I. PENDAHULUAN. tahun 1970, Program Keluarga Berencana telah diterima oleh masyarakat luas dan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Dalam Sistem Kesehatan Nasional (SKN) 1982 dikatakan bahwa salah

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 46 TAHUN 2014 TENTANG

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

PERATURAN BUPATI KARANGANYAR NOMOR 18 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PEMBENTUKAN INSTITUSI MASYARAKAT BIDANG KELUARGA BERENCANA DI KELURAHAN/ DESA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia adalah negara yang memiliki banyak masalah kependudukan yang

KADER IMP, SEBUAH CATATAN

G U B E R N U R L A M P U N G

POTENSI PENGEMBANGAN PERTANIAN DI KABUPATEN SIAK

Rencana Kerja (Renja) Perubahan Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Kabupaten Hulu Sungai Utara Tahun 2017

KURIKULUM ORIENTASI KIE BAGI PPKBD DAN SUB PPKBD

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 14 TAHUN 2010

DAFTAR ISI. Halaman. KATA PENGANTAR... ix DAFTAR ISI... xi DAFTAR TABEL... xiii DAFTAR GAMBAR... xv DAFTAR LAMPIRAN... xvi

BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 04 TAHUN 2005 TENTANG PEMBENTUKAN KECAMATAN MEMPURA DAN KECAMATAN SABAK AUH KABUPATEN SIAK

BAB I PENDAHULUAN. angka kelahiran adalah melalui program keluarga berencana nasional. Program KB

TUGAS POKOK DAN FUNGSI SERTA URAIAN TUGAS DINAS PENGENDALIAN PENDUDUK DAN KELUARGA BERENCANA KABUPATEN SIJUNJUNG

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Gambaran Umum Badan Koordinasi Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan (BKKBPP) Kota Bandar Lampung

I. Pendahuluan. A. Latar Belakang

G U B E R N U R L A M P U N G

PELUANG INVESTASI. DAFTAR UNIT PENGOLAHAN/PABRIK KELAPA SAWIT (PKS) di 14 Kecamatan Se Kabupaten Siak JENIS KEGIATAN

BAB I PENDAHULUAN. pada prinsipnya layanan Publik itu harus mengacu pada kesederhanaan, kejelasan,

PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI KELUARGA BERENCANA NASIONAL NOMOR: 55/HK-010/B5/2010 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, KEPALA BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. serta India, hal ini telah dipraktekkan sejak berabad-abad yang lalu, tetapi waktu itu

BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR

BERITA DAERAH KOTA BEKASI PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 53 TAHUN 2012 TENTANG

PETUNJUK PELAKSANAAN PEMBENTUKAN DAN PEMBINAAN KELOMPOK KB PRIA PROVINSI BENGKULU BAB I PENDAHULUAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. bidang kesehatan baik pembangunan fisik maupun pembangunan sumber daya

Menetapkan : PERATURAN BUPATI TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG KELUARGA BERENCANA DAN KELUARGA SEJAHTERA DI KABUPATEN BANYUWANGI

PERATURAN BUPATI KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM KELUARGA BERENCANA DAERAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 41 TAHUN 2002 TENTANG

WALIKOTA PEKANBARU PROVINSI RIAU

PEDOMAN PELAKSANAAN PENGGERAKAN LINII LAPANGAN PROGRAM KEPENDUDUKAN, KELURAGA BERENCANA DAN PEMBANGUNAN KELUARGA TAHUN 2014

PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI SIAK NOMOR TAHUN 2015 TENTANG

PETUNJUK TEKNIS STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG KELUARGA BERENCANA DAN KELUARGA SEJAHTERA DI KABUPATENBANYUWANGI

PEMERINTAH DESA SARI MULYO PERATURAN DESA SARI MULYO NOMOR : 2039/01/SM/XII/TAHUN 2009

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA KUASA KEPALA BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1994 TENTANG PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KELUARGA SEJAHTERA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

