HUTAN DIKLAT RUMPIN SEBAGAI SALAH SATU RUANG TERBUKA HIJAU DI KABUPATEN BOGOR

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang

Pranata Pembangunan Pertemuan 1 Pembangunan di Kawasan Hijau. Sahid Mochtar, S.T., MT. Ratna Safitri, S.T., M.Ars.

ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA POSO (STUDI KASUS : KECAMATAN POSO KOTA)

I. PENDAHULUAN. sebagai bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alami dan non alami

Konsep Penataan Ruang Terbuka Hijau di Kota Ponorogo. Dirthasia G. Putri

BAB I PENDAHULUAN. ditunjukkan oleh proporsi bangunan fisik yang mengesampingkan. keberadaan Ruang Terbuka Hijau (RTH). Biasanya kondisi padat

Disajikan oleh: LIA MAULIDA, SH., MSi. (Kabag PUU II, Biro Hukum, Kemen PU)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Kebutuhan Masyarakat akan Ruang Terbuka Hijau pada Kawasan Pusat Kota Ponorogo

BAB II RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA BINJAI. 2.1 Penggunaan Lahan Di Kota Binjai

INFORMASI RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DI PROVINSI JAMBI

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah suatu bentuk ruang terbuka di kota (urban

PEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk di Indonesia disetiap tahun semakin meningkat. Hal ini

MATA KULIAH PRASARANA WILAYAH DAN KOTA I (PW ) Jur. Perencanaan Wilayah dan Kota FTSP INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU KECAMATAN KOTA TENGAH KOTA GORONTALO. Sri Sutarni Arifin 1. Intisari

IV. KONDISI UMUM 4.1 Letak Geografis dan Aksesibilitas

ANALISIS RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA MERAUKE

2016 KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU BERD ASARKAN JUMLAH PEND UD UK D I KECAMATAN JATINANGOR KABUPATEN SUMED ANG

ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK DI KOTA BITUNG

TIPOLOGI KEPEMILIKAN RTH DI PERKOTAAN TOBELO

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN. banyaknya daerah yang dulunya desa telah menjadi kota dan daerah yang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. permukaan tanah dan atau air (Peraturan Pemeritah Nomor 34 Tahun 2006).

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Rencana Tata Ruang Wilayah. pelaksanaan, dan pengawasan penataan ruang. Hal tersebut telah digariskan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Fristiawati, 2015 PENGEMBANGAN TAMAN RA. KARTINI SEBAGAI RUANG REKREASI PUBLIK DI KOTA CIMAHI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BUPATI LUMAJANG PROPINSI JAWA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA Lanskap Sekolah

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan, kawasan industri, jaringan transportasi, serta sarana dan prasarana

PEMANFAATAN RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK DI KELURAHAN WAWOMBALATA KOTA KENDARI TUGAS AKHIR

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Landasan Hukum : SK. Menhut No. SK. 60/Menhut-II/2005 tanggal 9 Maret 2005

ANALISIS MENGENAI TAMAN MENTENG

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

MEMUTUSKAN : : PERATURAN DAERAH TENTANG PENGELOLAAN RUANG TERBUKA HIJAU.

SALINAN BERITA DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR : 5 TAHUN 2010 PERATURAN BUPATI MAJALENGKA NOMOR 5 TAHUN 2010

PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Jumlah penduduk yang terus meningkat membawa konsekuensi semakin

I. PENDAHULUAN. Taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 60 TAHUN TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN RUANG TERBUKA HIJAU

PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI SIAK NOMOR 29 TAHUN 2016 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota seringkali menyebabkan terjadinya perubahan kondisi ekologis lingkungan perkotaan yang

PEMBANGUNAN HUTAN KOTA DALAM STRATEGI PEMBANGUNAN PERKOTAAN PROVINSI BANTEN

BAB I PENDAHULUAN. dimensi ekonomi dibandingkan dengan dimensi ekologi. Struktur alami sebagai tulang punggung Ruang Terbuka Hijau harus dilihat

