BAB II TINJAUAN PUSTAKA. merupakan minuman olahan dalam bentuk bubuk atau cair yang mengandung

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. tambahan makanan lainnya yang di izinkan (SNI ).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kata saus berasal dari bahasa Perancis (sauce) yang diambil dari bahasa

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. tambahan makanan lainnya yang di izinkan (SNI ). Pengendalian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan komponen khas makanan,

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Jelly adalah produk minuman semi padat yang terbuat dari sari buah-buahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bahan tambahan pangan dalam Peraturan Menteri Kehatan RI No.

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 722/MENKES/PER/IX/88 TENTANG BAHAN TAMBAHAN MAKANAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Manisan adalah produk yang dibuat dari buah-buahan yang diolah

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

3. Peserta didik dapat mengidentifikasi bahan tambahan pangan yang berjenis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kerupuk sudah lama dikenal di tanah air kita terutama sebagai lauk pauk

ANALISIS SECARA BIOKIMIA METHANYL YELLOW PADA TAHU YANG BEREDAR DI PASAR TRADISIONAL KODYA BANDUNG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Saus cabai atau yang biasa juga disebut saus sambal adalah saus yang

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

ditambahkan dengan sengaja ke dalam makanan yaitu untuk memperbaiki warna,

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi saat ini, penggunaan zat warna alami semakin

II. TINJAUAN PUSTAKA. digunakan dalam bahan pangan (Cahyadi, 2009).

Bahan Tambahan Pangan (Food Additive)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Menurut WHO, makanan adalah : Food include all substances, whether in a

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

ANALISIS PEWARNA RHODAMIN B DALAM ARUM MANIS SECARA KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS DAN SPEKTROFOTOMETRI UV-Vis DI DAERAH SUKOHARJO DAN SURAKARTA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang meliputi sumber hewan dan tumbuhan. Pada umumnya bahan pangan

(asam sitrat), Pengawet (natrium benzoat), Pewarna makanan. Komposisi: Gula, Glukosa, Buah nanas, Asam Sitrat, Perasa dan Pewarna

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Cone es krim merupakan salah satu dari berbagai makanan yang banyak didapatkan di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kosmetik dikenal manusia sejak berabad-abad yang lalu. Pada abad ke-

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dapat mengubah fungsi tubuh, tidak korosif, dan tidak merugikan secara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Kuesiner Penelitian PENGETAHUAN, DAN SIKAP PEDAGANG ES KRIM TENTANG PENGGUNAAN PEMANIS BUATAN DI BEBERAPA PASAR KOTA MEDAN TAHUN 2010

BERITA NEGARA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

I. PENDAHULUAN. additive dalam produknya. Zat tambahan makanan adalah suatu senyawa. memperbaiki karakter pangan agar mutunya meningkat.

BAB I PENDAHULUAN. melakukan berbagai upaya sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang

PEMISAHAN ZAT WARNA SECARA KROMATORAFI. A. Tujuan Memisahkan zat-zat warna yang terdapat pada suatu tumbuhan.

BAB 1 PENDAHULUAN. Makanan adalah salah satu kebutuhan manusia.dalam kehidupan sehari-hari.

I. PENDAHULUAN. setiap orang. Menurut Food and Agriculture Organization (FAO) dalam. terbawa hingga dewasa. Kegemaran masyarakat akan jajan atau

I. PENDAHULUAN. lainnya. Secara visual, faktor warna berkaitan erat dengan penerimaan suatu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada umumnya dalam pengolahan makanan selalu diusahakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak memenuhi syarat, dan terhadap kerugian sebagai akibat produksi,

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan harga mutlak bagi setiap orang. Menurut Undangundang

BAB I PENDAHULUAN. digunakan dalam makanan. Kurangnya perhatian terhadap hal ini telah sering

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 239/Men.Kes/Per/V/85 TENTANG ZAT WARNA TERTENTU YANG DINYATAKAN SEBAGAI BAHAN BERBAHAYA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. populer di kalangan masyarakat. Berdasarkan (SNI ), saus sambal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Saos merupakan bumbu penyedap makanan atau biasanya digunakan

BAB I PENDAHULUAN. Makanan atau minuman adalah salah satu kebutuhan dasar manusia.

