Daftar Kontributor. 2 Pencegahan Penularan HIV/AIDS dari Ibu Ke Bayi. Prevention Mother to Child HIV/AIDS Transmission (PMTCT) i



dokumen-dokumen yang mirip
Pemutakhiran Pedoman Nasional Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Ba

Nama : Ella Khairatunnisa NIM : SR Kelas : SI Reguler IV B Asuhan Keperawatan Klien Dengan HIV/AIDS

Pemberian ARV pada PMTCT. Dr. Janto G. Lingga,SpP

Prevention Mother To Child Transmission of HIV (PMTCT) dr. Femmy Tambajong,SpA Manado, 30 Maret 2011

Peranan Bidan dalam Mendukung Program PMTCT Dra Ropina Tarigan, Am-Keb, MM

Integrasi Program PPIA (PMTCT ) di Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

HIV AIDS. 1. Singkatan dan Arti Kata WINDOW PERIOD DISKRIMINASI. 2. Mulai Ditemukan

Jangan cuma Ragu? Ikut VCT, hidup lebih a p sti

HIV dan Anak. Prakata. Bagaimana bayi menjadi terinfeksi? Tes HIV untuk bayi. Tes antibodi

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Virus (HIV) semakin mengkhawatirkan secara kuantitatif dan

PEMERIKSAAN LABORATORIUM INFEKSI HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS PADA BAYI DAN ANAK

PEDOMAN NASIONAL PENCEGAHAN PENULARAN HIV DARI IBU KE BAYI

dan kesejahteraan keluarga; d. kegiatan terintegrasi dengan program pembangunan di tingkat nasional, provinsi dan kabupaten/kota; e.

Virus tersebut bernama HIV (Human Immunodeficiency Virus).

Terapi antiretroviral untuk infeksi HIV pada bayi dan anak:

INFORMASI TENTANG HIV/ AIDS. Divisi Tropik Infeksi Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK USU

BAB 1 PENDAHULUAN. Sasaran pembangunan milenium (Millennium Development Goals/MDGs)

Masalah infeksi HIV dan rantai penularannya. Evaluasi Program Prevention of Mother to Child HIV Transmission (PMTCT) di RSAB Harapan Kita Jakarta

Keuntungan Nonkontrasepsi (cont)

HIV/AIDS. Intan Silviana Mustikawati, SKM, MPH

BAB 1 PENDAHULUAN. merusak sel-sel darah putih yang disebut limfosit (sel T CD4+) yang tugasnya

Peran Psikologi dalam layanan HIV-AIDS. Astrid Wiratna

XII. Pertimbangan untuk bayi dan anak koinfeksi TB dan HIV

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PEDOMAN PENCEGAHAN PENULARAN HIV DARI IBU KE ANAK (PPIA)

Konseling & VCT. Dr. Alix Muljani Budi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAGAN PENILAIAN DAN TATALAKSANA AWAL HIV

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG

Etiology dan Faktor Resiko

1 Universitas Kristen Maranatha

TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR,

LEMBAR PERSETUJUAN PENGISIAN KUESIONER. kesukarelaan dan bersedia mengisi kuesioner ini dengan sebaik-baiknya.

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan menurunnya kekebalan tubuh manusia. 1 HIV yang tidak. terkendali akan menyebabkan AIDS atau Acquired Immune Deficiency

BAB I PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan penyakit infeksi yang hingga saat

Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Bab 8 Anak menderita HIV/Aids. Catatan untuk fasilitator. Ringkasan Kasus:

Apa itu HIV/AIDS? Apa itu HIV dan jenis jenis apa saja yang. Bagaimana HIV menular?

2013, No.978 BAB I PENDAHULUAN

Kanker Serviks. Cervical Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

BAB I PENDAHULUAN. berbagai lapisan masyarakat dan ke berbagai bagian dunia. Di Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. bila upaya pencegahan infeksi tidak dikelola dengan baik. 2. berkembang menjadi sirosis hati maupun kanker hati primer.

HIV, Kehamilan dan Kesehatan Perempuan spiritia

INFORMASI TENTANG HIV/AIDS

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENCEGAHAN PENULARAN HIV DARI IBU KE ANAK

UNIVERSAL PRECAUTIONS Oleh: dr. A. Fauzi

Komplikasi obstetri yang menyebabkan tingginya kasus kesakitan dan kematian neonatus, yaitu : 1. Hipotermia 2. Asfiksia

Meyakinkan Diagnosis Infeksi HIV

W A L I K O T A Y O G Y A K A R T A

Lampiran 1. Informed Consent. Penjelasan prosedur

Kanker Serviks. 2. Seberapa berbahaya penyakit kanker serviks ini?

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu komplikasi atau penyulit yang perlu mendapatkan penanganan lebih

BAB I PENDAHULUAN. yang diakibatkan oleh HIV (Human Immunodeficiency Virus). Jalur transmisi

BAB I PENDAHULUAN. masalah HIV/AIDS. HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus yang

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Pelayanan Kesehatan adalah suatu kegiatan dan/atau serangkaian

WALIKOTA GORONTALO PERATURAN DAERAH KOTA GORONTALO NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. kematian ibu maupun perinatal (Manuaba 2010:109). Perlunya asuhan

BAB II TINJAUAN PUSTAKAA. tertinggi dia Asia sejumlah kasus. Laporan UNAIDS, memperkirakan

I. Identitas Informan No. Responden : Umur : tahun

PRODI DIII KEBIDANAN STIKES WILLIAM BOOTH SURABAYA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit infeksi dan penyakit menular merupakan masalah yang masih dihadapi oleh negara-negara berkembang.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

V. Kapan mulai terapi antiretroviral pada bayi dan anak

BAB I. PENDAHULUAN. infeksi Human Immunodificiency Virus (HIV). HIV adalah suatu retrovirus yang

Infeksi HIV pada Anak. Nia Kurniati

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penyakit menular adalah penyakit yang disebabkan oleh bibit penyakit

Efikasi terhadap penyebab kematian ibu

PENCEGAHAN PENULARAN HIV PADA PEREMPUAN USIA REPRODUKSI & PENCEGAHAN KEHAMILAN YANG TIDAK DIRENCANAKAN PADA PEREMPUAN DENGAN HIV

BAB 1 PENDAHULUAN. Data kasus HIV/AIDS mengalami peningkatan dari tahun Menurut

BAB I PENDAHULUAN. tinggal dalam darah atau cairan tubuh, bisa merupakan virus, mikoplasma, bakteri,

HIV, Kehamilan dan Kesehatan Perempuan

PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PELAYANAN KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

TREND DAN ISU PENULARAN HIV DI INDONESIA DAN DI LUAR NEGRI

Oleh: Logan Cochrane

2 pertama kehidupan Bayi. Menyusui menurunkan risiko infeksi akut seperti diare, pnemonia, infeksi telinga, haemophilus influenza, meningitis dan infe

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG

BAB XXV. Tuberkulosis (TB) Apakah TB itu? Bagaimana TB bisa menyebar? Bagaimana mengetahui sesorang terkena TB? Bagaimana mengobati TB?