BAB I PENDAHULUAN. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tentang. sumber daya alam. Pasal 2 TAP MPR No.IX Tahun 2001 menjelaskan

BAB I PENDAHULUAN. lahan terbangun yang secara ekonomi lebih memiliki nilai. yang bermanfaat untuk kesehatan (Joga dan Ismaun, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan, jasa, dan industri. Penggunaan lahan di kota terdiri atas lahan

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

PENDAHULUAN Latar Belakang

EVALUASI KETERSEDIAAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOMPLEKS PERUMAHAN BUMI PERMATA SUDIANG KOTA MAKASSAR

SCAFFOLDING 1 (2) (2012) SCAFFOLDING. IDENTIFIKASI RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK KOTA REMBANG

BAB VI PROSPEK DAN TANTANGAN KEHUTANAN SULAWESI UTARA ( KEDEPAN)

III PENYUSUNAN MASTERPLAN RTH PERKOTAAN MASTERPLAN RTH

TINJAUAN PUSTAKA. secara alami. Pengertian alami disini bukan berarti hutan tumbuh menjadi hutan. besar atau rimba melainkan tidak terlalu diatur.

BUPATI TOLITOLI PROVINSI SULAWESI TENGAH

PENGEMBANGAN ARSITEKTUR LANSEKAP KOTA KEDIRI STUDI KASUS: PENATAAN RUANG TERBUKA HIJAU JALUR JALAN UTAMA KOTA

I. PENDAHULUAN. heterogen serta coraknya yang materialistis (Bintarto,1983:27). Kota akan selalu

BUPATI BANJAR PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KAWASAN PERKOTAAN

I. PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. mengembangkan otonomi daerah kepada pemerintah daerah.

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional pada hakekatnya merupakan usaha-usaha untuk

PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI

WALIKOTA LANGSA PROVINSI ACEH QANUN KOTA LANGSA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN NEGARA. Keserasian Kawasan. Perumahan. Pemukiman. Pedoman.

1. BAB I PENDAHULUAN

PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA CIMAHI TAHUN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BONDOWOSO TAHUN

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR : 2 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN KARAWANG TAHUN

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi

BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KAWASAN PERKOTAAN KABUPATEN PURWOREJO

II. TINJAUAN PUSTAKA

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG

Sekretariat : BAPPEDA KOTA BOGOR, Lantai 3 Jl. Kapten Muslihat No Bogor

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

JURNAL. Diajukan oleh : DIYANA NPM : Program Studi : Ilmu Hukum Program Kekhususan : Hukum Pertanahan dan Lingkungan Hidup FAKULTAS HUKUM

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan hasil KTT bumi di Rio de Janeiro (1992) dan Johannesburg

Menengok kesuksesan Rehabilitasi Hutan di Hutan Organik Megamendung Bogor Melalui Pola Agroforestry

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SITUBONDO,

BAB I PENDAHULUAN. mengikuti struktur nasional atau daerah dengan standar-standar yang ada

BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI

BAB I. PENDAHULUAN. sebagai sebuah pulau yang mungil, cantik dan penuh pesona. Namun demikian, perlu

Arahan Optimalisasi RTH Publik Kecamatan Kelapa Gading, Jakarta Utara

Perhitungan Ruang Terbuka Hijau Perkotaan Jenis Publik (Studi Kasus : Kota Surakarta)

PANDUAN PELAKSANAAN LOMBA DESAIN RUANG TERBUKA HIJAU KAMPANYE DAN EDUKASI BIDANG PENATAAN BANGUNAN DAN LINGKUNGAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA TAHUN 2016

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG

I. PENDAHULUAN. Keberadaan ruang terbuka hijau saat ini mengalami penurunan yang

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JOMBANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kota adalah daerah permukiman yang terdiri atas bangunan rumah

BAB IV ANALISIS KEBUTUHAN DAN PENYEDIAAN RUANG TERBUKA HIJAU KOTA CIREBON

WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI

Transkripsi:

HUTAN DIKLAT RUMPIN SEBAGAI SALAH SATU RUANG TERBUKA HIJAU DI KABUPATEN BOGOR MH. Tri Pangesti Widyaiswara Utama, Balai Diklat Kehutanan Bogor Abstrak Sejalan dengan Undang-Undang No 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 2004 tentang Perencanaan Kehutanan, pengelolaan Hutan Diklat Rumpin harus didasarkan atas perencanaan jangka panjang yang kemudian dijabarkan ke dalam rencana jangka pendek yang terintegrasi dan mengakomodasikan aspirasi publik. Upaya untuk mengakomodasikan aspirasi publik salah satunya adalah Hutan Diklat Rumpin dapat menyediakan ruang terbuka hijau bagi masyarakat untuk kepentingan lingkungan sekaligus berperan dalam menjaga degradasi hutan. Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam (Permen Pekerjaan Umum No. 5/PRT/M/2008). Dalam UU No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang disebutkan, jumlah RTH di setiap tempat harus sebesar 30 % dari luas kota tersebut dengan proporsi 20 % ruang terbuka hijau publik dan 10 % terdiri dari ruang terbuka hijau privat. Menurut Ning Purnomohadi ketentuan luasan 30 % RTH di setiap perkotaan merupakan hasil kesepakatan dari Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Bumi di Rio de Janeiro, Brazil (1992) dan dipertegas lagi pada KTT Johannesberg, Afrika Selatan. Sekarang kecamatan Rumpin sedang gencar-gencarnya melakukan kegiatan pembangunan dari para investor sehingga membabat habis pekebunan karet yang ada dan mengakibatkan ruang terbuka tanpa tanaman. Lingkungan terasa panas dan berdebu saat musim panas. Satu-satunya kawasan yang masih ada tumbuhannya adalah Hutan Diklat Rumpin. Potensi tumbuhan (flora) di Hutan Diklat Rumpin diantaranya adalah Acasia mangium, Acasia carpa, Eucalyptus sp, Sengon Buto, Albizia sp, Karet, Benuang, Jati, Meranti, Mahoni, Kenari, Pulai, Puspa, Manglid, Shorea sp, Sungkai, Rasamala, Kayu Merbau, Gmelina sp, Ketapang, Beringin, Ki putri, Kemiri, Ki hujan, Salam, Mindi, Pinus, Secang, tanaman buah-buahan, tanaman obat-obatan, dan Bambu. Tanggal 21 Maret 2014, telah dilakukan kegiatan penanaman pohon di Hutan Diklat Rumpin dalam rangka Hari Bhakti Rimbawan dan Hari Hutan Internasional sekaligus sebagai upaya tetap mempertahankan Hutan Diklat sebagai ruang terbuka hijau. Kata Kunci : Hutan Diklat Rumpin, dan Ruang Terbuka Hijau (RTH).

