BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. bekerja bukanlah suatu hal yang baru di kalangan masyarakat. Berbeda dari

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Keberadaan wanita dalam dunia bisnis saat ini menunjukkan fenomena

BAB I PENDAHULUAN. atau organisasi. Menurut Robbins (2008) perusahaan atau organisasi ini

BAB 1 PENDAHULUAN. masa depan keluarga menjadi fenomena yang sudah lazim terjadi pada era

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sebagai kepala rumah tangga dan pencari nafkah membuat sebagian besar wanita ikut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dewasa (Frone et al,1992). Dalam beberapa dekade ini perkembangan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan dan pertumbuhan ekonomi yang sangat pesat membuat

2016 WORK FAMILY CONFLICT - KONFLIK PERAN GANDA PADA PRAMUDI BIS WANITA

HUBUNGAN ANTARA KONFLIK PERAN GANDA DENGAN STRES KERJA PADA GURU WANITA SEKOLAH DASAR DI KECAMATAN KEBONARUM KLATEN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kaum perempuan di sektor publik. Tampak tidak ada sektor publik yang belum

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada era modern ini kedudukan wanita dan pria bukanlah sesuatu yang

BAB 1 PENDAHULUAN. buku berjudul Door Duisternis Tot Licht (Habis Gelap Terbitlah Terang). Kartini

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan manusia seringkali terjadi konflik yang tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sumber daya manusia adalah faktor yang menentukan keberhasilan suatu

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan akan sumber daya yang berkualitas. Setiap perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. untuk mampu melakukan tugas rumah tangga. Kepala keluarga

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan dalam bidang kedokteran membuat rumah sakit dari pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. rumah tangga dan anak-anaknya saja, kini mempunyai peran kedua yaitu

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pada saat ini tidak hanya suami saja yang harus bekerja untuk memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan sehari-hari. Akan tetapi wanita sendiri juga memiliki tugas

BAB II LANDASAN TEORI. A. Work-Family Conflict. Kahn, dkk. (1964) menjelaskan konsep work-family conflict dengan

BAB I PENDAHULUAN. dengan tuntutan perkembangan eksternal organisasi (Rochmanadji, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. berperan dalam mengelola urusan keluarga. Sedangkan dalam rumah tangga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebagai individu, bekerja merupakan salah satu aktivitas yang dilakukan oleh

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Wanita karir mengacu pada sebuah profesi. Karir adalah karya. Jadi, ibu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. seperti kesehatan, ekonomi, sosial, maupun politik. Pergeseran peran tersebut terjadi karena

BAB II LANDASAN TEORI. (2003), work-family conflict (WFC) merupakan suatu bentuk konflik peran

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Setiap manusia pasti memiliki kebutuhan-kebutuhan pokok untuk

BAB I PENDAHULUAN. sama lain. Lingkungan dari keluarga dan kerja seringkali disimpulkan sebagai

Puji Hastuti F

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mengubah keadaan tertentu menjadi kondisi yang lebih baik. Perubahan itu harus

BAB I PENDAHULUAN. keduanya merupakan peran bagi pria, sementara bagi wanita akan menjadi

BAB I PENDAHULUAN. perubahan-perubahan yang terjadi di kedua domain (pekerjaan personal).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan merupakan bersatunya seorang laki-laki dengan seorang

2016 HUBUNGAN ANTARA WORK-FAMILY CONFLICT DENGAN KEPUASAN HIDUP PADA PERAWAT PEREMPUAN BAGIAN RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT UMUM (RSU) A KOTA CIMAHI

BAB V FAKTOR PEMICU KONFLIK PEKERJAAN-KELUARGA

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keadaan ekonomi yang kurang baik membuat setiap keluarga di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Bekerja merupakan suatu tuntutan bagi individu yang harus dijalankan untuk

BAB I PENDAHULUAN. rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, lingkup penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB I PENDAHULUAN. Tenaga kerja sebagai sumberdaya manusia (SDM) utama perusahaan yang

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan tekanan karyawan. Menurut Greenberg dalam Mauladi dan Dihan

BAB VIII PERAN ORGANISASI DALAM MENGHADAPI MASALAH WORK FAMILY CONFLICT. organisasi dengan bukti meningkatnya hubungan konflik kerja-keluarga yang

BAB I PENDAHULUAN. bekerja. Tanggapan individu terhadap pekerjaan berbeda-beda dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. zaman sekarang dapat melakukan pekerjaan yang dilakukan oleh kaum pria.

