh. Bagian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengarang menciptakan karya sastra sebagai ide kreatifnya. Sebagai orang yang

BAB VI KESIMPULAN. Pertama, poligami direpresentasikan oleh majalah Sabili, Syir ah dan NooR dengan

BAB II KAJIAN TEORI. dan Eksploitasi Wanita dalam Novel The Lost Arabian Women karya Qanta A.

Dekonstruksi Maskulinitas dan Feminitas dalam Sinetron ABG Jadi Manten Skripsi Disusun untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan Pendidikan Strata 1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. upaya dari anggota organisasi untuk meningkatkan suatu jabatan yang ada.

I. PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia merupakan suatu bangsa yang majemuk, yang terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN. Hitam dan putih adalah konsep dualisme yang ada di masyarakat, dimana

BAB IV KESIMPULAN. Sejarah panjang bangsa Eropa mengenai perburuan penyihir (witch hunt) yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. 2008:8).Sastra sebagai seni kreatif yang menggunakan manusia dan segala macam

BAB I PENDAHULUAN. Gender merupakan konstruksi sosial mengenai perbedaan peran dan. kesempatan antara laki-laki dan perempuan. Perbedaan peran dan

BAB V P E N U T U P. bahwa dalam komunitas Kao, konsep kepercayaan lokal dibangun dalam

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum pers mempunyai beberapa fungsi yang saling berhubungan satu

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dan perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang. Oleh karena itu

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Dewasa ini penyimpangan sosial di Indonesia marak terjadi dengan

BAB 6 PENUTUP. Berebut kebenaran..., Abdil Mughis M, FISIP UI., Universitas Indonesia 118

11Ilmu ANALISIS WACANA KRITIS. Sri Wahyuning Astuti, S.Psi. M,Ikom

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagai sebuah negara yang masyarakatnya majemuk, Indonesia terdiri

PEREMPUAN DALAM BIROKRASI Hambatan Kepemimpinan Perempuan dalam Birokrasi Pemerintah Provinsi DIY

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan gambaran umum lokasi penelitian, deskripsi dan pembahasan

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Masalah

BAB V PENUTUP Kesimpulan

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. 6.1 Perempuan Berdaya Bukanlah Mitos Belaka

BAB VII KESIMPULAN. Kesimpulan

BAB V PENUTUP. ini. Varian fundamentalisme sudah banyak dikategorisasikan oleh para

Peningkatan Kualitas dan Peran Perempuan, serta Kesetaraan Gender

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Media seni-budaya merupakan tempat yang paling banyak

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman pengarang. Karya sastra hadir bukan semata-mata sebagai sarana

sosial kaitannya dengan individu lain dalam masyarakat. Manusia sebagai masyarakat tersebut. Layaknya peribahasa di mana bumi dipijak, di situ

KONSEP DAN ANALISIS JENDER. Oleh Dr. Drs. Muhammad Idrus, S.Psi., M.Pd

MENGIKAT TALI KOMUNITAS MEMUTUS RANTAI KEKERASANTERHADAPPEREMPUAN

Tim Penyusun. Pengarah. Kepala Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana Provinsi Sulawesi Selatan

METODE PENELITIAN. deskriptif dan dengan pendekatan analisis wacana. Dalam melakukan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. wilayah dan tataran kehidupan publik, terutama dalam posisi-posisi pengambilan

BAB V PENUTUP. Struktur dan Teori Kekuasaan melalui tahapan metode etnografi pada Konsep

Rumusan Isu Strategis dalam Draft RAN Kepemudaan PUSKAMUDA

BAB VII HUBUNGAN SOSIALISASI PERAN GENDER DALAM KELUARGA ANGGOTA KOPERASI DENGAN RELASI GENDER DALAM KOWAR

KONFLIK HORIZONTAL DAN FAKTOR PEMERSATU

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Alfian Rizanurrasa Asikin, 2014 Bimbingan pribadi sosial untuk mengembangkan kesadaran gender siswa

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah

PERJUANGAN EMANSIPASI MELALUI BAHASA PEREMPUAN

HUBUNGAN KARAKTERISTIK RUMAH TANGGA DAN KONDISI SOSIAL EKONOMI DENGAN PERAN GENDER DALAM RUMAH TANGGA PERIKANAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. masih memandang mereka sebagai subordinat laki-laki. Salah satu bentuk

Bab 5. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan

Penyusunan Kebijakan Responsif Gender. Bivitri Susanti Lembaga Administrasi Negara, 15 Maret 2017

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. (Kompas, Republika, dan Rakyat Merdeka) yang diamati dalam penelitian

LAPORAN PENELITIAN INDIVIDU. DINA MARTIANY, S.H., M.Si.