A. Pendahuluan Balai Diklat Kehutanan Bogor sebagai Unit Pelaksana Tehnis (UPT) Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Kehutanan (BP2SDMK) Kementerian Kehutanan, berdasarkan Permenhut No.40/Menhut-II/2010 tanggal 20 Agustus 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kehutanan, Balai Diklat Kehutanan mempunyai tugas pokok dan fungsi melaksanakan Pendidikan dan Pelatihan Pegawai dan Non Pegawai di bidang kehutanan. Dalam rangka pencapaian tujuan dan sasaran penyelenggaraan diklat di bidang kehutanan yang efektif dan efisien perlu di dukung oleh sarana dan prasarana yang optimal salah satunya adalah Hutan Diklat. Balai Diklat Kehutanan Bogor mempunyai 2 (dua ) Hutan Diklat yaitu KHDTK Hutan Diklat Rumpin (selanjutnya disebut Hutan Diklat Rumpin) dan Hutan Diklat Jampang Tengah. Status Hutan Diklat Rumpin sebelumnya adalah Hutan Wisata Rumpin. Sesuai dengan Keputusan Menteri Kehutanan dengan SK Nomor 306/Kpts- II/1991 tanggal 11 Juni 1991 menetapkan perubahan fungsi Hutan Wisata Rumpin di Rumpin seluas ±75,353 Ha menjadi kawasan hutan dengan fungsi khusus sebagai Hutan Pendidikan dan Penelitian. Selanjutnya dengan terbitnya Keputusan Menteri Kehutanan No. SK. 393/Menhut- II/2004 tentang perubahan Keputusan menteri Kehutanan No. SK 306/Kpts-II/1991 luas Hutan Diklat Rumpin yang semula 75.353 Ha berubah menjadi 1) Kawasan Hutan dengan Tujuan Khusus (KHDTK) untuk Hutan Pendidikan dan Pelatihan Kehutanan seluas 65.353 Ha dan 2) Kawasan Hutan dengan Tujuan Khusus untuk Taman Makam Rimbawan (TMR) seluas 10 Ha. Menurut hasil pengukuran tata batas Hutan Diklat Rumpin pada bulan Agustus 2006 menghasilkan luasan sebagai berikut : Hutan Diklat Rumpin seluas 66.80 Ha dan Taman Makam Rimbawan seluas 11.70 Ha. Hutan Diklat Rumpin terbagi dalam beberapa unit pengelolaan yang disebut dengan sistem bloking. Hutan Diklat Rumpin terbagi menjadi 4 (empat) blok yaitu Blok I seluas 11.30 Ha, Blok II seluas 2.90 Ha, Blok III seluas 42.90 Ha dan Blok IV seluas 9.70 Ha. Secara Administratif Pemerintahan Kawasan Hutan Diklat Rumpin terletak di Desa Rumpin, Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor. Aksesibilitas ke Hutan Diklat Rumpin cukup baik, terletak di jalan Parung Serpong 43 km dari Kota Bogor.

B. Apa itu Ruang Terbuka Hijau (RTH) dan bagaimana proporsinya dalam suatu wilayah? Ruang terbuka hijau adalah area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam (Permen Pekerjaan Umum No. 5/PRT/M/2008). Menurut Arsitek Landsekap/ Majelis Ikatan Arsitektur Landsekap Indonesia (IALI) Ning Purnomohadi mengatakan, RTH perkotaan adalah bagian dari ruang-ruang terbuka suatu wilayah perkotaan yang diisi oleh tumbuhan, tanaman dan vegetasi. Dalam Permen Pekerjaan Umum No. 5/PRT/M/2008 disebutkan bahwa RTH terbagi atas 2 (dua ) yaitu : 1) Ruang terbuka hijau privat yaitu RTH yang dimilik institusi tertentu atau perseorangan yang pemanfaatannya untuk kalangan terbatas dan dapat berupa kebun atau halaman rumah/gedung milik masyarakat/swasta yang ditanami tumbuhan; 2) Ruang terbuka hijau publik yaitu RTH yang dimiliki dan dikelola oleh pemerintah daerah kota/kabupaten yang digunakan untuk kepentingan masyarakat secara umum. Dalam UU No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang disebutkan, jumlah RTH di setiap tempat harus sebesar 30 % dari luas kota tersebut dengan proporsi 20% ruang terbuka hijau publik dan 10% terdiri dari ruang terbuka hijau privat. Menurut Ning Purnomohadi ketentuan luasan 30 % RTH di setiap perkotaan merupakan hasil kesepakatan dari Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Bumi di Rio de Janeiro, Brazil (1992) dan dipertegas lagi pada KTT Johannesberg, Afrika Selatan. Ruang terbuka hijau (RTH) memiliki fungsi penting yaitu ekologis, sosial budaya, ekonomi, estetika dan evakuasi. Fungsi ekologisnya adalah dapat meningkatkan kualitas air tanah, mencegah banjir, mengurangi polusi udara dan pengatur iklim mikro. Fungsi sosial-ekonomi untuk memberikan ruang interaksi sosial, sarana rekreasi dan sebagai tetenger (landmark) kota. Sebagai fungsi evakuasi antara lain untuk tempat pengungsian saat terjadi bencana alam. Keberadaan RTH yang ideal akan meningkatkan tingkat kesehatan warga, dapat mengurangi kadar polutan seperti timah hitam dan timbal yang berbahaya bagi kesehatan manusia.

