PEDOMAN PRAKTIK APOTEKER INDONESIA

dokumen-dokumen yang mirip
SURAT KEPUTUSAN PENGURUS PUSAT IKATAN APOTEKER INDONESIA Nomor : PO. 002/ PP.IAI/1418/VII/2014. Tentang

Stabat dalam rangka pembinaan Puskesmas. BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pusat Kesehatan Masyarakat yang disingkat puskesmas adalah unit

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek. dalam rangka keselamatan pasien (patient safety) (Menkes, RI., 2014).

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA. Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 TENTANG STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK

SOP Pelayanan Farmasi Tentang Perencanaan dan Pemesanan Obat-obat High Alert

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. hidup layak, baik dalam kesehatan pribadi maupun keluarganya termasuk di

PERANAN APOTEKER DI RUMAH SAKIT

KERANGKA ACUAN KERJA / TERM OF REFERENCE KEGIATAN EVALUASI DAN PENGEMBANGAN STANDAR PELAYANAN KESEHATAN TA. 2017

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia sebagai apoteker (Presiden, RI., 2009).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masalah kesehatan di Indonesia sebagai salah satu negara berkembang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mewujudkan tercapainya derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT

MEHTERIKESEHATAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KESEHAT AN REPUBLIK INDONESIA. Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi mendorong masyarakat untuk semakin memperhatikan derajat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek

PERESEPAN, PEMESANAN DAN PENGELOLAAN OBAT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

SOP PEMESANAN OBAT. Prosedur SOP Penerimaan Barang Dari PBF

KERANGKA ACUAN PELAYANAN KEFARMASIAN DI PUSKESMAS CILEDUG

KEBIJAKAN PEMESANAN OBAT, PENCATATAN OBAT

PENGELOLAAN OBAT DAN ADMINISTRASI APOTEK. Heru Sasongko, S.Farm.,Apt.

Pharmaceutical barrier in preventing counterfeit medicines in hospitals. Hadi Sumarsono, S. Farm., Apt.

2017, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Nega

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI PUSKESMAS

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. pasien yang membutuhkan tindakan medis segera guna penyelamatan nyawa dan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada tanggal 25 Maret 2012 di Apotek RSUD Toto

Lampiran 1 Hasil lembar ceklist Puskesmas Helvetia, Medan-Deli dan Belawan Bagian II Nama puskesmas Kegiatan

PUSKESMAS KECAMATAN KEBON JERUK

2 Tahun 1997 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3671); 2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lemb

UPT. PUSKESMAS KLUNGKUNG I

STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI RUMAH SAKIT

Lampiran 1. Surat Ijin Penelitian RSUD Bangka Selatan

Evaluasi Penerapan Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas Kabupaten Magelang Berdasarkan Permenkes RI No.74 tahun 2016

SOSIALISASI STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI SARANA KESEHATAN

GAMBARAN PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK KABUPATEN SRAGEN TAHUN 2008 SKRIPSI

TUJUAN. a. Meningkatkan mutu Pelayanan Kefarmasian. b. Menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian; dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

1.1. Keterlaksanaan standar pelayanan kefarmasian

KEPUTUSAN KEPALA PUSKESMAS MUARA DELANG NOMOR : / / / SK / I / TENTANG PELAYANAN OBAT KEPALA PUSKESMAS MUARA DELANG,

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Menurut Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009 pasal 1 rumah sakit

TUGAS DAN FUNGSI APOTEKER DI RUMAH SAKIT. DIANA HOLIDAH Bagian Farmasi Klinik dan Komunitas Fakultas Farmasi Universitas Jember

1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN

TINJAUAN ASPEK ADMINISTRASI PADA RESEP DI TIGA APOTEK DI KABUPATEN PEMALANG PERIODE JANUARI - JUNI 2008 SKRIPSI

GAMBARAN PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK WILAYAH KECAMATAN LAWEYAN KOTA SOLO TAHUN 2007 SKRIPSI

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 284/MENKES/PER/III/2007 TENTANG APOTEK RAKYAT MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Menurut Undang-Undang RI Nomor44 tahun 2009 pasal 1 Rumah Sakit

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian berjudul Profil Penerapan Pelayanan Farmasi Klinik di Rumah

BAB IV PEMBAHASAN. sakit yang berbeda. Hasil karakteristik dapat dilihat pada tabel. Tabel 2. Nama Rumah Sakit dan Tingkatan Rumah Sakit

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Obat merupakan komoditi utama yang digunakan manusia untuk

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. upaya kesehatan dengan memfungsikan berbagai kesatuan personel terlatih dan

TAHUN UPT PUSKESMAS PABUARAN Jl P.SUTAJAYA NO 129 LAPORAN TAHUNAN PENGELOLAAN OBAT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV ANALISIS DATA DAN RANCANGAN PROSEDUR PENGELOLAAN OBAT/ALAT KESEHATAN DI INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT MYRIA PALEMBANG

Apoteker berperan dalam mengelola sarana dan prasarana di apotek. Selain itu, seorang apoteker juga harus menjamin bahwa:

SURVEI KESALAHAN DALAM PENULISAN RESEP DAN ALUR PELAYANANNYA DI APOTEK KECAMATAN AMPEL KABUPATEN BOYOLALI SKRIPSI

BAB 4 ANALISA PROSES BISNIS AWAL

BAB 11: PERBEKALAN FARMASI

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Menurut Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009, rumah sakit adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia nomor 36 tahun 2014, tentang Kesehatan, adalah. setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI.