Kuesioner Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dengan harga yang murah, menarik dan bervariasi. Menurut FAO (Food

BAB 1 PENDAHULUAN. produsen makanan sering menambahkan pewarna dalam produknya. penambahan

ANALISIS ZAT WARNA RHODAMIN B DALAM SAUS TOMAT DAN CABE KEMASAN PLASTIK YANG BEREDAR DI KOTA MEULABOH S K R I P S I OLEH TARMIZI NIM : 09C

PEWARNA ALAMI; Sumber dan Aplikasinya pada Makanan & Kesehatan, oleh Dr. Mutiara Nugraheni, S.T.P., M.Si. Hak Cipta 2014 pada penulis GRAHA ILMU Ruko

Bab 21. Bahan Tambahan Makanan (BTM), Keamanan Pangan dan Perlindungan Konsumen

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

LKS 01 MENGIDENTIFIKASI ZAT ADITIF DALAM MAKANAN

Tabel Pelarut Dalam Percobaan Metode Kromatografi. A n-butanol 40 bagian volume. B Iso-butanol 30 bagian volume

BAB I PENDAHULUAN. Bahan pangan adalah bahan yang memungkinkan manusia tumbuh dan

Kuesioner Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. mikrobiologisnya. Secara visual faktor warna yang tampil terlebih dahulu terkadang

Alasan Penggunaan BTM : (Food Food Protection Committee in Publication) BAB 4 BAHAN TAMBAHAN MAKANAN (BTM)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. teknologi pangan dan bahan kimia yang dibutuhkan agar mutunya baik.

BAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia memerlukan makanan untuk menunjang kelangsungan hidupnya.

ANALISIS RHODAMIN B DALAM SAOS DAN CABE GILING DI PASAR KECAMATAN LAWEYAN KOTAMADYA SURAKARTA DENGAN METODE KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. bahan-bahan yang terkandung di dalamnya dalam jangka panjang.

Beberapa keuntungan dari kromatografi planar ini :

Kelompok 2: Kromatografi Kolom

BAB I PENDAHULUAN. baik di daerah tropis salah satunya yaitu tanaman munggur. Tanaman ini

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai: (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Seluruh masyarakat merupakan konsumen dari makanan sekaligus

Lampiran 1. Penggolongan Bahan Tambahan Pangan (BTP)

BAB I PENDAHULUAN. tarik sendiri, seperti rasa yang lezat, aroma yang khas, serta warna dan bentuk

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan generasi penerus bangsa. Kualitas anak-anak akan

BAB I PENDAHULUAN. setiap rakyat Indonesia dalam mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 722/MENKES/PER/IX/88 TENTANG BAHAN TAMBAHAN MAKANAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. melakukan berbagai upaya sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi

Resiko Bahan Kimia Pada Makanana

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya sasaran pembangunan pangan adalah menyediakan pangan

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN. kebanyakan masyarakat. Meskipun memiliki beberapa keunggulan, tetapi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Ekstraksi Zat Warna Rhodamin B dalam Sampel

1. PENDAHULUAN. pengetahuan dan tingkat kesadaran masyarakat tentang kebutuhan gizi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lawan kata dari minuman keras. Minuman ini banyak disukai karena rasanya yang

I PENDAHULUAN. kesehatan. Nutrisi dalam black mulberry meliputi protein, karbohidrat serta

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bakso adalah jenis makanan yang dibuat dari bahan pokok daging dengan

memerlukan makanan yang harus dikonsumsi setiap hari, karena makanan merupakan sumber energi dan berbagai zat bergizi untuk mendukung hidup

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kegiatan di dalam kehidupannya (Effendi, 2012). Berdasakan definisi dari WHO

I. PENDAHULUAN. sehingga memberikan kesegaran bagi konsumen. Warna yang beraneka macam

ANALISIS PENGGUNAAN RHODAMIN B PADA CABE GILING BASAH YANG DIJUAL DI PASAR KOTA YOGYAKARTA

REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK

SOAL UJIAN AKHIR ANALISIS MAKANAN 2008

BAB I PENDAHULUAN. digantikan oleh pewarna sintetik. Selain harganya lebih murah, proses

BAB 1 PENDAHULUAN. aman dapat menimbulkan gangguan kesehatan bahkan keracunan. Penentuan

BAB I PENDAHULUAN. anorganik dan limbah organik. Limbah anorganik adalah limbah yang berasal

