BAB 1 PENDAHULUAN. keluarga sebagai unit terkecil dari kehidupan bangsa. Kemandirian keluarga dalam

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. berpengaruh terhadap status gizi anak. upaya kesehatan masyarakat lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakatnya, selain indikator Angka Kematian Ibu (AKI), Angka

BAB I PENDAHULUAN. Bayi adalah anak usia 0-2 bulan (Nursalam, 2013). Masa bayi ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. tombak pelayanan kesehatan masyarakat di pedesaan/kecamatan. pusat pelayanan kesehatan tingkat pertama (Kemenkes, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. Imunisasi merupakan hal yang wajib diberikan pada bayi usia 0-9

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. meninggal karena penyakit yang sebenarnya masih dapat dicegah. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. melawan serangan penyakit berbahaya (Anonim, 2010). Imunisasi adalah alat yang terbukti untuk mengendalikan dan

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM) yang dikelola dari, oleh, untuk

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pencapaian derajat kesehatan masyarakat dapat dilihat dari capaian indikator

BAB I PENDAHULUAN. dalam upaya menurunkan angka kematian bayi dan balita. Imunisasi merupakan

BAB I PENDAHULUAN. tujuan utama dari pemberian vaksinasi. Pada hakekatnya kekebalan tubuh

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan Milenium atau lebih dikenal dengan istilah Millenium Development

BAB 1 PENDAHULUAN. sistem kesehatan nasional (Budioro. B, 2010). Dalam lingkup pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan anak masih menjadi fokus perhatian masyarakat dunia. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. Program kesehatan di Indonesia periode adalah Program

BAB I PENDAHULUAN. bayi dan kematian ibu melahirkan. Menitik beratkan pada pembangunan bidang

BAB I. Pendahuluan. keharmonisan hubungan suami isteri. Tanpa anak, hidup terasa kurang lengkap

BAB 1 PENDAHULUAN. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun

BAB I PENDAHULUAN. mencegah tubuh dari penularan penyakit infeksi. Penyakit infeksi. adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kegiatan imunisasi merupakan salah satu kegiatan prioritas Kementerian

BAB I PENDAHULUAN. terpajan pada antigen yang serupa tidak terjadi penyakit. Imunisasi yang

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan Nasional (SKN), salah satu indikator kerjanya ditinjau dari angka

BAB I PENDAHULUAN. meneruskan pembangunan nasional jangka panjang tersebut (Ranuh, 2008).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. penurunan angka kematian bayi dan balita (bayi dibawah lima tahun) adalah

BAB I PENDAHULUAN. sekitar 2 juta disebabkan oleh penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi.

BAB I PENDAHULUAN. Demikian pula dari segi ekonomi dikatakan bahwa pencegahan adalah suatu

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan dengan cakupan yang diharapkan dalam MDG (Millenium. Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, 2009 )

BAB I PENDAHULUAN. Untuk mempersiapkannya diperlukan anak-anak Indonesia yang sehat baik fisik

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. imunisasi antara lain untuk menurunkan kesakitan dan kematian akibat penyakitpenyakit

BAB 1 PENDAHULUAN. sangat berbahaya, demikian juga dengan Tetanus walau bukan penyakit menular

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk mencegah terhadap penyakit tertentu (Hidayat, 2005). Imunisasi adalah

suatu penyakit, jika suatu saat dia terkena penyakit yang sama maka tubuhnya sudah kebal terhadap penyakit tersebut (Matondang & Siregar,

BAB I PENDAHULUAN. ditimbulkannya akan berkurang (Cahyono, 2010). Vaksin yang pertama kali dibuat adalah vaksin cacar (smallpox).

BAB I PENDAHULUAN. tahun 2009 ini masih jauh lebih baik dibandingkan dengan 20 tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. Perbaikan kualitas manusia di suatu negara dijabarkan secara internasional

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. Pembangunan bidang kesehatan di Indonesia saat ini mempunyai beban

BAB I PENDAHULUAN. informasi epidemiologi yang valid. Pembangunan bidang kesehatan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. tidak sedikit yang berujung pada kematian bayi (Achmadi, 2016). harus menyelesaikan jadwal imunisasi (Kemenkes RI, 2010).