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 27 TAHUN 2008

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

WALIKOTA DENPASAR PERATURAN WALIKOTA DENPASAR NOMOR 21 TAHUN 2011 T E N T A N G PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DI KOTA DENPASAR WALIKOTA DENPASAR,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA TAHUN 2008

BAB II TINJAUAN PUSTAKA sudah mencapai tahap terkonsentrasi pada beberapa sub-populasi berisiko

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam masa kehamilan perlu dilakukan pemeriksaan secara teratur dan

b/c f/c Info Seputar AIDS HIV IMS Informasi di dalam buku saku ini dipersembahkan oleh: T A T

BAB II PENDAHULUANN. Syndromem (AIDS) merupakan masalah global yang terjadi di setiap negara di

Bab III Sistem Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

MODUL PEMBELAJARAN DAN PRAKTIKUM MANAJEMEN HIV AIDS DISUSUN OLEH TIM

HEPATITIS FUNGSI HATI

VIRUS HEPATITIS B. Untuk Memenuhi Tugas Browsing Artikel Webpage. Oleh AROBIYANA G0C PROGRAM DIPLOMA III ANALIS KESEHATAN

BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT

PENGETAHUAN DASAR TENTANG HIV/ AIDS. HIV yang merupakan singkatan dari HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS adalah Virus

Kehamilan Resiko Tinggi. Oleh Dokter Muda Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 2013

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

MATERI INTI 1 INFORMASI TENTANG TB, HIV DAN KOINFEKSI TB-HIV

BUPATI PROBOLINGGO PERATURAN BUPATI PROBOLINGGO NOMOR : 25 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN HIV DAN AIDS DI KABUPATEN PROBOLINGGO

BAB I PENDAHULUAN. Menurut data yang diperoleh dari WHO (World Health Organization),

BAB 1 PENDAHULUAN. HIV di Indonesia termasuk yang tercepat di Asia. (2) Meskipun ilmu. namun penyakit ini belum benar-benar bisa disembuhkan.

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

Transkripsi:

Panduan Bagi Petugas Kesehatan Daftar Kontributor 1. Prof. DR. Dr. Sudarto Ronoatmojo, MPH 2. Dr. Pandu Riono, PhD, MPH 3. Dr. Muh. Ilhamy Setyahadi, Sp.OG 4. Dr. Yudianto Budi Saroyo, Sp.OG 5. Dr. Dina Muktiarti, Sp.A 6. Dr. Dyani Kusumowardhani, Sp.A 7. Dr. Toha Muhaimin, M.Sc 8. Husen Habsyi, SKM 9. Caroline Thomas 2 Pencegahan Penularan HIV/AIDS dari Ibu Ke Bayi Prevention Mother to Child HIV/AIDS Transmission (PMTCT) i

Daftar Isi Panduan Bagi Petugas Kesehatan 1. Pendahuluan 1.1 Pengertian HIV dan PMTCT...5 1.2 Besaran masalah HIV pada perempuan dan anak...7 1.3 Intervensi medis dalam PMTCT...7 1.4 Komunikasi/Pendekatan Tenaga Kesehatan dalam Pelayanan PMTCT...10 2. ART untuk PMTCT 2.1 Obat ARV bagi perempuan dengan HIV... 2.2 Pemberian ART dalam PMTCT... 3. Penatalaksanaan obstetri 3.1 Risiko penularan HIV dari ibu ke bayi...17 3.2 Tatalaksana antenatal pada ibu dengan HIV maupun yang belum diketahui statusnya...17 3.3 Tatalaksana persalinan bagi ibu dengan HIV maupun yang belum diketahui statusnya...18 3.4 Tatalaksana nifas bagi ibu dengan HIV maupun yang belum diketahui statusnya...20 3.5 Kontrasepsi pada ibu dengan HIV...21 4. Pemberian makanan bagi bayi 4.1 Penularan HIV melalui makanan pada bayi...22 4.2. Jenis-jenis metode pemberian makanan pada bayi dari ibu dengan HIV...23 5. Pemeliharaan kesehatan bagi bayi/anak dari ibu dengan HIV 5.1 ART pada bayi dengan HIV...25 5.2 Imunisasi...25 5.3 Profilaksis Kotrimoksasol...26 ii Pencegahan Penularan HIV/AIDS dari Ibu Ke Bayi Prevention Mother to Child HIV/AIDS Transmission (PMTCT) iii

5.4 Pemantauan tumbuh kembang dan status kesehatan...27 5.5 Diagnosis HIV pada bayi dan anak...28 6. Konseling dan Testing 6.1 Prinsip-prinsip konseling dan testing dalam PMTCT...29 6.2 Proses konseling, testing dan hasil testing...30 6.3 Konseling pasangan...30 6.4 Testing untuk bayi dan anak...30 7. Kewaspadaan universal 7.1 Strategi pencegahan penularan di sarana kesehatan...31 7.2 Tindakan pencegahan penularan di sarana kesehatan...31 7.3 Pengelolaan limbah medis...32 7.4 Pencegahan pasca pajanan...32 8. Stigma dan diskriminasi 8.1 Stigma dan diskriminasi pada perempuan dengan HIV...35 8.2 Dukungan psikososial bagi perempuan dengan HIV...37 Panduan Bagi Petugas Kesehatan Ringkasan Eksekutif 1. Komunikasi/Pendekatan Tenaga Kesehatan dalam Pelayanan PMTCT Tenaga kesehatan (dokter, bidan, perawat) dalam melakukan pelayanan PMTCT dan terutama menghilangkan stigma dan diskriminasi perlu memperhatikan hal-hal berikut: Memiliki pengetahuan yang lengkap dan jelas mengenai HIV/ AIDS dan PMTCT, sehingga mampu menginformasikan kepada klien/pasien dengan benar. Mampu menjelaskan mengenai informasi HIV/AIDS secara umum, pengertian dan langkah program PMTCT dan melakukan konseling singkat bila pada klien ditemukan gejala-gejala yang mengarah pada HIV/AIDS. Tenaga kesehatan dalam melakukan pelayanan PMTCT perlu mendapatkan pelatihan keterampilan dan pengetahuan mengenai PMTCT. Mengetahui cara penatalaksanaan pemberian makanan bayi yang aman dan sesuai. Memberikan dukungan kepatuhan berobat bagi ibu dengan HIV. Motivasi anggota keluarga untuk mendukung perawatan bagi ibu dengan HIV. 2. Pemberian ARV Selama Kehamilan, Persalinan dan Setelah Melahirkan mengikuti sejumlah prinsip sebagai berikut : Harus dalam pengawasan dokter. Mengikuti Pedoman ARV Nasional 2007 yang dikeluarkan Depkes iv Pencegahan Penularan HIV/AIDS dari Ibu Ke Bayi Prevention Mother to Child HIV/AIDS Transmission (PMTCT) v