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Minuman Ringan 2.1.1. Definisi Minuman ringan adalah minuman yang tidak mengandung alkohol, merupakan minuman olahan dalam bentuk bubuk atau cair yang mengandung bahan makanan atau bahan tambahan lainnya baik alami atau sintetis yang dikemas dalam kemasan siap untuk dikonsumsi. Minuman ringan terdiri dari dua jenis, yaitu minuman ringan dengan karbonasi dan minuman ringan tanpa karbonasi (non-karbonasi). Minuman ringan dengan karbonasi adalah minuman yang dibuat dengan menambahkan CO 2 dalam air minum, sedangkan minuman ringan tanpa karbonasi adalah minuman selain minuman ringan dengan karbonasi (Cahyadi, 2009). 2.2. Bahan Tambahan Pangan 2.2.1. Definisi Bahan Tambahan Pangan adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan komposisi khas makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja ditambahkan ke dalam makanan untuk maksud teknologi pada pembuatan, pengolahan, penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan, penyimpanan atau pengangkutan makanan untuk menghasilkan atau diharapkan menghasilkan (langsung atau tidak langsung) suatu komponen atau mempengaruhi sifat khas makanan tersebut (Budiyanto, 2002)

Tujuan penggunaan Bahan Tambahan Pangan (BTP) adalah dapat meningkatkan atau mempertahankan nilai gizi dan kualitas daya simpan, membuat bahan pangan lebih mudah dihidangkan, serta mempermudah preparasi bahan pangan. Pada umumnya Bahan Tambahan Pangan (BTP) dapat dibagi menjadi dua golongan besar sebagai berikut. 1. Bahan Tambahan Pangan (BTP) yang ditambahkan dengan sengaja ke dalam makanan, dengan mengetahui komposisi bahan tersebut dan maksud penambahan itu dapat mempertahankan kesegaran, cita rasa dan membantu pengolahan, sebagai contoh pengawet, pewarna dan pengeras. 2. Bahan Tambahan Pangan (BTP) yang tidak sengaja ditambahkan, yaitu bahan yang tidak mempunyai fungsi dalam makanan tersebut, terdapat secara tidak sengaja, baik dalam jumlah sedikit atau cukup banyak akibat perlakuan selama proses produksi, pengolahan dan pengemasan. Bahan ini dapat pula merupakan residu atau kontaminan dari bahan yang sengaja ditambahkan untuk tujuan produksi bahan mentah atau penanganannya yang masih terus terbawa ke dalam makanan yang dikonsumsi (Cahyadi, 2009). 2.2.2. Golongan Bahan Tambahan Pangan (BTP) Di Indonesia telah disusun peraturan tentang Bahan Tambahan Pangan yang diizinkan ditambahkan dan dilarang (disebut Bahan Tambahan Kimia) oleh Departemen Kesehatan diatur dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 722/Menkes/Per/IX/88, terdiri dari golongan BTP yang diizinkan diantaranya sebagai berikut.

1. Antioksidan (antioxidant) 2. Antikempal (anticacking agent) 3. Pengatur keasaman (acidity regulator) 4. Pemanis buatan (artificial sweetener) 5. Pemutih dan pematang telur (flour treatment agent) 6. Pengemulsi, pemantap dan pengental (emulsifier, stabilizer, thickener) 7. Pengawet (preservative) 8. Pengeras (firming agent) 9. Pewarna (colour) 10. Penyedap rasa dan aroma, penguat rasa (flavor, flavor enhancer) 11. Sekuestran (sequestrant) 2.3. Pewarna Bahan Pangan Penentuan mutu bahan pangan pada umumnya sangat bergantung pada beberapa faktor seperti cita rasa, tekstur, nilai gizinya juga sifat mikrobiologisnya. Tetapi sebelum faktor-faktor lain dipertimbangkan,secara visual faktor warna tampil lebih dahulu dan kadang-kadang sangat menentukan. Ada beberapa hal yang dapat menyebabkan suatu bahan pangan berwarna antara lain dengan penambahan zat pewarna. Secara garis besar, berdasarkan sumbernya dikenal dua jenis zat pewarna yang temasuk dalam golongan Bahan Tambahan Pangan (BTP), yaitu pewarna alami dan pewarna sintetis (Cahyadi, 2009). Penambahan bahan pewarna pada makanan bertujuan untuk membuat makanan lebih menarik. Kemajuan teknologi pangan memungkinkan zat pewarna dibuat secara sintetis. Dalam jumlah yang sedikit, suatu zat kimia bisa memberi