BAB 1 PENDAHULUAN. Faktor-faktor yang..., Lienda Wati, FKM UI, 2009 UNIVERSITAS INDONESIA

Jurnal Keperawatan, Volume XII, No. 2, Oktober 2016 ISSN

BAB I PENDAHULUAN. dinyatakan bebas dari penyakit cacar oleh WHO sejak tahun 1974.

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) masih merupakan masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. serta memiliki peran penting dalam upaya penanggulangan kemiskinan.

HUBUNGAN PENGETAHUAN, MOTIVASI DAN AKSES SARANA KESEHATAN TERHADAP PEMBERIAN IMUNISASI HEPATITIS B (0-7 HARI) DI PUSKESMAS PUTRI AYU KOTA JAMBI TAHUN

BAB 1 : PENDAHULUAN. dalam Sustainable Development Goals (SDG S). Tujuan ke ketiga SDGs adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. xvi

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan yang bermutu dan terjangkau oleh masyarakat. (1)

KUESIONER PENELITIAN

Volume 3 No. 1 Maret 2012 ISSN : SURVEI KELENGKAPAN IMUNISASI PADA BAYI UMUR 1-12 BULAN DI DESA PANCUR MAYONG JEPARA INTISARI

BAB 1 PENDAHULUAN. yang digunakan dengan jangka panjang, yang meliputi IUD, implant dan kontrasepsi

2. Apa saja program imunisasi dasar lengkap yang ibu ketahui? a. BCG b. DPT c. Polio d. Campak e. Hepatitis B

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan di Indonesia diarahkan seutuhnya untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu dari 17 program pokok pembangunan kesehatan adalah program

BAB I PENDAHULUAN. yang meningkat dan mengurangi penyebaran infeksi (Ranuh dkk, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. Pengetahuan tentang imunisasi sangat penting untuk ibu, terutama ibu

Angka kematian bayi dan anak merupakan salah satu indikator penting yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Batita, anak usia sekolah, dan wanita usia subur (WUS). Imunisasi lanjutan

BAB I PENDAHULUAN. informasi epidemiologi yang valid. Pembangunan bidang kesehatan di indonesia

BAB I PENDAHULUAN. sebuah Negara, juga merupakan salah satu indikator yang paling sensitif dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan dibidang kesehatan (Depkes, 2007). masyarakat dunia untuk ikut merealisasikan tercapainya Sustainable Development

BAB I PENDAHULUAN. kelompok bayi dari difteri, pertusis, tetanus dan campak. Cakupan imunisasi di

BAB 1 PENDAHULUAN. Millenium Development Goals (MDGs) merupakan agenda serius untuk

Puskesmas Bilalang Kota Kotamobagu

BAB I PENDAHULUAN. terhadap tujuh macam penyakit (PD3I) yaitu penyakit TBC, Difteri, Tetanus,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. penyakit sehingga berkontribusi besar pada mortalitas Balita (WHO, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. ini mencakup 1,4 juta anak balita yang meninggal. Program Pengembangan

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai ciri khas yang berbeda-berbeda. Pertumbuhan balita akan

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU DENGAN KETEPATAN WAKTU MELAKUKAN IMUNISASI PADA BAYI DI BPS SRI MARTUTI, PIYUNGAN, BANTUL, YOGYAKARTA

Kata Kunci: Pengetahuan, KIPI

BAB I PENDAHULUAN. agar terhindar dari penyakit sehingga tercapai kekebalan masyarakat

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG IMUNISASI DENGAN KEPATUHAN IBU DALAM PEMBERIAN IMUNISASI DASAR PADA BAYI DIPUSKESMAS CAWAS

FAKTOR RISIKO DENGAN PERILAKU KEPATUHAN IBU DALAM PEMBERIAN IMUNISASI DASAR LENGKAP PADA BAYI

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit campak merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945

Hasil Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun menunjukkan adanya penurunan Angka Kematian Balita (AKABA) dibandingkan

BAB I PENDAHULUAN. derajat kesehatan anak dan berpengaruh terhadap penataan dan. pembangunan jangka menengah nasional , mempunyai visi