Sedangkan Manfaat RTH berdasarkan fungsinya dibagi atas : 1) Manfaat langsung (dalam pengertian cepat dan bersifat tangible), yaitu membentuk keindahan dan kenyamanan (teduh, segar, sejuk) dan mendapatkan bahan-bahan untuk dijual (kayu, daun, bunga, buah); 2) Manfaat tidak langsung (berjangka panjang dan bersifat intangible), yaitu pembersih udara yang sangat efektif, pemeliharaan akan kelangsungan persediaan air tanah, pelestarian fungsi lingkungan beserta segala isi flora dan fauna yang ada (konservasi hayati atau keanekaragaman hayati). Penyediaan RTH di kawasan perkotaan dapat didasarkan pada beberapa aspek antara lain 1) Luas wilayah, 2) Jumlah penduduk dan 3) Kebutuhan fungsi tertentu. Penyediaan RTH berdasarkan luas wilayah adalah sebagai berikut: 1) Apabila luas RTH baik publik maupun privat di kota yang bersangkutan telah memiliki total luas lebih besar dari peraturan atau perundangan yang berlaku, maka proporsi tersebut harus tetap dipertahankan keberadaannya. 2) Proporsi 30% merupakan ukuran minimal untuk menjamin keseimbangan ekosistem kota, baik keseimbangan sistem hidrologi dan keseimbangan mikroklimat, maupun sistem ekologis lain yang dapat meningkatkan ketersediaan udara bersih yang diperlukan masyarakat, serta sekaligus dapat meningkatkan nilai estetika kota. Untuk menentukan luas RTH berdasarkan jumlah penduduk, dilakukan dengan mengalikan antara jumlah penduduk yang dilayani dengan standar luas RTH per kapita sesuai peraturan yang berlaku. 250 jiwa, Taman RT, di tengah lingkungan RT; 2500 jiwa, Taman RW, di pusat kegiatan RW; 30.000 jiwa, Taman Kelurahan, dikelompokan dengan sekolah/ pusat kelurahan; 120.000 jiwa, Taman Kecamatan, dikelompokan dengan sekolah/ pusat kecamatan; 480.000 jiwa, Taman Kota di Pusat Kota, Hutan Kota (di dalam/kawasan pinggiran), dan Pemakaman (tersebar). Namun tampaknya bagi kota-kota di Indonesia, hal ini akan sulit terealisir akibat terus adanya tekanan pertumbuhan dan kebutuhan sarana dan prasarana kota seperti pembangunan gedung, pengembangan, dan penambahan jalur jalan yang terus meningkat serta peningkatan jumlah penduduk.