warna yang stabil pada produk pangan. Dengan demikian, produsen bisa menggunakan banyak pilihan warna untuk menarik minat konsumen (Syah dkk, 2005). Pewarna makanan banyak digunakan untuk berbagai jenis makanan dan minuman, terutama berbagai produk jajanan pasar serta berbagai makanan dan minuman olahan yang dibuat oleh industi kecil ataupun industri rumah tangga meskipun pewarna buatan juga ditemukan pada berbagai jenis makanan yang dibuat oleh industri besar. Yang terakhir ini biasanya sengaja dilakukan oleh pabrik untuk membuat makanan atau minuman berkalori rendah yang ditujukan untuk penderita diabetes mellitus. Hampir setiap makanan dan minuman olahan telah dicampur dengan pewarna sintetis. Penggunaannya secara terus menerus (berlebihan) dapat membahayakan kesehatan. Penggunaan pewarna sebenarnya boleh saja selama dalam jumlah terbatas. Namun demikian, apabila pewarna yang digunakan adalah pewarna nonmakanan, misalnya pewarna tekstil atau kertas ataupun pewarna makanan, tetapi dalam jumlah yang berlebihan, tentulah akan membahayakan kesehatan masyarakat (Yuliarti, 2007).

2.3.1. Golongan Zat Pewarna Makanan 2.3.1.1.Pewarna Alami Zat pewarna yang termasuk dalam uncertified color ini adalah zat pewarna alami (ekstrak pigmen dari tumbuh-tumbuhan) dan zat pewarna mineral, walaupun ada juga beberapa zat pewarna seperti β-karoten dan kantaxantin yang telah dapat dibuat secara sintetik. Untuk penggunaannya, zat pewarna ini bebas dari prosedur sertifikasi dan termasuk daftar yang telah tetap (Winarno, 1992). Banyak warna cemerlang yang dipunyai oleh tanaman dan hewan dapat digunakan sebagai pewarna untuk makanan. Beberapa pewarna alami yang berasal dari tanaman dan hewan, diantaranya adalah klorofil, mioglobin dan hemoglobin, antosianin, flavonoid, tannin, quinon dan xanton, serta karotenoid (Cahyadi, 2009). 2.3.1.2.Pewarna Sintetis Pewarna sintetis harus melalui berbagai prosedur pengujian sebelum dapat digunakan sebagai zat pewarna makanan. Zat pewarna yang diizinkan disebut sebagai permitted color atau certified color. Untuk penggunaannya zat warna tersebut harus menjalani tes dan prosedur penggunaan yang disebut proses sertifikasi. Proses sertifikasi ini meliputi pengujian kimia, biokimia, toksikologi dan analisis media terhadap zat warna tersebut (Winarno, 1992). Proses pembuatan zat pewarna sintetik biasanya melalui perlakuan pemberian asam sulfat atau asam nitrat yang sering kali terkontaminasi oleh arsen atau logam berat lain yang bersifat racun. Pada pembuatan zat pewarna organik sebelum mencapai produk akhir, harus melalui senyawa antara dahulu yang

kadang-kadang berbahaya dan seringkali tertinggal dalam hasil akhir, atau terbentuk senyawa-senyawa baru yang berbahaya. Untuk zat pewarna yang dianggap aman, ditetapkan bahwa kandungan arsen tidak boleh lebih dari 0,00014% dan timbal tidak boleh lebih dari 0,001%, sedangkan logam berat lainnya tidak boleh ada (Winarno, 1992). Di Indonesia, peraturan mengenai penggunaan zat pewarna yang diizinkan dan dilarang untuk pangan diatur melalui SK Menteri Kesehatan RI Nomor 722/Menkes/Per/IX/88 mengenai Bahan Tambahan Pangan (BTP). Akan tetapi, seringkali terjadi penyalahgunaan pemakaian zat pewarna untuk sembarang bahan pangan, misalnya zat pewarna untuk tekstil dan kulit dipakai untuk mewarnai bahan pangan. Hal ini jelas sangat berbahaya bagi kesehatan karena adanya residu logam berat pada zat pewarna tersebut (Yuliarti, 2007) Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 722, terdapat beberapa jenis bahan pewarna sintetis yang diizinkan dan yang dilarang di Indonesia. Jenis bahan pewarna sintetis yang diizinkan di Indonesia dapat dilihat dalam Tabel 1, sedangkan bahan pewarna sintetis yang dilarang di Indonesia dapat dilihat dalam Tabel 2.

