VI. ANALISIS NILAI TAMBAH INDUSTRI PENGGERGAJIAN KAYU (IPK)

dokumen-dokumen yang mirip
IV. METODE PENELITIAN

V. KEADAAN UMUM INDUSTRI KAYU DI KECAMATAN CIGUDEG

II. TINJAUAN PUSTAKA

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Kerangka pemikiran teoritis dalam penelitian ini berisi teori-teori yang

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODE PENELITIAN. Tanaman kehutanan adalah tanaman yang tumbuh di hutan yang berumur

ANALISIS NILAI TAMBAH DAN PEMASARAN KAYU SENGON GERGAJIAN (Studi Kasus di Kecamatan Cigudeg Kabupaten Bogor)

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN. Konsep dasar merupakan pengertian yang digunakan untuk memperoleh

ASPEK SOSIAL EKONOMI JENIS: SUNGKAI

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dengan sumberdaya hutan yang

III. METODE PENELITIAN

IDENTIFIKASI NILAI TAMBAH AGROINDUSTRI MINYAK KAYU PUTIH DI KPHL TARAKAN

METODOLOGI. Waktu dan Tempat. Alat dan Bahan. Metode Penelitian

8. NILAI TAMBAH RANTAI PASOK

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Karakterisik Umum Pelaku Usaha yang Memanfaatkan Limbah Serbuk Gergaji Menjadi Bag Log

IV. METODE PENELITIAN. Lokasi penelitian ini adalah di Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng,

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional meliputi pengertian yang digunakan

BAB I PENDAHULUAN. ( Jamilah, 2009 ). Menurut Direktorat Bina Produksi Kehutanan (2006) bahwa

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Industri pengolahan kayu merupakan industri yang mengolah kayu atau

Lampiran 1 Kuisioner responden petani 1. Berapa luas lahan yang Bapak miliki? 2. Bagaimana cara bapak mengelola hutan rakyat yang Bapak miliki? a.

ANALISIS NILAI TAMBAH AGROINDUSTRI KECAP (Studi Kasus pada Pengusaha Kecap Cap Jago di Desa Cibenda Kecamatan Parigi Kabupaten Pangandaran)

ANALISIS NILAI TAMBAH DAN PEMASARAN KAYU SENGON GERGAJIAN (Studi Kasus di Kecamatan Cigudeg Kabupaten Bogor)

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

KAJIAN PEMASARAN KAYU JATI RAKYAT DI KABUPATEN LAMPUNG TIMUR

KINERJA USAHA AGROINDUSTRI KELANTING DI DESA KARANG ANYAR KECAMATAN GEDONGTATAAN KABUPATEN PESAWARAN

PROSIDING Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2006 : POTENSI, KEGUNAAN DAN NILAI TAMBAH KAYU DARI HUTAN RAKYAT DI KABUPATEN BOGOR

III. METODE PENELITIAN. mengenai variabel yang akan diteliti untuk memperoleh dan menganalisis data

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Kecil Menengah

DIVERSIFIKASI NILAI TAMBAH DAN DISTRIBUSI KEREPIK UBI KAYU DI KECAMATAN SARONGGI KABUPATEN SUMENEP

ANALISIS EFISIENSI DAN NILAI TAMBAH AGROINDUSTRI TAHU DI KOTA PEKANBARU

III. METODE PENELITIAN. untuk mendapatkan data melakukan analisa-analisa sehubungan dengan tujuan

Lampiran 1 Data luas lahan yang dimiliki petani hutan rakyat di masing masing desa penelitian No Responden Desa Margajaya

BAB III METODE PENELITIAN

BAB VI ANALISIS USAHA AYAM RAS PEDAGING DI PASAR BARU BOGOR

VI. RANCANGAN KERJA DAN TATA LETAK. A. Prinsip Rancangan dan Kerja Industri Penggergajian

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Lampung Timur. Lokasi penelitian

BAB VI KELEMBAGAAN USAHA KAYU RAKYAT

ANALISIS NILAI TAMBAH, KEUNTUNGAN, DAN TITIK IMPAS PENGOLAHAN HASIL RENGGINANG UBI KAYU (RENGGINING) SKALA RUMAH TANGGA DI KOTA BENGKULU

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang

KAJIAN SISTEM DAN KEBUTUHAN BAHAN BAKU INDUSTRI PENGOLAHAN KAYU DI KALIMANTAN SELATAN

MENAKSIR VOLUME POHON BERDIRI DENGAN PITA VOLUME BUDIMAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Perusahaan