BLUEPRINT UJI KOMPETENSI APOTEKER INDONESIA METODE OSCE

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

MAKALAH STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI RUMAH SAKIT

Perencanaan. Pengadaan. Penggunaan. Dukungan Manajemen

A. CONTOH STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL (SPO) PENGELOLAAN SEDIAAN FARMASI DAN ALAT KESEHATAN

2. Bagi Apotek Kabupaten Cilacap Dapat dijadikan sebagai bahan masukan sehingga meningkatkan kualitas dalam melakukan pelayanan kefarmasian di Apotek

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Lampiran 1. Daftar Tilik Mutu Pelayanan Kefarmasian DAFTAR TILIK

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Rumah sakit adalah salah satu sarana kesehatan tempat menyelenggarakan

SOP PELAYANAN FARMASI PUSKESMAS SINE PERENCANAAN OBAT DAN PERBEKALAN KESEHATAN

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. rumah sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. alat ilmiah khusus, dan difungsikan oleh berbagai kesatuan personel terlatih dan

KIE di Rumah Riset Jamu. Dikompilasi dari materi Pelatihan Apoteker Saintifkasi Jamu di B2P2TOOT

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2016 TENTANG STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI PUSKESMAS

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Tujuan bangsa Indonesia sebagaimana yang tercantum dalam

PERATURAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR... TAHUN... TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN OBAT-OBAT TERTENTU YANG SERING DISALAHGUNAKAN

Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB)

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Rumah sakit adalah salah satu dari sarana kesehatan tempat

Elemen Penilaian PKPO 1 Elemen Penilaian PKPO 2 Elemen Penilaian PKPO 2.1 Elemen Penilaian PKPO Elemen Penilaian PKPO 3

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. karateristik tersendiri yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Menurut Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009 pasal 1 tentang Rumah

PEDOMAN WAWANCARA UNTUK PENANGGUNG JAWAB FARMAKMIN INSTRUMEN PENELITIAN MANAJEMEN PENYIMPANAN OBAT DI PUSKESMAS KECAMATAN JAGAKARSA TAHUN 2008

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Periode Zaman Penjajahan sampai Perang Kemerdekaaan Tonggak sejarah. asisten apoteker semasa pemerintahan Hindia Belanda.

PLANNING OF ACTION PELAYANAN KEFARMASIAN 2017

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2016 TENTANG STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PERUNDANGAN PRAKTEK APOTEKER

GAMBARAN PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK KABUPATEN BREBES TAHUN 2008 SKRIPSI

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya5.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Manajemen adalah suatu proses tahapan kegiatan yang terdiri atas

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT DAN INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT. Rumah sakit merupakan suatu unit yang mempunyai organisasi teratur,

MAKALAH. Dosen Pembimbing : Yuni Retnaningtyas, S.Si., M.Si., Apt. Oleh: Kelompok 6

Transkripsi:

PEDOMAN PRAKTIK APOTEKER INDONESIA PENGURUS PUSAT IKATAN APOTEKER INDONESIA TAHUN 2013

DAFTAR ISI PEDOMAN PRAKTIK APOTEKER INDONESIA... 1 I. PENGELOLAAN... 1 1. Pemilihan... 1 2. Pengadaan... 1 3. Penerimaan. 1 4. Penyimpanan... 2 5. Pendistribusian... 2 6. Penghapusan dan Pemusnahan.. 2 7. Penarikan kembali sediaan farmasi... 3 8. CSSD (Central Steril Supply Department)... 3 9. Produksi Skala Terbatas... 3 10. Pengemasan Kembali (Re-Packing)... 3 11. Sumber Daya Manusia... 4 II. PELAYANAN... 5 1. Pelayanan Resep (Compounding dan Dispensing)... 5 2. Pelayanan Informasi Obat (PIO).. 5 3. Konseling... 5 4. Pemantauan Terapi Obat dan Efek Samping... 6 5. Pemantauan Kadar Obat Dalam Darah (PKOD)... 6 6. Evaluasi Penggunaan Obat (EPO)... 6 7. Kunjungan Pasien (VISITE)... 6 8. Home Pharmacy Care... 7 9. Promosi... 7 10. Swamedikasi... 7 11. Pelayanan Paliatif... 7 III. ADMINSTRATIF... 8 1. Pencatatan dan Pelaporan... 8 2. Pendokumentasian... 8 Pedoman Praktik Apoteker 18

TABEL PEDOMAN PRAKTIK APOTEKER INDONESIA... 9 I. PENGELOLAAN... 9 II. PELAYANAN... 12 III. ADMINSTRATIF... 16 GLOSERRY... 17 CONTOH-CONTOH STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL (SPO)...18 Pedoman Praktik Apoteker 19

PEDOMAN PRAKTIK APOTEKER INDONESIA I. PENGELOLAAN 1. Pemilihan 1. Apoteker membuat prosedur tertulis untuk pemilihan sediaan farmasi dan alat kesehatan yang sesuai dengan jenis, jumlah dan waktu yang tepat. 2. Pemilihan hendaknya didasarkan pada rasio manfaat risiko, rasio manfaat biaya dan kriteria yang ditetapkan. 2. Pengadaan 1. Apoteker menjamin sediaan Farmasi dan alat kesehatan memenuhi standar yang ditetapkan. 2. Apoteker menjamin pemasok yang memenuhi persyaratan CDOB (Cara Distribusi Obat yang Baik). 3. Pelaksanaan pengadaan harus terdokumentasi dengan baik. 4. Kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh suplier hendaknya didokumentasikan dan ditinjau secara periodik untuk mencegah terjadinya kesalahan ulang. 5. Proses pengadaan meliputi : perencanaan, pelaksanaan dan penerimaan 6. Apoteker melakukan perencanaan sediaan farmasi dan alat kesehatan dengan menggunakan metode yang sesuai. 3. Penerimaan 1. Apoteker menjamin bahwa penerimaan sediaan farmasi dan alkes sesuai dengan jenis, spesifikasi, jumlah, nomor batch, tanggal daluwarsa, waktu penyerahan dan harga yang tertera dalam kontrak/pesanan. 2. Apoteker menjamin bahwa penerimaan sedian farmasi dan alkes dilakukan oleh tenaga farmasi yang diberi kewenangan untuk itu. 3. Apoteker melakukan verifikasi dengan menggunakan daftar tilik (checklist) yang sudah disiapkan untuk masing-masing jenis produk. Pedoman Praktik Apoteker 1