VISI, MISI DAN GRAND STRATEGI BADAN KOORDINASI KELUARGA BERENCANA NASIONAL

2017, No Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan L

WALIKOTA BANJAR PERATURAN WALIKOTA BANJAR NOMOR 20 TAHUN 2012 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan. Realita yang ada saat ini masih banyak masyarakat yang belum bisa

15. URUSAN KELUARGA BERENCANA DAN KELUARGA SEJAHTERA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kelahiran dalam rangka mewujudkan hak-hak pasangan usia subur untuk menentukan

BUPATI POLEWALI MANDAR

BAB 1 PENDAHULUAN. setinggi-tingginya. Derajat kesehatan masyarakat dapat dilihat dari berbagai

DAFTAR ISI. 1. Rencana Program Dan Kegiatan SKPD Kabupaten Sijunjung Tahun 2015 Pembiayaan APBD Kabupaten Sijunjung.

BUPATI TOLITOLI PROVINSI SULAWESI TENGAH

PP 21/1994, PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KELUARGA SEJAHTERA PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KELUARGA SEJAHTERA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Visi Misi Baru, Mengembalikan Kejayaan KB?

RENCANA KERJA BP3AKB (Badan Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Dan KB) KECAMATAN PANIMBANG TAHUN 2016

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI HUMBANG HASUNDUTAN PROVINSI SUMATERA UTARA

BUPATI LOMBOK BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK BARAT,

Tabel Rumusan Rencana Program dan Kegiatan SKPD Tahun 2015 dan Prakiraan Maju Tahun Rencana Tahun Target Capaian Kinerja

BAB I PENDAHULUAN. 248,8 juta jiwa dengan pertambahan penduduk 1,49%. Lajunya tingkat

URUSAN WAJIB KELUARGA BERENCANA DAN KELUARGA SEJAHTERA

TATA CARA PELAKSANAAN PENCATATAN DAN PELAPORAN RUTIN PENGENDALIAN LAPANGAN KATA PENGANTAR

BAB II. GAMBARAN PELAYANAN SKPD

BAB III TUJUAN, SASARAN PROGRAM DAN KEGIATAN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Penduduk merupakan modal dasar dalam mewujudkan pembangunan

TUGAS DAN FUNGSI DINAS PENGENDALIAN PENDUDUK DAN KELUARGA BERENCANA

LAPORAN UMPAN BALIK HASIL PELAKSANAAN SUBSISTEM PENCATATAN DAN PELAPORAN

BAB IV DESKRIPSI DINAS KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL KABUPATEN SIAK. Kabupaten Siak mempunyai Luas Wilayah km 2 dan Kabupaten

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1994 TENTANG PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KELUARGA SEJAHTERA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1994 TENTANG PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KELUARGA SEJAHTERA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

TABEL 5. REVIEW TERHADAP RANCANGAN AWAL RKPD TAHUN 2018 KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA

MEMUTUSKAN BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1

A. Latar Belakang Sejalan dengan salah satu butir hasil Konferensi Internasional Kependudukan dan Pembangunan (International Conference on Population

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA INSPEKTORAT, BAPPEDA DAN LEMBAGA TEKNIS DAERAH KABUPATEN SIAK

SAMBUTAN BUPATI KULON PROGO

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan hingga saat ini juga masih mengalami hambatan hambatan.

KATA PENGANTAR. Direktur Bina Lini Lapangan, Dra. Chamnah Wahyuni, MBA

KURIKULUM ORIENTASI PENCATATAN DAN PELAPORAN BAGI PLKB

WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN WALIKOTA MATARAM NOMOR : 40 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM KELUARGA BERENCANA DAERAH

WALIKOTA BATU PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 33 TAHUN 2013 TENTANG

I. PENDAHULUAN yang merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten Bengkalis. Adanya

KEGIATAN STRATEGIS BIDANG DALDUK

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan senantiasa memiliki makna yang berwayuh wajah. Dalam arti luas,