BAB 1 : PENDAHULUAN. terbesar kedua dari negara South East Asian Region (SEAR) setelah Myanmar. (1)

BAB 1 PENDAHULUAN. Angka Kematian Balita (AKBA) di Indonesia telah menurun, dimana rata-rata

BAB I PENDAHULUAN. Pencapaian target Millenium Development Goals (MDG s) merupakan

BAB I PENDAHULUAN. penyakit dengan kegiatan imunisasi (Depkes, 2000). Demografi Kesehatan Indonesia 2007 (SDKI). Berdasarkan survey lainya

BAB 1 PENDAHULUAN. ibu melahirkan menjadi 118 per kelahiran hidup; dan 4) Menurunnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. dari seluruh penduduk dunia adalah pembawa kronis penyakit hepatitis B (Zanetti et

BAB 1 : PENDAHULUAN. Upaya mewujudkan kesehatan tersebut difokuskan pada usaha promotif dan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. terbesar dalam kelompok penyakit infeksi dan merupakan ancaman besar bagi

Gambaran Pemberian Imunisasi Dasar Pada Bayi Usia 0-12 Bulan

1 BAB I PENDAHULUAN. terhadap suatu penyakit sehingga seseorang tidak akan sakit bila nantinya terpapar

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas sehat, cerdas dan produktif. Pencapaian pembangunan manusia yang diukur

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit campak merupakan salah satu penyebab kematian pada anak-anak di

BAB I PENDAHULUAN. Kerja Praktek dilaksanakan karena diambilnya mata kuliah kerja praktek

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU BAYI 0-12 BULAN DENGAN PRAKTIK PEMBERIAN IMUNISASI HEPATITIS B-O DI WILAYAH PUSKESMAS KAYU KUNYIT BENGKULU SELATAN

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU DENGAN PRAKTIK IMUNISASI CAMPAK PADA BAYI USIA 9-12 BULAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BOJONG II KABUPATEN PEKALONGAN

BAB I PENDAHULUAN. 1

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan nasional bertujuan mendorong tercapainya kesejahteraan keluarga sebagai unit terkecil dari kehidupan bangsa. Kemandirian keluarga dalam bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, ketahanan, dan keamanan keluarga akan menentukan secara berantai kehidupan bangsa secara nasional. Semakin diterima konsep pelayanan kesehatan modern, angka kesakitan dan kematian akan semakin dikendalikan (Manuaba, 2007). Di Indonesia Angka Kematian Bayi (AKB) masih tinggi diperkirakan 18 bayi setiap jam dan Angka Kematian Balita (AKABA) diperkirakan 24 balita setiap jam. Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI), AKB di Indonesia yaitu 34 bayi per 1000 kelahiran. Bila dirincikan 157.000 bayi meninggal per tahun atau 430 bayi per hari. Sedangkan AKABA yaitu 46 dari 1000 balita meninggal setiap tahunnya. Bila dirincikan, kematian balita ini mencapai 206.580 balita per tahun, dan 569 balita per hari (Departemen Kesehatan RI, 2007). Dalam Millenium Development Goals (MDGs), Indonesia menargetkan pada tahun 2015 AKB menurun menjadi 17 bayi per 1000 kelahiran. Sedangkan AKABA ditargetkan menjadi 23 per 1000 balita. Dengan demikian maka perlu adanya program kesehatan anak yang mampu menurunkan angka kesakitan dan kematian pada anak. Tingginya AKI dan AKABA di Indonesia disebabkan oleh berat badan