4. Penyimpanan 1. Penyimpanan harus dapat menjamin stabilitas, keamanan dan mutu sediaan farmasi dan alat kesehatan. 2. Apoteker perlu melakukan pengawasan mutu terhadap sediaan farmasi dan alat kesehatan yang diterima dan disimpan. 3. Penyimpanan obat keras harus dilakukan di luar jangkauan pasien. 4. Obat yang perlu penanganan khusus seperti narkotika, psikotropika, obat yang memerlukan suhu tertentu, obat yang mudah terbakar, sitostatik dan reagensia disimpan pada tempat yang khusus. 5. Obat yang expired atau rusak disimpan terpisah dengan obat lainnya 6. Obat dengan kemasan, nama dan penyebutan yang mirip (look alike, sound alike, LASA) harus diberi penandaan khusus. 5. Pendistribusian 1. Pendistribusian dilakukan dengan menyalurkan sediaan farmasi dan alat kesehatan dari tempat penyimpanan sampai kepada fasilitas pelayanan. 2. Pendistribusian dilakukan dengan sistem distribusi yang menjamin kesinambungan penyaluran, mempertahankan mutu, meminimalkan kehilangan, kerusakan dan kadaluarsa. 3. Pendistribusian sediaan farmasi dan alat kesehatan harus dilakukan pencatatan yang baik. 6. Penghapusan dan Pemusnahan 1. Sediaan Farmasi yang sudah tidak memenuhi syarat harus dimusnahkan sesuai dengan peraturan yang berlaku. 2. Penghapusan sediaan farmasi dan alat kesehatan dari pembukuan sesuai dengan peraturan yang berlaku. 3. Pemusnahan obat harus menghindari terjadinya pencemaran lingkungan dan mencegah penyalahgunaan. 4. Sediaan Farmasi yang akan dimusnahkan supaya disimpan terpisah dan dibuat daftar yang mencakup jumlah dan identitas produk. 5. Penghapusan dan pemusnahan obat harus didokumentasikan sesuai dengan ketentuan dan peraturan perundangan yang berlaku. Pedoman Praktik Apoteker 2

7. Penarikan kembali sediaan farmasi 1. Penarikan kembali (recall) dilakukan segera setelah diterima permintaan/instruksi untuk penarikan kembali. 2. Untuk penarikan kembali sediaan farmasi yang mengandung risiko besar terhadap kesehatan, hendaklah dilakukan penarikan sampai tingkat konsumen. 3. Pelaksanaan penarikan kembali agar didukung oleh sistem dokumentasi yang memadai. 8. CSSD (Central Steril Supply Department) 1. Apoteker memilih dan menetapkan metoda sterilisasi, metoda pengemasan, penyimpanan dan pendistribusian untuk bahan dan alat kesehatan. 2. Melakukan perencanaan kegiatan sterilisasi sentral dan kebutuhan bahan-bahan dan uji sterilisasi. 3. Mejamin bahan atau alat kesehatan yang disterilkan memenuhi standar. 9. Produksi Skala Terbatas 1. Proses peracikan dilakukan di area yang khusus untuk peracikan. 2. Memastikan ruang/tempat kerja sesuai dengan standar yang ditetapkan. 3. Penyiapan semua produk dengan menggunakan peralatan yang sesuai. 4. Menggunakan bahan yang memenuhi syarat farmakope dan yang disimpan dalam kondisi yang direkomendasikan. 10. Pengemasan Kembali (Re-Packing) 1. Kegiatan pengemasan kembali harus dapat menjamin bahwa kualitas, stabilitas dan khasiat obat tidak mengalami perubahan. 2. Pengemasan kembali harus dilakukan dengan menggunakan bahan yang tidak membahayakan kesehatan manusia dan tetap menjamin mutu produk. 3. Pengemasan kembali harus memenuhi persyaratan CPOB Pedoman Praktik Apoteker 3

11. Sumber Daya Manusia 1. Apoteker memiliki Surat Tanda Registrasi Apoteker, Sertifikat Kompetensi yang masih berlaku dan Surat Izin Praktik Apoteker atau Surat Ijin Kerja Apoteker. 2. Memenuhi persyaratan kesehatan fisik dan mental untuk menjalankan pekerjaan kefarmasian 3. Apoteker harus senantiasa memelihara dan meningkatkan kompetensi yang dimilikinya melalui Program Pengembangan Apoteker Berkelanjutan/PPAB (Continuing Professional Development/CPD). 4. Harus memahami dan melaksanakan serta patuh terhadap peraturan perundang undangan, sumpah apoteker dan standar profesi yang berlaku. 5. Apoteker dalam menjalankan praktik kefarmasian dapat dibantu oleh tenaga teknis kefarmasian yang memiliki kemampuan, keterampilan dan teregistrasi. Pedoman Praktik Apoteker 4