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG

WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 72 TAHUN 2016 TENTANG

9.b PENGUKURAN PENCAPAIAN PERJANJIAN KINERJA KABUPATEN SIAK TAHUN 2016 (CAPAIAN KINERJA SKPD BERDASARKAN TARGET RPJMD)

Latar Belakang Semua Keluarga Ikut KB

BAB I PENDAHULUAN I.I LATAR BELAKANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 16 TAHUN 2008 T E N T A N G

BAB I PENDAHULUAN. Posyandu diselenggarakan untuk kepentingan masyarakat sehingga

PERATURAN BUPATI SUMBAWA NOMOR 25 TAHUN 2008 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. untuk mewujudkan Keluarga Berkualitas Tahun Keluarga yang berkualitas

BAB I PENDAHULUAN. I. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. besar. AKI menurut Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007 yaitu

BERITA DAERAH KABUPATEN BANTUL

jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt

BUPATI KAPUAS PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KAPUAS NOMOR 47 TAHUN 2016 TENTANG

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Semenjak dicanangkan Program Keluarga Berencana Nasional pada awal tahun 1970, Program Keluarga Berencana telah diterima oleh masyarakat luas dan telah memberikan hasil yang menggembirakan, sehingga Indonesia dijadikan sebagai model bagi beberapa Negara berkembang. Sejalan dengan hal tersebut program Keluarga Berencana yang pada awalnya merupakan upaya pengaturan kelahiran dalam rangka meningkatkan kesejahteraan Ibu dan Anak, kemudian dalam perkembangannya program KB ditujukan untuk membudayakan Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera (NKKBS). Pesatnya peningkatan pemakaian alat/obat kontrasepsi oleh Pasangan Usia Subur (PUS) dapat menurunkan tingkat kelahiran dari 5,6% per tahun menjadi 2,34% per tahun pada kurun waktu 1970-1980, dan 1,97% per tahun pada kurun waktu 1980 1990 (BKKBN, 2006). Sejalan dengan semangat otonomi daerah, pada akhir tahun 2003 pengelolaan program Keluarga Berencana (KB) diserahkan kewenangannya kepada pemerintah Kabupaten/Kota, sehingga menimbulkan berbagai persoalan terutama tentang kelembagaan pengelola Program KB. Semangat ini akhirnya mempengaruhi tatanan sosial di lingkungan masyarakat tentang Program KB, sehingga menuntut adanya perubahan kebijakan dan strategi pembangunan Keluarga Berencana (KB) dengan paradigma baru. Paradigma tersebut dilandasi oleh tuntutan masyarakat yang mengarah kepada keterbukaan, tata pamong yang bersih, demokratisasi, hak azasi manusia dan otonomi daerah yang lebih diperluas. Gerakan Keluarga Berencana Nasional yang telah digalakkan selama ini dalam pelaksanaannya dikembangkan menjadi Gerakan Pembangunan Keluarga

sejahtera, yang dikemas dalam tiga paket kegiatan yaitu Gerakan Reproduksi Keluarga Sejahtera (GRKS), Gerakan Ketahanan Keluarga Sejahtera (GKKS) dan Gerakan Ekonomi Keluarga Sejahtera (GEKS) (BKKBN, 1997). Dengan adanya pengembangan tiga kegiatan tersebut, maka Institusi Masyarakat Pedesaan sebagai pengelola kegiatan di tingkat paling bawah perlu melakukan penyesuaian peran dan klasifikasi sesuai dengan perkembangan kegiatan tersebut. Arah kebijakan program Keluarga Berencana yang dilakukan selama ini telah dilandasi oleh dasar hukum yang kuat yaitu Undang-Undang Republik Indonesia nomor 10 tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera. Secara rinci untuk arah kebijakan pembangunan Keluarga Berencana kedepan telah tertuang dalam RPJMN 2004 2009 pasal 30 tentang Pembangunan Kependudukan dan Keluarga Kecil Berkualitas, serta Pemuda dan Olahraga, dimana salah satu sasaran program ke depan adalah meningkatnya jumlah Institusi Masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan Keluarga Berencana dan keluarga berkualitas. Keberadaan petugas lapangan Keluarga Berencana, yaitu Pengendali Program Lapangan Keluarga Berencana (PPLKB) di tingkat Kecamatan dan Petugas Lapangan Keluarga Berencana/Penyuluh Keluarga Berencana (PLKB/PKB) di tingkat Desa/Kelurahan sebagai ujung tombak program KB, selama ini sangat menentukan keberhasilan program KB. Namun semenjak pengelolaan program KB diserahkan ke daerah tahun 2003, jumlah petugas lapangan semakin berkurang. Hal ini disebabkan sebagian petugas lapangan beralih tugas melalui mutasi dan promosi ke instansi lain di Pemerintah Daerah (BKKBN, 2006). 2

Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 tahun 1994 tentang pembangunan keluarga sejahtera, pada bab V pasal 22 dan pasal 23 sangat jelas dinyatakan peran masyarakat dalam membantu pemerintah mewujudkan peluang dan mendorong keikutsertaan yang seluas-luasnya bagi masyarakat untuk ikut berperan serta dalam penyelenggaraan pembangunan Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera. Peluang dan dorongan untuk meningkatkan keikutsertaan masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan Keluarga Sejahtera tersebut meliputi pemberian informasi dan pendidikan yang berkaitan dengan penyelenggaraan pembangunan Keluarga Sejahtera; membantu kelancaran penyelenggaraan pembangunan Keluarga Sejahtera; menggerakkan masyarakat untuk menjadi peserta dan/atau motivator Keluarga Berencana; memberikan motivasi untuk menciptakan ketahanan dan kemandirian keluarga yang dapat mewujudkan keluarga sejahtera. Peran serta masyarakat diselenggarakan melalui organisasi kemasyarakatan, atau perorangan sesuai dengan peraturan per Uundang-Undangan yang berlaku, serta peran serta masyarakat dapat berupa penyediaan tenaga, sarana, prasarana, dana ataupun bentuk yang lainnya. Sebagai konsekwensinya, Program Keluarga Berencana yang juga merupakan bagian integral dari pembangunan, harus mampu memenuhi tuntutan tersebut. Oleh karena itu kebijakan dan strategi program Keluarga Berencana perlu dapat memberikan kesempatan yang lebih luas kepada masyarakat untuk berpartisipasi melalui Lembaga Swadaya dan Organisasi Masyarakat sebagai pengelola dan pelaksana program. Sejalan dengan hal tersebut maka pendekatan program KB yang selama ini berorientasi demografis dengan nuansa mobilisasi masyarakat, perlu diubah dan mengarah pada visi program, yaitu Keluarga 3

Berkualitas yang mengedepankan hak-hak reproduksi sebagai bagian dari hak azazi manusia serta dengan pendekatan yang semakin representatif. Sebagai tindak lanjut dari kebijakan dan strategi tersebut, telah dilakukan upaya untuk mereposisi peran petugas lapangan (PLKB/PKB). Perubahan dalam reposisi tersebut pada intinya menyangkut pergeseran peran PLKB yang selama ini bertindak sebagai manajer dan pelaksana program ke arah peran yang lebih menonjolkan petugas lapangan sebagai pemimpin dan penggerak program di lapangan. Dengan demikian, pergeseran peran tersebut juga mengandung maksud untuk lebih memberikan kesempatan kepada masyarakat melalui Institusi Masyarakat Pedesaan (IMP) dan Lembaga Sosial Organisasi Masyarakat (LSOM) untuk berperan sebagai pengelola dan pelaksana berbagai kegiatan program KB di lapangan (BKKBN, 2001). Untuk menggalang peranserta masyarakat dalam program KB selama ini, telah dilakukan upaya penumbuhan, pembinaan, dan pengembangan Institusi Masyarakat Pedesaan (IMP) sebagai wadah peran serta masyarakat sekaligus sebagai mitra kerja petugas lapangan yang meliputi hal-hal sebagai berikut: Pembantu Pembina Keluarga Berencana Desa (PPKBD) di tingkat Desa/Kelurahan, Sub Pembantu Pembina Keluarga Berencana Desa (Sub PPKBD) di tingkat dusun/rw serta Kelompok KB di tingkat RT. Institusi Masyarakat Pedesaan (IMP) tersebut merupakan kelembagaan pedesaan dalam program KB yang pada awalnya dimaksudkan sebagai perpanjangan tangan PLKB/PKB dalam membina kelestarian ber-kb akseptor. Institusi Masyarakat Pedesaan (IMP) sebagaimana disebutkan di atas terdiri dari 3 (tiga) klasifikasi. Pertama Dasar, dengan melakukan peran meliputi 4

