LAKIP TAHUN 2012 PUSAT PEMBINAAN USAHA DAN KELEMBAGAAN LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN 1.1. UMUM. 1 Page. kata

BAB 1 GAMBARAN UMUM. 1.1 Geografis. 1.2 Demografi

Tahun Jumlah penduduk (jiwa) Kepadatan penduduk (jiwa/ km 2 )

- Laut Seram di sebelah utara - Papua Barat di sebelah timur - Laut Indonesia dan Laut Arafuru di sebelah selatan - Sulawesi di sebelah barat

BAB 1 GAMBARAN UMUM. 1.1 Geografis. 1.2 Demografi

RENCANA PROGRAM PEMBINAAN KONSTRUKSI TA. 2018

KATA PENGANTAR. Bandung, Januari 2015 KEPALA BADAN PENANAMAN MODAL DAN PERIJINAN TERPADU PROVINSI JAWA BARAT

RENCANA KERJA PROYEK / SATUAN KERJA (TOR) BAGIAN/BIDANG :.., UNIT KERJA : Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan

KERJASAMA PROGRAM PROFESI INSINYUR KEMENTERIAN PUPR DENGAN KEMENTERIAN RISTEK DIKTI. DIREKTUR JENDERAL BINA KONSTRUKSI Jakarta - Senin,10 Oktober 2016

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Ikhtisar Eksekutif. vii

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2015 NOMOR : SP DIPA /2015

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN INDUK

Kebijakan Bidang Pendayagunaan Aparatur Negara a. Umum

TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PEMBINAAN KONSTRUKSI KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM BAB X BADAN PEMBINAAN KONSTRUKSI BAGIAN PERTAMA TUGAS DAN FUNGSI

KOTA BANDUNG DOKUMEN RENCANA KINERJA TAHUNAN BAPPEDA KOTA BANDUNG TAHUN 2016

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

-2- Mengingat : Pasal 20 dan Pasal 21 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REP

KABUPATEN BADUNG LAPORAN KINERJA INSTANSI PEMERINTAH BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN TAHUN 2014

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

1.2 TUGAS, FUNGSI DAN STRUKTUR ORGANISASI DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DAN PENGUASAAN TANAH

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PENGELOLAAN AIR IRIGASI TA. 2014

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2014

RENCANA STRATEGIS SEKRETARIAT KEMENTERIAN PANRB. Sekretariat Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi 2015

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI. 3.1 Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi Pelayanan

February 15, 2016 BAPPEDA BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB VI SASARAN, INISITIF STRATEJIK DAN PROGRAM PEMBANGUNAN KEMENTERIAN KOPERASI DAN UKM

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA SEKRETARIAT INSPEKTORAT JENDERAL TAHUN 2016

BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN. 3.1 Telaahan Terhadap Kebijakan Nasional

Sekretariat Jenderal KATA PENGANTAR

BAB I PENDAHULUAN. Pemahaman mengenai good governance mulai dikemukakan di Indonesia

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

PERATURAN TERKAIT JASA KONSTRUKSI

KATA PENGANTAR. Semoga laporan ini bermanfaat. Jakarta, 30 Januari Plt. Kepala Biro Perencanaan. Suharyono NIP

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

EVALUASI PELAKSANAAN RENJA TAHUN 2013

Renstra Pusat Akreditasi Lembaga Sertifikasi BSN Tahun RENSTRA PUSAT AKREDITASI LEMBAGA SERTIFIKASI TAHUN

BAB.III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN

ARAHAN KEBIJAKAN PEMBINAAN KONSTRUKSI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Rencana Kerja Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Pelalawan 2016 BAB. I PENDAHULUAN

BUPATI BANTUL PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 04 TAHUN 2013 TENTANG PEMBINAAN JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL,

DINAS SOSIAL PROVINSI JAWA TENGAH Jl. Pahlawan No. 12 Semarang Telp

BAB I PENDAHULUAN. A. Pandangan Umum

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA SEKRETARIAT BADAN PPSDM KESEHATAN TAHUN 2014

PERENCANAAN KINERJA BAB II VISI : Masyarakat Gorontalo yang Siaga dan Terlindung dari Ancaman Bencana. 2.1 RENCANA STRATEGIS 2.1.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LAKIP) TAHUN 2016

PERATURAN LEMBAGA PENGEMBANGAN JASA KONSTRUKSI NOMOR 06 TAHUN 2011 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG

Laporan Akuntabilitas Kinerja Tahun 2014

LAPORAN KINERJA BIRO ORGANISASI DAN KEPEGAWAIAN TAHUN 2014

PEMERINTAH KOTA SOLOK LAPORAN KINERJA TAHUN 2016

L A P O R A N K I N E R J A

GAMBARAN UMUM. 1.1 Geografis. 1.2 Demografi

Biro Perencanaan KATA PENGANTAR

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH

3.4 Penentuan Isu-isu Strategis

RENCANA KINERJA TAHUNAN SEKRETARIAT JENDERAL TAHUN 2012

Rencana Kerja (RENJA ) 2015

INDIKATOR KINERJA UTAMA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL

LD NO.14 PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL I. UMUM

BAB I. PENDAHULUAN Latar Belakang

LAKIP 2015 DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TA DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. KONDISI UMUM Kedudukan

SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat.

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT TANAMAN REMPAH DAN PENYEGAR TAHUN 2015

FORMULIR 2 : RENCANA PENCAPAIAN HASIL (OUTCOME) UNIT ORGANISASI TAHUN ANGGARAN : 2015

TARGET PEMBANGUNAN TAHUN KEMENTERIAN PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH BESERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB IV RENCANA AKSI DAERAH PENGURANGAN RESIKO BENCANA KABUPATEN PIDIE JAYA TAHUN

Bab I Pendahuluan A. LATAR BELAKANG

Program Pembinaan Sektor Konstruksi pada Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Kalimantan

BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD)

BAB II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA

BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH

RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) BIRO HUKUM DAN ORGANISASI

LAPORAN KINERJA BIRO PERENCANAAN ANGGARAN DAN KLN

Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur

GubernurJawaBarat. Jalan Diponegoro Nomor 22 Telepon : (022) Faks. (022) BANDUNG

Renstra 2014 H a l a m a n 1 BAB I PENDAHULUAN

B. VISI : Indonesia Menjadi Negara Industri yang Berdaya Saing dengan Struktur Industri yang Kuat Berbasiskan Sumber Daya Alam dan Berkeadilan

RENCANA KERJA BAGIAN ADM. PEMERINTAHAN SETDAKAB. JOMBANG. Tahun 2015 B A G I A N A D M I N I S T R A S I P E M E R I N T A H A N

BUPATI PANGKAJENE DAN KEPULAUAN PROVINSI SULAWESI SELATAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BKPM. Indikator Kinerja Utama. Penetapan.

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2013

LAPKIN SEKRETARIAT DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN TAHUN 2015 BAB II

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PEMBIAYAAN PERTANIAN TA. 2014

PENGEMBANGAN PROFIL KINERJA PEMBINA JASA KONSTRUKSI DI INDONESIA

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2016 NOMOR : SP DIPA /2016

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 44 TAHUN 2015 TENTANG URAIAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS TENAGA KERJA DAN KEPENDUDUKAN PROVINSI PAPUA

PEMERINTAH KABUPATEN BANYUASIN INSPEKTORAT KABUPATEN TAHUN 2015 BAB I PENDAHULUAN

BAPPEDA KAB. LAMONGAN

BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH

Transkripsi:

LAKIP LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH PUSAT PEMBINAAN USAHA DAN KELEMBAGAAN TAHUN 2012 1

PENGANTAR Laporan ini disusun untuk memenuhi ketentuan dalam Inpres Nomor 7 tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah yang mewajibkan instansi pemerintah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan negara untuk mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya berdasarkan kewenangan yang dipercayakan melalui sistem akuntabilitas kinerja Instansi Pemerintah. Selanjutnya penyusunan pelaporan akuntabilitas kinerja ini sepenuhnya mengikuti Pedoman yang ditentukan oleh Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia Nomor 589/IX/6/Y/99 tanggal 20 September 1999. Data-data yang disajikan dalam laporan ini, adalah kegiatan Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan dalam tahun anggaran 2012. Jakarta, Januari 2013 Kepala Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan Badan Pembinaan Konstruksi Ir. Ismono, MA NIP. 195309251982031001 2