9. Secara singkat gambaran usaha pembuatan bag log pada Responden Bersangkutan:

II. TINJAUAN PUSTAKA. (hardwood). Pohon jati memiliki batang yang bulat lurus dengan tinggi mencapai

Analisis Potensi Limbah Penebangan dan Pemanfaatannya pada Hutan Jati Rakyat di Kabupaten Bone

ANALISIS USAHA DAN NILAI TAMBAH AGROINDUSTRI GULA SEMUT (Studi Kasus pada Perajin Gula Semut di Desa Sidamulih Kecamatan Pamarican Kabupaten Ciamis)

Kayu gergajian Bagian 2: Pengukuran dimensi

TINJAUAN PUSTAKA. kayu dari pohon-pohon berdiameter sama atau lebih besar dari limit yang telah

BAB I PENDAHULUAN. terlebih keuntungan dalam sektor pertanian. Sektor pertanian terutama

III. METODE PENELITIAN

ALAT DAN MESIN PANEN PADI

Lampiran 1. Analisis Nilai Tambah Metode Hayami Kerajinan Meja Akar pada Bulan Maret 2011

PENDAPATAN DAN NILAI TAMBAH USAHA KOPI BUBUK ROBUSTA DI KABUPATEN LEBONG (STUDI KASUS PADA USAHA KOPI BUBUK CAP PADI)

ANALISIS NILAI TAMBAH USAHA AGROINDUSTRI DAN PEMASARAN PRODUK GULA AREN DI KECAMATAN GUNUNGSARI KABUPATEN LOMBOK BARAT ABSTRAK

ANALISIS USAHA DAN NILAI TAMBAH AGROINDUSTRI TEMPE (Suatu Kasus di Kelurahan Banjar Kecamatan Banjar Kota Banjar) Abstrak

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

Oleh : Iif Latifah 1, Yus Rusman 2, Tito Hardiyanto 3. Fakultas Pertanian Universitas Galuh 2. Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran

III. METODE PENELITIAN. langsung terhadap gejala dalam suatu masyarakat baik populasi besar atau kecil.

ANALISIS PENDAPATAN DAN NILAI TAMBAH AGROINDUSTRI TAPE SINGKONG DI KOTA PEKANBARU

ANALISIS NILAI TAMBAH. Julian Adam Ridjal PS Agribisnis Universitas Jember

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PIKIRAN. Asam gelugur (Garcinia atroviridis Griff) berasal dari kawasan Asia yaitu

KAJIAN TEKNIS OPTIMALISASI PEMANFAATAN LIMBAH BATANG SAWIT UNTUK BAHAN BANGUNAN DAN MEBEL

V. KEADAAN UMUM DAN KONDISI WILAYAH. Kecamatan Leuwiliang memiliki empat unit usaha pengolahan limbah

Seminar Nasional IENACO 2016 ISSN:

METODE PENELITIAN. Klaster adalah konsentrasi spasial dari industri industri yang sama atau

KAYULAPIS Teknologi dan Sertifikasi sebagai Produk Hijau

BAB III METODE PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

III. METODE PENELITIAN. untuk mengelola faktor-faktor produksi alam, tenaga kerja, dan modal yang

III. METODOLOGI PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. (b) Mewujudkan suatu keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia.

III. METODOLOGI PENELITIAN Metodologi Penelitian dan Pengumpulan Data. tempat dan waktu btertentu. Metode pengumpulan dengan melakukan

Staf Pengajar Jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian Unja ABSTRAK

M E M U T U S K A N :

ANALISIS BIAYA DAN HARGA POKOK PRODUKSI KAYU GERGAJIAN (Sawn Timber ) HUTAN RAKYAT (Kasus Pada CV Sinar Kayu, Kecamatan Leuwi Sadeng, Kabupaten Bogor)

ANALISIS NILAI TAMBAH PISANG NANGKA (Musa paradisiaca,l) (Studi Kasus di Perusahaan Kripik Pisang Krekes di Loji, Wilayah Bogor)

ANALISIS EKONOMI PAKAN TERNAK TERFERMENTASI BERBASIS LIMBAH AGROINDUSTRI PISANG DI KABUPATEN LUMAJANG

Kayu bundar Bagian 2: Pengukuran dan tabel isi

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

ABSTRAK. PENDAHULUAN Latar Belakang. GaneÇ Swara Vol. 10 No.1 Maret 2016 IDA BGS. EKA ARTIKA, 2) IDA AYU KETUT MARINI