PELIBATAN TENAGA KEPENDIDIKAN DALAM IMPLEMENTASI SATUAN PENDIDIKAN BERWAWASAN GENDER

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Pusat Bahasa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mana perbedaan perempuan dan laki-laki yang bersifat kodrat sebagai ciptaan

Transkripsi:

BAB V KESIMPULAN 5.1. Identitas Nasional dalam Imajinasi Kurikulum 2013 Konstruksi Identitas Nasional Indonesia tidaklah berlangsung secara alamiah. Ia berlangsung dengan konstruksi besar, dalam hal ini buku teks tematik teradu sebagai akibat dari perubahan kurikulum sekolah yang menggunakan kurikulum 2013. Konstruksi tersebut melakukan the making process dalam konstruksi identitas nasional Indonesia saat ini. Kesatuan Indonesia bukan hendak menghilangkan identitas setiap komponen bangsa, tetapi harapannya agar semuanya menjadi warga negara Indonesia tanpa merasa terasing. Sikap saling menghormati identitas masingmasing dan kesediaan untuk tidak memaksakan pandangan sendiri tentang yang baik kepada siapapun merupakan syarat keberhasilan masa depan Indonesia. Oleh karena itu, kepluralistikan masyarakat Indonesia merupakan tantangan yang menuntut upaya sungguh-sungguh dalam bentuk transformasi kesadaran multikultural. Suatu kesadaran yang diarahkan kepada identitas nasional, integrasi nasional. Dengan demikian, kesatuan Indonesia dapat ditegakkan sejalan dengan teks ideal Bhinneka Tunggal Ika. Melalui sampul, terlihat upaya untuk memperlihatkan wajah keindonesiaan yang multikultur. Meskipun di dalamnya terdapat representasi yang menunjukkan berbagai bias dalam mendifinisikan keindonesiaan. Dalam konstruksi identitas nasional tersebut, terdapat persinggungan-persinggunangan antara mayoritas dan minoritas, pusat dan pinggiran, serta dominasi dan subordinat dalam sebuah ruang 118

bernama buku teks tematik terpadu kelas 1 SD kurikulum 2013. Buku tersebut menciptakan reproduksi kultural dan sosial. Modal-modal kultural dan simbolik kelas atas di reproduksi untuk sebuah legitimasi memertahankan dominasi nilainilai. Representasi gender, etnis/ras, dan kelas dalam penelitian ini dipengaruhi oleh konteks sosial politik yang terjadi di Indonesia. Analisis terhadap teks dalam buku tematik terpadu kurikulum 2013 menunjukkan terjadinya perubahan dan modifikasi dalam konstruksi dan representasi gender, etnis/ras, serta kelas dari kurikulum sebelumnya. Analisis juga menunjukkan bahwa representasi gender, etnis/ras, dan kelas memiliki kecenderungan untuk menjaga dan mempertahankan konstruksi identitas dominan dan hegemonik. Dalam konteks stereotipe gender, perbedaan jenis kelamin antara laki-laki dan perempuan telah memengaruhi anggota masyarakat untuk memberi persepsi identitas perbedaan peranan gender yang dalam sepanjang sejarah manusia menimbulkan adanya ketidakadilan dan ketidaksetaraan gender. Perempuan lebih banyak muncul sebagai objek daripada subjek. Buku teks menempatkan perempuan sebagai pemikul simbolik identitas nasional. Secara politik, perempuan tidak banyak dilibatkan dan hanya diberi peran sebagai national embodiment atau perwujudan sebuah bangsa. Stereotipe gender dapat dibedakan ke dalam beberapa kategori, yaitu: sifat/karakteristik perilaku dan/atau kondisi fisik, peran gender, nilai gender, dan status gender. Dalam hal peran gender, perempuan diberi label semata-mata berperan di kegiatan domestik, yaitu: mencuci pakaian, memasak, belanja, 119

mengasuh anak, dan lain sebagainya. Sebaliknya laki-laki diberi label peran semata-mata dalam kegiatan publik, seperti: pencari nafkah utama, pengurus dan/atau anggota kelompok/organisasi kemasyarakatan dan politik. Dalam nilai gender, perempuan dan laki-laki dilabeli dengan warna kesukaan, barang-barang kesukaan, dan posisi pekerjaan kesukaan. Anak perempuan dilabeli suka warna merah muda, maka berbagai barang atau asesoris milik perempuan seperti meja, alat tulis, baju dan sebagainya selalu dipilihkan berwarna merah muda; sebaliknya anak laki-laki dilabeli suka warna biru, maka berbagai barang atau asesoris milik laki-laki seperti meja, alat tulis, baju dan sebagainya selalu dipilihkan berwarna biru. Dalam hal jenis barang-barang mainan seperti boneka, alat memasak, alat rias dan sebagainya lebih cocok dilabelkan sebagai mainan milik anak perempuan, sebaliknya mobil-mobilan, pesawat, pistol-pistolan dan sebagainya lebih cocok dilabelkan sebagai mainan milik anak laki-laki. Demikian juga dalam hal posisi pekerjaan, perempuan dilabelkan cocok pada pekerjaan yang levelnya di bawah laki-laki. Berkaitan dengan status gender dalam keluarga, masyarakat, dan negara laki-laki diberi label bekerja sebagai pimpinan seperti sebagai: kepala keluarga, kepala desa/kelurahan, pengurus organisasi, direktur perusahaan dan sebagainya. Sebaliknya perempuan diberi label bekerja hanya sebagai anggota pengikut dan partisipan pasif dalam beragam kegiatan tersebut. Apa yang terjadi tersebut memperlihatkan kekuasaan selalu berada dan beroperasi pada suatu ranah tertentu. Kurikulum menjadi perspektif penting dalam meneropong produksi dan sirkulasi pengetahuan di masyarakat. Di dalamnya 120