DAFTAR ISI PENGANTAR... RINGKASAN EKSEKUTIF... ii v BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Tugas, Fungsi, dan Struktur Organisasi... 1 1.2 Kondisi dan Tantangan Pembangunan... 4 1.3 Rencana Strategis... 6 BAB II RENCANA KINERJA TAHUNAN DAN PERJANJIAN KINERJA. 14 2.1 Rencana Kinerja Tahunan... 14 2.2 Perjanjian Kinerja... 20 BAB III AKUNTABILITAS KINERJA 27 3.1 Evaluasi dan Analisis Kinerja... 27 3.2 Evaluasi dan Analisis Anggaran... 32 3.3 Hal-hal yang memerlukan perhatian untuk peningkatan kinerja... 33 3.4 Penghargaan pihak ke-3 kepada unit kerja eselon II... 33 BAB IV PENUTUP... 39 LAMPIRAN LAMPIRAN I : FORMULIR PENETAPAN KINERJA LAMPIRAN II : FORMULIR RENCANA KINERJA TAHUNAN LAMPIRAN III : FORMULIR PENGUKURAN KINERJA LAMPIRAN IV : STRUKTUR ORGANISASI PPUK 3

RINGKASAN EKSEKUTIF Sesuai Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 08/PRT/M/2010, tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pekerjaan Umum, Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan adalah unsur pelaksana sebagian tugas dan fungsi Badan Pembinaan Konstruksi dalam pelaksanaan pembinaan usaha dan kelembagaan yang meliputi Pembinaan bidang pengembangan usaha, bidang regulasi usaha dan perizinan, bidang kelembagaan, dan fasilitasi pelaksanaan tugas lembaga pengembangan jasa konstruksi nasional, serta pelaksanaan urusan tata usaha pusat. Sebagai penjabaran atas visi dan misi Badan Pembinaan Konstruksi maka tujuan yang akan dicapai Badan Pembinaan Konstruksi dalam periode lima tahun ke depan adalah sebagai berikut: 1. Meningkatkan peran serta masyarakat di bidang jasa konstruksi. 2. Meningkatkan kepatuhan pada ketentuan perundang-undangan yang berlaku, 3. Memberikan arah pertumbuhan dan perkembangan jasa konstruksi untuk mewujudkan struktur usaha konstruksi yang kokoh, andal, berdaya saing tinggi; 4. Menjadikan penyelenggaraan pekerjaan konstruksi tertib sehingga menjamin kesetaraan kedudukan antara pengguna jasa dan penyedia jasa dalam hak dan kewajiban, 5. Mewujudkan hasil pekerjaan konstruksi yang berkualitas Adapun tujuan dari Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan sendiri adalah Memberikan arah pertumbuhan dan perkembangan jasa konstruksi untuk mewujudkan struktur usaha konstruksi yang kokoh, andal, berdaya saing tinggi dan dicapai melalui sasaran antara: Meningkatnya pencapaian kondisi struktur usaha konstruksi yang kokoh, andal, dan berdaya saing tinggi, dengan Indikator kinerja outcome a. Jumlah produk regulasi di bidang usaha jasa konstruksi sebanyak 5 NSPK. (dalam proses review renstra menjadi 16 NSPK) b. Meningkatnya kabupaten/kota yang memiliki Perda IUJK dari 30% menjadi 40% c. Meningkatnya jumlah penanggung jawab teknik badan usaha jasa konstruksi dari 5000 menjadi 8000 PJT. d. Terbentuknya kepengurusan LPJK sesuai dengan Peraturan Perundangan yang berlaku sebanyak 33 provinsi dan 1 nasional. Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan bertanggung jawab atas kegiatan Pembinaan Usaha dan Kelembagaan. Indikator kinerja utama output kegiatan adalah: Peningkatan pangsa pasar jasa konstruksi nasional dan internasional oleh pengusaha jasa konstruksi nasional yang diukur dari: 1) Jumlah Pembinaan manajemen usaha, 2) Jumlah Pembinaan sarana pendukung usaha, 3) Jumlah Pembinaan regulasi usaha dan kelembagaan, 4

4) Jumlah Pembinaan perizinan usaha, 5) Jumlah Pembinaan lembaga dan asosiasi jasa konstruksi Pusat. 6) Jumlah Pembinaan lembaga dan asosiasi jasa konstruksi daerah. 7) Jumlah Pembinaan tatalaksana kelembagaan; 8) Jumlah Pembinaan kinerja kelembagaan; 9) Jumlah Pemantauan, evaluasi, dan pelaporan pembinaan usaha dan kelembagaan 10) Jumlah NSPK pembinaan dan pengembangan usaha dan kelembagaan 11) Jumlah Produk kajian, pembinaan usaha dan kelembagaan 12) Jumlah Layanan Perkantoran 13) Jumlah Sistem Pelaporan secara elektronik 14) Jumlah Kendaraan Bermotor 15) Jumlah Perangkat Pengolah data dan Komunikasi 16) Jumlah Peralatan dan Fasilitas Perkantoran Dalam rangka mencapai tujuan dan sasaran dari rencana strategis Badan Pembinaan Konstruksi, Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan telah melaksanakan program-program kegiatan yang sesuai dengan tugas pokok dan fungsi sebagaimana telah diamanatkan oleh Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 08/PRT/M/2010. Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan terdiri dari dua satker yaitu; 1. Satker Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan 2. Satker Kesekretariatan LPJK Adapun Kegiatan Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan dalam tahun anggaran 2012 terdiri atas kegiatan yang dilaksanakan secara swakelola dan dikontrakkan. Berikut adalah kegiatan yang dilaksanakan secara swakelola: A. Satker Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan 1. Pemberdayaan dan TOT PJT Badan Usaha Jasa Konstuksi Kualifikasi Kecil 2. Pemberdayaan PJT Badan Usaha Jasa Konstuksi Kualifikasi Non Kecil 3. Kinerja Proyek Konstruksi 2012 4. Forum Pendukungan Usaha Jasa Konstruksi 5. Bimbingan Teknis Percepatan Penerbitan Perda IUJK 6. Pengaturan dan Pengawasan Jasa Konstruksi 7. Monitoring dan Evaluasi Tertib Perizinan Usaha Jasa Konstruksi 8. Monitoring Dan Evaluasi Kegiatan BUJKA 9. SIPJAKI 5

10. Surveilen Lembaga dan Asosiasi Daerah 11. Forum Jasa Konstruksi Nasional 12. Pelatihan Asesor Badan Usaha 13. Tatalaksana Pembinaan Usaha dan Kelembagaan 14. Penyusunan Peraturan Peraturan Terkait jasa konstruksi B. Satker Kesekretariatan LPJK 1. Peningkatan Kompetensi Tenaga IT LPJKN/D 2. TOT Admin SIKI. Net Badan Usaha dan Tenaga Kerja LPJKN/D 3. Penyempurnaan dan Pengembangan Sistem dan Update IT LPJKN/D 4. Penyusunan Instrumen dan Monitoring Lembaga 5. Peningkatan Pemberdayaan SDM Sekretariat Bapel Nasional/ Daerah 6. Fasilitasi Kegiatan MRA, AFAS, Asia Construct 7. Workshop Norma- Norma LPJKN 8. Fasilitasi Pembentukan Unit Sertifikasi 9. Rapat Koordinasi Lembaga Nasional dan Daerah 10. Fasilitasi Manajemen Operasional Badan Pelaksana LPJK Nasional dan Daerah Sedangkan Produk Kajian adalah sebagai berikut: A. Satker Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan (Dikontrakkan) 1. Kajian Struktur dan Perilaku Resiko Proyek Konstruksi di Indonesia 2. Studi Struktur Biaya Proyek Konstruksi di Indonesia 3. Studi Produktivitas Kontraktor Nasional dalam Pelaksanaan Proyek Konstruksi di Indonesia B. Satker Kesekretariatan LPJK (Swakelola) 1. Pemetaan Pendayagunaan Tenaga Kerja Bersertifikat oleh Badan Usaha Jasa Konstruksi 2. Pengukuran Indikator Kepuasan Pelanggan terhadap Manajemen Proyek Konstruksi Nasional dan Asing 3. Pemetaan Lingkup dan Kinerja Inovasi dalam Industri Konstruksi Nasional 4. Penilaian Kontribusi Industri Konstruksi dalam Penanggulangan Bencana 5. Pengukuran Kinerja Badan Usaha Jasa Konstruksi dalam Menerapkan Keselamatan Konstruksi Sampai dengan tahun 2012 pencapaian sasaran (Outcome) Badan Pembinaan Konstruksi yang terkait dengan TUPOKSI Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan adalah: 1) Produk regulasi di bidang usaha jasa konstruksi, yaitu; 6

1. Permen PU No.08/PRT/M/2012 tentang Petunjuk Teknis Pembentukan Unit Sertifikasi Dan Pemberian Lisensi 2. Surat Edaran Menteri PU No. 10/SE/M/2012 tentang Pemberlakuan Sertifikat Badan Usaha (SBU), Sertifikat Keahlian (SKA) dan Sertifikat Keterampilan (SKT) Pada Pelaksanaan Pengadaan Pekerjaan Konstruksi dan Jasa Konsultansi serta Kualifikasi Penyedia Jasa Konstruksi untuk Tahun Anggaran 2013 3. Keputusan Menteri PU No. 383/KPTS/M/2012 tentang Pembentukan Tim Penyusun Pengaturan / Kebijakan Struktur Industri Konstruksi Nasional 2) Perda Izin Usaha Jasa Konstruksi di 4 Kabupaten/kota 3) Meningkatnya jumlah Penanggung Jawab Teknik Badan Usaha Jasa Konstruksi yang terberdayakan sebanyak; - PJT Badan Usaha Jasa Konstruksi Kualifikasi Kecil sampai dengan akhir tahun 2010 sebanyak 5725 PJT - PJT Badan Usaha Jasa Konstruksi Kualifikasi Kecil sampai dengan akhir tahun 2011 sebanyak 6135 PJT (pada tahun 2011 terdapat penambahan sebanyak 410 orang) - PJT Badan Usaha Jasa Konstruksi Kualifikasi Kecil sampai dengan akhir tahun 2012 sebanyak 6744 PJT (pada tahun 2012 terdapat penambahan sebanyak 285 orang, dari satker Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan dan sebanyak 324 orang dari satker Kesekretariatan LPJK) - PJT Badan Usaha Jasa Konstruksi Kualifikasi Non Kecil sampai dengan akhir tahun 2011 sebanyak 670 PJT - PJT Badan Usaha Jasa Konstruksi Kualifikasi Non Kecil sampai dengan akhir tahun 2012 sebanyak 961 PJT (pada tahun 2012 terdapat penambahan sebanyak 291 orang) 4) Terkait dengan pembentukan kepengurusan LPJK, sudah terbentuk Kepengurusan LPJK tingkat nasional dan LPJK tingkat provinsi yang sesuai dengan yang sesuai dengan UU 18 tahun 1999, PP 28 tahun 2000 tentang usaha dan peran masyarakat jasa kosntruksi sebagaimana sudah diubah untuk terakhir kali dengan PP 92 tahun 2010 dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 10/PRT/M/2010 tentang Tata Cara Pemilihan Pengurus, Masa Bakti, Tugas Pokok dan Fungsi, Serta Mekanisme Kerja Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi sebagaimana telah diubah menjadi Permen PU No.24 tahun 2010. Adapun dalam pelaksanaan kegiatan Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan TA 2012 terdapat beberapa kendala, diantaraya ; Integrasi dan koordinasi antar para pelaku jasa konstruksi masih lemah salah satunya dikarenakan kurangnya informasi terkait dukungan dari supplier material, Peralatan, dukungan perbankan dan Penjaminan Mempertemukan antar pihak2 yang berkepentingan untuk mempersatukan visi dan tujuan tidak mudah Rekrutmen peserta pemberdayaan maupun sosialisasi yang kurang tepat Waktu pelaksanaan pemberdayaan maupun sosialisasi yang kurang tepat 7

Kesiapan dukungan dari daerah Terkait kegiatan yang bersifat Survey dan pengumpulan data butuh effort yang cukup tinggi Menyikapi kendala-kendala yang dihadapi kedepannya Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan akan terus berupaya meningkatkan koordinasi dengan pihak terkait jasa konstruksi, karena pada dasarnya upaya pembinaan jasa konstruksi harus dilakukan oleh dan untuk semua sektor. Adapun upaya yang akan dilakukan kedepan dengan meningkatkan koordinasi dan dukungan baik itu koordinasi dengan Pusat-Pusat di BP Konstruksi, dukungan dari pemerintah daerah, Dukungan dari LPJK Nasional maupun LPJK Provinsi, serta dukungan dari Balai Pusbin KPK yang ada di daerah Secara umum anggaran yang terserap pada tahun 2012 sebesar ± 87,33%.. 8

BAB I PENDAHULUAN 1.1 TUGAS, FUNGSI DAN STRUKTUR ORGANISASI Badan Pembinaan Konstruksi dibentuk berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 08/PRT/M/2010, tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pekerjaan Umum. Sesuai Peraturan Menteri tersebut, Badan Pembinaan Konstruksi mempunyai tugas untuk melaksanakan pembinaan konstruksi. Dalam melaksanakan tugasnya Badan Pembinaan Konstruksi menyelenggarakan fungsi : a. Penyusunan Kebijakan teknis, rencana dan program pembinaan konstruksi dan investasi di bidang infrastruktur meliputi usaha dan kelembagaan, penyelenggaraan konstruksi, sumber daya investasi serta kompetensi dan pelatihan konstruksi b. Pelaksanaan pembinaan konstruksi dan investasi di bidang infrastruktur meliputi usaha dan kelembagaan, penyelenggaraan konstruksi, sumber daya investasi serta kompetensi dan pelatihan konstruksi c. Pemantauan, evaluasi, dan pelaporan pelaksanaan pembinaan konstruksi dan investasi di bidang infrastruktur meliputi usaha dan kelembagaan, penyelenggaraan konstruksi, sumber daya investasi serta kompetensi dan pelatihan konstruksi d. Pelaksanaan administrasi Badan Pembinaan Konstruksi Badan Pembinaan Konstruksi terdiri dari ; a. Sekretariat Badan b. Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan c. Pusat Pembinaan Penyelenggaraan Konstruksi d. Pusat Pembinaan Sumber Daya Investasi e. Pusat Pembinaan Kompetensi dan Pelatihan Konstruksi f. Kelompok Jabatan Fungsional Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan dibentuk untuk melaksanakan tugas merumuskan pengembangan dan melakukan pembinaan dibidang usaha dan kelembagaan konstruksi berdasarkan kebijakan Kepala Badan. Dalam melaksanakan tugasnya, Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan menyelenggarakan fungsi: 9

a. Pembinaan bidang pengembangan usaha b. Pembinaan bidang regulasi usaha dan perizinan c. Pembinaan bidang kelembagaan d. Fasilitasi pelaksanaan tugas lembaga pengembangan jasa konstruksi nasional e. Pelaksanaan urusan tata usaha pusat. Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan terdiri dari: a. Bidang Pengembangan Usaha Mempunyai tugas melaksanakan penyiapan pembinaan di bidang pengembangan usaha, dalam melaksanakan tugasnya, Bidang Pengembangan Usaha menyelenggarakan fungsi: - Pelaksanaan penyiapan pembinaan dan pengembangan kemitraan usaha serta kinerja penyedia jasa - Pelaksanaan penyiapan fasilitasi akses pasar jasa konstruksi - Pelaksanaan penyiapan pembinaan terhadap akses material dan peralatan kerja konstruksi - Pelaksanaan penyiapan pembinaan terhadap akses modal usaha dan sistem penjaminan Bidang Pengembangan Usaha terdiri dari: 1. Subbidang Manajemen Usaha Mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan pelaksanaan fasilitasi penyelenggaraan peningkatan kapasitas penyedia jasa konstruksi. 2. Subbidang Pendukung Usaha Mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan pembinaan dan pengembangan kemitraan penyedia jasa konstruksi antar klasifikasi dan kualifikasi, penyiapan bahan pembinaan terhadap akses peralatan dan material, serta akses modal usaha dan sistem penjaminan. b. Bidang Regulasi dan Perizinan Mempunyai tugas melaksanakan penyiapan pembinaan di bidang regulasi usaha dan perizinan. Dalam melaksanakan tugasnya Bidang regulasi dan perizinan menyelenggarakan fungsi: - Pengembangan produk pengaturan konstruksi, klasifikasi dan kualifikasi usaha jasa konstruksi - Pelaksanaan pemantauan dan evaluasi produk-produk pengaturan lembaga - Pelaksanaan penyiapan pembinaan dan bantuan teknik perizinan usaha jasa konstruksi - Pelaksanaan administrasi perizinan penyedia jasa konstruksi asing - Pelaksanaan pengembangan sistem informasi pembinaan jasa konstruksi nasional Bidang Sarana Regulasi dan Perizinan terdiri dari: 10

1. Subbidang Regulasi Mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan penyusunan dan pengembangan produk pengaturan konstruksi, pengaturan klasifikasi dan kuailfikasi usaha jasa konstruksi, serta pemantauan dan evaluasi produk-produk pengaturan lembaga. 2. Subbidang Pendukung Perizinan Mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan pembinaan dan bantuan teknik perizinan usaha jasa konstruksi, pelaksanaan administrasi perizinan penyedia jasa konstruksi asing, pemantauan dan evaluasi perizinan usaha jasa konstruksi, pelaksanaan pengembangan sistem informasi pembinaan jasa konstruksi nasional dan sosialisasi sistem informasi pembina jasa konstruksi nasional. c. Bidang Kelembagaan Mempunyai tugas melaksanakan penyiapan pembinaan kelembagaan pengembangan jasa konstruksi. Dalam melaksanakan tugasnya, Bidang Kelembagaan menyelenggarakan fungsi: - Penyiapan pembinaan tata laksana dan kinerja kelembagaan jasa konstruksi - Penyiapan pembinaan kelembagaan unsur-unsur masyarakat jasa konstruksi - Pengembangan kerja sama dan koordinasi antar instansi terkait pembinaan kelembagaan jasa konstruksi - Penyiapan pembinaan kinerja Sekretariat Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi - Pengembangan kinerja kelembagaan penyedia jasa konstruksi (badan usaha dan tenaga kerja) Bidang Kelembagaan terdiri dari: 1. Subbidang Tata Laksana Mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan pembinaan kelembagaan unsur-unsur masyarakat jasa konstruksi, fasilitasi pelaksanaan Forum Jasa Konstruksi Nasional dan bantuan teknik Forum Jasa Konstruksi Daerah, pengembangan organisasi dan tata laksana Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Nasional dan Daerah, serta pengembangan kerjasama dan koordinasi antar instansi terkait pembinaan kelembagaan jasa konstruksi. 2. Subbidang Kinerja Mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan pelaksanaan pemantauan dan evaluasi pelaksanaan tugas Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Nasional dan Daerah, penyiapan baha npembinaan kinerja sekretariat Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Nasional, pelaksanaan pengawasan Kinerja Unit Sertifikasi Badan Usaha Jasa Konstruksi dan Tenaga Kerja, serta pelaksanaan pengembangan kinerja kelembagaan penyedia jasa konstruksi (badan usaha dan tenaga kerja). 11

d. Sub Bagian Tata Usaha Mempunyai tugas melakukan urusan kepegawaian, keuangan, perlengkapan, rumah tangga, administrasi barang milik negara, dan tata persuratan serta kearsipan pusat. e. Kelompok Jabatan Fungsional Mempunyai tugas melakukan kegiatan sesuai dengan jabatan fungsional masing-masing berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. f. Satker Kesekretariatan LPJK Mempunyai tugas Fasilitasi tugas-tugas Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK), khususnya pada pelaksanaan tugas-tugas lembaga sesuai dengan Peraturan Perundang yang berlaku, yaitu tugas-tugas berupa; - Mendorong Penelitian dan Pengembangan Jasa Konstruksi - Menyelenggarakan Pendidikan dan Pelatihan Jasa Konstruksi - Registrasi tenaga kerja konstruksi, meliputi klasifikasi, kualifikasi dan sertifikasi keterampilan dan keahlian kerja - Registrasi Badan Usaha Jasa Konstruksi - Mendorong dan meningkatkan peran arbitrase, mediasi, dan penilai ahli di bidang Jasa Konstruksi STRUKTUR ORGANISASI Untuk mendukung tugas pokok dan fungsi Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan Badan Pembinaan Konstruksi, saat ini terdapat 60 personil: (struktur organisasi terlampir) 1.2 KONDISI DAN TANTANGAN PEMBANGUNAN Implementasi kebijakan pembinaan jasa konstruksi selama 8 tahun terakhir, dalam konteks mikro (tata kelola kepemerintahan yang baik), konteks messo (usaha dan pengusahaan konstruksi), serta konteks makro (kerjasama, persaingan global dan liberalisasi jasa konstruksi) belum mencapai sasaran sebagaimana diamanatkan dalam UU 18/1999. Dalam konteks makro, sektor konstruksi nasional berhasil menempati urutan ke enam dari sembilan sektor utama penyumbang Produk Domestik Bruto (PDB) nasional. Pada tahun 2009, PDB yang disumbangkan oleh sektor konstruksi tercatat sebesar Rp. 555 trilyun, yang merupakan 9,9% dari PDB nasional. Sementara itu, tenaga kerja yang dapat diserap pada tahun 2009 tercatat berjumlah 5,439 juta orang atau 5,3% dari tenaga kerja nasional dengan tingkat produktivitas 13 orang per milyar rupiah (atas dasar harga berlaku). 12

Sampai dengan tahun 2009, tercatat sejumlah 145.260 badan usaha konstruksi. Peningkatan jumlah badan usaha tersebut ternyata belum diikuti dengan peningkatan kualifikasi dan kinerjanya. Hal ini tercermin pada mutu produk, ketepatan waktu pelaksanaan, dan efisiensi pemanfaatan sumber daya manusia, modal, serta teknologi dalam penyelenggaraan jasa konstruksi yang belum sesuai dengan yang diharapkan. Kondisi tersebut di antaranya disebabkan oleh persyaratan usaha serta persyaratan kualifikasi tenaga kerja terampil dan ahli yang belum diatur sebagaimana mestinya untuk mewujudkan badan usaha konstruksi yang profesional dan dapat diandalkan. Dengan tingkat kualifikasi dan kinerja tersebut, pada umumnya pangsa pasar pekerjaan konstruksi yang berteknologi tinggi belum sepenuhnya dapat dikuasai oleh usaha jasa konstruksi nasional. Dari seluruh pangsa pasar jasa konstruksi Indonesia (100%), hanya 40% yang dikuasai oleh pelaku jasa konstruksi nasional yang jumlahnya 90 %, sedangkan 60% lainnya dikuasai oleh pelaku jasa konstruksi asing yang jumlahnya hanya 10 %. Kesadaran hukum dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi masih perlu ditingkatkan, termasuk kepatuhan para pihak, yakni pengguna jasa dan penyedia jasa, dalam pemenuhan kewajibannya serta pemenuhan terhadap ketentuan yang terkait dengan aspek keamanan, keselamatan, kesehatan, dan lingkungan, agar dapat mewujudkan bangunan yang berkualitas dan mampu berfungsi sebagaimana yang direncanakan.bidang jasa konstruksi saat ini masih menghadapi berbagai permasalahan seputar lemahnya penguasaan teknologi, sulitnya akses ke permodalan, serta masih kerap terjadi kegagalan bangunan, kegagalan konstruksi, dan mutu konstruksi yang belum sesuai standar. Sementara itu, Undangundang No. 18 tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi masih dipandang secara sempit sebagai undang-undang bidang pekerjaan umum. Sehingga, pembinaan jasa konstruksi lebih dianggap sebagai bagian dari tanggungjawab Kementerian Pekerjaan Umum dan bukan menjadi tanggungjawab semua instansi terkait. Asosiasi jasa konstruksi, hingga saat ini masih disibukkan oleh proses sertifikasi para anggotanya yang sering penuh dengan konflik kepentingan pribadi dan kelompok. Sehingga, asosiasi jasa konstruksi belum dapat berperan sebagai motor penggerak peningkatan kompetensi dan daya saing para anggotanya.sementara itu, Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK) sebagai representasi dari masyarakat jasa konstruksi dalam pengembangan jasa konstruksi belum dapat melaksanakan seluruh tugas yang diamanahkan dalam Undang- Undang Jasa Konstruksi (UUJK) Nomor 18 Tahun 1999. Sebagian besar dari sumber daya yang ada masih terfokus pada penyelenggaraan registerasi badan usaha dan tenaga kerja konstruksi. Pelaksanaan tugas-tugas lain, yaitu penelitian dan pengembangan jasa konstruksi, pendidikan dan pelatihan jasa konstruksi serta arbitrase dan mediasi masih sangat terbatas. Di samping itu, forum jasa konstruksi yang diselenggarakan secara rutin setiap tahun belum berjalan dengan efektif dan produktif dalam menyiapkan rekomendasi kebijakan pembinaan dan pengembangan jasa konstruksi. Meskipun pelaksanaannya senantiasa diperbaiki dari tahun ke tahun, Ppenyelenggaraan forum jasa konstruksi masih terbatas pada pemenuhan aspek adimistrasi dan prosedural serta masih menjadi ajang pelampiasan perbedaan kepentingan yang mencolok di antara pemangku kepentingan. 13

Di sisi lain, pengembangan sumber daya manusia (SDM) konstruksi melalui pelatihan berbasis kompetensi masih menghadapi berbagai keterbatasan, di antaranya terkait dengan ketersediaan sarana dan prasarana, standar kompetensi kerja, modul pelatihan, standar uji, serta tenaga pelatih yang berkompetensi. Nota kesepahaman antara Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian ttenaga Kerja dan Transmigrasi, dan LPJK tentang penyelenggaraan pelatihan konstruksi serta pencanangan Gerakan Nasional Pelatihan Konstruksi (GNPK) diharapkan dapat menggalang sumber daya yang tersedia di tiap-tiap instansi terkait guna mengatasi kendala yang dihadapi. Melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994, Indonesia telah meratifikasi berdirinya World Trade Organization (WTO) dan menjadi anggota dari 153 negara anggota yang tercatat di WTO. Indonesia juga telah meratifikasi ASEAN Framework Agreement on Services (AFAS) melalui Keppres Nomor 88 Tahun 1995. Seluruh kesepakatan dalam perundingan WTO dan AFAS bersifat menngikat. Oleh karena itu Indonesia harus senantiasa aktif dalam setiap perundingan liberalisasi jasa, termasuk jasa konstruksi yang diselenggarakan oleh WTO maupun ASEAN serta forum perundingan liberalisasi regional lainnya. Liberalisasi jasa konstruksi akan menjadi ancaman sekaligus peluang untuk perluasan pangsa pasar jasa konstruksi di luar negeri. Kualitas pelayanan infrastruktur yang ada saat ini tidak memadai untuk mempertahankan pertumbuhan dan daya saing ekonomi yang diharapkan. Hal ini disebabkan karena realisasi investasi infrastruktur hanya mencapai kurang dari setengah kebutuhan yang diperlukan. Kapasitas fiscal tidak memungkinkan untuk mencukupi kebutuhan dana pembangunan infrastruktur, bahkan hanya mampu menyumbangkan 1% dari PDB padahal dana yang diperlukan untuk mempertahankan pertumbuhan ekonomi adalah sebesar 5% dari PDB. TANTANGAN DAN ISU STRATEGIS SUB BIDANG JASA KONSTRUKSI Ketersediaan infrastruktur yang berkualitas merupakan salah satu faktor penentu daya tarik suatu kawasan/wilayah, di samping faktor kualitas lingkungan hidup, image, dan masyarakat (budaya). Sementara itu, kinerja infrastruktur merupakan faktor kunci dalam menentukan daya saing global, selain kinerja ekonomi makro, efisiensi pemerintah, dan efisiensi usaha. Dalam hal daya saing global tersebut, maka World Competitiveness Yearbook 2009 menempatkan Indonesia pada ranking 54 dari 134 negara, di mana ketersediaan infrastruktur yang tidak memadai (peringkat 84 dengan nilai 3,2) merupakan penyumbang ketiga sebagai faktor problematik dalam melakukan usaha setelah akses pendanaan (25,1 %), birokrasi pemerintah yang tidak efisen (18,5%), dan ketidak tersediaan pasokan infrastruktur (11,4 %) 1. Dengan demikian, tantangan pembangunan infrastruktur ke depan adalah bagaimana untuk terus meningkatkan ketersediaan infrastruktur berkualitas dan kinerjanya semakin dapat diandalkan agar daya tarik dan daya saing Indonesia dalam konteks global dapat membaik. Salah satu isu strategis yang dihadapi adalah bagaimana pembangunan infrastruktur dapat membantu mengatasi besarnya kesenjangan antar-kawasan nusantara : antara Kawasan Barat Indonesia (Kabarin) dengan Kawasan Timur Indonesia (Katimin), antara Pulau Jawa dan pulau-pulau lainnya, antara kawasan 1 http://www.weforum.org/pdf/gcr09/gcr20092010fullreport.pdf 14

perkotaan dan kawasan perdesaan, antara kota Jakarta dan kota-kota lainnya. fenomena yang terkait adalah urbanisasi yang cukup tinggi dengan laju antara 1% hingga 1,5% per tahun akibat tingginya mobilitas penduduk. Secara teoritik, kota merupakan mesin pertumbuhan ekonomi (the engine of economic growth), sehingga proses pengembangan wilayah terjadi karena adanya perkembangan kota sebagai pusat pertumbuhan ekonomi, yang lalu diikuti dengan penyebaran pertumbuhan ekonomi di kawasan sekitarnya. Diperkirakan dalam 20 hingga 25 tahun ke depan jumlah penduduk perkotaan di Indonesia akan mencapai 50-65% (Pustra, 2007), dan pada akhir tahun 2014 jumlah penduduk perkotaan diperkirakan mencapai 53 54%. Tingkat urbanisasi yang relatif tinggi belum disertai oleh kemampuan untuk memenuhi kebutuhan infrastruktur yang disebabkan oleh pertumbuhan penduduk oleh urbanisasi tersebut maupun backlog yang telah ada sebelumnya. Demikian juga ketersediaan infrastruktur belum merata ke semua golongan masyarakat, terutama masyarakat miskin. Tantangan lainnya adalah berkaitan dengan penyelenggaraan otonomi daerah, dimana sejak bergulirnya era reformasi 1 (satu) dekade yang silam, maka telah terjadi pemekaran wilayah dengan adanya 7 (tujuh) provinsi baru, 135 kabupaten baru, dan 31 kota baru. Dengan demikian hingga saat ini di seluruh wilayah Nusantara terdapat 33 provinsi, 399 kabupaten dan 98 kota. (Sumber Data : Ditjen Otonomi Daerah Depdagri, Juni 2009). 2 Masih adanya kemiskinan absolut yang tinggi (35 juta jiwa atau 15,4% dari total jumlah penduduk pada tahun 2008) dan rendahnya ketersediaan lapangan kerja (9,2 juta jiwa pengangguran terbuka atau 8,5% dari total jumlah usia produktif pada tahun 2008) menjadi bagian yang juga harus diperhatikan dalam penyelenggaraan infrastruktur pekerjaan umum. Pelayanan infrastruktur dasar di Indonesia saat ini kondisinya relatif tertinggal dibandingkan beberapa negara Asia lainnya. Pengelolaan infrastruktur ke-pu-an selama 10 tahun terakhir belum dikelola secara baik seperti ditunjukkan oleh pendanaan infrastruktur yang masih underinvestment (< 2% PDB). Anggaran pemeliharaan terbatas, demand lebih besar dari supply terutama untuk daerah cepat tumbuh, dan Standar Pelayanan Minimum (SPM) belum sepenuhnya terimplementasi. Sementara di sisi lain kesepakatan MDGs untuk memenuhi sasaran mutu pelayanan infrastruktur terutama penyediaan air bersih dan sanitasi untuk masyarakat berpenghasilan rendah sudah tidak bisa ditunda lagi. Selain itu, tidak dapat diabaikan pula berbagai kesepakatan pembangunan infratruktur bersama, seperti pada kesepakatan kerjasama ekonomi regional: APEC, AFTA, BIMP-EAGA, IMT-GT, SIJORI, Program ASEAN Highway, dan Asia Railway yang akan menuntut upaya sungguh-sungguh dari segenap pelaku pembangunan infrastruktur ke-puan. Karena itu upaya untuk memobilisasi berbagai sumber pembiayaan perlu terus diupayakan dengan mengembangkan skema pembiayaan melalui kerja sama pemerintah-swasta (KPS), bank, dan dari lembaga non bank khusus infrastruktur, serta dana preservasi jalan. Secara khusus, tantangan pembangunan sub bidang jasa konstruksi dalam mendukung pemenuhan pembangunan infrastruktur di atas dapat diuraikan sebagai berikut. 2 http://www.depdagri.go.id/basis-data/2010/01/28/daftar-provinsi 15

- Badan Pembinaan Konstruksi (BP Konstruksi) Kementerian PU menerima mandat sebagai pembina jasa konstruksi nasional untuk memenuhi amanat Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi. Tantangan ke depan, pemerintah perlu terus meningkatkan pembinaan jasa konstruksi baik dalam bentuk pengaturan, pemberdayaan, maupun pengawasan sesuai lingkup pembinaan yang telah diuraikan di muka, sejalan dengan meningkatnya perhatian dan harapan berbagai pihak terhadap jasa konstruksi. - Pembinaan jasa konstruksi selama ini dipersepsikan secara sempit sebagai bagian dari tugas Kementerian PU semata dan belum menjadi tanggung jawab semua pihak sesuai tugas dan kewenangannya. - Meningkatnya perhatian pemerintah daerah terhadap pembinaan jasa konstruksi sebagai tindak lanjut Surat Edaran Mendagri No. 601/2006 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi di Daerah dengan membentuk Tim Pembina yang mengkoordinasikan pembinaan jasa konstruksi daerah dan pengalokasian APBD untuk pembinaan jasa konstruksi perlu mendapat apresiasi yang positif. Namun sayangnya unit struktural pembina jasa konstruksi daerah yang telah terbentuk belum seluruhnya efektif. Hal ini terjadi di antaranya karena PP 41/2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah tidak secara eksplisit menyebutkan bahwa pembinaan jasa konstruksi termasuk dalam rumpun urusan pekerjaan umum. Selain itu, petunjuk teknis mengenai pembentukan unit struktural pembina jasa konstruksi di daerah belum tersedia dan Tim Pembina jasa konstruksi di tingkat pusat sesuai PP 30/2000 yang bertugas untuk mengkoordinasikan pembinaan jasa konstruksi antar Kementerian dan Lembaga terkait belum terbentuk. - Asosiasi konstruksi juga masih lebih cenderung mengutamakan kepentingan-kepentingan jangka pendek kelompok masing-masing, sementara forum jasa konstruksi belum efektif dalam menumbuhkembangkan usaha jasa konstruksi nasional serta memberi masukan bagi Pemerintah dalam menyelenggarakan pembinaan jasa konstruksi. - Memperkuat pasar konstruksi dan meningkatkan profesionalisme industri konstruksi. Termasuk perlunya memperkuat para pelaku usaha konstruksi kecil dan menengah antara lain yang disebabkan oleh lemahnya penguasaan teknologi dan akses permodalan Badan Usaha Jasa Konstruksi. - Masih seringnya terjadi kegagalan bangunan dan mutu konstruksi yang tidak sesuai standar teknis yang di antaranya disebabkan oleh lemahnya pengawasan dan belum konsistennya penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja Konstruksi (SMK3 Konstruksi) serta Sistem Manajemen Mutu Konstruksi (SMM Konstruksi) yang belum berjalan secara konsisten. - Berbagai kebijakan percepatan investasi swasta beserta dukungan Pemerintah yang dapat disediakan belum berjalan efektif. - Dari sekitar 145 ribu kontraktor di Indonesia hampir semuanya memperebutkan 40% pangsa pasar jasa konstruksi nasional yang umumnya disediakan pemerintah (APBN dan APBD). Sedangkan 60% pasar jasa konstruksi Indonesia lainnya, justru dikuasai oleh kontraktor asing terutama di sektor migas. Sementara itu permintaan keterlibatan badan usaha/tenaga kerja konstruksi Indonesia di luar negeri terus meningkat. 16

- Masih belum dimilikinya data base peralatan dan material konstruksi di tiap-tiap provinsi secara lengkap. - Sumber Daya Manusia (SDM) jasa konstruksi masih menghadapi permasalahan pada proses sertifikasi yang masih kurang obyektif dan mahal, sehingga langsung atau tidak langsung menyebabkan tenaga ahli dan tenaga terampil bidang konstruksi masih jauh dari cukup yang di antaranya disebabkan oleh pelaksanaan assessment sertifikasi belum sesuai ketentuan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI). - Berbagai kebutuhan dana investasi infrastruktur yang harus dipenuhi dari investasi swasta (financing gap sebesar Rp 978 Triliun). - Berbagai potensi sumber pendanaan investasi infrastruktur belum dimanfaatkan secara maksimal. Sedangkan isu-isu strategis sub bidang jasa konstruksi dalam mendukung pemenuhan pembangunan infrastruktur di atas dapat diuraikan sebagai berikut. - Meningkatkan kompetensi SDM konstruksi Indonesia dalam skala nasional maupun skala internasional. Kementerian Pekerjaan Umum perlu melakukan pelatihan berbasis kompetensi yang mengacu pada standar kompetensi internasional bagi lulusan perguruan tinggi yang akan bekerja di sektor konstruksi sehingga lulusannya memiliki kompetensi berstandar internasional. - Meningkatkan kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM) jasa konstruksi menuju tenaga ahli dan tenaga terampil bidang konstruksi yang berdaya saing tinggi sesuai SKKNI. - Meningkatkan kualitas prasarana dan sarana pelatihan mengacu pada kebutuhan pelatihan berbasis kompetensi (kondisi prasarana dan sarana pelatihan saat ini sangat jauh tertinggal dibandingkan beberapa negara tetangga). - Meningkatkan kualitas lembaga pelatihan dan lembaga uji/sertifikasi dalam proses pelatihan dan sertifikasi, dengan pengembangan sarana dan prasarana pelatihan dan pendampingan instruktur dan asesor yang berkualitas. - Penerapan konsep sustainable/green construction yang merupakan proses konstruksi yang menggunakan metode/konsep serta bahan bangunan yang tepat, efisien, dan ramah lingkungan di bidang pembangunan konstruksi dalam rangka merespon pemanasan global. - Lemahnya akses permodalan Badan Usaha Jasa Konstruksi dan belum adanya lembaga pertanggungan untuk memberikan prioritas, pelayanan, kemudahan, dan akses dalam memperoleh jaminan pertanggungan risiko. - Praktik-praktik kolusi, korupsi, dan nepotisme (KKN) dalam industri konstruksi nasional dan perilaku bisnis jasa konstruksi masih menjadi sorotan publik sampai saat ini. Kondisi ini telah membuat persaingan di industri konstruksi belum sepenuhnya berdasarkan kompetensi dan profesionalisme, tetapi lebih berdasarkan pada kemampuan negosiasi atau lobby, sehingga menyebabkan kualitas konstruksi tidak sesuai dengan yang diharapkan. 17

- Pasar jasa konstruksi nasional masih terdistorsi akibat ketidakseimbangan antara supply dan demand. Oleh karena itu perlu upaya pembinaan perusahaan jasa konstruksi melalui penerapan kualifikasi/klasifikasi persyaratan kemampuan dalam pendirian badan usaha jasa konstruksi. - Liberalisasi perdagangan jasa konstruksi merupakan suatu proses yang sedang berjalan dan tidak perlu diperdebatkan apakah Indonesia siap atau tidak siap. Yang lebih penting adalah menyiapkan penyedia jasa konstruksi yang berdaya saing tinggi, baik di pasar domestik, maupun di pasar internasional. - Otonomi daerah sebagai instrumen desentralisasi akan menjadi pendorong perdagangan jasa konstruksi nasional dengan diterapkannya kebijakan penanaman modal langsung ke daerah. - Pengarusutamaan gender dalam proses pelaksanaan kegiatan subbidang jasa konstruksi, baik dari segi akses, kontrol, partisipasi, maupun manfaatnya. - Perlunya berbagai inovasi pola pembiayaan investasi infrastruktur, khususnya infrastruktur pekerjaan umum. - Perlunya mempertajam kebijakan dukungan Pemerintah dalam kerangka Public Private Partnership (PPP) agar kebijakan yang ada dapat berjalan efektif. - Perlunya mendorong dan memfasilitasi pemanfaatan sumber-sumber pendanaan investasi infrastruktur yang tersedia. LINGKUNGAN STRATEGIS a. Kekuatan (Strength) Berdasarkan kondisi pada akhir tahun 2012, beberapa kekuatan yang dimiliki Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan yang dapat diidentifikasi adalah sebagai berikut: 1. Tugas pokok dan fungsi Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan sudah cukup jelas dengan adanya Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 08/PRT/M/2010 tanggal 8 Juli 2010 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pekerjaan Umum. 2. Latar belakang personil yang beragam dari teknik sipil, teknik Industri, manajemen, ekonomi, ilmu pemerintah, hukum dan sosial dengan 1 orang berpendidikan S3, 13 orang berpendidikan S2, dan 32 orang S1. Keragaman latar belakang pendidikan merupakan sinergi karena untuk melaksanakan tugas dan fungsi Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan dibutuhkan berbagai bidang disiplin ilmu. 3. Adanya penambahan staf untuk mengisi kekurangan SDM yang ada sehingga diharapkan bisa meningkatkan kinerja dalam melaksanakan tugas dan fungsi Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan. 18

4. Prasarana dan sarana untuk pejabat struktural cukup memadai; Seluruh pejabat struktural sampai Eselon IV memiliki alat pengolah data (unit komputer) masing-masing; sebagian besar staf juga sudah memiliki alat pengolah data dan meja kursi masing-masing. 5. Pengalaman para pejabat struktural cukup baik, rata-rata berasal dari satminkal teknis (Ditjen SDA, Bina Marga, Cipta Karya, Perkim, LPJK, dan BSP) sehingga memberikan dinamika dan peluang koordinasi serta networking yang baik. 6. Memiliki mandat tugas pembinaan jasa konstruksi sesuai UU No. 18/1999 dan PP No. 4/2010, PP No. 4/2010, PP 59/2010, dan PP No. 30/2000, UU No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah, PP No. 38/2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota, UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan dan UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional; 7. Tugas pokok dan fungsi BP Konstruksi sudah cukup jelas dengan adanya Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 8/PRT/M/2010 tanggal 17 Juni 2010 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pekerjaan Umum, 8. Motivasi kerja dan upaya untuk meningkatkan kapasitas karyawan cukup tinggi. 9. Staf Badan Pembinaan Konstruksi dikenal sebagai staf yang memiliki wawasan luas. 10. Tersedianya anggaran pembinaan jasa konstruksi yang memadai; 11. Sudah ada konsep road map pembinaan dan pengembangan jakon; 12. Terbentuknya balai pelatihan jasa konstruksi di beberapa wilayah di Indonesia sehingga mengakomodir pembinaan jasa konstruksi secara optimal 13. Tersedianya media Informasi Sistem Pembinaan Jasa Konstruksi (SIPJAKI) b. Kelemahan (Weakness) 1. Belum semua staf mendapat fasilitas alat pengolah data yang sesuai dengan standar kebutuhan kegiatan Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan. 2. Masih perlu ditingkatkan kinerja unit-unit di lingkungan Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan sebagai satu kesatuan tim; 3. Budaya kerja dalam bentuk nilai-nilai strategis Bersama KITA Membangun belum tersosialisasi dan tertanam secara baik dalam perilaku kerja sehari-hari. 4. Masih adanya staf yang kinerjanya di bawah standar; 5. Orientasi kerja staf masih belum sepenuhnya didasarkan pada pencapaian sasaran tugas Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan; 6. Pejabat struktural (Eselon IV Eselon II) dan staff senior yang akan pensiun. 19

7. Kemungkinan promosi bagi jabatan yang ditinggalkan oleh pejabat yang pensiun atau mutasi diisi dari luar BP KONSTRUKSI sehingga berpengaruh terhadap motivasi kerja; 8. Belum lengkapnya pengaturan (juknis) pembinaan jakon daerah; 9. Kurangnya pemantauan dan evaluasi (monev) serta penegakan hukum jasa konstruksi; 10. Belum lengkapnya data base pembinaan jasa konstruksi; 11. Rendahnya pembinaan daya saing badan usaha dan tenaga kerja konstruksi; 12. Staf junior belum memiliki kapasitas untuk pembinaan jasa konstruksi daerah, 13. Masih perlu pelaksanaan pembinaan konstruksi di luar bidang PU untuk ditingkatkan. c. Kesempatan (Opportunity) 1. Terbitnya Undang-Undang Nomor 18/1999 tentang Jasa Konstruksi (UUJK) dan peraturan pelaksanaannya sebagai landasan hukum pengaturan Jasa konstruksi yang terencana, terarah, terpadu, dan menyeluruh. UUJK adalah modal utama bagi Pemerintah untuk mengembangkan industri jasa konstruksi menuju tertib usaha, tertib penyelenggaraan, dan peningkatan kompetensi stakeholder jasa konstruksi. 2. Terbitnya Surat Edaran Mendagri nomor: 601/476/SJ tanggal 13 Maret 2006 perihal Penyelenggaraan Jasa Konstruksi di Daerah SE Mendagri memberikan payung hukum bagi pembina jasa konstruksi pusat untuk bersamasama dengan pemerintah daerah dalam melakukan pembinaan konstruksi di seluruh wilayah Indonesia sampai tingkat kabupaten/kota. 3. Terbitnya Peraturan Pemerintah No. 4/2010 tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah No. 28/2000 tentang Usaha dan Peran Masyarakat Jasa Konstruksi dan Konstruksi dan Peraturan Pemerintah No. 92/2010 tentang perubahan kedua atas Peraturan Pemerintah No. 28/2000 tentang Usaha dan Peran Masyarakat Jasa Konstruksi. Adanya perubahan PP 28/2000 akan mempengaruhi sistem kerja pembinaan usaha jasa konstruksi dan Lembaga. Peraturan Pemerintah No. 4/2010 dan Peraturan Pemerintah No. 92/2010 akan mengakibatkan perubahan yang signifikan terhadap pengaturan usaha dan peran masyarakat seperti klasifikasi dan kualifikasi usaha, lembaga. Adanya pengaturan yang baru memungkinkan pemerintah untuk melakukan perubahan pada berbagai aspek usaha jasa konstruksi seperti masalah proses sertifikasi yang lebih bertanggung jawab, proses IUJK yang lebih terpantau, dan lain sebagainya. 4. Terbitnya Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 10/PRT/M/2010 tentang Tata Cara Pemilihan Pengurus, Masa Bakti, Tugas Pokok dan Fungsi, Serta Mekanisme Kerja Lembaga 20

Pengembangan Jasa Konstruksi dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 24/PRT/M/2010 Tentang Perubahan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum nomor 10/PRT/M/2010 Tentang Tata Cara Pemilihan Pengurus, Masa Bakti, Tugas Pokok dan Fungsi, serta Mekanisme Kerja Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi. Dengan terbitnya Permen PU No. 10 tahun 2010 dan Permen PU No. 24 tahun 2010 sebagai turunan dari Peraturan Pemerintah tahun 2010, Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi memiliki kejelasan dalam mekanisme kerja serta tugas pokok dan fungsinya di dalam upaya pengembangan jasa konstruksi di Indonesia. 5. Terbentuknya unit-unit kerja pembina jasa konstruksi daerah yang berada dibawah manajemen Departemen Dalam Negeri Terbentuknya unit-unit kerja pembina jasa konstruksi daerah dibawah Departemen Dalam Negeri akan memungkinkan pembinaan jasa konstruksi lintas sektor, dan tidak terbatas pada bidang ke- PU-an saja. 6. Tersedianya dana pembinaan dalam bentuk APBN dan APBD serta dana dari pihak lain yang tidak mengikat akan membantu kelancaran pembinaan jasa konstruksi sebagaimana dimaksud dalam Tupoksi. 7. Meningkatnya Dukungan DPR serta perhatian pemda terhadap pembinaan jakon; 8. Permintaan keterlibatan badan usaha/ tenaga kerja konstruksi di luar negeri; 9. Pengaturan kesetaraan kompetensi keahlian di tingkat ASEAN (ACPE); 10. Tahun 2020 liberalisasi perdagangan dan jasa berlaku penuh yang akan memperluas wilayah usaha; 11. Banyaknya program pendidikan dan kursus peningkatan kapasitas (capacity building) yang diselenggarakan oleh Badan Pembinaan Konstruksi, Kementerian PU dan Kementerian terkait lainnya maupun Lembaga Donor Internasional/ Multilateral. 12. Kepercayaan lembaga masyarakat jasa konstruksi (LPJK, Asosiasi Jasa Konstruksi, Badan Usaha Jasa Konstruksi, Kementerian PU dan Kementerian terkait lainnya) terhadap Badan Pembinaan Konstruksi dalam rangka mengkoordinasikan upaya-upaya mewujudkan usaha jakons yang profesional, efisien dan berdaya saing. 13. Kepercayaan lembaga/ forum kerjasama internasional dalam perundingan kerjasama/ liberalisasi internasional bidang konstruksi. 14. Komitmen Pemerintah dan seluruh elemen masyarakat untuk memberantas KKN di segala bidang, termasuk jasa konstruksi; 15. Stabilitas makroekonomi semakin membaik; 16. Adanya lembaga ombudsman persaingan usaha (KPPU); 21

17. Terbukanya penanaman modal asing secara langsung; 18. Terbukanya akses informasi melalui teknologi informasi dan komunikasi; 19. Peningkatan mutu pendidikan tinggi; 20. Pelaksanaan reformasi total; 21. Kampanye penerapan good governance and good corporate governance; 22. investasi infrastruktur padat tenaga kerja (membuka lapangan kerja); 23. Perluasan pelayanan publik melalui desentralisasi; 24. Pembangunan berkelanjutan (sustainaible development) dalam sektor konstruksi (green construction); d. Ancaman (Threat) 1. Masuknya penyedia jasa konstruksi asing yang memiliki berbagai keunggulan dari segi kemampuan modal, SDM, peralatan dan bahan. Pasar cenderung memilih produsen yang akan menyediakan produk akhir yang sesuai dengan ekspektasi konsumennya. Apabila kemampuan penyedia jasa konstruksi nasional tidak meningkat dan masih berada di bawah kemampuan penyedia jasa konstruksi asing, maka pasar akan cenderung memilih penyedia jasa konstruksi asing. 2. Semakin gencarnya tuntutan dari negara asing kepada Indonesia untuk mengurangi barrier to entry sektor industri jasa konstruksi sebagai wujud komitmen liberalisasi perdagangan. Semakin banyak penyedia jasa konstruksi asing yang masuk ke pasar jasa konstruksi Indonesia, semakin sedikit market share yang dapat diperebutkan oleh penyedia jasa konstruksi nasional. Respon Pemerintah Republik Indonesia terhadap tuntutan ini harus melihat kesiapan kondisi/kemampuan penyedia jasa konstruksi nasional serta iklim usaha industri-industri di Indonesia. 3. Masih minimnya koordinasi program kegiatan antar instansi pembina jasa konstruksi Arus informasi yang kurang lancar merupakan kendala utama untuk menyelaraskan programprogram pembinaan dan pelaksanaan tugas pembina jasa konstruksi antar pusat dan daerah. Satu-satunya cara untuk mengatasi hambatan ini adalah dengan memperlancar dan meningkatkan kemudahan perolehan informasi. Sistem informasi berbasis internet dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif untuk meminimalisasikan masalah. 4. Masih minimnya pengetahuan pembina jasa konstruksi di tingkat daerah akan pemahaman tentang pelaksanaan tugas-tugas pembinaan jasa konstruksi Dari hasil pemantauan kegiatan-kegiatan Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan pada tahuntahun anggaran sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa sebagian besar pembina jasa konstruksi di daerah masih memandang bahwa permasalahan jasa konstruksi hanya sebatas pada masalah proses pengadaan dan hubungan antara penyedia jasa dan pemerintah sebagai pengguna jasa, 22

serta sertifikasi penyedia jasa konstruksi (badan usaha dan tenaga kerja konstruksi)i. Selain itu pelaksanaan pembinaan jasa konstruksi belum merambah sektor swasta. 5. Tingginya pertumbuhan badan usaha jasa konstruksi tidak diiringi dengan kualitas kinerja 6. Terbatasnya SDM Pemerintah dari segi kualitas dan kuantitas Disamping masalah kualitas, jumlah pembina jasa konstruksi dirasakan jauh dari cukup untuk dapat menjalankan tugas pembinaan dengan baik. Sebagai ilustrasi, pemantauan IUJK untuk proyek-proyek swasta sangat sulit dilakukan oleh Pemerintah mengingat luasnya wilayah Indonesia. 7. Perubahan struktur organisasi akibat dinamika organisasi Kementerian Pekerjaan Umum dan dinamika politik nasional; 8. Pengaruh penyedia barang/ jasa yang memberi peluang terjadinya KKN; 9. Perubahan tatanan organisasi di tingkat propinsi/kab./kota pasca PP 41/2007 yang menyebabkan berkurang/hilangnya unit struktural Pembina konstruksi daerah; 10. Penolakan keterlibatan Pemerintah oleh oknum asosiasi perusahaan/profesi jasa konstruksi; 11. Penguasaan asing atas manajemen, teknologi, dan peralatan konstruksi yang lebih baik; 12. Rendahnya koordinasi antar instansi pembina jasa konstruksi; 13. Penyelenggaraan jasa konstruksi sektor swasta belum mengimplementasikan pengaturan jasa konstruksi secara penuh; 14. Resesi ekonomi global; 15. Remunerasi beberapa sektor lain lebih menarik; 16. Dominasi penyelenggaraan konstruksi oleh badan usaha asing; 17. Masih ada penyedia barang/ jasa yang berkinerja di bawah standar 18. Kompensasi bagi sebagian staf (golongan II) belum memenuhi standar minimal kebutuhan fisik minimum (KFM) hidup berkeluarga. 19. Kompensasi bagi sebagian staf (golongan III) belum memenuhi standar minimal hidup berkeluarga yang berkualitas (Quality of Life). 20. Penguasaan informasi oleh badan usaha asing lebih baik dibandingkan pelaku industri konstruksi Indonesia (asimetri informasi); 21. Daya saing industri negara lain umumnya lebih tinggi 22. Teknologi baru yang belum banyak dikuasai industri konstruksi nasional 23. Akses ke sumber permodalan belum kondusif. 24. Euphoria desentralisasi pemerintahan di tingkat provinsi dan kab./kota; 25. Persaingan antar negara semakin tinggi 26. Prosedur pengadaan infrastruktur dengan dana PHLN masih tergantung donor asing 27. Tuntutan global dan masyarakat dunia akan mutu konstruksi 23

ANALISA LINGKUNGAN STRATEGIS Analisa Internal Tugas pokok dan fungsi Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan sebagaimana tertera dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 08/PRT/M/2010, memerlukan keahlian manajerial dari berbagai disiplin ilmu mulai dari sipil, ekonomi, manajemen, hukum, dan sosial/kepemerintahan. Bila dihubungkan dengan ketersediaan SDM, Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan telah memiliki personil dengan latar belakang disiplin-disiplin ilmu tersebut. Untuk pengembangan karir dan kompetensi, penempatan SDM idealnya adalah menurut kesesuaian antara tugas dan pengalaman/latar belakang pendidikan/keahlian. Namun sejauh ini hal tersebut masih sulit dilakukan mengingat keterbatasan jumlah SDM. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah kesinambungan kegiatan dari tahun ke tahun. Selain bertujuan untuk mencapai sasaran 5 tahunan Badan Pembinaan Konstruksi, kesinambungan kegiatan akan sangat berpengaruh terhadap perkembangan kemampuan dan keahlian personil Pusat. Melihat kondisi Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan sampai dengan akhir TA 2012, perlu adanya pembagian tugas harian yang lebih proporsional. Beban kerja pada setiap personil seharusnya seimbang antara kualitas dan kuantitas dengan melihat kemampuan bidang, tingkat pendidikan, dan pengalaman. Selain itu kaderisasi dan transfer pengetahuan dari staf-staf yang lebih senior sangat diperlukan. Hal tersebut dapat dilakukan dengan memberikan sebagian tanggung jawab pelaksanaan kegiatan kepada staf-staf yang tergolong baru dengan tetap dilakukan pengawasan dari staf yang lebih senior, sehingga setiap kegiatan Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan dapat dijadikan training ground para personilnya. Analisa External Pembina Terbitnya SE Mendagri nomor 601 memberikan payung hukum bagi pembina jasa konstruksi pusat untuk bersama-sama dengan pemerintah daerah untuk melakukan pembinaan konstruksi di seluruh wilayah Indonesia sampai tingkat kabupaten/kota. Terbentuknya unit-unit kerja pembina jasa konstruksi daerah dibawah Departemen Dalam Negeri akan memungkinkan pembinaan jasa konstruksi lintas sektor, dan tidak terbatas pada bidang ke-pu-an saja. Namun dalam implementasinya masih dijumpai berbagai kendala. Salah satu kendala utama adalah kurang lancarnya arus informasi yang menghambat usaha penyelarasan program-program pembinaan dan pelaksanaan tugas pembina jasa konstruksi antar pusat dan daerah. Satu-satunya cara untuk mengatasi hambatan ini adalah dengan memperlancar dan meningkatkan kemudahan perolehan informasi. Sistem informasi berbasis internet dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif untuk meminimalisasikan masalah. 24