lahir, asfiksia, tetanus dan infeks. Masalah tersebut dapat dicegah salah satunya dengan imunisasi (Anonim, 2011). Bayi dan anak-anak memiliki risiko yang lebih tinggi terserang penyakit menular yang dapat menyebabkan kecacatan dan kematian seperti TBC, difteri, pertusis, hepatitis B, polio dan campak. Untuk itu salah satu pencegahan yang terbaik dan sangat vital agar kelompok berisiko ini terlindungi adalah melalui imunisasi. Idealnya bayi harus mendapat imunisasi dasar lengkap terdiri dari BCG 1 kali, DPT 3 kali, Polio 4 kali, hepatitis B 4 kali dan campak 1 kali. Untuk melihat kelengkapan imunisasi dasar bagi bayi, biasanya dilihat dari cakupan imunisasi campak karena imuniasi campak merupakan imunisasi terakhir yang diberikan pada bayi. Imunisasi merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kekebalan tubuh dan pemberantasan penyakit menular (Ranuh, 2001). Pemberian imunisasi pada bayi tidak hanya memberikan pencegahan terhadap anak tersebut, tetapi akan memberikan dampak yang jauh lebih luas karena akan mencegah terjadinya penularan yang luas dengan adanya peningkatan imunitas (daya tahan tubuh terhadap penyakit tertentu) secara umum di masyarakat. Apabila terjadi wabah penyakit menular, maka hal ini akan meningkatkan angka kematian bayi dan balita (Peter, 2002). Imunisasi merupakan cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit dengan memasukkan vaksin ke dalam tubuh manusia. Sehingga bila ia terpapar penyakit, tidak akan sampai sakit parah atau hanya sakit ringan. Tidak memberikan imunisasi bagi anak dapat mengakibatkan sakit berat,

kematian, cacat, bahkan menjadi sumber penularan penyakit, imunisasi dasar lengkap diwajibkan bagi bayi usia 0 hingga 11 bulan. Menurut Fadilah Supari, dalam sambutan pada Acara Nasional Imunisasi Anak, tanggal 1 November 2007 mengatakan Program Peningkatan Cakupan Imunisasi sebagai salah satu program peningkatan kesehatan masyarakat dalam rangka pencapaian visi masyarakat yang mandiri untuk hidup sehat, dimana salah satu targetnya adalah untuk menurunkan angka kematian bayi. Diperkirakan 1,7 juta kematian pada anak atau 5% pada bayi di Indonesia adalah akibat penyakit Tuberculosis (TBC), Diphteri, Pertusis, Campak, Tetanus, Polio, dan Hepatitis B. Semua penyakit tersebut sebenarnya dapat diantisipasi dengan pelaksanaan imunisasi (Anonim, 2011). Angka kematian bayi dan balita yang tinggi di Indonesia menyebabkan turunnya derajat kesehatan masyarakat. Masalah ini mencerminkan perlunya keikutsertaan pemerintah di tingkat nasional untuk mendukung dan mempertahankan pengawasan program imunisasi di Indonesia (Ranuh, 2001). Untuk terus menekan angka kematian bayi dan balita, program imunisasi ini terus digalakkan Pemerintah Indonesia. Namun, ternyata program ini masih mengalami hambatan, yaitu penolakan dari orang tua. Penolakan orang tua dalam pemberian imunisasi ini dikarenakan anggapan yang salah bahwa imunisasi dapat menyebabkan sakit pada anak seperti deman, selain itu asal anaknya sudah pernah mendapatkan beberapa jenis imunisasi tanpa memperhatikan jenis dan jadwal pemberian imunisasi sudah tidak perlu

mendapatkan imunisasi secara lengkap. Hal inilah yang berkembang di masyarakat tentang imunisasi, selain itu karakteristik ibu (tingkat pengetahuan yang rendah, pendidikan, pekerjaan dan kesadaran yang kurang terhadap imunisasi). Tingkat pendidikan ibu mempengaruhi dasar sikap penolakan dari ibu. Pendidikan mempengaruhi pengetahuan seseorang, semakin tinggi pendidikan akan semakin tinggi kemampuan seseorang untuk menyerap informasi yang ada, hal ini berarti akan semakin tinggi pula pengetahuannya (Notoadmodjo, 2003). Imunisasi sudah dikenal luas oleh masyarakat sejalan dengan usaha pemerintah untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan masyarakat sudah sadar berbondong-bondong mendatangi posyandu atau klinik-klinik pelayanan kesehatan untuk mendapatkan kelengkapan imunisasi dasar yang diperlukan. Agar program imunisasi berhasil maka puskesmas juga memberikan penyuluhan secara langsung dan tidak langsung. Kegiatan penyuluhan dilaksanakan untuk meningkatkan kesadaran dan pengertian masyarakat tentang pentingnya imunisasi. Dari penyuluhan tersebut diharapkan ada peningkatan partisipasi masyarakat khususnya ibu yang memiliki bayi sehingga dapat memperluas dan memperdalam pemahaman masyarakat tentang imunisasi. Sehingga dalam usaha mencapai target imunisasi diharapkan mereka lebih termobilisasi untuk berperan serta dalam praktik mengimunisasikan anaknya. Selain itu kelengkapan imunisasi dasar tersebut tidak terlepas dari peranan komunikasi interpersonal kesehatan tentang pentingnya kelengkapan imunisasi dasar kepada bayi.