pengorganisasian (masih tunggal), pertemuan (belum rutin), Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE), pendataan dan pencatatan, pelayanan, ada upaya kemandirian. Kedua Berkembang, dengan melakukan peran meliputi pengorganisasian (sudah dilengkapi pembagian tugas), pertemuan (rutin bulanan), KIE dan Konseling, pencatatan dan pendataan, ada pelayanan, ada upaya kemandirian. Ketiga Mandiri, dengan melakukan peran meliputi pengorganisasian (pengurus sudah lengkap dengan seksi-seksi), pertemuan (rutin bulanan), KIE dan Konseling, Pencatatan dan pendataan (lengkap dan sudah ada tindak lanjut), pelayanan kegiatan, ada upaya kemandirian (BKKBN, 1997). Lebih lanjut dengan perkembangan kegiatan program KB tidak hanya menyangkut upaya pengaturan kelahiran saja, melainkan juga upaya pembinaan ketahanan dan peningkatan kesejahteraan keluarga. Untuk itu IMP tersebut kemudian diharapkan mampu melaksanakan berbagai kegiatan dalam program KB di lapangan melalui 6 (enam) perannya yaitu; pengorganisasian, pertemuan, Komunikasi Informasi Edukasi (KIE) dan penyuluhan, pelayanan kegiatan, pencatatan dan pendataan serta upaya kemandirian. Karena strategisnya peran Institusi Masyarakat Pedesaan dalam pengembangan Program Keluarga Berencana di tingkat Desa, maka institusi tersebut berfungsi sebagai mitra pemerintah terdepan dalam menyukseskan program pembangunan. Apabila Institusi Masyarakat yang ada dapat menjalankan tugasnya sesuai dengan alur yang ada, pelaksanaan program Pembangunan bidang Keluarga Berencana diharapkan dapat terwujud dengan baik. Kondisi Institusi Masyarakat Pedesaan di tingkat Desa (PPKBD) Kabupaten Siak tahun 2006, 5

berdasarkan data dari Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional Kabupaten Siak dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini. Tabel 1. Jumlah Pembantu Pembina Keluarga Berencana Desa (PPKBD) di Kabupaten Siak tahun 2006. No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 Jumlah Jumlah Klasifikasi Kecamatan Desa/Kel. PPKBD Dasar Berkembang (Klpk.) Mandiri Siak 8 8 8 - - Sungai Apit 13 13 13 - - Minas 5 5 5 - - Dayun 11 11 6 5 - Kerinci Kanan 12 12 11 1 - Tualang 8 8 4 4 - Bunga Raya 14 14 9 5 - Sungai Mandau 9 9 9 - - Kandis 6 6 6 - - Koto Gasib 9 9 8 1 - Sabak Auh 5 5 5 - - Mempura 7 7 7 - - Lubuk Dalam 6 6 3 3 - Jumlah 113 113 94 19 - Sumber : BKKBN Kabupaten Siak (2006) Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa PPKBD sudah terbentuk di setiap Desa/kelurahan. Akan tetapi jika ditelaah dari segi klasifikasinya masih berada pada tingkat dasar, dimana klasifikasi Dasar berjumlah 94 PPKBD atau 83,19%, sedangkan klasifikasi Berkembang sebanyak 19 PPKBD atau 16,81%, dan klasifikasi Mandiri sebanyak 0%. Keadaan jumlah Sub PPKBD yang berada di tingkat RW se Kabupaten Siak dapat dilihat pada Tabel 2. 6

