PROSPEK BRIKET BATUBARA LIGNIT SEBAGAI BAHAN BAKAR ALTERNATIF SEKTOR RUMAH TANGGA DAN INDUSTRI KECIL

dokumen-dokumen yang mirip
PROSPEK BRIKET BATUBARA LIGNIT SEBAGAI BAHAN BAKAR ALTERNATIF SEKTOR RUMAH TANGGA DAN INDUSTRI KECIL

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tujuan program Konversi minyak tanah ke LPG yang ditetapkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Tim Batubara Nasional

I. PENDAHULUAN. perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap

KODE : F2.39. Pemanfaatan Batubara Peringkat Rendah Untuk Membuat Semi-Kokas Dengan Penambahan Bahan Hidrokarbon

I. PENDAHULUAN. menjadikan Indonesia sebagai salah satu anggota OPEC (Organization of. Tabel 1. Kondisi Perminyakan Indonesia Tahun

PENGKAJIAN BRIKET LAPORAN

V. PENGEMBANGAN ENERGI INDONESIA DAN PELUANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dengan pasokan energi dalam negeri. Menurut Pusat Data dan Informasi Energi dan

ANALISIS KEBUTUHAN ENERGI KALOR PADA INDUSTRI TAHU

POTENSI BATUBARA DI SUMATERA SELATAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Energi listrik merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan minyak tanah dalam kehidupannya sehari hari.

BAB I PENDAHULUAN. bahan bakar, hal ini didasari oleh banyaknya industri kecil menengah yang

BAB I PENDAHULUAN. melimpah. Salah satu sumberdaya alam Indonesia dengan jumlah yang

PEMANFAATAN LOW RANK COAL UNTUK SEKTOR KETENAGA LISTRIKAN

BAB I PENDAHULUAN. hidup. Menurut kamus besar bahasa Indonesia, definisi biomassa adalah jumlah

PENDAHULUAN. diperbahurui makin menipis dan akan habis pada suatu saat nanti, karena itu

Pembuatan Briket Batubara

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

TUGAS ESSAY EKONOMI ENERGI TM-4021 POTENSI INDUSTRI CBM DI INDONESIA OLEH : PUTRI MERIYEN BUDI S

PRAKIRAAN KEBUTUHAN ENERGI UNTUK KENDARAAN BERMOTOR DI PERKOTAAN: ASPEK PEMODELAN

Prarancangan Pabrik Karbon Aktif Grade Industri Dari Tempurung Kelapa dengan Kapasitas 4000 ton/tahun BAB I PENGANTAR

BAB I PENDAHULUAN. dalam bidang sarana transportasi.sektor transportasi merupakan salah satu sektor

PENGARUH VARIASI JUMLAH LUBANG BURNER TERHADAP KALORI PEMBAKARAN YANG DIHASILKAN PADA KOMPOR METHANOL DENGAN VARIASI JUMLAH LUBANG 12, 16 DAN 20

Peningkatan Produktivitas Usaha Briket dan Tungku di Daerah Sleman Guna Mendukung Penyediaan Bahan Bakar Alternatif yang Ramah Lingkungan

VIII. EFISIENSI DAN STRATEGI ENERGI DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA

KEBIJAKAN PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK DAN PEMANFAATAN ENERGI

INSTRUMEN KELEMBAGAAN KONDISI SAAT INI POTENSI DAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA ENERGI INDIKASI PENYEBAB BELUM OPTIMALNYA PENGELOLAAN ENERGI

Masih Perlukah Kebijakan Subsidi Energi Dipertahankan Rabu, 22 Oktober 2014

LAPORAN INDUSTRI INDUSTRI BATUBARA DI INDONESIA

ANALISIS STOK BATUBARA DALAM RANGKA MENJAMIN KEBUTUHAN ENERGI NASIONAL. Oleh :

Ringkasan Eksekutif INDONESIA ENERGY OUTLOOK 2009

2 Di samping itu, terdapat pula sejumlah permasalahan yang dihadapi sektor Energi antara lain : 1. penggunaan Energi belum efisien; 2. subsidi Energi

BAB I PENDAHULUAN. produksi energi nasional, dimana menurut data Departemen Energi dan Sumber Daya

DEWAN ENERGI NASIONAL OUTLOOK ENERGI INDONESIA 2014

PRAKIRAAN KEBUTUHAN ENERGI UNTUK KENDARAAN BERMOTOR DI PERKOTAAN: ASPEK PEMODELAN

Analisis Kebutuhan dan Penyediaan Energi Di Sektor Industri - OEI 2012

IV. GAMBARAN UMUM. panas yang berlangsung sangat lama. Proses pembentukan (coalification)

BABI PENDAHULUAN. Seiring perkembangan sektor-sektor perekonomian dan pertumbuhan

KEBIJAKAN KONSERVASI ENERGI NASIONAL

I. PENDAHULUAN. optimal. Salah satu sumberdaya yang ada di Indonesia yaitu sumberdaya energi.

BAB I PENDAHULUAN. Dengan semakin meningkatnya penggunaan energi sejalan dengan

BAB I PENDAHULUAN. dengan tambang mineral lainnya, menyumbang produk domestik bruto (PDB)

1. PENDAHULUAN. Indocement. Bosowa Maros Semen Tonasa. Semen Kupang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

KODE KEAHLIAN SDM BPPT BIDANG ENERGI

Jurnal Penelitian Teknologi Industri Vol. 6 No. 2 Desember 2014 Hal :

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Batu bara

BAB I PENDAHULUAN. energi untuk melakukan berbagai macam kegiatan seperti kegiatan

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. untuk mencukupi kebutuhan hidup. Aktivitas-aktivitas manusia telah mengubah

BAB I PENDAHULUAN. faktor utama penyebab meningkatnya kebutuhan energi dunia. Berbagai jenis

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia pun kena dampaknya. Cadangan bahan tambang yang ada di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. energi fosil. Jumlah konsumsi energi fosil tidak sebanding dengan penemuan

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia saat ini dihadapkan pada berbagai masalah dalam berbagai sektor

BAB I PENDAHULUAN. berbagai sektor. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. perkiraan kapasitas pembangkit tenaga listrik.(dikutip dalam jurnal Kelistrikan. Indonesia pada Era Millinium oleh Muchlis, 2008:1)

PEMBUATAN BRIKET BIOARANG DARI ARANG SERBUK GERGAJI KAYU JATI

BAB I PENDAHULUAN. belahan dunia, termasuk Amerika Serikat, China, Australia, India, Rusia, dan

STRATEGI KEN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN ENERGI NASIONAL

TEKNOLOGI PEMBUATAN BIOBRIKET DARI LIMBAH BAGLOG

PROGRAM KONSERVASI ENERGI

Biomas Kayu Pellet. Oleh FX Tanos

BAB 3 PEMODELAN, ASUMSI DAN KASUS

2015 LAPORAN INDUSTRI PELUANG & TANTANGAN INDUSTRI BATUBARA

KARAKTERISTIK PEMBAKARAN BIOBRIKET CAMPURAN AMPAS AREN, SEKAM PADI, DAN BATUBARA SEBAGAI BAHAN BAKAR ALTERNATIF

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Oleh: Drs. Setiadi D. Notohamijoyo *) Ir. Agus Sugiyono *)

BAB I PENDAHULUAN. Tentang Minyak dan Gas Bumi, industri migas terdiri dari usaha inti (core business)

ANALISIS PENYEDIAAN DAN KEBUTUHAN ENERGI SEKTOR RUMAH TANGGA DI PROVINSI GORONTALO

ANALISIS PENGARUH KONSERVASI LISTRIK DI SEKTOR RUMAH TANGGA TERHADAP TOTAL KEBUTUHAN LISTRIK DI INDONESIA

Dr. Unggul Priyanto Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi

MEMASUKI ERA ENERGI BARU TERBARUKAN UNTUK KEDAULATAN ENERGI NASIONAL

I. PENDAHULUAN. alam. Meskipun minyak bumi dan gas alam merupakan sumber daya alam

VI. SIMPULAN DAN SARAN

Kebijakan Pemerintah Di Sektor Energi & Ketenagalistrikan

AQUABAT SEBAGAI BAHAN BAKAR BOILER. Datin Fatia Umar

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

LAPORAN HASIL PENELITIAN PEMBUATAN BRIKET ARANG DARI LIMBAH BLOTONG PABRIK GULA DENGAN PROSES KARBONISASI SKRIPSI

Efisiensi PLTU batubara

LAPORAN SINGKAT KOMISI VI DPR RI B I D A N G PERINDUSTRIAN, PERDAGANGAN, KOPERASI DAN UKM, BUMN, INVESTASI, BSN DAN KPPU

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

I. PENDAHULUAN. dalam menjalankan aktivitas ekonomi suatu negara. Seiring dengan pertambahan

PROGRAM TUNGKU SEHAT HEMAT ENERGI BIOMASSA (TSHE) INDONESIA

Pemanfaatan Limbah Sekam Padi Menjadi Briket Sebagai Sumber Energi Alternatif dengan Proses Karbonisasi dan Non-Karbonisasi

Oleh Asclepias R. S. Indriyanto Institut Indonesia untuk Ekonomi Energi. Disampaikan pada Forum Diskusi Sore Hari LPEM UI 5 Agustus 2010

PT BUKIT ASAM (PERSERO) Tbk PENGUMUMAN KINERJA KEUANGAN PER 30 SEPTEMBER 2017 (tidak diaudit)

UJI KARAKTERISTIK PEMBAKARAN BRIKET BIOMASSA ONGGOK-BATUBARA DENGAN VARIASI KOMPOSISI

BAB I PENDAHULUAN. Harga bahan bakar minyak memegang peranan yang sangat penting dalam

PENGOLAHAN DAN PEMANFAATAN SAMPAH ORGANIK MENJADI BRIKET ARANG DAN ASAP CAIR

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA,

Tabel 3.1. Indikator Sasaran dan Target Kinerja

2015 LAPORAN INDUSTRI PELUANG & TANTANGAN INDUSTRI BATUBARA

BAB 4 INDIKATOR EKONOMI ENERGI

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Besarnya konsumsi listrik di Indonesia semakin lama semakin meningkat.

I. PENDAHULUAN. sembilan persen pertahun hingga disebut sebagai salah satu the Asian miracle

Transkripsi:

PROSPEK BRIKET BATUBARA LIGNIT SEBAGAI BAHAN BAKAR ALTERNATIF SEKTOR RUMAH TANGGA DAN INDUSTRI KECIL Bambang Suwondo Rahardjo dan Yusnitati BPP Teknologi, Gedung II Lantai 22 Jl. M.H. Thamrin No.8 Jakarta 10340 E mail: bamsr52@yahoo.co.id Abstract Market coal briquette compartment in Indonesia is estimated still big enough, considering kerosene and firewood which was usually used as small industrial and rural household sector fuel progressively scarce and costly if without subsidy. Coal briquette of lignit made of low rank coal without carbonization process and without binder, so that can become alternative fuel which is competitif, safe, efficient and environmental friendliness. Volatile matter content can be decreased by using special design of stove to burn it by fire tongue on the surface of stove to yield completely combustion. Continueing usage of coal briquette as alternative fuel substitution of kerosene and or firewood especially in rural, can be conducted by given system and sustanable supply guarantee, quality improvement, economical charcoal burner device of the environmental friendly, efficiently and routine promotion activities. Kata Kunci : Briket lignit, bahan bakar alternatif, rumah tangga & industri kecil. 1. PENDAHULUAN Secara umum penyediaan energi primer di Indonesia saat ini masih dicirikan oleh dominasi penggunaan minyak bumi yang cukup tinggi (56% dari total konsumsi nasional) dengan pertumbuhan konsumsi domestik 10,5%/tahun selama kurun waktu 5 tahun terakhir. Sementara cadangan minyak bumi telah menipis sekitar 8,6 milyar barrel, demikian juga kemampuan produksinya terus menurun hingga 1,06 juta barrel/hari pada tahun 2005 (Kedutaan Besar Amerika Serikat, 2005~2006), bahkan target produksi minyak bumi pada tahun 2009 hanya 1,3 barrel/hari. Sehingga dikhawatirkan Indonesia tidak lama lagi akan menjadi negara net oil impotir (Kedutaan Besar Amerika Serikat, 2005). Indonesia kini menghadapi krisis energi, meskipun Pemerintah di tahun 2006 telah menganggarkan subsidi BBM sebesar Rp.54,3 triliun setara dengan 66 juta kilo liter/tahun pada harga minyak dunia USD 57/bbl, namun harga minyak dunia meningkat pesat mencapai USD 60 per barrel, akibatnya subsidi akan semakin membengkak menjadi Rp. 126 trilyun (Gelar Diversifikasi Energi Sosialisasi Briket /Bio briket Batubara, 2005). Tentunya, keadaan ini tidak boleh terus berlangsung, mengingat keterbatasan cadangan dan posisinya saat ini sangat penting sebagai sumber devisa terbesar. Sementara peranan batubara masih jauh dari harapan bila dibandingkan dengan minyak bumi dalam memenuhi konsumsi energi domestik, bahkan konsumsi domestik relatif statis karena sektor pembangkit listrik sebagai konsumen yang dominan hanya akan merencanakan membangun PLTU Cilacap & Tanjung Jati B (2006~2008) (Kedutaan Besar Amerika Serikat, 2005). Dengan demikian perlu diupayakan lebih intensif ke arah diversifikasi energi untuk mengurangi ketergantungan terhadap minyak bumi, yaitu mencari bahan bakar alternatif pengganti minyak tanah yang mudah diperoleh dengan harga murah, hemat sekaligus aman dan paling memungkinkan dikembangkan secara masal dalam waktu relatif singkat, melalui penerapan teknologi maupun peralatan relatif sederhana. Pemanfaatan batubara merupakan salah satu SDE yang paling siap menggantikan peranan minyak bumi, mengingat sumberdayanya cukup melimpah dengan pengusahaan handal, harga relatif murah dan stabil maupun ketersediaan teknologi pemanfaatan yang bernilai ekonomis dan ramah lingkungan. 2. BAHAN DAN METODE Indonesia memiliki cadangan batubara cukup melimpah sebesar 52,4 milyar ton, yang terdiri Prospek Briket Batubara Lignit...(Bambang Suwondo Rahardjo., Yusnitati) 83

dari cadangan tertambang 6 milyar ton, cadangan terukur 14,1 milyar ton dan cadangan terindikasi 32,3 milyar ton (Departemen Energi Sumberdaya Mineral, 2005). Melalui penerapan berbagai deregulasi dalam pengusahaan dan strategi penginvestasian perbatubaraan, maka produksi batubara pada tahun 2005 telah mencapai sebesar 139,68 juta ton yang, berasal dari PT. Tambang Batubara Bukit Asam (PTBA) 15,56 juta ton, perjanjian kontrak kerjasama batubara (PK2B) 120,15 juta ton, swasta nasional (pemegang KP) 3,97 juta ton maupun Koperasi Unit Desa (KUD). Saat ini ada 34 perusahaan yang sudah beroperasi (2 tambang PTBA, 21 perusahaan PK2B, 8 perusahaan pemegang KP dan 7 KUD) (APBI, 2005). Selama ini konsumsi batubara untuk keperluan dalam negeri tersebut berasal dari batubara sub bituminus atau bituminus yang cukup memiliki mutu daya saing di pasar ekspor mengingat kadar abu dan sulfur rendah. Sementara batubara peringkat rendah (lignit = brown coal) yang memiliki potensi cadangan terbesar (60% dari total cadangan batubara Indonesia) dapat dimanfaatkan sebagai energi alternatif pengganti, sehingga minyak bumi dan gas alam bahkan batubara peringkat tinggi dapat dialihkan sebagai pendamping sumber penghasil devisa utama negara di masa mendatang. Kendala yang dihadapi dalam pemanfaatan batubara peringkat rendah adalah dapat mengurangi nilai kompetitif batubara dalam pengangkutan dan efisiensi pembakarannya, karena kadar air dan zat terbang yang tinggi (30~40%), kadar belerang sangat bervariasi (1~5%) serta nilai kalori yang umumnya rendah (3500~5000 kcal/kg). Di samping itu, kadar oksigen yang tinggi memudahkan terbakar sendiri (spontaneous-combustion) pada suhu kritis sekitar 70~80 o C, demikian juga fluktuasi kadar abu (1~30%) mengakibatkan pengerakan. Mengingat karaktristik tersebut di atas, tentunya diperlukan kekhususan teknologi pembakaran dan rancangan boiler yang lebih besar untuk pemakaian pada industri besar padat energi seperti PLTU dan pabrik semen yang umumnya telah memanfaatkan batubara dengan spesifikasi tertentu, sehingga apabila diganti dengan batubara peringkat rendah akan bermasalah serius. Pada tahun 2005, konsumsi batubara domestik sebesar 38,952 juta ton (28%), sementara ekspor batubara 100,728 juta ton (72%), sehingga Indonesia tercatat sebagai eksportir batubara terbesar dunia yang melangkahi Australia. Total konsumsi batubara domestik tersebut sekitar 25,7 juta ton (66%) sektor pembangkit listrik, 5,4 juta ton (14%) sektor industri semen, 3 juta ton (8%) sektor industri kertas, 271.000 ton (1%) sektor industri metalurgi, 4,5 juta ton (11%) sektor industri kecil & rumah tangga (APBI, 2005). Konsumsi batubara sektor industri kecil & rumah tangga pada tahun 2005 cenderung naik meskipun relatif kecil dibandingkan pada tahun sebelumnya, hal ini akibat peralihan pemakaian briket batubara sebagai pengganti kayu bakar dan BBM yang semakin langka dan mahal bila tanpa subsidi. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN Salah satu peluang yang memiliki kemungkinan besar adalah briket batubara dengan memanfaatkan batubara peringkat rendah menjadi energi alternatif konsumsi industri kecil & rumah tangga yang kompetitif (harga lebih murah dibandingkan minyak tanah tanpa subsidi) dan ramah lingkungan. 3.1. Kebijakan Pemerintah Kebijakan Umum Bidang Energi (KUBE) dan konservasi hutan, memberikan peluang terhadap teknologi pembriketan batubara sebagai salah satu alternatif pemanfaatan batubara peringkat rendah yang layak diterapkan untuk menghasilkan suatu produk energi kompetitif dan ramah lingkungan dibandingkan bahan bakar minyak dan kayu yang selama ini digunakan oleh sektor industri kecil dan rumah tangga.spesifikasi teknis produk briket batubara mengacu pada SK Direktur Jendral Pertambangan Umum No. 2178a.K/213/DDJP/1993 tentang Persyaratan Spesifikasi Briket, Adonan, Penyulut dan Anglo, yaitu aman, ramah lingkungan (tidak berbau dan tidak berasap berlebihan) dan harga kompetitif (terjangkau oleh masyarakat luas) dengan memperkenalkan sistem pembakaran yang efektif, efisien dan ramah lingkungan. 3.2. Peraturan dan Undang Undang Dalam rangka upaya mempercepat proses industrialiasi dan mengembangan program permasyarakatan briket batubara dipandang perlu menetapkan Pengusahaan dan Pengembangan Briket Batubara dengan suatu Keputusan menteri Pertambangan dan Energi RI No.: 2200. K/20/M.PE/1994, yang berdasarkan: Undang Undang Nomor 11 tahun 1967 (LN Tahun 1967 Nomor 22, TLN nomor 2831). 84 Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia Vol. 9 No. 2 Agustus 2007 Hlm. 83-89

Undang Undang Nomor 5 Tahun 1974 (LN Tahun 1974 Nomor 38, TLN Nomor 3225). Undang Undang Nomor 4 Tahun 1982 (LN Tahun 1982 Nomor 12, TLN Nomor 3225). Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1969 (LN Tahun 1969 Nomor 60 TLN Nomor 2916) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 79 tahun 1992 (LN Tahun 1992 Nomor 130, TLN Nomor 3510). Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 1980 (LN tahun 1980 Nomor 47, TLN Nomor 3174). Peraturan Pemerintah Nomor 17 tahun 1986 (LN Tahun 1986 Nomor 23, TLN Nomor 3330). Keputusan Presiden Nomor 43 Tahun 1991 tanggal 25 April 1991; Keputusan Presiden Nomor 17 Tahun 1993 tanggal 19 Februari 1993; Keputusan Presiden Nomor 96/M Tahun 1993 tanggal 17 Maret 1993. Regulasi pengusahaan briket batubara dapat dilakukan setelah memperoleh Persetujuan Prinsip Pengusahaan dan Izin Pengusahaan Briket Batubara. Persetujuan Prinsip Pengusahaan diberikan oleh Direktur Jenderal Geologi dan SDM kepada: Pengusaha Pemegang Kuasa Pertambangan (KP) eksploitasi bahan galian batubara atau kontraktor Perjanjian Karya Pengusahaan Batubara (PKP2B) yang mengusahakan briket batubara di dalam wilayah Kuasa Pertambangan (KP), dan Menteri/Gubernur/Bupati/Walikota sesuai kewenangannya masing masing yang memberikan izin usaha KP Pengolahan dan Pemurnian; Pengusaha yang mengusahakan briket batubara di luar wilayah KP atau PKP2B, dan Gubernur/Bupati/Walikota sesuai kewenangannya masing masing yang memberikan Izin Pengusahaan Briket Batubara; Pengusaha bukan pemegang KP atau PKP2B, dan Gubernur/Bupati/Walikota sesuai kewenangannya masing masing yang memberikan Izin Pengusahaan Briket Batubara. Standardisasi ketentuan kualitas briket batubara yang layak digunakan oleh masyarakat secara aman sedang disusun dalam rangka lebih mempercepat penetrasi ke pasar oleh beberapa instansi Pemerintah terkait sesuai tugas masing masing, yaitu: Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara (Tekmira) Badan Litbang DESDM menyusun standar pembuatan briket batubara, kompor, disain dapur dan penanganan abu batubara. Berdasarkan hasil pengujian kualitas gas buang briket batubara pada dapur simulasi yang dilakukan di laboratorium Teknologi Pengolahan dan Pemanfaatan Batubara diketahui bahwa konsentrasi gas SO 2, CO dan NO 2 serta partikulat masih dibawah ambang batas. BPPT menyusun panduan pengujian emisi kompor briket; Kementerian Lingkungan Hidup dan Depnakertrans menyusun standar emisi batubara. Kegiatan lintas sektor ini diharapkan dapat dipercepat sehingga menjadi acuan bagi para pembuat briket dan kompor briket. Dengan demikian, masyarakat pengguna briket dapat memperoleh kualitas briket yang sesuai dengan pilihannya. 4. KESIMPULAN Briket batubara telah lama dikenal, terutama di Eropa yang mencapai puncaknya pada saat sebelum dikenal pemakaian bahan bakar batubara serbuk (pulverized coal) pada pembangkit listrik. Pabrik yang pertama kali memproduksi dan memasarkan briket batubara dibangun di Saint Etiene Perancis pada tahun 1842, beberapa tahun kemudian menyusul di Inggris dan di Jerman serta negara-negara lainnya. Di Indonesia sendiri pernah tercatat memiliki sebuah pabrik briket batubara yang beroperasi pada tahun 1930 an, namun kemudian tidak terdengar lagi perkembangan selanjutnya. Kemudian pada awal tahun 1993, Pemerintah RI telah mencanangkan program pemasyarakatan pemakaian briket batubara sebagai pengganti bahan bakar minyak dan kayu konsumsi industri kecil maupun rumah tangga dalam mengantisipasi keterbatasan penyediaan energi minyak dan menunjang kebijakan konservasi hutan. Kampanye pemasyarakatan briket batubara telah dilakukan sejak 10 April 1993 sebagai riset pasar, dengan memberikan secara gratis briket batubara karbonisasi tipe telor berikut tungku selama 3 (tiga) bulan kepada sekitar 1000 keluarga rumah tangga di 5 (lima) desa wilayah P. Jawa, yaitu Palimanan Timur Jawa Barat, Ceper Jawa Tengah, Argomulya Yogyakarta, Lebakjabung Jawa Timur dan Depok Jakarta. Dari hasil kampanye tersebut, ternyata sejumlah penggunaan lampu minyak dan kayu berkurang, sehingga menurunkan biaya bahan bakar per rumah tangga, bahkan setelah itu tercatat 50% rumah tangga masih melanjutkan penggunaan briket batubara. Prospek Briket Batubara Lignit...(Bambang Suwondo Rahardjo., Yusnitati) 85

Sebagai tindak lanjut upaya ini, maka Direktorat Batubara Departemen Pertambangan & Energi yang bekerjasama dengan NEDO Jepang telah mendirikan 3 pabrik briket batubara masing masing di Tanjung Enim PTBA pada tahun 1993 yang mulai beroperasi tahun 1996, di Gresik Jawa Timur dan Natar Bandar Lampung. Kapasitas produksi di pabrik Tanjung Enim sebesar 12.000 ton per tahun briket karbonisasi super tipe telur, tidak berasap & berbau, digunakan untuk memasak keperluan rumah tangga maupun industri kecil menengah lainnya. Pabrik briket batubara di Gresik Jawa Timur mempunyai kapasitas produksi sebesar 95.000 ton/tahun briket non karbonisasi tipe kubus 16 lubang yang digunakan untuk pemanasan peternakan ayam dan industri kecil. Sementara pabrik di Natar Bandar Lampung memproduksi sebanyak 8000 ton/tahun briket batubara non~karbonisasi tipe telur yang digunakan untuk pemanasan peternakan ayam dan industri kecil. PTBA sendiri merencanakan untuk mengembangkan 5 pabrik briket batubara di Serang, Cilacap, Semarang, Cirebon, dan Pasuruan, dengan total kapasitas produksi sebesar 600,000 ton/tahun. Di samping itu direncanakan juga didirikan pabrik briket batubara di 47 lokasi tersebar di seluruh Indonesia dengan 41 perusahaan yang telah mengajukan aplikasinya ke Direktorat Batubara. Dengan demikian, produksi briket diproyeksikan akan meningkat dari 2,5 juta ton (2004), menjadi 7 juta ton pada tahun 2014, kemudian pada akhir tahun 2020 mencapai 9 juta ton, yang diiringi dengan kenaikan konsumsi batubara hampir 2 kali lipat pada tahun yang sama. Briket batubara telah dipromosikan secara intensif sebagai bahan bakar alternatif sektor rumah tangga dan industri kecil sebagai pengganti minyak tanah. Hasil kajian PTBA memberikan gambaran bahwa lebih dari 120 juta penduduk yang tinggal di P. Jawa diperkirakan 70% nya memiliki potensi dapat menggunakan briket batubara dengan total konsumsi mencapai 17 juta ton/tahun, jika total konsumsi minyak tanah dapat digantikan secara menyeluruh. Berdasarkan hasil survei Departemen Koperasi & Pengusaha Kecil Menengah pada tahun 2002, bahwa total konsumsi briket batubara di Jawa dan Bali mencapai 1,97 juta ton/tahun, dengan rincian seperti ditunjukkan pada Tabel 1 (Dep. Koperasi & UKM, 2002). Industri pengolahan kulit di Malang rata rata memakai briket batubara sebesar 200 kg/hari. Sementara, industri jamu di Lamongan dan Industri peternakan ayam di Malang masing masing memakai briket batubara sebanyak 48 kg/hari, industri petis di Sidoarjo rata rata 10 kg/hari. Selain itu, rumah makan dan industri roti di Bandung masing masing menggunakan briket batubara sekitar 50 kg/hari dan 10 kg/hari. Sebagian besar industri kecil pemakai briket batubara merupakan pasar yang cukup potensial mengingat sebagian besar merupakan anggota Koperasi Unit Desa (KUD). Dalam rangka mengantisipasi lonjakan konsumsi briket batubara yang cukup besar di masa mendatang, banyak pelaku Usaha Kecil & Menengah bekerja sama dengan Koperasi Batubara mulai merintis pengembangan industri briket batubara skala kecil di beberapa kota, seperti Tegal Jawa Tengah, Malang Jawa Timur dan Bali. Selain pasar domestik, Indonesia memiliki juga pangsa pasar ekspor sejak tahun 1995 sebesar 382.100 ton dengan nilai yang fluktuatif hingga tahun 2001 (145.194 ton), namun setelah itu mengalami kenaikan ekspor dan pada tahun 2005 mencapai sebesar 4,86 juta ton (BPS, 2005). Tabel 1. Konsumsi pemakaian briket batubara di Jawa& Bali (Ton) Pemakai Jawa Jawa Jawa Barat Tengah Timur Yogyakarta Bali Total Tahu/Tempe 111.660 84.500 96.400 8.150 8.070 308.780 Pengeringan gabah 207.053 166.575 170.677 12.944 15.824 573.073 Peternakan ayam 53.244 53.244 53.244 10.649 10.649 181.030 Pondok pesantren 11.813 4.271 9.040 788 91 26.033 Jamu 87.600 87.600 525.600 - - 700.800 Lain Lain*) 2.520 1.992 2.400 120 100 7.132 Total 473.800 398.182 857.361 32.651 37.734 1.976.818 *) industri mie, petis, roti, pengeringan tembakau, pengolahan kulit, rumah makan Sumber: Departemen Koperasi & Pengusaha Kecil Menengah, 2002. 86 Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia Vol. 9 No. 2 Agustus 2007 Hlm. 83-89

Konsumsi energi (minyak tanah, kayu bakar, LPG+listrik) sektor rumah tangga & industri kecil di Indonesia dapat diproyeksikan hingga tahun 2010 seperti ditunjukkan pada Gambar 1 (satuan SBM) dan Gambar 2 (satuan ton brown coal), dengan asumsi bahwa minyak tanah mengalami kenaikan sebesar 3%, kayu bakar (2%) dan LPG+listrik (15%) per tahun. Konsumsi energi untuk memasak per rumah tangga (5 orang) diasumsikan sebanyak 2,1 kg/hari briket batubara, di mana 30% mengalihkan pemakaian energi briket batubara untuk memasak, maka proyeksi konsumsi energi (minyak tanah, kayu bakar, arang kayu, LPG, gas kota) sektor rumah tangga di P. Jawa yang dapat digantikan oleh briket batubara, ditunjukkan pada Gambar 3. Sementara Gambar 4 menunjukkan untuk sektor industri kecil (tahu/tempe, pengeringan gabah, peternakan ayam, pengeringan tembakau) di P. Jawa, yang dapat digantikan oleh briket batubara. Sebagai tahap awal memprioritaskan produksi briket batubara lignit non karbonisasi yang murah dengan kapasitas 300.000 ton/tahun di dekat lokasi tambang untuk memenuhi konsumsi energi sektor industri kecil (target pasar 90%) di Jawa dan Bali yang tidak memerlukan kestabilan panas radiasi jangka panjang, seperti peternakan ayam, catering/restoran, pengeringan tembakau dan pengeringan gabah. Berdasarkan survei di Jawa dan Bali, briket batubara lignit non karbonisasi ini diarahkan untuk memenuhi konsumsi energi di sektor industri kecil sebanyak 1,1 juta ton/tahun dengan harga jual FOB sekitar Rp. 1000~1200/kg atau CNF Rp. 1500/kg dalam radius 100 km dari pelabuhan di Jawa. Sebagai perbandingan, harga jual FOB briket batubara lignit tak berasap kualitas super produksi HRL Australia adalah AUS$ 300/ton atau sekitar Rp. 1300/kg, yang dihasilkan dari pabrik berkapasitas 1,2 juta ton/tahun dengan menerapkan teknologi pembriketan kontinyu sistem stampimg tekanan tinggi. Sementara sisa target pasar (10%) sebagai tambahan energi alternatif dalam bentuk briket karbonisasi sarang tawon (honey comb carbonized briquette) untuk memenuhi konsumsi sektor rumah tangga dan briket non karbonisasi (uncarbonized briquette) untuk masyarakat pinggiran kota (suburb people). Koperasi Unit Desa (KUD) ditunjuk sebagai pemasar eceran untuk menyalurkan kepada konsumen dengan harga jual Rp. 1500/kg melalui seeding program. Menurut hasil kajian dari PT. (Persero) Tambang Batubara Bukit Asam unit Produksi Briket Batubara, memberikan data tentang kesetaraan pemakaian briket batubara dengan minyak tanah, seperti ditunjukkan pada Tabel 2, yang didasarkan atas perhitungan perbandingan nilai kalori, sedangkan jumlah pemakaian briket batubara dan minyak tanah maupun kapasitas ukuran kompor yang digunakan pada masing masing sektor merupakan hasil uji coba atau peragaan di lapangan. Sementara Balai Besar Teknologi Energi (B2TE) BPPT mengkaji perbandingan keekonomian antara briket batubara dengan minyak yang digunakan pada masing masing sektor, seperti ditunjukkan pada Tabel 3, terlihat bahwa pemakaian briket batubara memberikan penghematan biaya yang cukup signifikan. Tabel 2. Kesetaraan pemakaian briket batubara dengan minyak tanah Ukuran Parameter Briket Batubara Minyak Tanah kompor Ekivalensi 1,61~1,67 kg 1 liter - Nilai kalori 5400~5600kcal/kg 9000 kcal/liter - Rumah tangga (5 orang/hari) 1 kg 1 liter 1~2 kg Rumah makan/hari 1 kg 1 liter 4~10 kg Pondok pesantren/hari 1 kg 1 liter 10~20 kg Peternakan ayam, 2 minggu/siklus 0,85 kg 1 liter 5~6 kg Perebusan kerang, 5 jam/siklus 1 kg 1 liter 30 kg Sumber: PTBA, Gelar Diversifikasi Energi Sosialisasi Briket/Bio briket Batubara, 26~27 Oktober 2005. Prospek Briket Batubara Lignit...(Bambang Suwondo Rahardjo., Yusnitati) 87

10 6 SBM 300.00 250.00 200.00 150.00 100.00 50.00 0.00 1993 1994 2000 2001 2002 2003 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Minyak tanah 50.58 52.18 62.03 63.67 64.10 64.54 71.66 73.84 76.02 78.34 80.65 83.07 Kayu bakar 189.0 192.6 216.5 220.4 225.0 229.6 238.6 243.4 248.3 253.3 258.3 263.5 Listrik + LPG 10.68 3.30 7.02 7.64 10.53 13.41 13.37 15.52 17.68 20.53 23.38 26.89 Total 250.3 248.1 285.5 291.7 299.7 307.6 323.6 332.8 342.0 352.1 362.3 373.4 400.00 350.00 300.00 250.00 200.00 150.00 100.00 50.00 0.00 Gambar 1. Proyeksi konsumsi energi sektor industri kecil dan rumah tangga (1993~2010) 10 6 Ton brown coal 80.00 70.00 60.00 50.00 40.00 30.00 20.00 10.00 0.00 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Minyak tanah 16.60 17.22 17.74 18.27 18.82 19.38 19.97 20.56 21.19 21.81 22.47 Kayu bakar 59.43 60.81 62.03 63.26 64.54 65.82 67.15 68.48 69.86 71.24 72.67 Listrik + LPG 1.13 1.66 1.93 2.19 2.55 2.90 3.37 3.84 4.45 5.07 5.83 Total 77.16 79.68 81.70 83.72 85.91 88.10 90.49 92.87 95.50 98.13 100.97 120.00 100.00 80.00 60.00 40.00 20.00 0.00 Gambar 2. Proyeksi konsumsi energi sektor industri kecil dan rumah tangga (2000~2010) 88 Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia Vol. 9 No. 2 Agustus 2007 Hlm. 83-89

Jumlah industri kecil pemakai energi di P. Jawa 1,200,000 1,000,000 800,000 600,000 400,000 200,000 0 Jawa Barat Jawa Tengah Yogyakarta Jawa Timur Total Tahu-tempe 111,660 84,500 8,150 96,400 300,710 Pengeringan gabah 207,053 166,575 12,944 170,677 557,249 Peternak ayam 53,244 53,244 10,649 53,244 170,381 Pengeringan tembakau 2,520 1,992 120 2,400 7,032 Konsumsi briket (ton/tahun) 374,477 306,311 31,863 322,721 1,035,372 Gambar 4. Proyeksi konsumsi energi sektor industri kecil di P. Jawa yang dapat digantikan oleh briket batubara lignit. Dari uraian tersebut di atas dapat ditarik kesimpulan dan saran, sebagai berikut: Briket batubara merupakan bahan bakar alternatif yang hemat sekaligus aman sebagai pengganti minyak tanah di masa depan dan paling memungkinkan dikembangkan secara masal dalam waktu relatif singkat. Briket batubara bukanlah produk subsidi, sehingga tidak akan membebani negara, justru sebaliknya membantu Pemerintah dalam program penghapusan subsidi BBM. Penggunaan briket batubara bagi kalangan usaha kecil akan menekan biaya produksi sehingga akan meningkatkan pendapatan. Kegiatan promosi secara rutin perlu dilakukan untuk menjamin pemakaian briket batubara skala penuh di masa mendatang dengan peningkatan kualitas dan pengurangan biaya dalam membantu percepatan transisi pemakaian bahan bakar dan kayu bakar menjadi briket batubara. Sistem dan kontinuitas pasokan energi perlu diantisitasi sedini mungkin demi kelangsungan usaha industri kecil padat energi maupun rumah tangga termasuk catering/restoran. Masalah lingkungan menjadi target utama dari pemanfaatan batubara peringkat rendah, khususnya briket sebagai bahan bakar sektor industri kecil & rumah tangga, sehingga tetap diupayakan agar tidak tercemari oleh emisi CO 2, SO 2, NOx, partikel debu maupun emisi unsur beracun, meskipun kadar abu dan sulfur batubara Indonesia rendah sekalipun. DAFTAR PUSTAKA Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) 2005, Penjualan Dalam Negeri Batubara Indonesia (2003~2006). Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) 2005, Produksi Batubara Indonesia (2003~2006). Biro Pusat Statistik/Data Consult, 2005. Departemen Energi Sumberdaya Mineral, Direktorat Pembinaan dan Pengelolaan Mineral & Batubara, 2005. Departemen Koperasi dan Pengusaha Kecil Menengah, September 2002. Gelar Diversifikasi Energi Sosialisasi Briket /Bio briket Batubara, Pidato Sambutan Presiden RI, Jakarta, 26~27 Oktober 2005. Kedutaan Besar Amerika Serikat, Executive Summary Petroleum Report Indonesia 2005~2006, Kedutaan Besar Amerika Serikat, Indonesia Energy & Mining Highlights, Maret 2005. Kedutaan Besar Amerika Serikat, Indonesia Energy News, Agustus 2005, p.5. Prospek Briket Batubara Lignit...(Bambang Suwondo Rahardjo., Yusnitati) 89