BAB I PENDAHULUAN. yang sesuai dengan permintaan pasar. Apabila permintaan pasar mengalami

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut permenkes no. 147 (2010), Rumah Sakit adalah institusi

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah

BAB II LANDASAN TEORI. Komitmen karyawan terhadap organisasi merupakan suatu hubungan antara

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DAN SIKAP TERHADAP KARAKTERISTIK PEKERJAAN DENGAN KETAKUTAN AKAN SUKSES PADA WANITA KARIR SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan kemajuan jaman, saat ini banyak wanita yang mengenyam

BAB VI DAMPAK DARI WORK FAMILY CONFLICT. bekerja. Dampak dari masalah work family conflict yang berasa dari faktor

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembangunan nasional. Sejak awal tahun 70-an, isu mengenai

BAB I PENDAHULUAN. individu yang belajar di Perguruan Tinggi. Setelah menyelesaikan studinya di

BAB I PENDAHULUAN. dimasuki oleh kaum wanita baik sebagai dokter, guru, pedagang, buruh, dan

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan pekerjaan ataupun kegiatan sehari hari yang tidak. mata bersifat jasmani, sosial ataupun kejiwaan.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manajemen bila ditinjau sebagai suatu proses merupakan suatu rangkaian tahap

BAB I PENDAHULUAN. bertindak sebagai penopang ekonomi keluarga terpaksa menganggur. Oleh

BAB I. Pendahuluan. langsung akan berdampak pada adanya perubahan-perubahan di berbagai aspek

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN

BAB I PENDAHULUAN. Karyawan atau pekerja ada bermacam-macam jenisnya yaitu pekerja lepas, pekerja operasional,

BAB I PENDAHULUAN. peran sosial dimana dapat bekerja sesuai dengan bakat, kemampuan dan. antara tugasnya sebagai istri, ibu rumah tangga.

BAB I PENDAHULUAN. dalam menemukan makna hidupnya. Sedangkan berkeluarga adalah ikatan perkawinan untuk

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA DENGAN KONFLIK PERAN GANDA PADA WANITA BEKERJA. Naskah Publikasi. Diajukan kepada Fakultas Psikologi

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan jumlah tenaga kerja hampir terjadi di seluruh kota kota besar di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap manusia dalam perkembangan hidupnya akan mengalami banyak

BAB I PENDAHULUAN. sebagian besar waktunya. Walaupun berbeda, pekerjaan dan keluarga

BAB I PENDAHULUAN. sama sekali belum pernah dimasuki kaum hawa. pernah melihat wanita sebagai penerbang, tetapi kini Indonesia memiliki

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebuah organisasi atau perusahaan yang maju tentunya tidak lain didukung

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarik menarik. perkawinan antara manusia yang berlaian jenis itu.

BAB 1 PENDAHULUAN. rumah adalah ayah, namun seiring dengan berkembangnya zaman, tidak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa dewasa adalah masa awal individu dalam menyesuaikan diri terhadap

BAB I PENDAHULUAN. pengertian antara suami dan istri, sikap saling percaya-mempercayai dan sikap saling

BAB 1 PENDAHULUAN. Kemajuan sebuah organisasi sangat dipengaruhi oleh kualitas sumber daya manusia

BAB I PENDAHULUAN. daya saing dalam dunia usaha. Hal ini merupakan suatu proses kegiatan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Dewasa ini, perusahaan semakin berorientasi pada pelanggan dan

BAB I PENDAHULUAN. wanita dari masyarakat dan pengusaha pun semakin tinggi. Di Amerika Serikat,

BAB II LANDASAN TEORITIS. & Beutell (1985) mendefinisikan work-family conflict sebagai suatu bentuk

BAB I PENDAHULUAN. dapat bertahan lama. Karena salah satu sumber daya yang sangat penting yang. dimiliki oleh perusahaan adalah sumber daya manusia.