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang)

VII. ANALISIS PENDAPATAN

II. PASCA PANEN KAYU MANIS

BAB III METODE PENELITIAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Sosio Ekonomika Bisnis Vol 16. (2) 2013 ISSN

ANALISIS NILAI TAMBAH INDUSTRI KERIPIK TEMPE SKALA RUMAH TANGGA (Studi Kasus Desa Lerep Kecamatan Ungaran Barat Kabupaten Semarang)

BAB II LANDASAN TEORITIS. A. Pengertian dan Fungsi Akuntansi Biaya. 1. Pengertian Akuntansi Biaya

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

VII. ANALISIS KETERKAITAN SEKTOR BERBASIS KEHUTANAN Keterkaitan Sektor Berbasis Kehutanan

EFISIENSI PEMASARAN KAYU JABON (Anthocephalus cadamba) (STUDI KASUS HASIL HUTAN RAKYAT DESA WAMBULU KECAMATAN KAPONTORI)

PRODUKTIVITAS PENEBANGAN PADA HUTAN JATI (Tectona Grandis) RAKYAT DI KABUPATEN BONE

NILAI TAMBAH OLAHAN HASIL PERTANIAN PADA USAHA GABUNGAN KELOMPOK TANI (GAPOKTAN) MESRA JAYA KELURAHAN SAWAH LEBAR LAMA KOTA BENGKULU PENDAHULUAN

ANALISIS EKONOMI PAKAN TERNAK TERFERMENTASI BERBASIS LIMBAH AGROINDUSTRI PISANG DI KABUPATEN LUMAJANG

NILAI TAMBAH PADA AGROINDUSTRI TAHU

ANALISIS NILAI TAMBAH DAN MARGIN PEMASARAN PISANG MENJADI OLAHAN PISANG ANALYSIS OF ADDED VALUE AND MARKETING MARGIN OF PROCESSED BANANA PRODUCTS

Uji Efektifitas Teknik Pengolahan Batang Kayu Sawit untuk Produksi Papan Panil Komposit

Transkripsi:

VI. ANALISIS NILAI TAMBAH INDUSTRI PENGGERGAJIAN KAYU (IPK) 6.1. Analisis Nilai Tambah Jenis kayu gergajian yang digunakan sebagai bahan baku dalam pengolahan kayu pada industri penggergajian kayu di Kecamatan Cigudeg, Kabupaten Bgor adalah jenis kayu putih-putihan atau biasa disebut sengon (Paraserianthes falcataria). Kayu tersebut dibeli dari suplayer-suplayer kayu di daerah sekitar bogor barat dan luar daerah. Kayu yang dibeli dalam keadaan yang telah berbentuk seperti balok. Harga kayu berbeda-beda tergantung jarak lokasi penebangan kayu. Harga kayu berkisar antara Rp. 25 ribu-30 ribu per batang dengan ukuran diameter 12/20 dengan panjang 2,80 m. bahan baku kayu yang diperoleh pada umumnya berasal dari hutan rakyat. Ukuran sortimen kayu yang digunakan di industri penggergajian kayu dapat dilihat pada Tabel Tabel 12. Ukuran Kayu Berdasarkan Jenis Sortimen di Kecamatan Cigudeg No Ukuran Jenis Sortimen Tebal (cm) Lebar (cm) Panjang (cm) 1 Kaso 4 6 280 2 Papan 1,8 18 280 3 Balok 6 12 280 Sumber : Data Primer Proses pengolahan memerlukan beberapa alat pengolahan, antara lain mesin utama gergajian, gergajian pita dan mesin diesel. Mesin utama gergajian yang digunakan masing-masing skala usaha berbeda kapasitasnya. Pada skala usaha kecil mesin yang digunakan satu mesin, dua mesin pada skala usaha menengah dan tiga mesin pada skala besar. Bahan bakar yang digunakan adalah solar. Perhitungan nilai tambah kayu gergajian ini tidak memperhitungkan biaya transportasi, karena jalur tataniaga yang terjadi pada umumnya, pembeli yang mendatangi langsung ke lokasi pengolahan kayu gergajian. Dasar perhitungan dalam analisis nilai tambah kegiatan produksi pengolahan kayu gergajian menggunakan per satuan meter kubik kayu gergajian sebagai bahan baku utama. Analisis nilai tambah dalam kegiatan produksi kayu