Diberikan melalui RS Rujukan ARV Perlu penjelasan tentang efek samping yang dapat terjadi Pasca melahirkan, ARV dilanjutkan sebagai ARV terapi untuk meningkatkan kualitas hidup ibu Sebaiknya ada pendamping minum ARV, karena tingkat kepatuhan/adherence sangat menentukan efektivitas terapi ARV 3. Alat kontrasepsi yang dianjurkan bagi ibu/pasangan dengan HIV adalah kondom, karena bersifat proteksi ganda. Jenis kontrasepsi lainnya (Kontrasepsi oral dan kontrasepsi hormon jangka panjang (suntik dan implan)) bukan kontraindikasi bagi ibu (pasangan) dengan HIV. 4. Perempuan hamil dengan hitung CD 4 antara 250-350 sel/mm3 yang memiliki indikasi untuk ART dapat memulai terapi dengan rejimen mengandung NVP dengan monitoring ketat dalam 12 minggu pertama terapi atau dengan rejimen mengandung EFV jika pada trimester kedua atau ketiga atau menerima rejimen 3 NRTI atau berbasis golongan protease inhibitor/pi. 5. Efavirens menjadi pilihan untuk komponen NNRTI untuk rejimen lini pertama pada perempuan hamil pada kehamilan trimester kedua atau ketiga. 6. Rekomendasi rejimen untuk bayi untuk perempuan dengan HIV, maka dosis AZT untuk bayi harus diperpanjang hingga 4 minggu. 7. Air susu ibu/asi adalah asupan yang paling baik untuk bayi, karena komposisinya yang lengkap dan ideal bukan hanya bagi pertumbuhan serta perkembangan otak yang optimal, namun juga perlindungan dari berbagai penyakit.. 8. Pada odha tidak dianjurkan untuk memberikan ASI, bila pemberian susu formula memenuhi syarat AFASS. 9. Bila syarat AFASS tidak dapat dipenuhi maka dianjurkan kepada ibu dengan HIV untuk menyusui eksklusif selama 6 Panduan Bagi Petugas Kesehatan bulan 10. Bila ibu memilih untuk menyusui eksklusif maka ibu harus mendapat ART (referensinya perlu dimasukkan: profilaksis ART pada post partum atau HAART dini). 11. Sangat tidak dianjurkan menyusui campur (pemberian ASI bersamaan dengan susu formula ataupun makanan/ minuman lain), karena memiliki risiko penularan virus HIV pada bayi yang tertinggi..hal ini disebabkan pemberian susu formula yang merupakan benda asing dapat menimbulkan perubahan mukosa dinding usus yang mempermudah masuknya HIV yang ada di dalam ASI ke peredaran darah. Pilihan apapun yang diambil oleh seorang ibu, setelah mendapat informasi dan konseling secara lengkap harus didukung. 12. Tenaga kesehatan berperan dalam mendorong klien/pasien untuk menjalani tes HIV, dalam hal ini perempuan hamil dan pasangannya baik yang memiliki faktor risiko maupun tidak. 13. Pada ibu yg datang di layanan ANC diberikan KIE HIV/AIDS. 14. Konseling dan testing dianjurkan dilakukan pada ibu dengan risiko tinggi dan pasangannya. 15. Dokter dan tenaga kesehatan dianjurkan untuk menyarankan testing HIV bagi ibu dan pasangannya yang berisiko tinggi. 16. Dokter/tenaga kesehatan yang melakukan proses PITC kepada klien/pasiennya harus melakukan konseling pasca tes. 17. Pada seluruh layanan HIV/AIDS bila menemukan kasus positif pada laki-laki perlu melakukan konseling dan testing pada pasangan perempuannya (dimasukkan juga ke panduan konseling dan testing). vi Pencegahan Penularan HIV/AIDS dari Ibu Ke Bayi Prevention Mother to Child HIV/AIDS Transmission (PMTCT) vii

1 Pengertian HIV dan PMTCT 2 Besaran masalah HIV pada perempuan dan anak 3 Intervensi medis dalam PMTCT 4 Komunikasi/Pendekatan Tenaga Kesehatan dalam Pelayanan PMTCT

1.1. Pengertian HIV dan PMTCT 1.1.1. Apakah HIV DAN AIDS? HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus golongan RNA (genus retroviridae, ordo lentivirus) yang spesifik menyerang sistem kekebalan tubuh/imunitas manusia dan menyebabkan AIDS. Dengan HIV adalah orang yang telah terinfeksi virus HIV dan tubuh telah membentuk antibodi (zat anti) terhadap virus tersebut. Mereka berpotensi sebagai sumber penularan bagi orang lain. AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome/Sindroma Defisiensi Imun Akuisita/SIDA) adalah kumpulan gejala klinis akibat penurunan sistem imun yang timbul akibat infeksi HIV. AIDS sering bermanifestasi dengan munculnya berbagai penyakit infeksi oportunistik, keganasan, gangguan metabolisme dan lainnya. Kerusakan progresif pada sistem kekebalan tubuh menyebabkan pengidap HIV (Odha) amat rentan dan mudah terjangkit berbagai macam macam penyakit/infeksi oportunistik. Masa Jendela/window period adalah masa dimana seseorang yang sudah terinfeksi HIV, namun pada pemeriksaan antibodi di dalam darahnya masih belum dideteksi/negatif. Masa jendela ini biasanya berlangsung 3 bulan sejak infeksi didapat. Penyakit HIV bukanlah penyakit yang dianggap letal. Saat ini penyakit HIV adalah penyakit kronis, sama dengan misalnya penyakit diabetes melitus, hipertensi ataupun penyakit kronis lainnya. Semua penyakit kronis tersebut dapat mencapai status terkendali. Sangat dipahami banyak orang takut terhadap penyakit HIV. Penanganan kasus HIV bagi tenaga kesehatan seharusnya sama dengan penyakit menular yang ditransmisikan dengan cairan tubuh seperti hepatitis B, hepatitis C dan lainnya. Bila kita secara teknis biasa melayani pasien dengan hepatitis B, maka kita dapat melayani pasien HIV. Mengapa kita mesti takkut bila risiko tertular dari penderita hepatitis B sekitar 30% daripada penderita HIV 0,3%. Risiko tertular bila kita tertusuk jarum yang terkontaminasi darah penderita hepatitis B 100 kali lebih besar daripada penderita HIV. Prevention Mother to Child HIV/AIDS Transmission (PMTCT) 3