BAB I PENDAHULUAN. didalamnya terdiri dari berbagai macam individu yang berasal dari berbagai status yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perekonomian keluarga, mengisi waktu luang daripada menganggur,

BAB I PENDAHULUAN. Banyak pekerjaan atau profesi yang sebenarnya bertujuan membangun

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II LANDASAN TEORI. bekerja yang ditandai secara khas dengan adanya kepercayaan diri, motivasi diri

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Peran wanita di masa sekarang sudah tidak hanya mengerjakan urusan

BAB I PENDAHULUAN. dan keluarga interdependent satu sama lain sebagaimana keduanya. berkaitan dengan pemenuhan hidup seseorang. Melalui pekerjaan,

BAB I PENDAHULUAN. perubahan di hampir semua aspek kehidupan manusia, salah satu dampak

BAB I PENDAHULUAN. pekerjaan dalam citra diri individu (Lodhal dan Kejner, 1965 dalam Khan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. diakhiri dengan buah karya yang dapat dinikmati oleh manusia yang bersangkutan

BAB I PENDAHULUAN. Kepuasan kerja merupakan perasaan positif tentang pekerjaan seseorang

BAB I PENDAHULUAN. Keterbukaan ekonomi dan politik, perubahan nilai-nilai di dalam masyarakat

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Konflik Pekerjaan Keluarga (Work-Family Conflict) Yang et al (2000) mendefinisikan konflik pekerjaan keluarga (work family

BAB I PENDAHULUAN. Partisipasi pekerja perempuan di Indonesia setiap tahun semakin meningkat. Jika

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menciptakan manusia sebagai makhluk hidup-nya, akan tetapi makhluk hidup

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Salah satu masalah pokok yang dihadapi Pemerintah Indonesia sebagai negara

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peningkatan daya saing di era perdagangan bebas menjadi salah satu kunci ketahanan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Melihat perkembangan era modern ini, pemandangan wanita bekerja bukanlah suatu hal yang baru di kalangan masyarakat. Berbeda dari budaya Timur yang pada umumnya peran pekerjaan wanita hanya dibatasi sebatas pekerjaan rumah tangga. Seiring berubahnya zaman, peran wanita dalam kehidupan sehari-haripun turut mengalami perubahan, peran wanita semakin berkembang karena kesempatan wanita untuk mengeksplorasi potensi yang dimiliki sudah lebih terbuka (Munthe, 2003). Perubahan yang terjadi pada era ini merupakan hasil dari pesatnya perkembangan yang terjadi seiring berjalannya waktu, mulai dari perkembangan budaya, teknologi hingga perkembangan ekonomi. Perkembangan ilmu dan teknologi secara global membuat pandangan mengenai pria dan wanita juga berubah mengikuti perubahan yang terjadi. Pesatnya perkembangan dan pertumbuhan ekonomi menjadi salah satu faktor yang mendorong wanita untuk bekerja dan turut membantu dalam pemenuhan kebutuhan rumah tangga. Berkembangnya peran wanita dalam bekerja dapat dilihat dari jumlah tenaga kerja wanita yang tiap tahunnya mengalami peningkatan. Berdasarkan data yang diperoleh dari website resmi Badan Pusat Statistik (BPS) (http://www.bps.go.id), presentase angkatan tenaga kerja wanita yang bekerja pada tahun 1990 berada di kisaran 38,6% dan terus mengalami peningkatan hingga pada tahun 2000 mencapai presentase sebesar 45,2% dan pada tahun 1