Tabel 1. Bahan Pewarna Sintetis yang Diizinkan di Indonesia Perwarna Nomor Indeks Warna (C.I.No) Batas Maksimum Penggunaan Amaran Amaranth: CI Food Red 9 16185 Secukupnya Biru Berlian Brilliant Blue FCF: CI 42090 Secukupnya Eritrosin Food red 2 Eritrosin: CI 45430 Secukupnya Hijau FCF Food red 14 Fast green FCF: CI 42053 Secukupnya Hijau S Food green 3 Green S: CI Food 44090 Secukupnya Indigotin Green 4 Indigotin: CI Food 73015 Secukupnya Ponceau 4R Blue I Ponceau 4R: CI 16255 Secukupnya Kuning Food red 7 74005 Secukupnya Karmoisin Carmoisine; CI Food Red 3; 14720 Secukupnya Sumber: Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 722/Menkes/Per/IX/88

Tabel 2. Bahan Pewarna Sintetis yang Dilarang di Indonesia Bahan Pewarna Nomor Indeks Warna (C.I.No.) Citrus Red No.2 12156 Ponceau 3R (Red G) 16155 Ponceau SX (Food Red No. 1) 14700 Rhodamine B (Food Red No. 5) 45170 Guinea Green B (Acid Green No.3) 42085 Magenta (Basic Violet No. 14) 42510 Chrysoidine (Basic Orange No. 2) 11270 Butter Yellow (Solvent Yellow No.2) 11020 Sudan I (Food Yellow No.2) 12055 Methanil Yellow (Food Yellow No. 14) 13065 Auramine (Ext. D & C Yellow No. 1) 41000 Oil Oranges SS (Basic Yellow No. 2) 12100 Oil Oranges XO (Solvent Oranges No.7) 12140 Oil Yellow AB (Solvent Oranges No. 5) 11380 Oil Yellow OB (Solvent Oranges No. 6) 11390 Sumber: Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 722/Menkes/Per/IX/88

Menurut Winarno (1992), ada dua macam yang tergolong certified color yaitu dye dan lake. Keduanya adalah zat pewarna buatan. Zat warna yang termasuk golongan dye telah melalui prosedur sertifikasi dan spesifikasi yang ditetapkan oleh FDA (Food and Drug Administration). Sedangkan zat pewarna lake yang hanya terdiri dari satu warna dasar, tidak merupakan warna campuran, juga harus mendapat sertifikat. Dalam certified color terdapat spesifikasi yang mencantumkan keterangan yang penting mengenai zat pewarna tertentu, misalnya bentuk garam, kelarutan dan residu yang terdapat didalamnya. 1. Dye Dye adalah zat pewarna yang umumnya bersifat larut dalam air, sehingga larutannya menjadi berwarna dan dapat digunakan untuk mewarnai bahan. Pelarut yang dapat digunakan selain air adalah propilen glikol, gliserin atau alkohol, sedangkan dalam semua jenis pelarut organik, dye tidak dapat larut. Dye terdapat dalam bentuk bubuk, butiran, pasta maupun cairan. Penggunaannya tergantung dari kondisi bahan, kondisi proses dan zat pewarnaannya sendiri. Zat pewarna dye terbagi menjadi empat kelompok, yaitu azo dye, tryphenylmethane dye, fluorescein dan sulfonated indigo (Winarno, 1992). Pada umumnya penggunaan dye dilakukan untuk mewarnai roti dan kue, produk-produk susu, minuman ringan, minuman berkarbonat dan lain-lain. Konsentrasi pemakaian tidak dibatasi secara khusus, tetapi di Amerika Serikat disarankan agar digunakan dengan memperhatikan Good Manufacturing Practices (GMP), yang pada prinsipnya dapat digunakan dalam jumlah yang tidak melebihi keperluan untuk memperoleh efek yang diinginkan, jadi rata-rata kurang dari 300