Dalam hal ini petugas kesehatan harus memberikan penjelasan macam-macam imunisasi dasar dan jadwal pemberian imunisasi bagi setiap ibu yang memiliki bayi. Informasi ini untuk membantu ibu dalam pelaksanaan imunisasi. Petugas kesehatan akan memberikan pelayanan KIPTA (Komunikasi Interpersonal dan Konseling) agar ibu semakin memahami dan mengetahui jenis-jenis imunisasi dasar. Komunikasi dari tenaga kesehatan sangat efektif dan memegang peranan penting dalam menyampaikan informasi yang penting tentang imunisasi dasar. Pemberian informasi ini dilakukan melalui komunikasi interpersonal antara petugas kesehatan dengan ibu (Susanti, 2011). Komunikasi interpersonal merupakan komunikasi antara orang-orang secara tatap muka, yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal atau nonverbal. Komunikasi interpersonal ini adalah komunikasi yang hanya dua orang (Mulyana, 2000). Komunikasi interpersonal ini memiliki dampak paling efektif dalam upaya mengubah sikap, pendapat atau perilaku seseorang, karena sifatnya yang dialogis berupa percakapan. Arus balik bersifat langsung, komunikator mengetahui tanggapan komunikan ketika itu juga. Pada saat komunikasi dilancarkan, komunikator mengetahui secara pasti apakah komunikasinya positif atau negatif, berhasil atau tidaknya. Jika ia dapat memberikan kesempatan pada komunikan untuk bertanya seluas-luasnya Disini tenaga kesehatan yang memegang peran adalah bidan. Bidan melakukan itu sesuai dengan perannya. Dalam memberikan pelayanan bidan

melakukannya secara profesional dan sesuai standar pelayanan komunikasi interpersonal. Interaksi atau komunikasi interpersonal yang berkualitas antara klien dan provider (tenaga medis) merupakan salah satu indikator yang sangat menentukan bagi keberhasilan program imunisasi. Komunikasi interpersonal oleh petugas kesehatan dengan ibu tentang imunisasi dasar dapat diberikan kepada masyarakat secara kelompok ataupun individu yang biasanya bersifat mempengaruhi masyarakat agar mau melaksanakan apa yang disampaikan dan diharapkan oleh petugas yang memberi penyuluhan melalui komunikasi (Setiadi, 2008). Ibu yang mendapatkan komunikasi interpersonal dengan baik akan cenderung meningkat pengetahuannya sehingga memengaruhi kelengkapan imunisasi anaknya. Pada akhirnya hal itu juga akan meningkatkan kelengkapan imunisasi dasar bayi. Untuk meraih keberhasilan tersebut, tentunya sangat diperlukan tenaga-tenaga konselor yang profesional. Mereka bukan hanya harus mengerti seluk-beluk masalah imunisasi, tetapi juga memiliki dedikasi tinggi pada tugasnya serta memiliki kepribadian yang baik, sabar, penuh pengertian, dan menghargai klien (Siswanto, 2010). Dengan demikian, konseling akan benar-benar menghasilkan keputusan terbaik seperti yang diinginkan oleh klien, bukan sekedar konsultasi yang menghabiskan waktu dan biaya. Keberhasilan komunikasi interpersonal sangat ditentukan oleh kemahiran tenaga kesehatan dalam memerankan tugasnya. Ketika menghadapi klien, seorang