2 2010 menjadi sebesar 64,67%. Data yang dikumpulkan oleh BPS menunjukkan peningkatan jumlah pencari kerja yang terdaftar dengan jenis kelamin wanita. Jumlah pencari kerja yang terdaftar pada tahun 2012 di daerah DKI Jakarta berkisar 8.901 orang dan terus mengalami peningkatan hingga mencapai 14.848 pencari kerja wanita terdaftar pada tahun 2014. Selain jumlah pencari kerja, jumlah wanita yang menempati lowongan pekerjaan juga mengalami peningkatan tiap tahunnya. Pada tahun 2012, terdapat 230.646 wanita yang berhasil menempati posisi lowongan yang terdaftar di seluruh daerah di Indonesia dan pada tahun 2014 jumlah yang berhasil mengisi lowongan meningkat hingga mencapai 288.614 orang. Data ini menunjukkan bahwa wanita yang ingin bekerja semakin meningkat dan pihak-pihak yang mencari pekerja sudah tidak sungkan lagi menerima pekerja wanita dilihat dari peningkatan jumlah pekerja wanita yang diterima dari tahun 2012 hingga tahun 2014. Jumlah wanita bekerja yang setiap tahunnya meningkat bukan hanya diisi oleh wanita yang masih berstatus single tetapi juga mencakup wanita yang sudah menikah dan tetap memilih untuk bekerja, Wanita yang bekerja memiliki tuntutan untuk menjalankan tanggung jawab yang dimiliki oleh posisi yang ditempati dalam pekerjaan, dan selama pelaksanaan tanggung jawab tersebut dibutuhkan waktu dan komitmen mereka (Kussudyarsana & Soepatini, 2008). Terlepas dari tuntutan tanggung jawab peran dari pekerjaan, wanita yang sudah menikah dan tetap memilih untuk bekerja memiliki tanggung jawab lain yang masih harus dijalankan yaitu tanggung jawab peran mereka di rumah sebagai ibu rumah tangga.

3 Dibutuhkan kemampuan untuk menyeimbangkan antara tanggung jawab keluarga dan pekerjaan, terutama dengan tersitanya waktu dan energi yang dimiliki oleh peran baru yang dimiliki, agar tuntutan yang berasal dari kedua peran dapat dipenuhi secara efisien (Roboth, 2015). Konflik peran merupakan salah satu dampak yang dapat terjadi apabila tidak terdapat keseimbangan dalam melakasanakan tanggung jawab peran. Konflik peran dapat dialami baik oleh pria ataupun wanita, namun intensitas konflik peran pada wanita lebih tinggi dibandingkan pada laki-laki, dikarenakan dasar dari peran wanita dalam keluarga adalah untuk mengurus kebutuhan rumah tangga termasuk mengurus suami dan anak (Apperson, 2002). Laki-laki bekerja lebih jarang mengalami konflik peran karena perannya dalam keluarga adalah untuk bekerja dan mencari nafkah, sementara bagi wanita yang sudah menikah, memutuskan untuk bekerja maka akan menambahkan peran lain dalam kehidupannya. Penelitian yang dilakukan Jick & Mitz (1985) menunjukkan wanita juga memiliki kondisi fisik yang lebih cepat lelah dan lebih mudah cemas dibandingkan laki-laki. Teori konflik peran menyatakan bahwa pelaksanaan tugas dan harapan dari beberapa peran yang ada dapat menimbukan konflik antar peran saat terdapat salah satu peran yang lebih mendominasi sementara terdapat peran lain yang membutuhkan perhatian, waktu, tenaga dan komitmen dari individu (Kahn et al., 1964). Konflik peran terjadi ketika harapan peran mengakibatkan individu kesulitan membagi waktu dan sulit untuk melaksanakan salah satu peran karena ada peran yang lain. Teori konflik peran (Kahn,1980),

4 mendefinisikan konflik peran ganda (work-family conflict) sebagai salah satu bentuk dari konflik peran dimana tekanan peran dari pekerjaan dan keluarga saling bertentangan. Ketidak cocokan tersebut ditandai dengan fakta bahwa partisipasi dalam pekerjaan menjadi lebih sulit dikarenakan partisipasi dalam keluarga, begitupula sebaliknya. Studi kasus yang dilakukan oleh Setyowati (2013) mengenai workfamily conflict pada dosen wanita yang sudah menikah di Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga, memperlihatkan bahwa work family conflict dialami karena adanya keterbatasan waktu untuk dapat berkumpul bersama keluarga karena waktu yang dihabiskan di pekerjaan, adanya keterbatasan bantuan dari pihak lain dalam menyelesaikan pekerjaan rumah tangga yang mengakibatkan pekerjaan rumah menjadi terbengkalai. Beban pekerjaan yang menumpuk serta tenggat waktu penyelesaian tugas pekerjaan menyebabkan perhatian yang diberikan untuk urusan rumah tangga berkurang, sehingga menjadi penyebab dari work family conflict yang dialami oleh dosen wanita yang sudah menikah dan terlibat dalam jabatan struktural di Fakultas. Menurut Michel, dkk (2010) konflik peran ganda atau work-family conflict memiliki faktor-faktor penyebab yang berasal dari pekerjaan, kepribadian dan keluarga. Penelitian yang dilakukan oleh Michel,dkk (2010) mengenai work-family conflict menghubungkan masing-masing aspek dari pekerjaan, kepribadian dan lingkungan sebagai faktor yang memicu terjadinnya work-family conflict. Michel,dkk (2010) juga menyatakan bahwa salah satu faktor pemicu terjadinya konflik adalah job involvement yang

5 didefinisikan sebagai tingkat keterlibatan psikologis (ikatan, hubungan) individu dengan pekerjaannya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa job involvement mempengaruhi work-family conflict. Individu dengan keterlibatan peran yang tinggi memiliki ketertarikan secara kognitif terhadap peran tertentu. Peningkatan keterlibatan kerja (job involvement) akan mengurangi tenaga, waktu dan perhatian yang terbatas dari individu yang mengakibatkan rasa tidak puas pada peran lain yang tidak diperhatikan yang kemudian menimbulkan konflik. Ahmad (2008) meneliti faktor-faktor pekerjaan, keluarga dan individual sebagai prediktor dari work-family conflict. Melalui penelitiannya, dijelaskan bahwa individu dengan job involvement yang tinggi menunjukkan perasaan solidaritas yang tinggi terhadap perusahaan dan mempunyai motivasi kerja yang tinggi. Seif, dkk (2014) melakukan penelitian untuk melihat job involvement yang dimiliki para suster wanita yang sudah menikah pada lima Rumah Sakit swasta di Shiraz. Hasil dari penelitian menunjukkan para sustersuster memiliki job involvement tinggi sehingga mengakibatkan mereka lebih sering menghabiskan waktu di Rumah Sakit dibandingkan bersama keluarga. Banyaknya waktu yang dihabiskan di Rumah Sakit merupakan tuntutan dari perannya sebagai seorang suster yang memiliki tanggung jawab mengawasi pasien sesuai dengan jam tugasnya dan terkadang harus melebihi jam kerjanya apabila ada situasi yang mendesak dan membutuhkan perhatian penuh dari para suster. Hal tersebut memicu munculnya konflik pada kehidupan rumah tangga para suster (Seif, dkk., 2014). Hasil penelitan tersebut menujukkan

6 bahwa job involvement memiliki pengaruh signifikan terhadap konflik peran, yang artinya jika tingkat job involvement lebih tinggi maka work family conflict juga cenderung ikut meningkat. Menurut Lodahl dan Kejner (1965) alasan-alasan yang melatar belakangi job involvement adalah adanya harapan besar, keterikatan emosional terhadap pekerjaan, keinginan untuk menggunakan ilmu yang dimiliki dalam pekerjaan, kebutuhan aktualisasi diri, adanya rasa bangga terhadap pekerjaan dan keinginan untuk mobilitas keatas. Cohen (2003) menyatakan individu dengan job involvement yang tinggi sebagai individu yang puas dengan pekerjaannya, memiliki komitmen dan kepedulian tinggi pada pekerjaan, tingkat absen dan turnover rendah, serta motivasi yang tinggi. Sesungguhnya jika individu memiliki job involvement yang tinggi pada pekerjaannya, hal tersebut akan sangat menguntungkan bagi individu dan organisasi. Namun, ketika job involvement sangat tinggi, seperti pada penelitian Seif, dkk (2014) yang disebutkan di atas pada ibu rumah tangga yang juga berkarir, memiliki potensi lebih besar untuk menimbulkan konflik peran. Selain faktor yang berhubungan dengan pekerjaan, work-family conflict juga dipengaruhi oleh faktor individual atau faktor personal. Michel,dkk (2010) dalam penelitiannya yang menggunakan teori hubungan pekerjaan-keluarga, menyebutkan bahwa selain faktor yang berhubungan dengan pekerjaan dan keluarga, terdapat pula faktor individual atau yang berasal dari dalam individu tersebut. Salah satu faktor individual yang mempengaruhi work-family conflict adalah locus of control internal. Michel,

7 dkk (2010) dalam penelitiannya mendefinisikan locus of control internal sebagai sejauh mana individu merasa bahwa hasil yang didapat disebabkan oleh individu atau diri sendiri dan bukan dikarenakan kesempatan. Menurut Kreitner & Kinicki (2009), individu yang memiliki kecenderungan locus of control internal adalah individu yang memiliki keyakinan untuk dapat mengendalikan segala peristiwa dan konsekuensi yang memberikan dampak pada hidup mereka. Rotter (1966) memiliki pandangan bahwa locus of control internal mengacu pada orang-orang yang percaya bahwa keberhasilan atau kegagalan merupakan hasil dari tindakan dan usaha mereka sendiri. Salah satu hipotesis pada penelitian yang dilakukan Michel, dkk. (2010) menggunakan locus of control internal sebagai salah satu variabel yang dianggap merupakan faktor yang mempengaruhi work-family conflict. Setelah menggunakan metode meta-analisis, hipotesis dari penelitian membuktikan locus of control internal memiliki pengaruh terhadap konflik peran yang terjadi. Individu dengan kecenderungan locus of control internal memiliki potensi konflik peran yang lebih kecil. Thomas W.H.Ng, dkk (2006) melakukan penelitian mengenai peran locus of control internal dalam bekerja, hasilnya menunjukkan bahwa locus of control internal berpengaruh secara negatif yaitu mengurangi potensi terjadinya konflik peran. Kekuatan kontrol internal dari individu mendorong individu untuk menjadi lebih proaktif untuk mengurangi dan menangani pengalaman negatif dari pekerjaannya. Individu dengan locus of control

8 internal yang kuat memiliki konflik peran yang lebih rendah karena memiliki dorongan untuk secara aktif mencari solusi guna mencegah atau mengurangi terjadinya konflik. Faktor yang mempengaruhi perkembangan locus of control internal antara lain adalah faktor lingkungan, motivasi internal, serta pelatihan. Individu dengan locus of control internal yang tinggi akan memiliki dorongan yang lebih besar untuk mencari informasi dan pengetahuan mengenai masalah yang dihadapi serta memiliki kemapuan yang lebih baik dalam mengatasi stress dan kesulitan yang ditemui dalam pekerjaan. Kemampuan yang dimiliki tersebut, locus of control internal, menjadi faktor penting yang dibutuhkan ibu rumah tangga dengan peran ganda untuk membantu menyeimbangkan kedua peran yang dimilikinya. Permasalahan yang terdapat pada pekerjaan dapat lebih mudah teratasi ketika individu secara aktif mencari penyelesaiannya dan memiliki perilaku yang lebih positif. PT Angkasa Pura II (Persero) merupakan kantor pusat yang mengelola bandara besar yang ada di Indonesia bagian Barat sehingga tingkat kesibukan yang tinggi karena merupakan. Tanggung jawab yang dimiliki oleh masingmasing karyawan membutuhkan waktu dan konsentrasi dari karyawan untuk menjalannkannya. Selama masa magang di PT Angkasa Pura II (Persero), peneliti melihat bahwa banyak karyawan wanita yang sudah menikah dan tetap aktif dalam bekerja dengan tingkat kesibukan yang tinggi. Peneliti juga melihat beberapa karyawan wanita membawa anak mereka ke tempat kerja, sebagian besar karena tidak ada pihak lain yang dapat membantu menjaga

9 anak mereka. Kejadian lain yang peneliti lihat dari observasi adalah beberapa karyawan wanita yang baru selesai cuti melahirkan menyempatkan diri di sela jam kerja untuk menyediakan ASI untuk diantarkan ke bayi mereka. Secara tidak langsung, hal tersebut tentu mempengaruhi kelangsungan kegiatan bekerja mereka. Jam kerja yang terkadang menuntut untuk lembur karena tugas yang ada juga mempengaruhi peran mereka di rumah. Adanya dua tugas peran yang bertolak belakang berpotensi menjadi pemicu timbulnya konflik peran pada karyawan wanita yang sudah menikah di PT Angkasa Pura II. Berdasarkan fenomena dan uraian diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai Hubungan antara Job Involvement dan Locus of Control Internal dengan Konflik Peran Ganda pada Karyawati PT Angkasa Pura II (Persero) yang Sudah Menikah. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka dirumuskan masalah dari penelitian ini yaitu : 1. Apakah ada hubungan antara job involvement dan locus of control internal dengan work-family conflict pada karyawati PT Angkasa Pura II (Persero) yang sudah menikah? 2. Apakah ada hubungan antara job involvement dengan work-family conflict pada karyawati PT Angkasa Pura II (Persero) yang sudah menikah?

10 3. Apakah ada hubungan antara locus of control internal dengan work-family conflict pada karyawati PT Angkasa Pura II (Persero) yang sudah menikah? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian a. Mengetahui hubungan antara job involvement dan locus of control internal dengan work-family conflict pada karyawati PT Angkasa Pura II (Persero) yang sudah menikah. b. Mengetahui hubungan antara job involvement dengan work-family conflict pada karyawati PT Angkasa Pura II (Persero) yang sudah menikah. c. Mengetahui hubungan antara locus of control internal dengan workfamily conflict pada karyawati PT Angkasa Pura II (Persero) yang sudah menikah. 2. Manfaat Penelitian a. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan informasi, wawasan dalam ilmu psikologi, khususnya psikologi industri dan organisasi, serta landasan bagi penelitian lain yang sejenis mengenai hubungan antara job involvement dan locus of control internal dengan konflik peran ganda pada ibu rumah tangga yang tetap bekerja.

11 b. Manfaat Praktis 1) Bagi Organisasi Dapat digunakan sebagai salah satu sudut pandang menyangkut karyawan wanita yang sudah menikah, bagaimana keadaan di tempat kerja bukan hanya mempengaruhi perannya sebagai karyawan tapi juga dapat mempengaruhi perannya sebagai ibu rumah tangga. 2) Bagi Ibu Rumah Tangga yang tetap bekerja Dapat memberikan informasi mengenai job involvement dan locus of control internal untuk membantu mengurangi kemungkinan terjadinya work-family conflict. 3) Bagi penelitian selanjutnya Dapat digunakan sebagai referensi yang berhubungan dengan job involvement dan locus of control internal dengan konflik peran ganda pada ibu rumah tangga yang bekerja.