II. PELAYANAN 1. Pelayanan Resep (Compounding dan Dispensing) 1. Apoteker memastikan bahwa pengkajian resep dilakukan sebelum penyiapan/peracikan obat (compounding). 2. Apoteker memastikan penyiapan/peracikan obat termasuk pelabelan/ pengetiketan sudah terlaksana sesuai dengan standar pelayanan kefarmasian. 3. Apoteker wajib memberikan penjelasan dan penguraian (J-urai) terkait obat pada saat penyerahan. 4. Pada setiap tahap pelayanan resep, dilakukan upaya pencegahan terjadinya kesalahan pemberian obat (medication error) dengan melaksanakan aktivitas sesuai standar prosedur operasional. 5. Apoteker menjamin bahwa pasien mengetahui prosedur pelayanan resep. 6. Untuk Compounding dan Dispensing Sediaan Khusus harus dilakukan untuk menjamin kompatibilitas, stabilitas obat dan sesuai dengan dosis dan atau sterilitas oleh tenaga kefarmasian yang terlatih dengan menggunakan perlengkapan sesuai kebutuhan. 7. Apoteker melakukan analisis farmakoekonomi terhadap setiap obat yang tertera dalam resep. 8. Apoteker membantu memilihkan obat untuk pasien yang paling cost effectiveness. 2. Pelayanan Informasi Obat (PIO) Apoteker berkewajiban melakukan Pelayanan informasi obat yang meliputi kegiatan : menjawab pertanyaan baik lisan maupun tulisan, membuat dan menyebarkan buletin/brosur/leaflet, pemberdayaan masyarakat (penyuluhan), memberikan informasi dan edukasi kepada pasien/masyarakat, sejawat, tenaga kesehatan lain dan pihak-pihak yang memerlukan. 3. Konseling Apoteker berkewajiban melakukan Konseling (diskusi antara apoteker dengan pasien/keluarga pasien) yang dilakukan secara terstruktur untuk memberikan kesempatan kepada pasien/keluarga pasien mengeksplorasikan diri dan membantu meningkatkan pengetahuan, pemahaman, dan kesadaran sehingga Pedoman Praktik Apoteker 5

pasien/keluarga pasien memperoleh keyakinan akan kemampuannya dalam penggunaan obat yang benar termasuk swamedikasi sehingga tercapai efek farmakoterapi yang optimal. 4. Pemantauan Terapi Obat dan Efek Samping 1. Apoteker melakukan Pemantauan Terapi Obat (PTO) untuk memastikan terapi obat yang aman, efektif dan rasional bagi pasien serta meningkatkan efektivitas terapi dan meminimalkan risiko ROTD. 2. Apoteker mendeteksi adanya kejadian ESO atau ROTD, mengidentifikasi obat dan pasien yang mempunyai risiko tinggi mengalami ESO atau ROTD, mengevaluasi laporan ESO, mendiskusikan dan mendokumentasikan ESO atau ROTD. 5. Pemantauan Kadar Obat Dalam Darah (PKOD) Apoteker bekerja sama dengan tenaga kesehatan lain untuk melakukan pemantauan kadar obat dalam darah yaitu merupakan rangkaian kegiatan memeriksa dan menginterpretasikan kadar obat tertentu atas permintaan dari dokter yang merawat, atau atas usulan dari apoteker kepada dokter misalnya pemantauan obat dengan indeks terapi sempit. 6. Evaluasi Penggunaan Obat (EPO) Apoteker melakukan Evaluasi Penggunaan Obat (EPO) secara terstruktur dan berkesinambungan baik kualitatif maupun kuantitatif dalam rangka kebijakan penggunaan obat. 7. Kunjungan Pasien (VISITE) 1. Apoteker melakukan kunjungan pasien (Visite) rawat inap secara mandiri atau bersama tim tenaga kesehatan. 2. Kunjungan pasien (Visite) dilakukan dengan persetujuan pasien untuk mendapatkan data based pasien, mengamati kondisi klinis pasien secara langsung guna mengkaji masalah terkait obat dan menilai keluaran terapi. 3. Sebelum melakukan kegiatan kunjungan pasien (Visite), apoteker harus mempersiapkan diri dengan mengumpulkan informasi mengenai kondisi pasien dan memeriksa terapi obat dari rekam medis atau sumber lain. Pedoman Praktik Apoteker 6

8. Home Pharmacy Care 1. Apoteker dapat melakukan kunjungan pasien (Visite) dan atau pendampingan pasien untuk pelayanan kefarmasian di rumah dengan persetujuan pasien atau keluarganya terutama bagi pasien khusus yang membutuhkan perhatian lebih. 2. Home pharmacy care bisa dilakukan melalui kunjungan rumah atau melalui media komunikasi yang lain. 9. Promosi 1. Apoteker harus aktif melakukan penyuluhan kesehatan kepada masyarakat. 2. Promosi kesehatan dapat dilakukan melalui brosur, leaflet, penyuluhan langsung secara lisan dll. 3. Apoteker harus berpartisipasi secara aktif dalam promosi dan edukasi. 10. Swamedikasi 1. Apoteker melakukan kajian perlunya swamedikasi. 2. Apoteker membantu pasien dalam pemilihan obat yang sesuai dengan kebutuhan. 3. Apoteker harus memberikan edukasi apabila masyarakat ingin mengobati diri sendiri (swamedikasi). 4. Apoteker dapat melakukan diseminasi informasi antara lain dengan penyebaran leaflet/ brosur, poster, penyuluhan dll. 5. Apoteker memberikan informasi yang memadai tentang penggunaan obat yang diberikan kepada pasien. 11. Pelayanan Paliatif 1. Apoteker harus memahami dengan baik kondisi fisik maupun psikis dari pasien sehingga dapat memilih pelayanan kefarmasian yang sesuai. 2. Apoteker membutuhkan peningkatan kemampuan dalam memahami toleransi pengobatan medik terutama dalam mencegah dan mengurangi rasa sakit pasien. 3. Apoteker memiliki kemampuan untuk dapat mendampingi kehidupan pasien sehari-hari. 4. Apoteker juga memberikan perhatian terhadap kondisi emosional dan spiritual pasien. Pedoman Praktik Apoteker 7