1.1.2. Perbedaan antara HIV, infeksi HIV, dan AIDS a. HIV merupakan virus yang dapat menyebabkan infeksi. b. Orang yang terinfeksi-hiv mungkin tidak menunjukkan gejala namun dapat menulari orang lain. c. Kebanyakan orang yang terinfeksi-hiv pada akhirnya akan terserang AIDS pada suatu waktu, yang mungkin bisa terjadi dalam jangka beberapa bulan bahkan sampai 15 tahun. d. AIDS merupakan sekelompok penyakit dan infeksi oportunistik yang akan berkembang setelah terinfeksi HIV dalam jangka waktu yang cukup lama (rata-rata 3-5 tahun). e. Diagnosis AIDS didasarkan atas hasil uji kriteria klinis dan hasil uji laboratorium (menurut pedoman WHO). 1.1.3. HIV menular melalui cairan tubuh antara lain (direview kembali): a. Cairan genital : cairan genital (sel sperma, lendir vagina) memiliki jumlah virus yang tinggi dan cukup banyak untuk memungkinkan penularan. Oleh karenanya hubungan seksual yang berisiko/ tidak aman dapat menularkan HIV. Semua jenis hubungan seksual misalnya kontak seksual genital, kontak seksual oral dan anal dapat menularkan HIV. b. Darah : penularan melalui darah dapat terjadi melalui transfusi darah dan produknya dan perilaku menyuntik yang tidak aman pada pengguna napza suntik (penasun/idu). Transplantasi organ yang tercemar virus HIV juga dapat menularkan. c. Dari ibu dengan HIV ke bayinya : hal ini dapat terjadi selama dalam masa kandungan (melalui plasenta/ari-ari pada keadaan terinfeksi IMS, malaria dan ketuban pecah dini), masa persalinan (melalui cairan genital dan darah) dan pada saat persalinan dan menyusui (melalui pemberian ASI) 1.1.4. Apa yang dimaksud dengan perilaku berisiko tertular HIV? Perilaku berisiko adalah perilaku individu yang memungkinkan tertular virus HIV. Perilaku berisiko ini dapat menjadi bagian dari anamnesis terhadap seseorang yang diduga terinfeksi HIV dan AIDS. Panduan Bagi Petugas Kesehatan Sejumlah perilaku berisiko yang dimaksud adalah : a. Berhubungan seksual dengan berganti-ganti pasangan cara yang tidak aman, misalnya tidak memakai kondom bila pasangannya menderita HIV. b. Berganti-ganti pasangan/partner seksual. c. Berganti-ganti (berbagi) jarum suntik dan alat lainnya yang kontak dengan darah dan cairan tubuh dengan orang lain Cara penularan HIV yang utama di Indonesia Metode penularan/transmisi yang terutama di Indonesia adalah melalui : a. Penularan melalui kegiatan seks pada perilaku seksual dengan banyak pasangan dan tidak menggunakan kondom. b. Penularan akibat penggunaan alat suntik yang tak steril, terutama pada pengguna napza suntik 1.2. Besaran masalah HIV pada perempuan dan anak Walaupun prevalensi HIV pada perempuan di Indonesia hanya 16%, tetapi karena mayoritas (92,54%) Odha berusia reproduksi aktif (15-49 tahun), maka diperkirakan jumlah kehamilan dengan HIV akan meningkat. Infeksi HIV dapat berdampak kepada ibu dan bayi. Dampak infeksi HIV terhadap ibu antara lain: timbulnya stigma sosial, diskriminasi, morbiditas dan mortalitas maternal. Besarnya stigma sosial menyebabkan odha semakin menutup diri tentang keberadaannya, yang pada akhirnya akan mempersulit proses pencegahan dan pengendalian infeksi. Diskriminasi dalam kehidupan sosial menyebabkan odha kehilangan kesempatan untuk ikut berkarya dan memberikan penghidupan yang layak pada keluarganya. Karena terjadi penurunan daya tahan tubuh secara bermakna, maka morbiditas dan mortalitas maternal akan meningkat pula. Sedangkan dampak infeksi HIV terhadap bayi antara lain: gangguan tumbuh kembang karena rentan terhadap penyakit, peningkatan mortalitas dan morbiditas, stigma sosial, yatim piatu lebih dini akibat orang tua meninggal karena AIDS, dan permasalahan kepatuhan/adherence minum obat pada penyakit menahun untuk seumur hidup. 4 Pencegahan Penularan HIV/AIDS dari Ibu Ke Bayi Prevention Mother to Child HIV/AIDS Transmission (PMTCT) 5

Dampak buruk dari penularan HIV dari ibu ke bayi dapat dicegah apabila : (1) Terdeteksi dini (2) Terkendali (Ibu melakukan perilaku hidup sehat, ibu mendapatkan ARV profilaksis secara teratur, Ibu melakukan ANC secara teratur, petugas kesehatan menerapkan pencegahan infeksi sesuai Kewaspadaan Standar), (3) Penatalaksanaan persalinan yang aman (4) Pemberian makanan bayi yang aman dan sesuai (PASI dan susu formula), dengan konseling mengenaii manfaat dan risiko pemberian ASI dan susu formula. Perlu dukungan bagi ibu mengenai keputusan terhadap pilihan pemberian makanan bayi. jika pilihan ibu adalah ASI eksklusif, maka diberikan konseling manajemen laktasi; jika pilihan ibu susu formula ekslusif, maka dijelaskan mengenai AFASS (5) Pemantauan ketat tumbuh-kembang bayi dan balita dari ibu dengan dengan HIV (6) Adanya dukungan dan perhatian yang berkesinambungan kepada ibu, bayi dan keluarganya. 1.3. Intervensi dalam PMTCT Menurut WHO terdapat 4 (empat) prong yang perlu diupayakan untuk mencegah terjadinya penularan HIV dari ibu ke bayi, meliputi: a. Mencegah terjadinya penularan HIV pada perempuan usia reproduksi b. Mencegah kehamilan yang tidak direncanakan pada ibu dengan HIV c. Mencegah terjadinya penularan HIV dari ibu hamil dengan HIV ke bayi yang dikandungnya d. Memberikan dukungan psikologis, sosial dan perawatan kepada ibu dengan HIV beserta bayi dan keluarganya. 1.3.1. Mencegah terjadinya penularan HIV pada perempuan usia reproduksi Memberikan pengertian dan penjelasan kepada perempuan Panduan Bagi Petugas Kesehatan dalam usia reproduksi mengenai : 1. Setiap perempuan dalam usia reproduksi menghindari perilaku berisiko terkena HIV dan IMS dan pasangan mempunyai pasangan yang berisiko 2. Jangan berhubungan seksual dengan pria berisiko tinggi atau siapapun tanpa mengetahui status HIVnya 3. Setiap perempuan dalam usia reproduksi untuk tidak menggunakan alat suntik tidak steril. Beberapa kegiatan yang dapat dilakukan dalam upaya pencegahan primer antara lain: 1. Sosialisasi mengenai HIV/AIDS dilakukan pada usia dini mengenai kesehatan reproduksi, HIV/AIDS dan napza disesuaikan dengan tingkat umur. 2. Informasi dan pendidikan kesehatan umum 3. Tes HIV dan konseling 4. Tes rutin bagi yang pernah melakukan kegiatan berisiko 5. Konseling pasangan dan tes kepada pasangan 6. Mempraktekkan kegiatan seks yang aman 7. Menunda kegiatan seksual 8. Komunikasi perubahan perilaku untuk menghindari perilaku risiko tinggi 1.3.2. Mengatur kehamilan pada ibu dengan HIV Beberapa kegiatan yang dapat dilakukan dalam upaya pencegahan kehamilan yang tidak direncanakan pada ibu dengan HIV: 1. Menyediakan konseling dan layanan perencanaan keluarga untuk meyakinkan perempuan HIV+ membuat keputusan berdasarkan informasi yang benar 2. Mempraktekkan kegiatan seks yang aman 3. Memberikan informasi alat kontrasepsi yang dianjurkan. 4. Mengatur kehamilan bagi odha dan pasangannya. 6 Pencegahan Penularan HIV/AIDS dari Ibu Ke Bayi Prevention Mother to Child HIV/AIDS Transmission (PMTCT) 7