ppm. Tetapi dalam praktiknya ternyata digunakan konsentrasi 5-600 ppm. Umumnya dalam industri pengolahan pangan menimbulkan warna yang tidak wajar pada produk (Cahyadi, 2009). 2. Lake Zat pewarna ini merupakan gabungan dari zat warna dye dengan radikal basa (Al atau Ca) yang dilapisi dengan aluminium hidrat (alumina). Lapisan alumina ini tidak larut dalam air, sehingga lake ini tidak larut pada hampir semua pelarut. Lake stabil pada ph 3,5-9,5 dan diluar selang tersebut lapisan alumina pecah dan dye yang dikandungnya terlepas (Winarno, 1992). Kandungan dye dalam lake disebut pure dyes contents (pdc). Lakes umumnya mengandung 10-40% dye murni. Sesuai dengan sifatnya yang tidak larut dalam air, maka zat pewarna ini digunakan untuk produk-produk yang tidak boleh kena air. Dibandingkan dengan dye, maka lake pada umumnya bersifat lebih stabil terhadap cahaya, kimia dan panas sehingga harga lake umumnya lebih mahal daripada harga dye (Cahyadi, 2007). 2.4. Efek Bahan Pewarna Terhadap Kesehatan Sejumlah makanan yang kita konsumsi tidak mengandung zat berbahaya menurut daftar zat warna yang dinyatakan sebagai bahan berbahaya (Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 722/Menkes/Per/IX/88). Namun demikian, penggunaan pewarna tersebut hendaknya dibatasi karena meskipun relatif aman, penggunaannya dalam jumlah yang besar tetap dapat membahayakan kesehatan masyarakat.

Menurut Cahyadi (2009), zat warna diabsorbsi dari dalam saluran pencernaan makanan dan sebagian dapat mengalami metabolisme oleh mikroorganisme dalam usus. Dari saluran pencernaan dibawa langsung ke hati, melalui vena portal atau melalui sistem limpatik ke vena superior. Zat warna yang dimetabolisme dan dikonjugasi di hati, selanjutnya ada juga yang ke empedu memasuki jalur sirkulasi enterohepatik. Zat warna azo yang larut dalam air diekskresi secara kuantitatif melalui empedu, sedangkan yang larut dalam lemak diabsorpsi sempurna tanpa metabolisme dalam usus, melainkan dimetabolisme dalam hati oleh azo-reduktase membentuk amin primer yang sesuai, atau dapat juga dihidrolisis, atau diikat oleh protein-protein hati. Senyawa yang merupakan metabolit polar cepat dieliminasi lewat urine. Beberapa senyawa azo, terurai pada ikatan azo-nya membentuk aminonaftol. Efek kronis yang disebabkan oleh zat warna azo yang dimakan dalam jangka waktu lama menyebabkan kanker hati. Selain senyawa-senyawa azo lain mengakibatkan kanker walaupun efeknya lebih kecil dan waktunya lebih lama. Para ilmuwan pada umumnya mempergunakan zat warna azo dalam penelitiannya, karena hampir 90% dari bahan pewarna pangan terdiri dari zat warna azo (Cahyadi, 2009). Zat-zat yang berbahaya bagi kesehatan disebut zat beracun. Banyak zat-zat kimia yang beracun pada dosis besar dan tidak beracun pada dosis yang kecil. Kecenderungan zat-zat berbahaya yang menyebabkan kanker pada manusia menjadi perhatian publik pada saat ini (Hughes, 1987).

2.5. Analisis Bahan Pewarna Sintetis secara Kromatografi Kertas Menurut Sudarmadji dkk (1991), pemisahan yang terjadi dalam kromatografi dilaksanakan dengan memanipulasi sedemikian rupa sifat-sifat fisik umum dari suatu senyawa atau molekul, yaitu: a. Kecenderungan suatu molekul untuk larut dalam cairan (kelarutan) b. Kecenderungan suatu molekul untuk bertaut dengan suatu serbuk bahan padat (absorbsi) c. Kecenderungan suatu molekul untuk menguap (volatilitas) Pada kromatografi kertas sebagai penyerap digunakan sehelai kertas dengan susunan serabut dan tebal yang sesuai. Pemisahan kromatografi dapat berlangsung menggunakan fase cair tunggal dengan proses yang sama dengan kromatografi adsorbsi dalam kolom. Oleh karena kandungan air pada kertas dari komponen hidrofilik fase cair oleh serat kertasnya, dapat dianggap sebagai fase diam, maka mekanisme partisi berperan penting dalam pemisahan (Ditjen POM, 1995). Kertas dalam pemisahan terutama mempunyai pengaruh pada kecepatan aliran pelarut. Sedangkan fungsi dari kertas itu sendiri sangat kompleks. Efek-efek serapan disebabkan oleh sifat polar dari gugus-gugus hidroksil di mana ini kemungkinan sangat penting dan sejumlah kecil dari gugus karboksil dalam selulosa dapat menaikkan terhadap efek-efek pertukaran ion (Hardjono, 1985). Bila akan melakukan pemisahan dengan kromatografi kertas maka hal-hal seperti berikut harus mendapatkan perhatian:

1. Metode (penaikan, penurunan atau mendatar) 2. Macam dari kertas 3. Pemilihan dan pembuatan pelarut (fase bergerak) 4. Kesetimbangan dalam bejana yang dipilih 5. Pembuatan cuplikan 6. Waktu pengembangan 7. Metoda deteksi dan identifikasi Di samping sifat-sifat dari kertas dan pelarut, ada faktor-faktor utama yang mempengaruhi pemisahan yaitu suhu, besarnya bejana, waktu pengembangan dan arah dari aliran pelarut (Hardjono, 1985). Pekerjaan mula-mula dalam kromatografi kertas dilakukan dengan menggunakan kertas saring Whatmann No. 1. Meskipun demikian jenis kertas Whatmann dengan berbagai nomor banyak juga digunakan di mana semuanya dibuat dengan kemurnian yang tinggi dan yang tebal merata. Kertas dalam pemisahan terutama mempunyai pengaruh pada kecepatan aliran pelarut. Sedangkan fungsi dari kertas itu sendiri sangat konpleks. Efek-efek serapan disebabkan oleh sifat polar dari gugus-gugus hidroksil dimana ini kemungkinan sangat penting dan sejumlah kecil dari gugus karboksil dalam selulosa dapat menaikkan terhadap efek-efek pertukaran ion. Kertas disediakan dalam bermacam-macam standar lembaran, bulatan, dan gulungan dan dalam bentuk tertentu. Ia harus disimpan ditempat jauh dari setiap sumber dari uap-uap dan jangan ditempatkan pada tempat-tempat yang mempunyai perubahan kelembapan yang tinggi (Hardjono, 1985).

Fase gerak biasanya merupakan campuran yang terdiri atas satu komponen organik yang utama, air dan berbagai tambahan seperti asam-asam, basa atau pereaksi-pereaksi kompleks, untuk memperbesar kelarutan dari beberapa senyawa atau untuk mengurangi yang lainnya. Pelarut harus sangat mudah menguap, karena terlampau cepat mengadakan kesetimbangan, pada keadaan lain volatilitas yang tinggi mengakibatkan lebih cepat hilang meninggalkan lembaran kertas setelah bergerak. Kecepatan bergeraknya harus tidak cepat dipengaruhi oleh perubahan-perubahan suhu (Hardjono, 1985). Menurut Hardjono (1985), dalam mengidentifikasi noda-noda dalam kertas sangat lazim menggunakan harga Rf (Retordation factor) yang didefinisikan sebagai: Rf = Nilai maksimum Rf adalah 1 dan ini dicapai ketika solut mempunyai perbandingan distribusi dan faktor retensi sama dengan 0 yang berarti senyawa bermigrasi dengan kecepatan yang sama dengan fase gerak. Nilai minimum Rf adalah 0 dan ini teramati jika senyawa tertahan pada posisi titik awal dipermukaan fase diam (Rohman, 2007). Menurut Hardjono (1985), ada beberapa faktor yang menentukan harga Rf, yaitu: 1. Pelarut. Disebabkan pentingnya koefisien partisi, maka perubahanperubahan yang sangat kecil dalam komposisi pelarut dapat menyebabkan perubahan-perubahan harga Rf.

2. Suhu. Perubahan dalam suhu merubah koefisien partisi dan juga kecepatan aliran. 3. Ukuran dari bejana. Volume dari bejana mempengaruhi homogenitas dari atmosfer jadi memengaruhi kecepatan penguapan dari koponen-komponen pelarut dari kertas. 4. Kertas. Pengaruh utama kertas pada harga-harga Rf timbul dari perubahan ion dan serapan, yang berbeda untuk macam-macam kertas. 5. Sifat dari campuran. Berbagai senyawa mengalami partisi diantara volume-volume yang sama dari fase tetap dan bergerak. Mereka hampir selalu mempengaruhi karakterisrik dari kelarutan satu terhadap lainnya hingga terhadap harga-harga Rf mereka.