III. ADMINSTRATIF 1. Pencatatan dan Pelaporan Setiap kegiatan perencanaan kebutuhan, pengadaan, pengendalian persediaan, pengembalian, penghapusan dan pemusnahan sediaan farmasi harus dicatat dan dilaporkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku. 2. Pendokumentasian 1. Dalam pendokumentasian hendaknya dirancang dan dibuat dengan teliti, agar dapat digunakan dengan mudah, benar dan efektif. 2. Setiap perubahan harus disahkan dan diberi kemungkinan peninjauan secara berkala maupun perbaikan bila diperlukan. 3. Apabila ada kekeliruan dilakukan koreksi. 4. Apoteker harus menjamin dilaksanakannya pendokumentasian dan dokumentasi seluruh aktivitas Pelayanan Kefarmasian. CATATAN Bentuk-bentuk Formulir Administratif 1. Defekta 2. Surat pesanan obat 3. Etiket 4. Copy resep 5. Laporan narkotika, psikotropika, distribusi, produksi, laporan pelayanan kefarmasian 6. Catatan pengobatan pasien (PMR = Patient Medication Record) 7. Formulir pelayanan informasi obat 8. LPLPO = Laporan Pemasukan dan Laporan Pengeluaran Obat 9. Form penyerahan/penyaluran obat 10. Form SOP 11. MESO 12. Format berita acara pemusnahan obat/resep 13. Lembar screening resep Pedoman Praktik Apoteker 8

PEDOMAN PRAKTIK APOTEKER INDONESIA II. PENGELOLAAN 1.1 Pemilihan 1. Apoteker membuat prosedur tertulis untuk pemilihan sediaan farmasi dan alat kesehatan yang sesuai dengan jenis, jumlah dan waktu yang tepat. 2. Pemilihan hendaknya didasarkan pada rasio manfaat risiko, rasio manfaat biaya dan kriteria yang ditetapkan. 1.2 Pengadaan 1. Apoteker menjamin sediaan Farmasi dan alat kesehatan memenuhi standar yang ditetapkan. 2. Apoteker menjamin pemasok yang memenuhi persyaratan CDOB (Cara Distribusi Obat yang Baik). 3. Pelaksanaan pengadaan harus terdokumentasi dengan baik. 4. Kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh suplier hendaknya didokumentasikan dan ditinjau secara periodik untuk mencegah terjadinya kesalahan ulang. 5. Proses pengadaan meliputi : perencanaan, pelaksanaan dan penerimaan 6. Apoteker melakukan perencanaan sediaan farmasi dan alat 1.3 Penerimaan kesehatan dengan menggunakan metode yang sesuai. 1. Apoteker menjamin bahwa penerimaan sediaan farmasi dan alkes sesuai dengan jenis, spesifikasi, jumlah, nomor batch, tanggal daluwarsa, waktu penyerahan dan harga yang tertera dalam kontrak/pesanan. 2. Apoteker menjamin bahwa penerimaan sedian farmasi dan alkes dilakukan oleh tenaga farmasi yang diberi kewenangan untuk itu. 3. Apoteker melakukan verifikasi dengan menggunakan daftar tilik (checklist) yang sudah disiapkan untuk masing-masing jenis produk. Pedoman Praktik Apoteker 9

1.4 Penyimpanan 1. Penyimpanan harus dapat menjamin stabilitas, keamanan dan mutu sediaan farmasi dan alat kesehatan. 2. Apoteker perlu melakukan pengawasan mutu terhadap sediaan farmasi dan alat kesehatan yang diterima dan disimpan. 3. Penyimpanan obat keras harus dilakukan di luar jangkauan pasien. 4. Obat yang perlu penanganan khusus seperti narkotika, psikotropika, obat yang memerlukan suhu tertentu, obat yang mudah terbakar, sitostatik dan reagensia disimpan pada tempat yang khusus. 5. Obat yang expired atau rusak disimpan terpisah dengan obat lainnya 6. Obat dengan kemasan, nama dan penyebutan yang mirip (look alike, sound alike, LASA) harus diberi penandaan khusus. 1.5 Pendistribusian 1. Pendistribusian dilakukan dengan menyalurkan sediaan farmasi dan alat kesehatan dari tempat penyimpanan sampai kepada fasilitas pelayanan. 2. Pendistribusian dilakukan dengan sistem distribusi yang menjamin kesinambungan penyaluran, mempertahankan mutu, meminimalkan kehilangan, kerusakan dan kadaluarsa. 3. Pendistribusian sediaan farmasi dan alat kesehatan harus dilakukan pencatatan yang baik. 1.6 Penghapusan dan Pemusnahan 1. Sediaan Farmasi yang sudah tidak memenuhi syarat harus dimusnahkan sesuai dengan peraturan yang berlaku. 2. Penghapusan sediaan farmasi dan alat kesehatan dari pembukuan sesuai dengan peraturan yang berlaku. 3. Pemusnahan obat harus menghindari terjadinya pencemaran lingkungan dan mencegah penyalahgunaan. 4. Sediaan Farmasi yang akan dimusnahkan supaya disimpan terpisah dan dibuat daftar yang mencakup jumlah dan identitas produk. 5. Penghapusan dan pemusnahan obat harus didokumentasikan sesuai dengan ketentuan dan peraturan perundangan yang berlaku. Pedoman Praktik Apoteker 10

1.7 Penarikan kembali sediaan farmasi 1. Penarikan kembali (recall) dilakukan segera setelah diterima permintaan/instruksi untuk penarikan kembali. 2. Untuk penarikan kembali sediaan farmasi yang mengandung risiko besar terhadap kesehatan, hendaklah dilakukan penarikan sampai tingkat konsumen. 3. Pelaksanaan penarikan kembali agar didukung oleh sistem dokumentasi yang memadai. 1.8 CSSD (Central Steril Supply Department) 1. Apoteker memilih dan menetapkan metoda sterilisasi, metoda pengemasan, penyimpanan dan pendistribusian untuk bahan dan alat kesehatan. 2. Melakukan perencanaan kegiatan sterilisasi sentral dan kebutuhan bahan-bahan dan uji sterilisasi. 3. Mejamin bahan atau alat kesehatan yang disterilkan memenuhi standar. 1.9 Produksi Skala Terbatas 1. Proses peracikan dilakukan di area yang khusus untuk peracikan. 2. Memastikan ruang/tempat kerja sesuai dengan standar yang ditetapkan. 3. Penyiapan semua produk dengan menggunakan peralatan yang sesuai. 4. Menggunakan bahan yang memenuhi syarat farmakope dan yang disimpan dalam kondisi yang direkomendasikan. 1.10 Pengemasan Kembali (Re-Packing) 1. Kegiatan pengemasan kembali harus dapat menjamin bahwa kualitas, stabilitas dan khasiat obat tidak mengalami perubahan. 2. Pengemasan kembali harus dilakukan dengan menggunakan bahan yang tidak membahayakan kesehatan manusia dan tetap menjamin mutu produk. 3. Pengemasan kembali harus memenuhi persyaratan CPOB Pedoman Praktik Apoteker 11

1.11 Sumber Daya Manusia 1. Apoteker memiliki Surat Tanda Registrasi Apoteker, Sertifikat Kompetensi yang masih berlaku dan Surat Izin Praktik Apoteker atau Surat Ijin Kerja Apoteker. 2. Memenuhi persyaratan kesehatan fisik dan mental untuk menjalankan pekerjaan kefarmasian 3. Apoteker harus senantiasa memelihara dan meningkatkan kompetensi yang dimilikinya melalui Program Pengembangan Apoteker Berkelanjutan/PPAB (Continuing Professional Development/CPD). 4. Harus memahami dan melaksanakan serta patuh terhadap peraturan perundang undangan, sumpah apoteker dan standar profesi yang berlaku. 5. Apoteker dalam menjalankan praktik kefarmasian dapat dibantu oleh tenaga teknis kefarmasian yang memiliki kemampuan, keterampilan dan teregistrasi. II. PELAYANAN 2.1 Pelayanan Resep (Compounding dan Dispensing) 1. Apoteker memastikan bahwa pengkajian resep dilakukan sebelum penyiapan/peracikan obat (compounding). 2. Apoteker memastikan penyiapan/peracikan obat termasuk pelabelan/ pengetiketan sudah terlaksana sesuai dengan standar pelayanan kefarmasian. 3. Apoteker wajib memberikan penjelasan dan penguraian (J-urai) terkait obat pada saat penyerahan. 4. Pada setiap tahap pelayanan resep, dilakukan upaya pencegahan terjadinya kesalahan pemberian obat (medication error) dengan melaksanakan aktivitas sesuai standar prosedur operasional. 5. Apoteker menjamin bahwa pasien mengetahui prosedur pelayanan resep. 6. Untuk Compounding dan Dispensing Sediaan Khusus harus dilakukan untuk menjamin kompatibilitas, stabilitas obat dan sesuai dengan dosis dan atau sterilitas oleh tenaga kefarmasian yang Pedoman Praktik Apoteker 12

terlatih dengan menggunakan perlengkapan sesuai kebutuhan. 7. Apoteker melakukan analisis farmakoekonomi terhadap setiap obat yang tertera dalam resep. 8. Apoteker membantu memilihkan obat untuk pasien yang paling cost effectiveness. 2.2 Pelayanan Informasi Obat (PIO) Apoteker berkewajiban melakukan Pelayanan informasi obat yang meliputi kegiatan : menjawab pertanyaan baik lisan maupun tulisan, membuat dan menyebarkan buletin/brosur/leaflet, pemberdayaan masyarakat (penyuluhan), memberikan informasi dan edukasi kepada pasien/masyarakat, sejawat, tenaga kesehatan lain dan pihak-pihak yang memerlukan. 2.3 Konseling Apoteker berkewajiban melakukan Konseling (diskusi antara apoteker dengan pasien/keluarga pasien) yang dilakukan secara terstruktur untuk memberikan kesempatan kepada pasien/keluarga pasien mengeksplorasikan diri dan membantu meningkatkan pengetahuan, pemahaman, dan kesadaran sehingga pasien/keluarga pasien memperoleh keyakinan akan kemampuannya dalam penggunaan obat yang benar termasuk swamedikasi sehingga tercapai efek farmakoterapi yang optimal. 2.4 Pemantauan Terapi Obat dan Efek Samping 1. Apoteker melakukan Pemantauan Terapi Obat (PTO) untuk memastikan terapi obat yang aman, efektif dan rasional bagi pasien serta meningkatkan efektivitas terapi dan meminimalkan risiko ROTD. 2. Apoteker mendeteksi adanya kejadian ESO atau ROTD, mengidentifikasi obat dan pasien yang mempunyai risiko tinggi mengalami ESO atau ROTD, mengevaluasi laporan ESO, mendiskusikan dan mendokumentasikan ESO atau ROTD. Pedoman Praktik Apoteker 13

2.5 Pemantauan Kadar Obat Dalam Darah (PKOD) Apoteker bekerja sama dengan tenaga kesehatan lain untuk melakukan pemantauan kadar obat dalam darah yaitu merupakan rangkaian kegiatan memeriksa dan menginterpretasikan kadar obat tertentu atas permintaan dari dokter yang merawat, atau atas usulan dari apoteker kepada dokter misalnya pemantauan obat dengan indeks terapi sempit. 2.6 Evaluasi Penggunaan Obat (EPO) Apoteker melakukan Evaluasi Penggunaan Obat (EPO) secara terstruktur dan berkesinambungan baik kualitatif maupun kuantitatif dalam rangka kebijakan penggunaan obat. 2.7 Kunjungan Pasien (VISITE) 1. Apoteker melakukan kunjungan pasien (Visite) rawat inap secara mandiri atau bersama tim tenaga kesehatan. 2. Kunjungan pasien (Visite) dilakukan dengan persetujuan pasien untuk mendapatkan data based pasien, mengamati kondisi klinis pasien secara langsung guna mengkaji masalah terkait obat dan menilai keluaran terapi. 3. Sebelum melakukan kegiatan kunjungan pasien (Visite), apoteker harus mempersiapkan diri dengan mengumpulkan informasi mengenai kondisi pasien dan memeriksa terapi obat dari rekam medis atau sumber lain. 2.8 Home Pharmacy Care 1. Apoteker dapat melakukan kunjungan pasien (Visite) dan atau pendampingan pasien untuk pelayanan kefarmasian di rumah dengan persetujuan pasien atau keluarganya terutama bagi pasien khusus yang membutuhkan perhatian lebih. 2. Home pharmacy care bisa dilakukan melalui kunjungan rumah atau melalui media komunikasi yang lain. Pedoman Praktik Apoteker 14

2.9 Promosi 1. Apoteker harus aktif melakukan penyuluhan kesehatan kepada masyarakat. 2. Promosi kesehatan dapat dilakukan melalui brosur, leaflet, penyuluhan langsung secara lisan dll. 3. Apoteker harus berpartisipasi secara aktif dalam promosi dan edukasi. 2.10 Swamedikasi 1. Apoteker melakukan kajian perlunya swamedikasi. 2. Apoteker membantu pasien dalam pemilihan obat yang sesuai dengan kebutuhan. 3. Apoteker harus memberikan edukasi apabila masyarakat ingin mengobati diri sendiri (swamedikasi). 4. Apoteker dapat melakukan diseminasi informasi antara lain dengan penyebaran leaflet/ brosur, poster, penyuluhan dll. 5. Apoteker memberikan informasi yang memadai tentang penggunaan obat yang diberikan kepada pasien. 2.11 Pelayanan Paliatif 1. Apoteker harus memahami dengan baik kondisi fisik maupun psikis dari pasien sehingga dapat memilih pelayanan kefarmasian yang sesuai. 2. Apoteker membutuhkan peningkatan kemampuan dalam memahami toleransi pengobatan medik terutama dalam mencegah dan mengurangi rasa sakit pasien. 3. Apoteker memiliki kemampuan untuk dapat mendampingi kehidupan pasien sehari-hari. 4. Apoteker juga memberikan perhatian terhadap kondisi emosional dan spiritual pasien. Pedoman Praktik Apoteker 15

III. ADMINSTRATIF 3.1 Pencatatan dan Pelaporan Setiap kegiatan perencanaan kebutuhan, pengadaan, pengendalian persediaan, pengembalian, penghapusan dan pemusnahan sediaan farmasi harus dicatat dan dilaporkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku. 3.2 Pendokumentasian 1. Dalam pendokumentasian hendaknya dirancang dan dibuat dengan teliti, agar dapat digunakan dengan mudah, benar dan efektif. 2. Setiap perubahan harus disahkan dan diberi kemungkinan peninjauan secara berkala maupun perbaikan bila diperlukan. 3. Apabila ada kekeliruan dilakukan koreksi. 4. Apoteker harus menjamin dilaksanakannya pendokumentasian dan dokumentasi seluruh aktivitas Pelayanan Kefarmasian. Pedoman Praktik Apoteker 16

GLOSERRY 1. GPP : 2. STANDAR PRAKTIK : 3. STANDAR KOMPETENSI : 4. STANDAR PROFESI : 5. STANDAR KEFARMASIAN : 6. STANDAR PELAYANAN : 7. STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL : Pedoman Praktik Apoteker 17

CONTOH CONTOH STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL (SPO) PRAKTIK APOTEKER INDONESIA PENGURUS PUSAT IKATAN APOTEKER INDONESIA TAHUN 2013 Pedoman Praktik Apoteker 18