C. Bagaimana dengan Hutan Diklat Rumpin? Pemerintah Kabupaten Bogor pada tahun 2014 ini merencanakan akan ada pemekaran Kabupaten Bogor kearah Kecamatan Rumpin yaitu pemekaran Kabupaten Bogor Barat. Kecamatan Rumpin merupakan pintu gerbang untuk masuk Kabupaten Bogor Barat. Selain itu, perluasan pembangunan perumahan Bumi Serpong Damai (BSD) juga kearah Kecamatan Rumpin ( Profil Desa Rumpin, 2011). Menurut rencana pembangunan Kabupaten Bogor tahun 2020 di Kecamatan Rumpin meliputi antara lain pembangunan Rel Kereta Api Cisauk - Raskasbitung, pelebaran jalan (32 m) dan penutupan tambang pasir dan batu (galian C) harus sudah terealisasi. Sejalan dengan Undang-Undang No 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 2004 tentang Perencanaan Kehutanan, pengelolaan Hutan Diklat Rumpin harus didasarkan atas perencanaan jangka panjang yang kemudian dijabarkan ke dalam rencana jangka pendek yang terintegrasi dan mengakomodasikan aspirasi publik. Upaya untuk mengakomodasikan aspirasi publik salah satunya adalah Hutan Diklat Rumpin dapat menyediakan ruang terbuka hijau bagi masyarakat untuk kepentingan lingkungan sekaligus berperan dalam menjaga degradasi hutan. Keberadaan Ruang terbuka hijau seringkali masih dikalahkan oleh berbagai kepentingan lain yang lebih menguntungkan dan cenderung berorientasi pada pembangunan fisik untuk kepentingan ekonomi. Akibatnya, kebutuhan ruang (khususnya RTH) untuk berlangsungnya fungsi ekologis kurang terakomodasi, dan berdampak pada permasalahan manajemen pengelolaan RTH.(http://ciptakarya.pu.go.id). Hal ini terjadi di Kecamatan Rumpin, sekarang sedang gencar-gencarnya pembangunan dari para investor sehingga membabat habis pekebunan karet yang ada dan mengakibatkan ruang terbuka tanpa tanaman. Lingkungan terasa panas dan berdebu saat musim panas. Satu-satunya kawasan yang masih ada tumbuhannya adalah Hutan Diklat Rumpin. Potensi tumbuhan(flora) di Hutan Diklat Rumpin diantaranya adalah Acasia. mangium, Acasia carpa, Eucalyptus sp, Sengon Buto, Albizia sp, Karet, Benuang, Jati, Meranti, Mahoni, Kenari, Pulai, Puspa, Manglid, Shorea sp, Sungkai, Rasamala, Kayu Merbau, Gmelina sp Ketapang, Beringin, Ki putri, Kemiri, Ki hujan, Salam, Mindi, Pinus, Secang, tanaman buah-buahan, tanaman obat-obatan, dan Bambu.

Tanggal 21 Maret 2014, telah dilakukan kegiatan penanaman pohon di Hutan Diklat Rumpin dalam rangka Hari Bhakti Kehutanan dan Hari Hutan Internasional sekaligus sebagai upaya tetap mempertahankan Hutan Diklat sebagai ruang terbuka hijau. D. Penutup Dukungan pemerintah untuk tetap mempertahankan Hutan Diklat Rumpin sebagai salah satu ruang terbuka hijau sangat dibutuhkan. Kementerian Kehutanan sebagai instansi Pembina Balai diklat Kehutanan diharapkan dapat tetap mengucurkan dana dalam pengelolaan Hutan Diklat Rumpin melalui anggran APBN Balai Diklat Kehutanan Bogor setiap tahunnya. Semoga DAFTAR PUSTAKA http://ciptakarya.pu.go.id diakses tanggal 19 Maret 2014. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK 393/Menhut-II/2004 Tanggal 18 Oktober 2004 Tentang Perubahan Keputusan Menhut No.306/Kpts-II/1991 tentang perubahan fungsi atas kawasan hutan Pendidikan dan Penelitian Rumpin seluas 75.353 Ha menjadi 1) kawasan Hutan dengan Tujuan Khusus (KHDTK) untuk Hutan Diklat seluas 65.353 Ha dan 2) KHDTK untuk Taman Makam Rimbawan seluas 10 Ha. Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 2004 tentang Perencanaan Kehutanan. Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2010 tentang Penelitian Dan Pengembangan Serta Pendidikan Dan Pelatihan Kehutanan. Permen Pekerjaan Umum No. 5/PRT/M/2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan. Permenhut No.40/Menhut-II/2010 tanggal 20 Agustus 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kemenhut. Profil Desa Rumpin Tahun 2011. Review Management Plan Balai Diklat Kehutanan, Tahun 2011. Undang Undang No.25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Undang Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang