ALERGI. Disususun Oleh Linda Puspita Ramadani S.KM

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. patofisiologi, imunologi, dan genetik asma. Akan tetapi mekanisme yang mendasari

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan. Sistem Imunitas

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh reaksi alergi pada pasien atopi yang sebelumnya sudah. mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan pada mukosa hidung

BAB 1 PENDAHULUAN. negara di seluruh dunia (Mangunugoro, 2004 dalam Ibnu Firdaus, 2011).

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA Atopi, atopic march dan imunoglobulin E pada penyakit alergi

TETAP SEHAT! PANDUAN UNTUK PASIEN DAN KELUARGA

SISTEM IMUN. Pengantar Biopsikologi KUL VII

BAB 1. PENDAHULUAN. hidung akibat reaksi hipersensitifitas tipe I yang diperantarai IgE yang ditandai

PENGETAHUAN DASAR. Dr. Ariyati Yosi,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Rinitis alergi adalah gangguan fungsi hidung akibat inflamasi mukosa hidung yang

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. menurut World Health Organization (WHO), sekitar 65% dari penduduk negara

menurut World Health Organization (WHO), sekitar 65% dari penduduk negara maju dan 80% dari penduduk negara berkembang telah menggunakan obat herbal

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II LANDASAN TEORI. ke waktu karena perkembangan dari ilmu pengetahuan beserta. pemahaman mengenai patologi, patofisiologi, imunologi, dan genetik

Penyebab, gejala dan cara mencegah polio Friday, 04 March :26. Pengertian Polio

Mekanisme Pertahanan Tubuh. Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Asma adalah penyakit saluran nafas kronis yang penting

PENGANTAR KESEHATAN. DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY. Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

FISIOLOGI SISTEM PERTAHANAN TUBUH. TUTI NURAINI, SKp., M.Biomed

BAB I PENDAHULUAN. tubuh yaitu terjadinya kerusakan jaringan tubuh sendiri (Subowo, 2009).

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

DAYA TAHAN TUBUH & IMMUNOLOGI

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Sistem Imun BIO 3 A. PENDAHULUAN SISTEM IMUN. materi78.co.nr

SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH)

BAB I PENDAHULUAN. 8,7% di tahun 2001, dan menjadi 9,6% di tahun

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. bahan yang sama untuk kedua kalinya atau lebih. 1. manifestasi klinis tergantung pada organ target. Manifestasi klinis umum dari

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

SOAL UTS IMUNOLOGI 1 MARET 2008 FARMASI BAHAN ALAM ANGKATAN 2006

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Hipotesis higiene merupakan penjelasan terhadap peningkatan kejadian atopi

SISTEM PERTAHANAN TUBUH

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit alergi sebagai reaksi hipersensitivitas tipe I klasik dapat terjadi pada

BAB I PENDAHULUAN. umumnya. Seseorang bisa kehilangan nyawanya hanya karena serangan

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Rinitis Alergi adalah peradangan mukosa saluran hidung yang disebabkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kedokteran disebut dengan Systemic Lupus Erythematosus (SLE), yaitu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Secara klinis, rinitis alergi didefinisikan sebagai kelainan simtomatis pada hidung yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Asma merupakan penyakit kronis saluran pernapasan yang sering dijumpai

DI RT 06 RW 02 DESA KUDU KELURAHAN BAKI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BAKI I SUKOHARJO

BAB 1 PENDAHULUAN. dermatitis yang paling umum pada bayi dan anak. 2 Nama lain untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. meningkatnya pendapatan masyarakat. Di sisi lain menimbulkan dampak

Asma sering diartikan sebagai alergi, idiopatik, nonalergi atau gabungan.

BAB I PENDAHULUAN. maupun negara berkembang. Dewasa ini para sarjana kedokteran telah

M.D. : Faculty of Medicine, University of Indonesia, Pulmonologist: Faculty of Medicine, Univ. of Indonesia, 2007.

Mengenal Penyakit Kelainan Darah

BAB I PENDAHULUAN. yang berbatas pada bagian superfisial kulit berupa bintul (wheal) yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Beberapa nematoda menjadikan manusia sebagai pejamunya. Beberapa

Universitas Indonusa Esa Unggul FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT Jurusan Perekam Medis dan Informasi Kesehatan

HEMATOLOGI KLINIK ANJING PENDERITA DIROFILARIASIS. Menurut Atkins (2005), anjing penderita penyakit cacing jantung

menjelaskan mekanisme pertahanan tubuh terhadap benda asing berupa antigen dan bibit penyakit.

BAB I PENDAHULUAN. Reaksi alergi dapat menyerang beberapa organ dan pada setiap kelompok usia.

BAB 1 PENDAHULUAN. Luka adalah terjadinya diskontinuitas kulit akibat trauma baik trauma

Prevalens Nasional : 5,0% 5 Kabupaten/Kota dengan prevalens tertinggi: 1.Aceh Barat 13,6% 2.Buol 13,5% 3.Pahwanto 13,0% 4.Sumba Barat 11,5% 5.

REAKSI ANTIGEN-ANTIBODI DAN KAITANNYA DENGAN PRINSIP DASAR IMUNISASI. Oleh : Rini Rinelly, (B8A)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. satunya sehat secara fisik. Tujuan tersebut memicu seseorang untuk menjaga

BAB I PENDAHULUAN. bahwa prevalensi alergi terus meningkat mencapai 30-40% populasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Ketika tubuh terpajan oleh suatu antigen atau benda asing,

Mengapa disebut sebagai flu babi?

BAB I PENDAHULUAN. Rinitis alergi (RA) adalah penyakit yang sering dijumpai. Gejala utamanya

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

kekambuhan asma di Ruang Poli Paru RSUD Jombang.

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAHAYA AKIBAT LEUKOSIT TINGGI

Contoh makanan yang dapat memberikan reaksi alergi menurut prevalensinya

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Leukemia. Leukemia / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

TATA LAKSANA IMUNODEFISIENSI PRIMER: PANDUAN UNTUK PASIEN DAN KELUARGA

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. S DENGAN GANGGUAN SISTEM PERNAFASAN ASMA BRONKHIAL DI RUANG ANGGREK BOUGENVILLE RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI

BAB 1 PENDAHULUAN. diperantarai oleh lg E. Rinitis alergi dapat terjadi karena sistem

Famili : Picornaviridae Genus : Rhinovirus Spesies: Human Rhinovirus A Human Rhinovirus B

Hepatitis Virus. Oleh. Dedeh Suhartini

DEFINISI BRONKITIS. suatu proses inflamasi pada pipa. bronkus

Gambar: Struktur Antibodi

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Atopi berasal dari bahasa Yunani yaitu atopos, yang memiliki arti tidak pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ini. Asma bronkial terjadi pada segala usia tetapi terutama dijumpai pada usia

BAB 1 PENDAHULUAN. banyak terjadi di masyarakat adalah penyakit asma (Medlinux, (2008).

IMUNOLOGI DASAR. Sistem pertahanan tubuh terbagi atas : Sistem imun nonspesifik ( natural / innate ) Sistem imun spesifik ( adaptive / acquired

HOST. Pejamu, adalah populasi atau organisme yang diteliti dalam suatu studi. Penting dalam terjadinya penyakit karena :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB. IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Reaksi Hipersensitivitas Tipe 1 dan Tipe 2

Tuberkulosis merupakan penyakit yang telah lama ada. Tetap menjadi perhatian dunia Penyebab kematian kedua pada penyakit infeksi

Mengapa Kita Batuk? Mengapa Kita Batuk ~ 1

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. memburuk menyebabkan terjadinya perubahan iklim yang sering berubahubah. yang merugikan kesehatan, kususnya pada penderita asma.

BAB I PENDAHULUAN. Mekanisme alergi tersebut akibat induksi oleh IgE yang spesifik terhadap alergen

PATOGENESIS PENYAKIT ASMA

Transkripsi:

ALERGI A. Definisi: Alergi adalah suatu perubahan daya reaksi tubuh terhadap kontak pada suatu zat (alergen) yang memberi reaksi terbentuknya antigen dan antibodi. Namun, sebagian besar para pakar lebih suka menggunakan istilah alergi dalam kaitannya dengan respon imun berlebihan yang menimbulkan penyakit atau yang disebut reaksi hipersensitivitas. Hal ini bergantung pada berbagai keadaan, termasuk pemaparan antigen, predisposisi genetik, kecenderungan untuk membentuk IgE dan faktor-faktor lain, misalnya adanya infeksi saluran nafas bagian atas, infeksi virus, penurunan jumlah sel T-supresor dan defisensi IgA. B. Jenis - Jenis Alergi: Secara umum penyakit alergi digolongkan dalam beberapa golongan, yaitu: 1. Alergi atopik : reaksi hipersensitivitas I pada individu yang secara genetik menunjukkan kepekaan terhadap alergen dengan memproduksi IgE secara berlebihan. 2. Alergi obat : reaksi imunologi yang berlebihan atau tidak tepat terhadap obat tertentu. 3. Dermatitiskontak : reaksi hipersensitivitas IV yang disebabkan oleh zat kimia, atau substansi lain misalnya kosmetik, makanan, dan lain-lain. C. Beberapa jenis penyakit dalam lingkup alergi: (Prof. DR. Dr. Heru Sundaru, Sp.PD, KAI _RS MEDISTRA) 1. Asma Bronkial Masalah utama asma adalah sering tak terdiagnosis atau pengobatan tak adekuat. Pasien mengobati sendiri, pemahaman dan pengetahuan mengenai asma yang kurang serta beberapa mitos atau salah persepsi mengenai asma. Tak jarang dijumpai rasa sesak disangka penyakit jantung, atau batuk-batuk kronis yang disebabkan penyakit bronkitis atau sukar tidur karena insomnia. Keluhan batuk mengi atau sesak saja bukan monopoli penyakit asma. Beberapa penyakit atau keadaan dapat menyerupai asma, seperti Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PP OK) bronkitis kronik dan emfisema; infeksi paru;

sinusitis paranasal; tuberkulosis; refluks gastroesofageal dan penyakit jantung seperti gagal jantung. Diagnosis tepat mengarahkan pengobatan yang tepat. Dalam praktiknya sering dijumpai pasien mengobati dirinya sendiri menggunakan obat semprot pelega (inhaler) untuk mengatasi gejala asmanya. Dalam jangka panjang, kondisi ini justru akan memperburuk gejala asma dan akan makin sering mendapat serangan asma. Hal yang perlu dilakukan adalah dengan memberikan penderita obat anti inflamasi, menghindari faktor pencetus serangan, dan mendapatkan edukasi. Edukasi bertujuan agar pemahaman dan pengetahuan pasien mengenai asma dan penyebabnya menjadi lebih baik. Pengetahuan inilah yang akan mempermudah komunikasi dengan dokter, dan memahami mitosmitos yang berkembang di masyarakat. Beberapa mitos yang dijumpai di masyarakat, diantaranya, obat semprot berbahaya untuk jantung, dan hanya dipakai untuk asma yang berat. Pemakaian obat asma secara teratur akan menyebabkan kecanduan (adiksi). Mitos-mitos itu tidak benar. Apakah asma bisa sembuh? Sejujurnya, tak ada obat yang dapat menyembuhkan asma. Dengan diagnosis dan pengobatan yang tepat penderita asma dapat menjalani hidup dengan normal (pasie n harus mematuhi instruksi, dan kontrol dokter. Ia pun wajib memakai obat pengontrol secara teratur. Jangan pergi ke dokter saat asma menyerang saja). Mitos lainnya yang juga tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya adalah: mengobati asma jika muncul gejala saja. Asma akan hilang dengan sendirinya menjelang dewasa. Penderita asma masih boleh merokok. Stress penyebab asma. Penderita asma tak boleh berolah raga, dan lain-lain. Layaknya penyakit hipertensi, atau diabetes tak dapat disembuhkan, manajemen penyakit asma saat ini berdasarkan Kontrol Asma. Panduan manajemen asma internasional berdasarkan Global Initiative for Asthma (GINA) menekankan pentingnya kontrol asma. Sekali asma terkontrol, kecil kemungkinan untuk mendapat serangan asma, apalagi sampai memerlukan perawatan rumah sakit. Meskipun panduan GINA tersebut telah diedarkan secara luas, kenyataannya, sebagian besar pasien asma belum atau bahkan tidak terkontrol. Oleh karenanya peran dokter yang mengobati asma sangat penting dalam memberikan edukasi kepada pasien. Tak hanya itu. Dokter pun memberikan pengobatan yang profesional sehingga pasien dapat secara optimal menikmati hidupnya.

2. Rinitis Alergi Rinitis alergi merupakan salah satu bentuk rinitis yang mekanismenya secara umum melalui sistem imun, atau IgE secara khusus. Prevalensinya berkisar antara 10-15% dari masyarakat. Penderitanya pun beragam, mulai dari usia anak hingga dewasa. Gejalanya dapat berupa rinorea, hidung gatal, bersin dan hidung tersumbat. Terkadang disertai rasa gatal di mata. Akibatnya, mengganggu kualitas hidup penderitanya. Seperti, gangguan tidur, gangguan aktivitas, hingga absen dari sekolah atau pekerjaan. Berdasarkan lama dan seringnya gejala rinitis dapat diklasifikasikan sebagai rinitis alergi intermiten atau persisten. Dikatakan rinitis intermiten bila gejala berlangsung kurang dari empat hari per minggu dan lamanya kurang dari empat minggu. Sedangkan rinitis persisten gejala berlangsung lebih dari empat hari/ minggu dan lamanya lebih dari empat minggu. Derajatnya dikatakan sedang atau berat bila gejalanya menggangu kualitas hidup penderitanya. Yang perlu diwaspadai adalah komplikasi terjadinya sinusitis, polip hidung, dan gangguan pendengaran. Rinitis alergi merupakan salah satu faktor risiko terjadinya asma. Sering pasien baru datang ke dokter jika telah terjadi komplikasi. Dengan pengobatan yang baik, gejala rinitis dapat terkontrol. Sehingga kualitas hidup penderitanya meningkat kembali dan menjalani hidup layaknya orang normal. 3. Alergi Obat Seiring pertumbuhan obat-obat baru untuk tujuan diagnosis, terapi, dan pencegahan penyakit maka terjadinya reaksi simpang obat pun meningkat. Reaksi simpang obat didefinisikan sebagai respons yang tidak diinginkan pada pemberian obat dalam dosis terapi, diagnosis, dan profilaksis. Reaksi alergi obat adalah reaksi simpang obat yang mekanismenya melalui reaksi imunologis. Kejadian reaksi alergi obat diperkirakan 6-10% dari reaksi simpang obat. Dalam praktek tidak mudah menentukan sistem imun terlibat. Banyak kejadian yang gejalanya mirip atau serupa dengan gejala alergi, tetapi mekanismenya bukan alergi seperti sesak napas atau angioderma karena aspirin atau anti inflamasi non steroid (AINS), maka diperkenalkan istilah hipersensitivitas obat. Alergi obat perlu dipahami oleh tenaga kesehatan, khususnya yang berkaitan dengan pemberian obat. Hal ini terkait dengan masalah mediko-legal, terutama bila kejadiannya dianggap

merugikan pasien, sehingga pasien atau keluarganya dapat menuntut dokter, petugas kesehatan lain atau rumah sakit. Gejala alergi obat sangat bervariasi. Gejala paling sering adalah gejala kulit, mulai dari eritema, urtikaria, pruritus, angioedema, vesikula, bula hingga kulit melepuh. Gejala lain yang lebih jarang, misalnya sesak nafas, pusing hingga pingsan, seperti pada anafilaksis. Dapat juga terjadi anemia, gangguan fungsi hati atau ginjal. Komplikasi alergi obat yang paling berbahaya adalah anafilaksis, disusul dengan Steven Johnson Syndrome, nekrosis epidermal toksik, dan Drug Rash Eosinophilia and Systemic Symptoms (DRESS). Sebaiknya setiap rumah sakit dalam pelayanannya perlu memberikan penyuluhan bagi pasien untuk menghindari terjadinya reaksi alergi obat di masa mendatang, mengobati reaksi alergi obat yang terjadi, dan uji diagnosis alergi obat. Beberapa tes yang dapat dilakukan untuk menghindari terjadinya alergi obat: Tes Kulit. Sebenarnya hanya sedikit jenis obat yang dapat dipakai untuk tes kulit. Hal ini dikarenakan obat setelah masuk ke dalam tubuh akan mengalami metabolisme. Hasil metabolisme atau metabolit umumnya belum diketahui kecuali penisilin. Selanjutnya metabolit akan berikatan dengan protein tubuh, untuk kemudian menimbulkan reaksi alergi Tes kulit obat-obat lainnya belum pernah divalidasi, sehingga hasilnya kurang dapat dipercaya. Sebagai contoh, hasil tes kulit terhadap cefalosporin negatif tetapi sewaktu diberikan, pasien mengalami anafilaksis. Ada dua jenis tes kulit untuk alergi obat, yaitu tes tusuk, dan intra kutan untuk reaksi alergi obat fase cepat dan tes tempel untuk reaksi alergi obat fase lambat. Tetapi kembali lagi kedua tes di atas tidak dapat dipercaya sepenuhnya. Tes Provokasi Obat. Tes ini merupakan baku emas untuk menentukan adanya reaksi alergi obat. Karena dapat menyebabkan reaksi yang serius, tes ini hanya boleh dilakukan oleh dokter yang ahli dalam bidang ini dan dilakukan di rumah sakit. Tes Laboratorium. Sampai sejauh ini baru dalam tahap penelitian dan hanya terhadap obat yang terbatas. Seperti halnya tes lain, tes invitro ini lebih spesifik tetapi tidak sensitif. Sehingga banyak negatif palsu. Yang paling penting dalam reaksi alergi obat adalah pencegahan. Jadi dalam memberikan obat indikasi pemberian harus tepat, kemudian

dipastikan tidak pernah mengalami reaksi alergi obat yang akan diberikan. Selanjutnya selalu waspada dan siap bertindak bila terjadi alergi obat. 4. Urtikaria dan Angioderma Urtikaria ditandai kelainan kulit berupa bentol, kemerahan, dan gatal. Dikatakan urtikaria akut jika gejala berlangsung kurang dari enam minggu dan sebabnya jelas. Sedangkan urtikaria kronik jika gejala berlangsung lebih dari enam minggu, bahkan bisa sampai 20 tahun. Umumnya pasien yang datang ke poli alergi adalah urtikaria kronik. Umumnya pasien telah lama berobat ke berbagai dokter baik umum maupun spesialis, sehingga pasien merasa jengkel karena urtikarianya tidak sembuh-sembuh. Sebagian besar urtikaria kronik penyebabnya tidak diketahui sehingga pengobatan bisa berlangsung lama. Bila sebabnya diketahui, mungkin gejalanya dapat dihilangkan. Angioderma menyerupai urtikaria, tetapi mengenai jaringan kulit yang lebih dalam. Gejala sering tidak gatal tetapi terasa sakit. Umumnya mengenai mukosa mata, bibir atau kemaluan. Bila mengenai daerah trakea atau bronkus, seperti pada reaksi anafilaksis dapat membahayakan nyawa pasien. 5. Lupus Eritematosus Sistemik (LES) LES merupakan salah satu penyakit autoimun. Karena bersifat sistemik, auto-antibodi menyerang beberapa organ, baik secara bersamaan atau berurutan. Radang sendi merupakan gejala yang tersering, tetapi demam yang berkepanjangan juga merupakan salah satu gejala lupus. Gejala seperti kemerahan di wajah, sariawan, anemia, lekopeni atau trambositopeni merupakan petunjuk ke arah LES. Proteinuria dan hematuria sampai kepada efusi pleura atau perikard tidak jarang dijumpai. Kelainan neorologi atau psikitrik dapat disebabkan LES. Makin dini diagnosis, dan makin cepat diobati, diharapkan komplikasi yang serius dapat dihindari. 6. Penyakit Imunodefisiensi Penyakit imunodefisiensi bisa didapat sejak lahir, atau setelah dewasa. Berbagai penyakit atau keadaan seperti pemakaian obat dapat menyebabkan imunodefisiensi. Infeksi Human

Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan salah satu penyebab imunodefisiensi yang dikenal dengan AIDS. Umumnya pasien datang dalam keadaan sudah lanjut karena infeksi oportunistik, padahal semakin awal penyakit diketahui dan diobati semakin baik prognosisnya. Penyakit-penyakit kronis lainnya seperti diabetes mellitus, gagal ginjal kronis, sirosis hati, dan PPOK dapat menurunkan daya tahan tubuh. Oleh karena itu, meningkatkan daya tahan tubuh sangat diperlukan, agar terhindar dari bahaya penyakit infeksi. D. Mereka yang berisiko: Alergi dapat terjadi baik sejak janin masih berada di dalam kandungan maupun di berbagai macam rentang usia. Pada umumnya alergi timbul di usia kanak-kanak, namun kejadian paling sering terjadi di usia dewasa. Penyebab sensitifnya seseorang terhadap alergen tertentu dan berlebihannya produksi IgE akibat terkena alergen masih belum diketahui penyebabnya. Diperkirakan hubungan yang paling sering adalah faktor keturunan. Alergi dapat diturunkan dari orang tua ke anak. Apabila kedua orang tua tidak memiliki riwayat alergi, maka risiko anak memiliki alergi sebesar 15%. Apabila salah satu dari kedua orang tua anak memiliki alergi, maka risiko meningkat menjadi 30% dan 60% bila alergi dimiliki oleh kedua orang tua. Manifestasi klinik alergi paling sering tampak melalui 3 organ sasaran, yaitu saluran nafas, gastrointestinal dan kulit. E. Etiologi Faktor penyebab alergi yaitu : 1. Defisiensi limfosit T yang mengakibatkan kelebihan IgE. 2. Kelainan pada mekanisme umpan balik mediator. 3. Faktor genetik. 4. Faktor lingkungan : debu, tepung sari, tungau, bulu binatang, berbagai jenis makanan dan zat lain. Pada dasarnya sistem kekebalan tubuh merupakan benteng pertahanan terhadap benda asing yang masuk ke dalam tubuh dan menyebabkan penyakit. Bila ada benda yang membahayakan atau yang disebut antigen masuk, maka sistem kekebalan tubuh akan bereaksi dengan cara mendatangi antigen tersebut dan menghasilkan antibodi yang terdiri dari imunoglobulin (IgG, IgA, IgM, IgD, IgE).

Antibodi ini akan datang ke tempat masuk antigen dan menghancurkannya. Antibodi ini bersifat protektif dan membantu menghancurkan antigen dengan menempel di permukaannya sehingga lebih mudah untuk dihancurkan. Imunoglobulin terdiri dari 5 tipe IgG, IgA, IgM, IgD dan IgE. Imunoglobulin yang dapat menimbulkan reaksi alergi adalah IgE. Pada orang alergi produksi IgE dapat sangat berlebihan Gambar : Sel Mast F. Patofisiologi Gejala alergi timbul apabila reagin atau IgE yang melekat pada permukaan mastosit atau basophil bereaksi dengan alergen yang sesuai. Interaksi antara alergen dengan IgE yang menyebabkan ikatsilang antara 2 reseptor-fc mengakibatkan degranulasi sel dan penglepasan substansi-substansi tertentu misalnya histamin, vasoactive amine, prostaglandin, tromboksan, bradikinin. Degranulasi dapat terjadi kalau terbentuk ikat-silang akibat reaksi antara IgE pada permukaan sel dengan anti-ige. Histamin melebarkan dan meningkatkan permeabilitas vaskular serta merangsang kontraksi otot polos dan kelenjar eksokrin. Di saluran nafas, histamin merangsang kontraksi otot polos sehingga menyebabkan penyempitan saluran nafas dan menyebabkan membran saluran nafas membengkak serta merangsang ekskresi lendir pekat secara berlebihan. Hal ini mengakibatkan saluran nafas tersumbat, sehingga terjadi asma, sedangkan pada kulit, histamin menimbulkan benjolan (urtikaria) yang berwarna merah (eritema) dan gatal karena peningkatan permeabilitas pembuluh darah dan pelebaran pembuluh darah. Pada gastrointestinal, histamine menimbulkan reflek muntah dan diare. Manifestasi Klinis Asma. Urtikaria. Diare dan kram abdomen Muntah-muntah.

Dermatitis atopic. Reaksi Hipersensitivitas Hipersensitivitas yaitu reaksi imun yang patologik, terjadi akibat respon imun yang berlebihan sehingga menimbulkan kerusakan jaringan tubuh. Reaksi hipersensitivitas menurut Coombs dan Gell dibagi menjadi 4 tipe reaksi berdasarkan kecepatan dan mekanisme imun yang terjadi, yaitu tipe I, II, III, dan IV. Kemudian Janeway dan Travers merivisi tipe IV Gell dan Coombs menjadi tipe IVa dan IVb. Reaksi tipe I yang disebut juga reaksi cepat atau reaksi anafilaksis atau reaksi alergi timbul segera setelah tubuh terpajan dengan alergen. Pada reaksi tipe I, alergen yang masuk ke dalam tubuh menimbulkan respon imun berupa produksi IgE dan penyakit alergi seperti rinitis alergi, asma, dan dermatitis atopi. Reaksi tipe II atau reaksi sitotoksik atau sitotoksik terjadi karena dibentuk antibodi jenis IgG atau IgM terhadap antigen yang merupakan bagian dari sel pejamu. Reaksi tipe III disebut juga reaksi kompleks imun, terjadi bila kompleks antigen-antibodi ditemukan dalam sirkulasi/pembuluh darah atau jaringan dan mengaktifkan komplemen. Reaksi hipersensitivitas tipe IV dibagi dalam DTH (Delayed Type Hypersensitivity) yang terjadi melalui sel CD4+ dan T cell Mediated Cytolysis yang terjadi melalui sel CD8+ (Baratawidjaja, 2006 Jenis Hipersensitivitas Mekanisme Imun Patologik Mekanisme Kerusakan Jaringan dan Penyakit Tipe I Hipersensitivitas cepat IgE Sel mast dan mediatornya (amin vasoaktif, mediator lipid, dan sitokin) Tipe II Reaksi melalui antibody Tipe III Kompleks imun Tipe IV (melalui sel T) Tipe IVa Tipe IVb (Baratawidjaja, 2006). IgM, IgG terhadap permukaan sel atau matriks antigen ekstraseluler Opsonisasi & fagositosis sel Pengerahan leukosit (neutrofil, makrofag) atas pengaruh komplemen dan FcR Kelainan fungsi seluler (misal dalam sinyal reseptor hormone) Kompleks imun (antigen Pengerahan dan aktivasi leukosit atas dalam sirkulasi dan IgM atau pengaruh komplemen dan Fc-R IgG) CD4+ : DTH Aktivasi makrofag, inflamasi atas pengaruh CD8+ : CTL sitokin Membunuh sel sasaran direk, inflamasi atas pengaruh sitokin

Mekanisme Alergi Hipersensitivitas Tipe I Hipersensitivitas tipe I terjadi dalam reaksi jaringan terjadi dalam beberapa menit setelah antigen bergabung dengan antibodi yang sesuai. Ini dapat terjadi sebagai anafilaksis sistemik (misalnya setelah pemberian protein heterolog) atau sebagai reaksi lokal (misalnya alergi atopik seperti demam hay) (Brooks et.al, 2005). Urutan kejadian reaksi tipe I adalah sebagai berikut: Fase Sensitisasi, yaitu waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan IgE sampai diikatnya oleh reseptor spesifik (Fcε-R) pada permukaan sel mast dan basofil. Fase Aktivasi, yaitu waktu yang diperlukan antara pajanan ulang dengan antigen yang spesifik dan sel mast melepas isinya yang berisikan granul yang menimbulkan reaksi. Fase Efektor, yaitu waktu terjadi respons yang kompleks (anafilaksis) sebagai efek mediator - mediator yang dilepas sel mast dengan aktivitas farmakologik (Baratawidjaja, 2006). Mekanisme alergi, misalnya terhadap makanan, dapat dijelaskan sebagai berikut. Secara imunologis, antigen protein utuh masuk ke sirkulasi dan disebarkan ke seluruh tubuh. Untuk mencegah respon imun terhadap semua makanan yang dicerna, diperlukan respon yang ditekan secara selektif yang disebut toleransi atau hiposensitisasi. Kegagalan untuk melakukan toleransi oral ini memicu produksi antibodi IgE berlebihan yang spesifik terhadap epitop yang terdapat pada alergen. Antibodi tersebut berikatan kuat dengan reseptor IgE pada basofil dan sel mast, juga berikatan dengan kekuatan lebih rendah pada makrofag, monosit, limfosit, eosinofil, dan trombosit. Ketika protein melewati sawar mukosa, terikat dan bereaksi silang dengan antibodi tersebut, akan memicu IgE yang telah berikatan dengan sel mast. Selanjutnya sel mast melepaskan berbagai mediator (histamine, prostaglandin, dan leukotrien) yang menyebabkan vasodilatasi, sekresi mukus, kontraksi otot polos, dan influks sel inflamasi lain sebagai bagian dari hipersensitivitas cepat. Sel mast yang teraktivasi juga mengeluarkan berbagai sitokin lain yang dapat menginduksi reaksi tipe lambat (Rengganis dan Yunihastuti, 2007). Gejala yang timbul pada hipersensitivitas tipe I disebabkan adanya substansi aktif (mediator) yang dihasilkan oleh sel mediator, yaitu sel basofil dan mastosit. Mediator jenis pertama Meliputi histamin dan faktor kemotaktik. Histamin menyebabkan bentol dan warna kemerahan pada kulit, perangsangan saraf sensorik, peningkatan permeabilitas kapiler, dan kontraksi otot polos.

Faktor kemotaktik. Dibedakan menjadi ECF-A (eosinophil chemotactic factor of anophylaxis) untuk sel-sel eosinofil dan NCF-A (neutrophil chemotactic factor of anophylaxis) untuk sel-sel neutrofil. Mediator jenis kedua Dihasilkan melalui pelepasan asam arakidonik dari molekul-molekul fosfolipid membrannya. Asam arakidonik ialah substrat 2 macam enzim, yaitu sikloksigenase dan lipoksigenase. Aktivasi enzim sikloksigenase akan menghasilkan bahan-bahan prostaglandin dan tromboxan yang sebagian dapat menyebabkan reaksi radang dan mengubah tonus pembuluh darah. Aktivasi lipoksigenase diantaranya akan menghasilkan kelompok lekotrien. Lekotrien C, D, E sebelum dikenal ciri-cirinya dinamakan SRS-A (Slow reactive substance of anaphylaxis) karena lambatnya pengaruh terhadap kontraksi otot polos dibandingkan dengan histamin. Mediator jenis ketiga Dilepaskan melalui degranulasi seperti jenis pertama, yang mencakup (1) heparin, (2) kemotripsin/tripsin (3) IF-A (Kresno, 2001; Wahab, et.al, 2002). G. Pencegahan: 1. Hindari pemicu penyebab alergi seperti makanan atau obat-obatan yang dapat menimbulkan reaksi alergi walaupun obat atau makanan tersebut hanya menyebabkan reaksi ringan. 2. Bila Anda memiliki anak dengan alergi terhadap makanan tertentu, perkenalkan makanan yang baru satu persatu agar bisa diketahui mana yang menyebabkan alergi. 3. Bila anda pernah memiliki riwayat reaksi alergi yang serius, bawa obat-obatan darurat (seperti difenhidramin (antialergi) dan suntikan epinefrin atau obat sengatan lebah) sesuai dengan anjuran dari dokter 4. Imunisasi Dewasa Imunisasi merupakan salah satu cara pencegahan penyakit yang paling efektif, contohnya penyakit cacar (variola) telah lama hilang dari muka bumi, sedangkan kasus -kasus polio dalam beberapa tahun terakhir tidak pernah dijumpai lagi. Program imunisasi selama ini diwajibkan untuk anak, dan hasilnya sangat memuaskan.

Pertanyaan mengapa orang dewasa memerlukan vak sinasi, jawabannya adalah imunisasi dapat menurunkan kejadian sakit, perawatan rumah sakit atau meninggal dunia karena penyakit-penyakit infeksi. Pemberian vaksin influenza pada orang dewasa usia < 65 tahun menurunkan insidensi influenza se besar 70-90%, pada orang usia lanjut menyebabkan penurunan insidensi kasus influenza 30-40%, perawatan rumah sakit 50-60% dan penurunan angka kematian sebesar 70-100%. Vaksin pneumokok efektivitasnya sekitar 60-64%, hepatitis B 80-95%, dan MMR 90-95%. Keberhasilan imunisasi menyebabkan biaya pengobatan dan perawatan rumah sakit menjadi lebih hemat. Peranan imunisasi sama pentingnya dengan olahraga dan diet dalam menjaga ke sehatan tetapi sering dilupakan. Jenis vaksin yang di rekomendasikan orang dewasa antara lain influenza, pneumokok (infeksi paru), varicella, human papiloma virus (untuk mencegah kanker leher rahim), hepatitis A & B, dan Measles, Mumps and Rubella (MMR), serta tetanus, difteri & pertusis (TDaP). Siapa saja yang perlu mendapat imunisasi? Tentu saja imunisasi direkomendasikan kepada semua orang dewasa, tetapi khususnya kepada orang-orang yang berisiko seperti orang-orang lanjut usia, pasien imunodefisiensi, penyakit paru kronis, penyakit jantung, diabetes dan penyakit ginjal kronis. Meskipun telah banyak manfaat imunisasi disampaikan, ternyata hanya sedikit orang yang menyadarinya, apalagi melakukannya. H. Pengobatan : Pengobatan alergi pada dasarnya adalah simtomatik atau sesuai dengan gejala. Prinsip yang paling utama adalah proses penghindaran benda-benda yang diperkirakan merupakan suatu alergen dengan tujuan agar pasien tidak berkontak dengannya. Apabila reaksi alergi yang terjadi mengancam nyawa pasien, seperti terjadi pembengkakan di saluran nafas, maka pasien harus segera dibawa ke rumah sakit untuk penatalaksanaan yang lebih baik. I. Penanganan Untuk reaksi alergi ringan-sedang: Tenangkan dan yakinkan pasien bahwa ia akan baik-baik saja karena kecemasan dapat memperparah keadaan.

Kenali dan identifikasi penyebab alergi. Bila telah diketahui maka segera hindari penderita dari penyebab. Penyebab alergi seperti sengatan lebah ditangani dengan cara mengeluarkan sengat menggunakan pencungkil baik kuku ataupun kartu kredit. Jangan menggunakan pinset atau penjepit lainnya karena dapat menghancurkan sengat dan menyebarkan racun lebih banyak Bila penderita mengalami gatal-gatal segera berikan losio kalamin (pelembab yang mengandung kalamin) atau sesuatu yang dingin. Awasi penderita untuk gejala-gejala peningkatan distress Panggil bantuan medis. Untuk gejala ringan mungkin hanya membutuhkan pengobatan dokter yang ringan seperti antialergi Untuk reaksi parah: Periksa ABC. Tanda-tanda bahaya untuk pembengkakan jalan nafas adalah suara serak dan berbunyi saat penderita mengambil nafas. Bila penderita mengalami kesulitan bernafas dan sangat lemah atau mengalami penurunan kesadaran, segera panggil bantuan. Bila perlu berikan bantuan nafas Tenangkan penderita Bila reaksi alergi adalah akibat sengatan lebah, hilangkan sengat dengan mencungkil. Jangan menggunakan penjepit Bila penderita memiliki obat alergi segera berikan. Hindari pemberian melalui oral bila penderita mengalami kesulitan bernafas Ambil tindakan untuk menghindari terjadinya syok. Baringkan penderita di tempat yang datar, tinggikan kaki penderita sekitar 12 inchi dan selimuti penderita dengan jaket atau kain. Jangan tempatkan penderita dengan posisi seperti ini bila penderita mengalami cedera di bagian kepala, leher, punggung, atau kaki Bila penderita mengalami penurunan kesadaran, segera lakukan tindakan penanganan penurunan kesadaran dan hubungi 118

Sumber Bacaan : Baratawidjaja, Karnen G. 2006. Imunologi Dasar Edisi Ke Tujuh. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Brooks, Geo F. Butel, Janet S. Morse, Stephen A. 2005. Mikrobiologi Kedokteran Edisi 21. Jakarta: Salemba Medika Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi, Ed. 3. Jakarta: EGC. Kresno, Siti Boedina. 1996. IMUNOLOGI : Diagnosis dan Prosedur Laboratorium.Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Subowo. 2010. Imunologi Klinik, Ed. 2. Jakarta : Sagung Seto. http://klikdokter.com/healthtools/tipsp3k/alergi (Update tanggal 12 Febuari 2015) http://www.medistra.com/index.php?option=com_content&view=article&id=169 (Update tgal 12 Feb 2015)