terdapat berbagai agen yang memiliki modal baik modal ekonomi, simbolik, maupun kultural. Kurikulum merupakan sebuah ranah pertarungan berbagai agen dengan habitus dan modalnya masing-masing untuk memperjuangkan berbagai modal yang diperjuangkannya. Kurikulum merupakan sebuah ruang dimana berbagai symbol diproduksi,didistribusikan kepada setiap agen. Kurikulum bukanlah alat kekuasaan dominan yang diterima secara taken for granted. Tetapi, kurikulum secara total membentuk sebuah ruang tempat berlangsungnya arena pertarungan guna memperebutkan posisi dominan yang diperjuangkan. 5.2 Interdiskursivitas: Negara dan Politisasi Identitas Ke-Indonesia-an Lahirnya kurikulum 2013 mengindikasikan terjadnya kontestasi yang menyebabkan ketidaksetaraan dalam pendistribusian berbagai kapital. Akibatnya, melahirkan posisi dominan dari agen tertentu. Dengan demikian, tidak dipungkiri selalu terkondisikan adanya kekerasan simbolik (symbolic violence) terhadap agen tertentu oleh kelompok dominan. Maka, kurikulum juga dapat dipahami sebagai mekanisme melahirkan kepatuhan dan penjinakkan kepada guru serta murid dari pihak-pihak lainnya. Kurikulum juga menjadi bentuk kontrol yang lebih langsung yang se ring menjadi sasaran perhatian kekerasan simbolik terhadap agen. Agenagen yang terlibat dalam kon testasi kurikulum sangat di ten tukan oleh kekuatan simbolik (symbolic power) yaitu kekuasaan dalam mengendalikan simbol dan mengkonstruksi realitas melalui simbol-simbol tersebut. Kurikulum 2013 muncul ditengah menguatnya wacana pendidikan karakter. Keprihatinan akan berbagai bentuk degradasi moral generasi muda, dan 121

pandangan tentang semakin maraknya intoleransi dalam masyarakat. Di sanalah titik penting tentang masuknya paradigma untuk semakin menginternalisasi nilainilai yang berbasis agama. Namun, dalam konteks tersebut, ternyata justeru terjadi generalisasi nilai-nilai agama dominan. Persoalan tentang konstruksi identitas nasional Indonesia semakin berbenturan dengan banyak aspek. Di satu sisi sekolah berupaya mempertahankan keindonesiaan yang bersifat klasik, namun di sisi lain, perkembangan zaman menuntut sebuah upaya untuk mendefinisikan ke-indnesiaan secara ulang. Dominasi dan hegemoni peran Negara yang mulai surut sejak jatuhnya rezim Orde Baru, konflik identitas yang merujuk pada etnis, ideologi, agama, dan kebudayaan terasa semakin mewujud. Terbukanya peluang mengekspresikan identitas tersebut diikuti pula benturan antar nilai yang menjadi landasan eksistensi identitas. Kurikulum 2013 tetap memiliki kecenderungan untuk menebalkan identitas sosial, politik, budaya, agama, etnis dari sebuah konstruksi identitas ke-indonesiaan. Kesenjangan sosial, ketidaksetaraan relasi, dominasi yang kuat, yang semuanya bermuara pada kemapanan struktur sosial ekonomi dan tata hubungan yang timpang. Kurikulum 2013 menunjukkan tanda-tanda sebagai kembalinya kontrol Negara dalam menyikapi menguatnya eksresi secara bebas identitasidentitas yang berkembang dalam masyarakat di ruang publik. 122

5.3 Saran Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan bagi berbagai pihak yang berkepentingan, mulai dari formulasi kebijakan (policy maker) yang dalam hal ini adalah Dirjen Dikdasmen sampai pada illustrator yang secara teknis menghasilkan produk gambar ilustrasi sebagaimana yang dimaksud. Sehingga kehadiran gambar ilustrasi pada buku teks SD yang lebih berperspektif gender, kelas, dan etnisitas, sebagai upaya internalisasi semangat relasi kesetaraan melalui dunia pendidikan, khususnya pendidikan dasar. Identitas yang mesti dikonstruksi dalam pendidikan adalah identitas yang tidak hanya mencakup perasaan seetnis atau segologan, melainkan kesadaran antar etnis. Dalam konteks ini politisasi identitas nasional lebih diarahkan menuju identitas hybrid. Politisasi islam masuk melalui berbagai peraturan di tingkat lokal di berbagai propinsi di Indonesia mesti disikapi dengan bijak sebagai upaya meredam radikalisasi agama. Penelitian ini selanjutnya juga dapat membuka ruang-ruang penelitian lebih lanjut untuk melihat interaksi serta dialektika konstruksi identitas ke-indonesia-an dalam dunia pendidikan. Selain itu, penelitian ini menggunggah kesadaran pembaca untuk memaknai konstruksi identitas secara kritis. 123