Tabel 2. Jumlah Sub Pembantu Pembina Keluarga Berencana Desa (Sub PPKBD) di Kabupaten Siak tahun 2006. No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 Kecamatan Jumlah R W Jumlah Sub PPKBD (Kelompok) Klasifikasi Dasar Berkembang Mandiri Siak 23 6 6 - - Sungai Apit 55 26 23 3 - Minas 35 25 24 1 - Dayun 60 42 37 5 - Kerinci Kanan 61 35 35 - - Tualang 38 25 17 8 - Bunga Raya 67 22 15 7 - Sungai Mandau 28 3 3 - - Kandis 27 11 11 - - Koto Gasib 33 27 26 1 - Sabak Auh 28 20 20 - - Mempura 16 6 6 - - Lubuk Dalam 24 9 6 3 - Jumlah 451 257 229 28 - Sumber : BKKBN Kabupaten Siak (2006) Dari data tersebut dapat dilihat bahwa jumlah Institusi Masyarakat Pedesaan Sub PPKBD adalah 257 Institusi atau 56,98% dari jumlah RW yang ada, dengan klasifikasi Dasar sebanyak 229 Institusi atau 89.11%, Klasifikasi Berkembang sebanyak 28 Institusi atau 10,89%. Di lain pihak keadaan jumlah Kelompok Akseptor dapat dilihat pada Tabel 3. 7

Tabel 3. Jumlah Kelompok Akseptor di Kabupaten Siak tahun 2006. No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 Kecamatan Jumlah R T Jumlah Kelompok Akseptor Klasifikasi Dasar Berkembang Mandiri Siak 53 1 1 - - Sungai Apit 126 6 6 - - Minas 103 8 8 - - Dayun 191 2 2 - - Kerinci Kanan 169 6 6 - - Tualang 285 23 23 - - Bunga Raya 162 7 7 - - Sungai Mandau 58 - - - - Kandis 86 1 1 - - Koto Gasib 109 1 1 - - Sabak Auh 50 - - - - Mempura 51 - - - - Lubuk Dalam 92 3 3 - - Jumlah 1434 58 58 - - Sumber : BKKBN Kabupaten Siak (2006) Dari data Tabel 3 dapat dilihat bahwa jumlah Kelompok KB atau Kelompok Akseptor yang terbentuk dengan klasifikasi Dasar adalah 58 Institusi atau 4,04%. Hal ini menunjukkan kurangnya jumlah institusi tersebut. Berdasarkan kondisi di atas maka perlu dilakukan penelitian untuk membahas hal tersebut. 1.2 Perumusan Masalah Isu yang timbul terhadap Kader Institusi Masyarakat Pedesaan (IMP) dalam pengelolaan program Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera pada hakikatnya sangat tergantung pada pola pikir masyarakat dan budaya masyarakat setempat dalam mendukung pembangunan secara berkelanjutan. Hal ini menjadi kendala dalam motivasi dan partisipasi kader terhadap program yang dilakukan. Kader yang ada kurang melaksanakan fungsinya sebagai pengelola program 8