Pemberian alat kontrasepsi yang aman dan efektif serta konseling yang berkualitas akan membantu Odha dalam melakukan seks yang aman, mempertimbangkan jumlah anak yang dilahirkannya, serta menghindari lahirnya anak yang terinfeksi HIV. Alat kontrasepsi yang dianjurkan bagi ibu/pasangan dengan HIV adalah kondom, karena bersifat proteksi ganda. Jenis kontrasepsi lainnya (Kontrasepsi oral dan kontrasepsi hormon jangka panjang (suntik dan implan)) bukan kontraindikasi bagi Odhaibu (pasangan) dengan HIV. Namun perlu diperhatikan interaksi obat ARV dengan kontrasepsi hormonal (terutama yang mengandung estrogen). Pemakaian alat kontrasepsi dalam rahim( AKDR) tidak dianjurkan karena bisa menyebabkan infeksi asendens/menaik. Spons dan diafragma kurang efektif untuk mencegah terjadinya kehamilan maupun penularan HIV. Pasca persalinan perlu konseling ulang mengenai pertimbangan jumlah anak yang akan dilahirkannya. Jika ibu dengan HIV tetap ingin memiliki anak, dianjurkan jarak antar kelahiran minimal 2 tahun. 1.3.3. Mencegah terjadinya penularan HIV dari ibu dengan HIV kepada bayi yang dikandungnya Bentuk intervensi berupa: a. Pelayanan kesehatan ibu dan anak yang komprehensif b. Layanan konseling dan tes HIV secara sukarela (VCT) maupun konseling singkat dari petugas kesehatan c. Pemberian obat antiretroviral (ARV) d. Konseling tentang HIV dan makanan bayi, serta pemberian makanan bayi e. Persalinan yang aman. 1.3.4. Memberikan dukungan psikologis, sosial dan perawatan kepada ibu dengan HIV, beserta bayi dan keluarganya Upaya PMTCT tidak terhenti setelah ibu melahirkan. Karena ibu tersebut terus menjalani hidup dengan HIV di tubuhnya, maka membutuhkan dukungan psikologis, sosial dan perawatan sepanjang waktu. Jika bayi dari ibu tersebut tidak terinfeksi HIV, tetap perlu dipikirkan tentang masa depannya, karena kemungkinan seperti orang tua bayi meninggal dunia. Sedangkan bila bayi terinfeksi HIV, perlu mendapatkan pengobatan ARV seperti odha lainnya. Dengan dukungan psikososial yang baik, ibu dengan HIV akan bersikap optimis dan bersemangat mengisi kehidupannya. Diharapkan ia akan bertindak bijak dan positif untuk senantiasa menjaga kesehatan diri dan anaknya, dan berperilaku sehat agar tidak terjadi penularan HIV dari dirinya ke orang lain. Informasi tentang adanya layanan dukungan psikososial untuk Odha ini perlu diketahui masyarakat luas. Diharapkan informasi ini bisa meningkatkan minat mereka yang merasa berisiko tertular HIV untuk mengikuti konseling dan tes HIV agar mengetahui status HIV mereka sedini mungkin. 1.4. Komunikasi/Pendekatan Tenaga Kesehatan dalam Pelayanan PMTCT Tenaga kesehatan (dokter, bidan, perawat) dalam melakukan pelayanan PMTCT dan terutama menghilangkan stigma dan diskriminasi perlu memperhatikan hal-hal berikut : 1. Memiliki pengetahuan yang lengkap dan jelas mengenai HIV/ AIDS dan PMTCT, sehingga mampu menginformasikan kepada klien/pasien dengan benar. 2. Mampu menjelaskan mengenai informasi HIV/AIDS secara umum, pengertian dan langkah program PMTCT dan melakukan konseling singkat bila pada klien ditemukan gejala-gejala yang mengarah pada HIV/AIDS. 3. Tenaga kesehatan dalam melakukan pelayanan PMTCT perlu mendapatkan pelatihan keterampilan dan pengetahuan mengenai PMTCT. 4. Mengetahui cara penatalaksanaan pemberian makanan bayi yang aman dan sesuai. 5. Memberikan dukungan kepatuhan berobat bagi ibu dengan HIV. 6. Motivasi anggota keluarga untuk mendukung perawatan bagi ibu dengan HIV. 8 Pencegahan Penularan HIV/AIDS dari Ibu Ke Bayi

1. Obat ARV bagi perempuan dengan HIV 2. Pemberian ART dalam PMTCT

2.1. Obat antiretroviral (ARV) bagi perempuan dengan HIV 2.1.1. Penggunaan obat antiretroviral pada Ibu dengan HIV Tujuan Penggunaan Kelayakan pemberian Terapi ARV Mencegah timbulnya AIDS Jangka lama/seumur hidup Gejala klinis dan kadar CD4 atau Limfosit Profilaksis ARV Mencegah penularan HIV dari Ibu ke Bayi Masa kehamilan saja Ibu dengan HIV yang hamil Manfaat terapi ARV dalam program PMTCT serupa dengan terapi ARV untuk pasien HIV pada umumnya yaitu : 1. Memperbaiki status kesehatan dan kualitas hidup 2. Menurunkan angka rawat inap akibat HIV 3. Menurunkan kematian terkait AIDS 4. Menurunkan angka penularan HIV dari ibu ke anak (MTCT) Semua ibu hamil dengan HIV yang tidak memenuhi syarat secara medis untuk ARV Terapi (ART) harus ditawarkan ARV profilaksis untuk PMTCT Pemberian ARV Selama Kehamilan, Persalinan dan Setelah Melahirkan mengikuti sejumlah prinsip sebagai berikut : 1. Harus dalam pengawasan dokter. 2. Mengikuti Pedoman ARV Nasional 2007 yang dikeluarkan Depkes 3. Diberikan melalui RS Rujukan ARV 4. Perlu penjelasan tentang efek samping yang dapat terjadi 5. Pasca melahirkan, ARV dilanjutkan sebagai ARV terapi untuk meningkatkan kualitas hidup ibu 6. Sebaiknya ada pendamping minum ARV, karena tingkat kepatuhan/adherence sangat menentukan efektivitas terapi ARV Prevention Mother to Child HIV/AIDS Transmission (PMTCT) 13

2.1.2. Syarat pemberian ARV (menurut pedoman WHO 2006) Stadium klinis menurut WHO Bila tidak tersedia tes CD4 Bila tersedia tes CD 4 1 Tidak diobati untuk kepentingan ibu saat ini Obati jika hitung sel CD 4 < 200 sel/mm3 2 Tidak diobati 3 Obati Obati jika hitung sel CD 4< 350 sel/mm3 4 Obati Obati tanpa memperhatikan hitung CD 4 Perempuan mengalami kadar hitung CD4 yang lebih rendah saat kehamilan dibandingkan setelah melahirkan/nifas, sebagian dikarenakan hemodilusi terkait kehamilan. Hal ini mempengaruhi penggunaan ambang batas 350 pada perempuan hamil, khususnya pada stadium klinis 1 atau 2, belum diketahui. Kriteria memulai terapi ARV pada perempuan hamil sama dengan perempuan yang tidak hamil, dengan pengecualian bahwa terapi ini dianjurkan bagi perempuan hamil yang telah mengalami stadium klinis 3 dan hitung CD 4 dibawah 350 sel/mm3. Berikan ARV pada semua pasien pada stadium 4 dan stadium 3 (bila tidak tersedia pemeriksaan hitung CD4) Berikan ARV pada semua pasien dengan hitung CD 4 < 200 atau hitung total limfosit < 1.200 sel/mm3 Berikan ARV pada perempuan hamil dengan CD4 < 350 sel/ mm3 Pertimbangkan untuk ARV pada perempuan tidak hamil dengan CD4 < 350 sel/mm3 2.2. Pemberian ART dalam PMTCT 2.2.1. Memulai terapi ARV pada kehamilan Perempuan yang menjadi hamil saat mendapat terapi ART Apabila sebelum kehamilan sudah menggunakan ARV terapi, teruskan selama kehamilan-persalinan-nifas Untuk perempuan yang hamil saat mendapat ART mengandung efavirens dan pada trimester 1, maka rejimen ARV yang mengandung nevirapin/nvp harus diganti dengan nevirapin/nvp, dengan monitor Panduan Bagi Petugas Kesehatan ketat hitung CD 4 nya. Alternatifnya dapat diberikan tiga macam NRTI atau PI. Perempuan yang menerima EFV dan baru mengetahui kehamilannya pada usia gestasi trimester kedua dan ketiga kehamilannya dapat meneruskan rejimen yang sedang diminum. Mendapatkan EFV pada saat kehamilan bukan indikasi untuk aborsi. Untuk perempuan yang hamil saat menerima rejimen ART mengandung tenofovir/tdf, keuntungan melanjutkan rejimen melebihi risiko toksisitas untuk bayi dan substitusi obat tidak dianjurkan. Bayi yang lahir dari ibu yang mendapat terapi antiretroviral harus mendapat zidovudin selama 7 hari. Perempuan hamil dengan indikasi untuk terapi ARV Apabila memenuhi persyaratan medis terapi ARV, mulai sesegera mungkin berikan ARV, walaupun pada trimester I. Ibu Antepartum Intrapartum Pasca partum AZT + 3TC + NVP 2 x sehari AZT + 3TC + NVP 2 x sehari AZT + 3TC + NVP 2 x sehari Bayi AZT X 7 hari Selama trimester pertama pada kehamilan, EFV hanya digunakan jika potensi keuntungan melebihi potensi risiko pada janin, pada perempuan hamil tanpa adanya pilihan terapi lainnya Perempuan yang datang pada masa kehamilan akhir atau pada saat persalinan Perempuan dengan indikasi ART yang datang terlambat pada kehamilan harus memulai ART, tanpa memperdulikan usia kehamilannya. Terapi untuk bayi 14 Pencegahan Penularan HIV/AIDS dari Ibu Ke Bayi Prevention Mother to Child HIV/AIDS Transmission (PMTCT) 15

Rekomendasi rejimen untuk bayi adalah AZT untuk 1 minggu. Jika ibu menerima ART antenatal kurang dari 4 minggu, maka untuk bayi diberikan AZT 4 minggu bukan satu minggu. 2.2.2. Kesimpulan : 1. Rejimen lini 1 untuk terapi ART pada perempuan hamil adalah AZT + 3TC + NVP 2. Perempuan hamil dengan hitung CD 4 antara 250-350 sel/mm3 yang memiliki indikasi untuk ART dapat memulai terapi dengan rejimen mengandung NVP dengan monitoring ketat dalam 12 minggu pertama terapi atau dengan rejimen mengandung EFV jika pada trimester kedua atau ketiga atau menerima rejimen 3 NRTI atau berbasis golongan protease inhibitor/pi. 3. Efavirens menjadi pilihan untuk komponen NNRTI untuk rejimen lini pertama pada perempuan hamil pada kehamilan trimester kedua atau ketiga. 4. Tenofovir harus dipertimbangkan sebagai komponen ART awal bagi perempuan hamil jika alternatif lain tidak tersedia atau dikontraindikasikan (ingat: tenofovir adalah obat ARV lini 2) 5. Rekomendasi rejimen untuk bayi untuk perempuan dengan HIV, maka dosis AZT untuk bayi harus diperpanjang hingga 4 minggu. 6. Perempuan dengan indikasi ART yang datang pada akhir masa kehamilan harus memulai ART tanpa melihat usia kehamilannya. Panduan Bagi Petugas Kesehatan 1. Ibu belum memenuhi syarat untuk mendapatkan terapi ARV Ranking Jenis Pemberian Antepartum Intrapartum Pasca partum Rekomendasi AZT 300mg 2 x sehari (mulai > 28 mgg) AZT 600 mg pada awal persalinan atau AZT 300 mg pada awal persalinan, dan tiap 3 jam sampai melahirkan DAN Dosis tunggal-nvp 200 mg pada awal persalinan DAN 3TC 150mg pada awal persalinan dan setiap 12 jam sampai melahirkan Ibu: AZT(300 mg) + 3TC (150 mg) 2x/hari - 7 hari Bayi: Dosis tunggal- NVP 2 mg/ kgbb segera setelah lahir ditambah AZT 2 mg/ kgbb/kali 4x/hari - 7 hari (bila ibu mendapat ARV lengkap, bila hanya mendapat in partu atau tidak lengkap 4 minggu) 16 Pencegahan Penularan HIV/AIDS dari Ibu Ke Bayi Prevention Mother to Child HIV/AIDS Transmission (PMTCT) 17