1. Pembuatan Standar Prosedur Operasional (SPO) Nama STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL CARA PEMBUATAN STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL Halaman 1 dari 2 No... 1. TUJUAN Menetapkan suatu bentuk standar untuk penulisan Standar Prosedur Operasional (SPO) dan cara merevisinya 2. PENANGGUNG JAWAB Penanggung Jawab mengenai hal-hal yang berkaitan dengan Standar Prosedur Operasional adalah Apoteker Penanggung Jawab 3. PROSEDUR 3.1. SPO hendaknya ditulis dengan kalimat aktif dan sesingkat mungkin dengan kata yang jelas dan tegas. 3.2. SPO hendaknya dimulai dengan bagian bagian sebagai berikut: a. Suatu pengantar yang berisi antara lain nomor dan tanggal diterbitkannya SPO, atau nomor pengganti SPO lama, judul, nomor halaman, penyusun, yang menyetujui dan tanggal revisi SPO. b. Keterangan mengenai tujuan SPO c. Paragraf standar, yang dimaksudkan untuk menekankan pada pemakai dokumen tersebut bahwa mereka bertanggungjawab untuk memahami isinya dan untuk memberitahukan tiap masalah yang mungkin timbul dalam pelaksanaan antara lain: setiap kesalahan atau hal yang tidak konsisten yang terdapat dalam SPO. Contoh: Bila ada sesuatu dalam SPO ini yang tidak dimengerti atau tidak dapat ditetapkan sesuai dengan yang tertulis, segera beritahukan kepada supervisor. Suatu instruksi yang jelas dan tepat tentang bagaimana melakukan operasional yang dimaksud. 3.3. Dalam kondisi tertentu ada baiknya untuk menyebutkan penanggung jawab bagi prosedur tertentu suatu kolom terpisah di bagian kanan pada teks dokumen. Hal ini memungkinkan pemberian tanggung jawab secara lebih spesifik dari pada yang tersebut dalam pengantar umum. 3.4. Nama dan tanda tangan penanggung jawab yang mengesahkan : Bila berkaitan dengan pelayanan kefarmasian maka yang menyusun adalah Apoteker Pendamping atau Tenaga Teknis Kefarmasian dan disetujui oleh Apoteker Penanggung Jawab (dua kolom), sedangkan bila berkaitan dengan pembersihan maka yang menyusun adalah petugas, diperiksa oleh Apoteker Pendamping atau Tenaga Teknis Kefarmasian dan disetujui oleh Apoteker Penanggung Jawab (tiga kolom) 4. PENOMORAN Contoh Penomoran SPO 100 199 : SPO Pengelolaan Sediaan Farmasi - Alat Kesehatan 200 299 : SPO Pelayanan Kefarmasian 300 399 : SPO Higiene dan Sanitasi 400 499 : SPO Tata Kelola Administrasi Dilaksanakan oleh Diperiksa Oleh Disetujui Oleh Pelaksana (Nama Lengkap) Apoteker / Tenaga Teknis Kefarmasian Apoteker Penanggung Jawab Pedoman Praktik Apoteker 19

Nama STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL CARA PEMBUATAN STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL Halaman 2 dari 2 No.. 500-599 : SPO lainnya Misal SPO Perencanaan Sediaan Farmasi - Alat Kesehatan dapat diberikan nomor 101.01. Setiap kali diadakan revisi, pada nomor SPO diberi nomor tambahan yang menunjukkan nomor revisi. Jadi suatu SPO revisi yang berikutnya menjadi nomor: 101.02 dan seterusnya. 5. PENINJAUAN KEMBALI 5.1. Setiap SPO hendaknya ditinjau kembali secara berkala. 5.2. Jika tidak diperlukan perubahan, maka Apoteker Penanggung Jawab membubuhkan paraf dan tanggal pada dokumen induk sebagai tanda tidak diperlukan tindakan lebih lanjut. 5.3. Jika diperlukan suatu perubahan, maka seluruh SPO hendaknya ditulis ulang dan diberi nomor revisi yang baru. Tidak dibenarkan untuk merubah hanya 1 (satu) halaman atau 1 (satu) bagian saja Dilaksanakan oleh Diperiksa Oleh Disetujui Oleh Nama Lengkap Apoteker / Tenaga Teknis Kefarmasian Apoteker Penanggung Jawab Pedoman Praktik Apoteker 20

1. Standar Prosedur Operasional (SPO) Pelayanan a. Standar Prosedur Operasional : Penerimaan Resep Nama STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL PENERIMAAN RESEP Halaman dari. No... 1. TUJUAN Prosedur ini dibuat untuk pelaksanaan dan pengawasan terhadap pelayanan sediaan farmasi-alat kesehatan dengan Resep dokter 2. PENANGGUNG JAWAB Apoteker 3. PROSEDUR 1. Resep diterima 2. Memeriksa kebenaran dokter yang tertera dalam resep (jika meragukan segera hubungi dokternya). 3. Memeriksa kebenaran pasien yang tertera dalam resep (cek nama, umur dan alamat), jika tidak sesuai dengan pasien dimaksud dikonfirmasi pada penulis resep atau ditolak. 4. Memastikan sediaan farmasi-alkes sesuai dengan tujuan terapi pasien, jika tidak sesuai diperbaiki atau dikonfirmasi pada penulis resep/ditolak tergantung dari situasi dan besar kecilnya ketidak sesuaian tersebut. 5. Mengecek ketersediaan sediaan farmasi-alkes di apotek dengan yang tertulis di resep. Jika sediaan farmasi-alkes tidak tersedia atau habis stoknya maka sediaan farmasi-alkes pada resep tidak diberi harga dan diberi tanda (*) sediaan farmasi-alkes yang tertulis di resep tersedia stoknya di apotek maka sediaan farmasi-alkes tersebut di cek harganya di catatan list harga. 6. Jika ada sediaan farmasi-alkes yang tidak tersedia di apotik, pasien dan atau dokter diberitahu termasuk alternatif pengganti jika ada. 7. Memberitahukan harga yang harus dibayar Pasien diminta membayar jika ia setuju dengan harga yang harus dibayar Jika Pasien tidak membawa uang yang cukup, apoteker harus bertindak terutama untuk antibiotik, jika harga obat terlalu mahal bagi pasien maka apoteker menghubungi dokter dan mengkonsultasikan dengan dokter penulis resep untuk mengganti antibiotik tersebut dengan nama dagang yang harganya mampu dibayar oleh pasien atau ditawarkan pada pasien secara langsung untuk diganti dengan merek lain yang lebih murah. 8. Ketika harga sudah sesuai terjadi pembayaran 9. Memberi nomor urut yang sesuai dengan nomor resep pada pasien dengan tujuannya. Agar tidak terjadi kesalahan pada penerimaan sediaan farmasi-alkes Sebagai nomor antrian pasien agar lebih teratur dan tertib. Pedoman Praktik Apoteker 21