Keluarga Berencana di tingkat Desa. Ini dibuktikan dengan tidak adanya laporan yang diberikan oleh Kader IMP kepada PKB sebagai penanggung jawab program di lapangan. Selain itu juga sulit mencari kader untuk duduk sebagai pengurus Sub PPKBD di tingkat RW dan untuk Kelompok Akseptor di tingkat RT. Kader IMP dalam hal ini adalah Pembantu Pembina Keluarga Berencana Desa (PPKBD) di tingkat Desa, Sub PPKBD di tingkat RW dan kelompok Akseptor di tingkat RT, sebagai perpanjangan tangan Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PLKB) atau Penyuluh Keluarga Berencana (PKB) kurang menjalankan fungsinya. Kelompok yang ada terkadang hanya ada nama, akan tetapi kegiatannya yaitu pengorganisasian, pertemuan, Komunikasi Informasi Edukasi (KIE) dan penyuluhan, pelayanan kegiatan, pencatatan dan pendataan serta upaya kemandirian, tidak berjalan sebagaimana mestinya, sebagai contoh adalah pengiriman laporan bulanan dari PPKBD ke PLKB/PKB. Berkenaan dengan hal tersebut, maka untuk meningkatkan motivasi dan partisipasi kader IMP dalam pengelolaan program Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera di tingkat Desa/Kelurahan perlu dilakukan kajian tersendiri. Tingkat motivasi dan partisipasi kader IMP dalam pengelolaan program KB sangat menentukan keberhasilan program dimaksud. Semakin tinggi tingkat motivasi dan partisipasi kader IMP, akan semakin tinggi tingkat keberhasilan program pembangunan dan memperkecil rentang kendala di lapangan. Dengan demikian rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Bagaimana motivasi dan partisipasi kader Institusi Masyarakat Pedesaan (IMP) dalam pengelolaan program KB di Kabupaten Siak. 9

b. Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi motivasi dan partisipasi Kader IMP dalam pengelolaan program KB. c. Bagaimana hubungan antara motivasi dan partisipasi kader IMP dalam pengelolaan program KB. d. Bagaimana meningkatkan motivasi dan partisipasi kader IMP dalam pengelolaan program KB. 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dilakukannya penelitian tentang motivasi dan partisipasi kader IMP dalam pengelolaan program KB di Kabupaten Siak adalah sebagai berikut : a. Menganalisa tingkat motivasi dan partisipasi kader IMP dalam pengelolaan program KB di Kabupaten Siak. b. Menganalisa faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi dan partisipasi kader IMP dalam pengelolaan program KB. c. Menganalisa hubungan antara motivasi dan partisipasi kader Institusi Masyarakat Pedesaan dalam pengelolaan program KB. d. Merumuskan upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan motivasi dan partisipasi kader IMP di masa akan datang. 1.4 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pengelola program KB di Kabupaten Siak maupun bagi penulis sendiri. Manfaat bagi pengelola program KB adalah sebagai bahan informasi yang dapat dijadikan sebagai masukan dan pertimbangan dalam rangka meningkatkan motivasi dan 10

partisipasi kader IMP dalam pengelolaan program KB di lapangan sebagai ujung tombak keberhasilan program. Bagi penulis penelitian ini dapat dijadikan sebagai wahana dalam pengembangan ilmu pengetahuan yang telah didapat selama mengikuti pendidikan di Program Studi Pascasarjana Manajemen dan Bisnis Institut Pertanian Bogor (MB-IPB). Di samping itu juga, penelitian ini bagi seluruh petugas lintas sektoral diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan acuan untuk mengambil keputusan atau kebijakan pembangunan dengan mengembangkan konsep dan arahan strategi meningkatkan motivasi dan partisipasi masyarakat dalam pembangunan yang berkelanjutan. 1.5 Ruang Lingkup Ruang lingkup penelitian ini adalah motivasi dan partisipasi kader IMP di Kabupaten Siak dalam pengelolaan program Pembangunan Keluarga Berencana yang dilaksanakan oleh Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Kabupaten Siak. Keberadaan Kelembagaan BKKBN Kabupaten Siak setelah dilimpahkan ke Daerah semenjak tahun 2003 berdasarkan SK Bupati Siak Nomor 188 tahun 2003. Hal ini erat kaitannya dengan kewenangan Daerah sebagai Daerah Otonomi, termasuk pelimpahan wewenang pengelolaan program KB. Di daerah terjadi berbagai bentuk lembaga pengelolaan program KB sesuai dengan keinginan masing-masing Daerah, bahkan ada Kabupaten/Kota yang belum membentuk kelembagaan program KB, pembentukan kelembagaannya masih dalam bentuk Wacana (BKKBN, 2006). 11