2. Ibu belum mendapat profilaksis ARV antepartum Ranking Rekomendasi Jenis Pemberian Antepartum Pasca partum AZT 600mg pada awal persalinan atau AZT 300mg pada awal persalinan, dan tiap 3 jam sampai melahirkan Ibu: AZT(300mg) + 3TC (150mg) 2x/hari - 7 hari DAN Bayi: NVP dosis tunggal 200mg paaad awal persalinan DAN 3TC 150mg pada awal persalinan dan setiap 12 jam sampai melahirkan NVP dosis tunggal 2mg/ kgbb segera setelah lahir ditambah 2 mg/kg BB/kali, 4 kali/ hari- 4 minggu 3. Ibu belum mendapat profilaksis ARV antepartum ataupun intrapartum Ranking Rekomendasi Postpartum Bayi: Dosis tunggal-nvp 2mg/kgBB segera setelah lahir DAN AZT 2 mg/kgbb 4x/hari - 4 minggu 1. Risiko penularan HIV dari ibu ke bayi 2. Tatalaksana antenatal pada ibu dengan HIV maupun yang belum diketahui statusnya 3. Tatalaksana persalinan bagi ibu dengan HIV maupun yang belum diketahui statusnya 4. Tatalaksana nifas bagi ibu dengan HIV maupun yang belum diketahui statusnya 5. Kontrasepsi pada ibu dengan HIV 4. Ibu hamil dengan koinfeksi tuberkulosis a. Prioritas adalah mengobati tuberkulosis b. Dengan manajemen klinis yang baik, seorang ibu hamil 18 Pencegahan Penularan HIV/AIDS dari Ibu Ke Bayi

3.1 Risiko penularan HIV dari ibu ke bayi Risiko penularan HIV bila tanpa intervensi (de Cock, dkk, 2000): 5 10 % 10 20 % 5 20% intrauterin intrapartum pasca persalinan Intervensi yang dapat dilakukan : ARV bagi ibu (ARV) ARV bagi ibu SC elektif Bayi: ARV Susu Formula (AFASS) 3.2 Tatalaksana antenatal pada ibu dengan HIV maupun yang belum diketahui statusnya Perawatan antenatal dapat meningkatkan kesehatan secara umum dan kesejahteraan ibu dan keluarga mereka. Dengan menggabungkan upaya pencegahan penularan HIV/AIDS dari ibu ke bayi dengan layanan perawatan antenatal, maka program kualitas pelayanan kesehatan dapat ditingkatkan bagi semua klien. Intervensi antenatal dapat menurunkan resiko penularan HIV/ AIDS dari ibu ke bayinya. Perawatan kesehatan kehamilan yang baik dapat membantu perempuan yang terinfeksi HIV tetap sehat dan merawat anak mereka dengan baik. Jika ibu meninggal, maka kemungkinan anak akan menderita penyakit dan mengalami kematian akan lebih tinggi. Untuk implementasi program pencegahan penularan dari ibu ke bayinya, maka elemen berikut harus turut disertakan sebagai bagian dari perawatan antenatal: 1. Informasi dan pendidikan kesehatan. 2. Pendidikan tentang cara berhubungan seksual yang aman dan Prevention Mother to Child HIV/AIDS Transmission (PMTCT) 21

HIV. 3. Tes dan konseling tentang HIV. 4. Tes dan konseling bagi pasangan tentang HIV. 5. Intervensi untuk menurunkan risiko penularan dari ibu ke bayinya. 6. Bimbingan dan dukungan pemberian makanan bayi untuk perawatan ibu hamil yang aman termasuk pengobatan malaria dan tuberkulosis. 7. Diagnosis dan pengobatan infeksi menular seksual (IMS). 8. Deteksi dini dan pengobatan dan pengawasan atas tuberkulosis dan malaria. 9. Pilihan metode persalinan, pilihan pemberian makanan untuk bayi/anak, metode kontrasepsi. HIV bukan merupakan indikasi absolut untuk dilakukan sterilisasi pada ibu.hal ini harus didiskusikan dan ditentukan sebelum persalinan. Konseling pemberian makanan untuk bayi meliputi hal-hal berikut : 1. Konseling ini dilakukan saat usia kehamilan mencapai trimester 3. 2. Dijelaskan mengenai cara penularan HIV. 3. Diberikan penjelasan keuntungan dan kerugian dalam memilih pemberian nutrisi pada bayi. 4. Dipersilahkan memilih metode yang telah dijelaskan 5. Dukungan terhadap pilihan ibu. Perawatan antenatal bagi perempuan yang terinfeksi HIV Perawatan antenatal bagi perempuan yang terinfeksi HIV mencakup layanan dasar yang disarankan untuk semua perempuan hamil. Namun, perawatan obstetri dan medis ini diperluas agar dapat mencakup kebutuhan khusus perempuan yang terinfeksi HIV. Infeksi HIV pada perempuan pada usia kehamilan mendapat tantangan besar pada lingkungan dengan keterbatasan sumber daya. Menentukan status HIV perempuan merupakan langkah pertama Panduan Bagi Petugas Kesehatan dalam menyediakan pengobatan, perawatan dan penyediaan layanan dukungan yang tepat, termasuk akses atas profilaksis antiretroviral saat dibutuhkan. Ketersediaan layanan tes cepat/ rapid test memungkinkan para perempuan untuk menjalani uji dan menerima hasil uji HIV mereka pada kunjungan prenatal pertama. Jika status HIV telah diketahui, maka ibu dapat dievaluasi untuk persyaratan minum ARV dan ditawarkan untuk diberikan perawatan ARV dan profilaksis. Dalam beberapa situasi, karena kurangnya akses layanan tes ini atau karena perempuan menolak tes, maka status HIV-nya tidak dapat diketahui. Dalam kondisi seperti ini, maka perempuan tersebut dianggap berpotensi dalam penularan dari ibu ke bayinya, dan dia harus diberikan bimbingan yang selayaknya selama perawatan antenatal. Perempuan dengan status HIV belum diketahui perlu mendapat konseling mengenai testing HIV pada kunjungan perawatan antenatal berikutnya dan diingatkan tentang keuntungan mengetahui status HIVnya. 3.3 Tatalaksana persalinan bagi ibu dengan HIV maupun yang belum diketahui statusnya Untuk mencegah terjadinya penularan HIV ke janin/bayi, perlu diperhatikan : a. Dengan menurunkan kadar viral load/vl serendah-rendahnya - Deteksi dini - ARV - Pola hidup sehat b. Pemilihan metode kelahiran tergantung: - Muatan virus dalam darah/viral Load (pada minggu ke berapa diperiksanya?) - Kesiapan sarana kesehatan: kewaspadaan universal, saranadan prasarana, SDM medis dan non medis. - Status obstetri Bahwa seksio sesarea berencana merupakan cara persalinan yang memiliki risiko transmisi terkecil pada saat persalinan. Risiko transmisi akan meningkat bila terjadi persalinan (in partu) 22 Pencegahan Penularan HIV/AIDS dari Ibu Ke Bayi Prevention Mother to Child HIV/AIDS Transmission (PMTCT) 23