petugas kesehatan hendaknya melakukan komunikasi interpersonal secara terbuka artinya kita memperlihatkan keterbukaan dengan cara bereaksi secara spontan terhadap orang lain, empati yaitu kemampuan seseorang untuk mengetahui apa yang sedang dialami orang lain pada suatu saat tertentu dan merasakan bagi orang lain atau merasa ikut bersedih, sikap mendukung (supportiveness) artinya kita memperlihatkan sikap mendukung kepada orang lain, sikap positif (positiveness) artinya kita mengkomunikasikan sikap positif dalam komunikasi interpersonal dengan sedikitnya secara positif mendorong orang yang menjadi teman kita berinteraksi dan kesetaraan equality) artinya harus ada pengakuan secara diam-diam bahwa kedua pihak sama-sama bernilai dan berharga, dan bahwa masing-masing pihak mempunyai sesuatu yang penting untuk disumbangkan. Komunikasi interpersonal oleh petugas kesehatan dengan ibu merupakan suatu pertukaran informasi, berbagi ide dan pengetahuan petugas kesehatan kepada masyarakat. Hal ini berupa proses dua arah dimana informasi, pemikiran, ide, perasaan atau opini disampaikan atau dibagikan melalui kata-kata, tindakan maupun isyarat untuk mencapai pemahaman bersama. Komunikasi interpersonal yang baik berarti bahwa para pihak terlibat secara aktif yaitu antara petugas kesehatan dan masyarakat. Hal ini akan menolong mereka untuk mengalami cara baru mengerjakan atau memikirkan sesuatu, dan hal ini kadang-kadang disebut pembelajaran partisipatif. Semua aktifitas manusia melibatkan komunikasi, namun karena kita

sering menerimanya begitu saja, kita tidak selalu memikirkan bagaimana kita berkomunikasi dengan yang lain dan apakah efektif atau tidak. Komunikasi interpersonal yang baik melibatkan pemahaman bagaimana orang-orang berhubungan dengan yang lain, mendengarkan apa yang dikatakan dan mengambil pelajaran dari hal tersebut. Komunikasi yang dilaksanakan oleh petugas kesehatan akan memberikan pengaruh terhadap pengetahuan dalam kelengkapan imunisasi dasar (Depkes RI, 2002). Faktor-faktor yang berhubungan dengan kelengkapan imunisasi dasar meliputi beberapa hal, menurut Suparyanto (2011), bahwa faktor yang berhubungan dengan kelengkapan imunisasi bayi antara lain adalah pengetahuan ibu yang kurang tentang imunisasi, motif dalam kelengkapan imunisasi, pengalaman yang pernah dialami oleh ibu baik maupun cerita orang lain, ibu yang bekerja sehingga tidak memiliki waktu untuk membawa anaknya ke posyandu, dukungan keluarga yang mendukung atau pun yang tidak mendukung, fasilitas posyandu, lingkungan sekitar ibu, sikap ibu tentang pemberian imunisasi, provider (tenaga kesehatan) merupakan salah satu indikator yang sangat menentukan bagi keberhasilan program imunisasi, penghasilan keluarga dan tingkat pendidikan. Penelitian albertina (2008), di poliklinik beberapa RS di Jakarta bahwa kelengkapan imunisasi dasar disebabkan karena ketidaktahuan akan jadwal imunisasi (34,8%), ada alasan ketidaklengkapan lain yang banyak didapatkan ialah anak sakit saat hendak diimunisasi (28,4%), pengetahuan dan anggapan orang tua yang salah

yaitu takut akan efek samping imunisasi (23,5%). Untuk itu, tenaga kesehatan disarankan untuk memberikan penjelasan mengenai efek samping imunisasi yang dapat terjadi, serta apa yang harus dilakukan orang tua jika terjadi efek samping. Masyarakat juga perlu diberi penjelasan mengenai catch-up immunization sehingga anak-anak yang sakit bisa tetap mendapatkan imunisasi. Penelitian Ningrum (2008), bahwa analisis data tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kelengkapan imunisasi dasar pada bayi di Puskesmas Banyudono Kabupaten Boyolali salah satunya pengetahuan ibu tentang imunisasi dasar. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat pengetahuan ibu ada kecenderungan semakin lengkap imunisasinya, sehingga untuk meningkatkan pengetahuan ibu tentang manfaat imunisasi dasar melalui penyuluhan-penyuluhan dan penyebarluasan informasi tentang kelengkapan imunisasi dasar di masyarakat. Berdasarkan data yang diperoleh peneliti dari Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang Tahun 2011, cakupan desa UCI mengalami fruktuasi dalam 5 (lima) tahun terakhir, yaitu pada tahun 2007 sebesar 86,35%, pada tahun 2008 sebesar 90,07%, pada tahun 2009 sebesar 89,85%, pada tahun 2010 sebesar 96,95,%, pada tahun 2011 sebesar 82,99%, UCI adalah tercapainya imunisasi dasar secara lengkap pada bayi. Data yang diperoleh di Puskesmas Bandar Dolok cakupan desa UCI pada tahun 2007 sebesar 62,50%, pada tahun 2008 sebesar 18,75%, pada tahun 2009 sebesar 81,25%, pada tahun 2010 sebesar 75,0% dan pada tahun 2011 sebesar

56,25%. Puskemas Bandar Dolok merupakan salah satu cakupan imunisasi dasar yang terendah dan merupakan urutan ketiga terendah dari seluruh puskesmas yang ada di Kabupaten Deli Serdang. Keadaan ini menunjukkan bahwa imunisasi dasar pada bayi di wilayah kerja Puskesmas Bandar Dolok masih jauh dari target. Berdasarkan hasil wawancara pada 10 orang ibu yang memiliki anak dengan usia 12-15 bulan diperoleh sebesar 40% bayi mereka tidak lengkap imunisasi dasar. Hal ini dipengaruhi oleh kurangnya komunikasi interpersonal dari provider (bidan) mengkomunikasikan tentang pentingnya imunisasi dasar pada bayi dan jadwal pemberian imunisasi. Selain itu dipengaruhi oleh karakterik ibu yaitu pengetahuan yang kurang dari ibu tentang imunisasi, tingkat pendidikan yang beraneka ragam, pekerjaan dan persepsi yang salah pada ibu tentang imunisasi dan jadwal pemberian imunisasi. Berdasarkan survei pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti di wilayah kerja Puskesmas Bandar Dolok, kurangnya kelengkapan imunisasi dasar pada bayi terkait dengan karakteristik ibu (umur, pendidikan, pekerjaan, pengetahuan dan sikap) yang beraneka ragam dan faktor komunikasi interpersonal petugas kesehatan (keterbukaan, empati, sikap mendukung, sikap positif dan kesetaraan) yang kurang terhadap ibu yang memiliki bayi tentang jenis dan jadwal imunisasi dasar. Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk meneliti pengaruh komunikasi interpersonal petugas kesehatan dan karakteristik ibu terhadap kelengkapan imunisasi dasar di Puskesmas Bandar Dolok Kabupaten Deli Serdang.

1.2. Permasalahan Komunikasi interpersonal dalam pemberian informasi yang detail tidak diberikan oleh petugas kesehatan dan rendahnya cakupan kelengkapan imunisasi dasar di Puskesmas Bandar Dolok Kabupaten Deli Serdang, sehingga ingin diteliti bagaimana pengaruh komunikasi interpersonal petugas kesehatan (bidan) dan karakteristik ibu terhadap kelengkapan imunisasi dasar di Puskesmas Bandar Dolok Kabupaten Deli Serdang? 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis komunikasi interpersonal petugas kesehatan dan karakteristik ibu terhadap kelengkapan imunisasi dasar di Puskesmas Bandar Dolok Kabupaten Deli Serdang. 1.4. Hipotesis Ada pengaruh komunikasi interpersonal petugas kesehatan dan karakteristik ibu terhadap kelengkapan imunisasi dasar di Puskesmas Bandar Dolok Kabupaten Deli Serdang. 1.5. Manfaat Penelitian 1. Bagi Dinas Kesehatan Pemerintah Kabupaten Deli Serdang dan khususnya Puskesmas Bandar Dolok sebagai informasi upaya meningkatkan program imunisasi guna mewujudkan kelengkapan imunisasi dasar.

2. Bagi tenaga kesehatan agar meningkatkan komunikasi interpersonal tentang kelengkapan imunisasi dasar. 3. Bagi masyarakat sebagai upaya meningkatkan dalam memutuskan pelaksanaan imunisasi dasar.