dan ketuban pecah. Pilihan persalinan haruslah disertai dengan penjelasan keuntungan dan kerugian termasuk besaran risiko transmisi virus ke bayinya. Pada ibu hamil perlu dilakukan konseling keuntungan dan kerugian metode persalinan per vaginam atau seksio sesarea. Kelahiran per vaginam dimungkinkan bila : 1. Persetujuan tindakan medis dan informasi yang sejelas-jelasnya (informed consent) 2. Kadar VL tidak terdeteksi/undetectable dan/atau; Meminum ARV teratur sesuai prosedur, minimal 4 minggu dan apabila hitung kadar virus dalam darah/viral load ibu < 1.000 kopi/mm3 (PCR-RNA)atau tidak terdeteksi dengan PCR-DNA (bila dimungkinkan). Penerapan kewaspadaan universal dalam pertolongan persalinan, baik secara seksio sesarea maupun persalinan spontan, berprinsip pada : 1. Cuci tangan 2. Penggunaan alat pelindung diri untuk mencegah transmisi HIV melalui cairan. 3. Penanganan alat medis tajam baik dalam penggunaan, serah terima, penyimpanan maupun pembuangan sebagai limbah medis. 4. Penerapan budaya aman dalam kamar operasi ataupun kamar bersalin Operasi seksio sesarea berencana sebelum saat persalinan tiba (atas dasar pilihan, bukan karena tindakan emergensi) akan menghindari bayi terkena kontak dengan darah dan lendir ibu dengan HIV. Beberapa hasil penelitian menyimpulkan bahwa operasi seksio sesarea akan mengurangi risiko penularan HIV dari ibu ke bayi sebesar 50-66% (apakah sudah mendapat ARV atau belum, perlu mendorong persalinan per vaginam) istilah ibu diganti ibu dengan HIV. Panduan Bagi Petugas Kesehatan Pilihan Metode Persalinan Metode persalinan Keuntungan Kerugian Seksio Sesarea Elektif Per Vaginam Risiko penularan yang rendah Terencana Mudah dilakukan di sarana kesehatan yang terbatas. Masa pemulihan pasca partum singkat Biaya rendah Lama perawatan bagi ibu. Perlu sarana dan fasilitas pendukung Biaya. Risiko penularan pada bayi relatif tinggi (kecuali ibu telah minum ARV teratur dan diketahui kadar viral load). 3.4 Tatalaksana nifas bagi ibu dengan HIV maupun yang belum diketahui statusnya 3.4.1 Perawatan nifas bagi ibu dengan HIV Pekerja layanan kesehatan harus mengikuti prosedur rutin bagi perawatan ibu dengan HIV dalam masa nifas. Perawatan berkelanjutan 1. Pemberian supresi laktasi bagi ibu yang memilih tidak menyusui. 2. Hasil pemeriksaan/tes HIV pada bayi disampaikan kepada dokter spesialis obsgin yang merawat ibu.(sebagai bagian penilaian keberhasilan penerapan PMTCT dalam institusi kesehatan, serta memperkuat kinerja Tim PMTCT. 3. Pengobatan, perawatan dan dukungan secara berkelanjutan terhadap HIV/AIDS dan kemungkinan infeksi mikroorganisme yang disertai dengan dukungan nutrisi yang cukup. 4. Perawatan ginekologi rutin, termasuk pemeriksaan pap smear, jika tersedia. 24 Pencegahan Penularan HIV/AIDS dari Ibu Ke Bayi Prevention Mother to Child HIV/AIDS Transmission (PMTCT) 25

3.4.2 Pemberian makanan untuk bayi yang baru dilahirkan 1. Berikan pelatihan dan awasi teknik pemberian makan yang benar sebelum memulangkan ibu. 2. Dukung pilihan ibu tentang cara pemberian makanan. Pilihan ibu dapat dilakukan dengan memberikan konseling menyusui pada perawatan antenatal. 3. Pastikan bahwa ibu menentukan pilihan makanan sebelum dia meninggalkan klinik atau rumah sakit setelah melahirkan. 3.5 Kontrasepsi pada ibu dengan HIV Kontrasepsi dan pemberian jarak kelahiran antar anak harus dibicarakan dengan setiap ibu selama perawatan antenatal dan dibicarakan kembali segera setelah masa nifas usai. 1. Penularan HIV melalui makanan pada bayi 2. Jenis-jenis metode pemberian Makanan pada bayi dari ibu dengan 26 Pencegahan Penularan HIV/AIDS dari Ibu Ke Bayi

4.1. Penularan HIV melalui makanan pada bayi Ibu dengan HIV perlu mempertimbangkan banyak faktor ketika mengambil keputusan tentang pilihan pemberian makan yang terbaik untuk bayinya. Petugas kesehatan memainkan peran penting dalam mengarahkan proses pengambilan keputusan mereka dengan memberi konseling tentang pemberian makan bayi yang di dalamnya tercakup: a. Informasi tentang risiko penularan HIV melalui pemberian ASI b. Keuntungan dan kerugian dari setiap pilihan yang tersedia. Penghargaan terhadap adat-istiadat, praktik-praktik, dan kepercayaan setempat ketika menolong seorang ibu menentukan pilihan tentang pemberian makan bayi. 4.1.1. Rekomendasi-rekomendasi dalam hal memberi makan bayi bagi ibu dengan HIV a. Air susu ibu/asi adalah asupan yang paling baik untuk bayi, karena komposisinya yang lengkap dan ideal bukan hanya bagi pertumbuhan serta perkembangan otak yang optimal, namun juga perlindungan dari berbagai penyakit.. b. Pada ibu dengan HIV dan AIDS, maka terdapat risiko transmisi HIV melalui ASI (5-20%). c. Pada odha tidak dianjurkan untuk memberikan ASI, bila pemberian susu formula memenuhi syarat AFASS, yaitu : Acceptable (Dapat diterima), artinya tidak ada hambatan sosial budaya bagi ibu untuk memberikan susu formula pada bayinya Feasible (Layak), artinya iibu dan keluarga punya waktu, pengetahuan, dan ketrampilan memadai untuk menyiapkan dan memberikan susu formula kepada bayi Affordable (Terjangkau) artinya iibu dan keluarga mampu membeli susu formula, tersedia air bersih, bahan bakar untuk memasak dan perlengkapan lain yang diperlukan untuk menyiapkan susu formula yang memenuhi syarat. Sustainable (Berkelanjutan) artinya susu formula dijamin dapat Prevention Mother to Child HIV/AIDS Transmission (PMTCT) 29