gergajian dilakukan untuk mengetahui besarnya nilai tambah pengolahan bahan baku kayu menjadi produk kayu olahan (papan, kaso, balok), serta untuk mengetahui distribusi marjin yang diperoleh dari aktifitas pengolahan tersebut kepada factor-faktor produksi yang telah digunakan. Dalam analisis nilai tambah terdapat komponen-komponen yang digunakan dalam perhitungan nilai tambah, antara lain output kayu gergajian, bahan baku, tenaga kerja langsung, dan sumbangan input lain. Komponen perhitungan nilai tambah pengolahan kayu gergajian pada industri penggergajian kayu (IPK) berdasarkan kapasitas mesin produksi dapat dilihat pada Tabel 10. Analisis nilai tambah dilakukan pada periode produksi rata-rata satu tahun. Dasar perhitungan analisis nilai tambah menggunakan perhitungan per meter kubik bahan baku. Perhitungan dalam analisis nilai tambah dilakukan dengan membandingkan para pengusaha atau pemilik usaha berdasarkan skala usaha atau kapasitas mesin produksi yang dihasilkan yaitu skala kecil, skala menengah dan skala besar. Nilai faktor konversi dihitung berdasarkan pembagian antara nilai output yang dihasilkan dengan nilai input yang digunakan. Nilai faktor konversi yang diperoleh masing-masing skala usaha berbeda-beda. Nilai faktor konversi pada produsen skala usaha kecil sebesar 0,87 persen, 0,83 persen pada skala usahas menengah dan skala usaha besar sebesar 0,89 persen. Perbedaan nilai konversi yang diperoleh dipengaruhi oleh ukuran produk dan bahan baku. Artinya dengan menggunakan satu meter kubik bahan baku utama kayu balok menghasilkan reindemen sebesar 0,75 persen. Harga input bahan baku pada IPK skala usaha kecil Rp. 27 ribu-30 ribu per batang, bila dikonversikan berkisar antara Rp. 432.000-Rp.464.000 per meter kubik, dengan ukuran 11/20 sebanyak 16,3 batang., pada skala usaha menengah Rp. 480.000,- per m 3 dan pada skala usaha besar Rp. 408.000,- per m 3. Perbedaan harga input bahan baku ini disebabakan oleh biaya transportasi bahan baku tersebut ke lokasi pabrik serta jumlah permintaan kayu. Berkaitan dengan bahan baku yang digunakan bersumber dari proses biologi tanaman kehutanan yang sangat dipengaruhi kondisi alam, maka 47

diprediksi akan memiliki variasi bentuk yang sangat tinggi. Variasi ini akan berdampak terhadap kualitas bahan baku dan juga akan berimplikasi terhadap produk yang dihasilkan. Kendala pengusaha industri penggergajian kayu skala usaha kecil, menengah dan besar dalam penyediaan bahan baku adalah jumlahnya tidak stabil dan harga bahan baku mahal. Oleh sebab itu pengusaha industrn penggergajian kayu harus membuka lahan untuk mengembangkan tanaman sengon sebagai bahan baku sehingga tidak lagi menggantungkan pasokan bahan baku dari petani produsen kayu sengon. Tabel 13. Perhitungan Rata-rata Nilai Tambah Pengolahan Kayu Gergajian Berdasarkan Kapasitas Mesin Produksi dengan Metode Hayami Skala Usaha No Variabel Kecil Menengah Besar Output, Input, Harga 1 Output (m/tahun) 1.455,00 2.680,00 4.656,00 2 Input bahan baku (m/tahun) 1.670,91 3.229,73 5.224,58 3 Input tenaga kerja (HOK) 459,00 978,00 1.359,00 4 Faktor konversi (1)/(2) 0,87 0,83 0,89 5 Koefisien tenaga kerja (3)/(2) 0,27 0,30 0,26 6 Harga output (Rp/m) 662.612,12 744.570,65 636.206,05 Upah rata-rata tenaga kerja 7 (Rp/HOK) 55.572,92 60.486,11 80.844,44 Pendapatan dan keuntungan 8 Harga input bahan baku (Rp/m) 450.000,00 480.000,00 408.000,00 9 Sumbangan input lain (Rp/m) 23.110,92 19.866,30 21.620,85 10 Nilai produk (4)x(6) (Rp/m) 576.989,94 617.838,46 566.969,09 11 Nilai tambah (10-8-9) (Rp/m) 103.879,02 117.972,15 137.348,23 12 Rasio nilai tambah (11:10) (%) 18,00 19,09 24,22 Pendapatan tenaga kerja (5x7) (Rp/m) 15.265,88 18.315,92 21.028,98 13 14 Rasio tenaga kerja (13:11) (%) 14,70 15,53 15,31 15 Keuntungan (11-13) (Rp/m) 88.613,14 99.656,23 116.319,25 16 Tingkat keuntungan (15:10) (%) 15,36 16,13 20,52 Balas jasa dari masing-masing faktor produksi 17 Marjin (10-8) (Rp) 126.989,94 137.838,46 158.969,09 a. Imbalan tenaga kerja (13:17)x100% (%) 12,02 13,29 13,23 b. Sumbangan input lain (9:17)x100% (%) 18,20 14,41 13,60 c. Keuntungan (15:17)x100% (%) 69,78 72,30 73,17 Harga output merupakan rata-rata penjualan kayu olahan produk kayu gergajian dan limbah potongan bekas kayu olahan selama satu tahun. Harga 48

output pada IPK skala kecil sebesar Rp. 662.612,12 per m 3 bahan baku, pada IPK skala menengah sebesar Rp. 744.570,65 per m 3 bahan baku dan pada IPK skala besar sebesar Rp. 636.206,05 per m 3 bahan baku. Perbedaan harga output ini disebabkan oleh kualitas produk kayu yang dihasilkan dan ukuran sortimen kayu yang digunakan pada masing-masing industri pengggergajian kayu (IPK) berbeda-beda. Nilai produk merupakan hasil perkalian antara harga output dengan faktor konversi. Nilai produk terbesar terdapat pada IPK skala menengah yaitu, Rp. 617.838,46 per m 3 artinya setiap satu meter kubik bahan baku kayu yang diolah menghasilkan kayu olahan sebesar Rp. 617.838,46 per m 3. Nilai produk terkecil terdapat pada IPK skala usaha kecil Rp. 576.989,94 per m 3, sedangkan nilai produk pada IPK skala besar Rp. 566.969,09 per m 3. Nilai produk pada skala menengah lebih tinggi dibandingkan industri kecil dan besar karena harga jual produknya lebih mahal. Harga jual yang lebih mahal pada industri menengah disebabkan karena kualitas ukuran produk yang dihasilkan berbeda dibandingkan dengan industri skala kecil dan besar. Nilai sumbangan input lain merupakan pembagian total sumbangan input lain dengan jumlah bahan baku yang digunakan. Besarnya sumbangan input lain pada IPK skala usaha kecil sebesar Rp. 23.110,92 per m 3 bahan baku, IPK skala usaha menengah sebesar Rp. 19.866,30 per m 3 bahan baku sedangkan IPK skala usaha besar Rp. 21.620,85 per m 3 bahan baku. Sumbangan input lain terdiri dari komponen biaya bahan penolong; tali rafia dan bahan bakar (solar dan oli mesin) dan, biaya pemeliharaan peralatan, Nilai sumbangan input lain terbesar adalah penggunaan bahan penolong. Upah rata-rata tenaga kerja adalah nilai pembagian upah total tenaga kerja dengan jumlah hari orang kerja selama satu tahun. Pada IPK skala usaha kecil upah rata-rata tenaga kerja sebesar Rp. 55.572,92 per HOK, Rp. 60.486,11 per HOK pada IPK skala usaha menengah dan pada IPK skala usaha besar Rp. 80.844,44 per HOK. Perbedaan upah rata-rata tenaga kerja pada masing-masing skala usaha berbeda. 49

Distribusi nilai tambah terhadap balas jasa atau pendapatan tenaga kerja diperoleh dari perkalian anatara nilai koefisien tenaga kerja dengan upah tenaga kerja. balas jasa tenaga kerja menunjukkan jumlah pendapatan rata-rata yang diterima tenaga kerja untuk kegiatan pengolahan setiap satu meter kubik bahan baku. Pendapatan tenaga kerja rata-rata Rp. 15.265,88 per m 3 bahan baku pada IPK skala kecil, Rp. 18.315,92 per m 3 bahan baku pada IPK skala menengah dan Rp. 21.028,98 per m 3 bahan baku pada IPK skala besar. Keuntungan perusahaan merupakan selisih antara nilai tambah dengan pendapatan tenaga kerja langsung, sehingga dapat dianggap sebagai nilai tambah bersih yang diterima perusahaan. Keuntungan terbesar diterima IPK skala besar yaitu sebesar Rp. 116.319,25 per m 3 bahan baku dengan tingkat keuntungan sebesar 20,52 persen dari nilai produk. Rp. 99.656,23 per m 3 bahan baku adalah keuntungan yang diterima IPK skala usaha menengah dengan tingkat keuntungan sebesar 16,13 persen dari nilai produk. Keuntungan terkecil diterima IPK skala usaha kecil Rp. 88.613,14 per m 3 bahan baku adalah keuntungan yang diterima IPK skala kecil dengan tingkat keuntungan sebesar 15,36 persen dari nilai produk. Rasio nilai tambah merupakan persentase nilai tambah terhadap nilai output. Besarnya rasio nilai tambah pada IPK skala usaha kecil 18,00 persen yang menunjukkan bahwa untuk setiap Rp. 100,00 dari nilai output terdapat nilai tambah sebesar Rp. 18,00, pada IPK skala usaha menengah rasio nilai tambah sebesar 19,09 persen yang menunjukkan bahwa untuk setiap Rp. 100,00 dari nilai output terdapat nilai tambah sebesar Rp. 19,09, sedangkan rasio nilai tambah pada IPK skala usaha besar sebesar 24,22 persen yang menunjukkan bahwa untuk setiap Rp. 100,00 dari nilai tambah sebesar Rp.22,42 persen. Nilai tambah merupakan selisih nilai output dengan harga bahan baku dan sumbangan input lain. Nilai tambah tersebut merupakan nilai tambah kotor karena masih mengandung bagian untuk pendapatan tenaga kerja langsung. Nilai tambah yang diperoleh dari pengolahan kayu menjadi kayu olahan pada IPK skala usaha kecil Rp. 103.879,02 per m 3 bahan baku dengan rasio nilai tambah sebesar 18,00 persen, adalah nilai tambah terkecil. Nilai tambah pada IPK skala usaha menengah sebesar Rp. 117.972,15 per m 3 bahan baku dengan rasio nilai tambah 19,09 persen 50

dan nilai tambah terbesar pada IPK skala usaha besar Rp.137.348,23 per m 3 bahan baku dengan rasio nilai tambah 24,22 persen merupakan nilai tambah terbesar. Perbedaan nilai tambah disebabkan oleh perbedaan nilai produk, harga input bahan baku dan perbedaan nilai sumbangan input lain pada masing-masing skala usaha yang dikategorikan. Rasio tenaga kerja merupakan persentase dari pendapatan tenaga kerja terhadap nilai tambah. Rasio tenaga kerja terbesar terdapat pada IPK skala usaha menengah yaitu 15,53 persen, artinya untuk setiap Rp. 100,00 dari nilai tambah maka sebesar Rp. 15,53 merupakan bagian untuk pendapatan tenaga kerja. Rasio tenaga kerja terkecil terdapat pada IPK skala usaha kecil adalah 14,70 persen, artinya untuk setiap Rp. 100,00 dari nilai tambah maka sebesar Rp. 14,70 merupakan bagian untuk pendapatan tenaga kerja, sedangkan rasio tenaga kerja pada IPK skala usaha besar sebesar 15,31 persen. artinya untuk setiap Rp. 100,00 dari nilai tambah maka sebesar Rp. 15,31 merupakan bagian untuk pendapatan tenaga kerja Balas jasa pemilik faktor produksi terdiri atas pendapatan untuk tenaga kerja, input lain, dan tingkat keuntungan. Marjin adalah nilai output dikurangi dengan harga bahan baku yang merupakan total balas jasa terhadap pemilik faktor produksi. Marjin merupakan kontribusi faktor-faktor produksi dalam menghasilkan output selain bahan baku utama. Nilai marjin diperoleh dari pengurangan nilai output kayu olahan dengan harga bahan baku utamanya. Marjin pada IPK skala besar sebesar Rp. 158.969,09, terdiri dari 13,23 persen untuk pendapatan tenaga kerja, 13,60 persen untuk sumbangan input lain dan 73,17 persen untuk keuntungan perusahaan. Marjin pada IPK skala usaha menengah sebesar Rp. 142.875,79 terdiri dari 13,29 persen untuk pendapatan tenaga kerja, 14,41 persen untuk sumbangan input lain dan 72,30 persen untuk keuntungan perusahaan. Pada IPK skala usaha kecil marjin sebesar Rp. 126.989,94, terdiri dari 12,02 persen untuk pendapatan tenaga kerja, 18,20 persen untuk sumbangan input lain dan 69,78 persen untuk keuntungan perusahaan. Distribusi margin terbesar pertama pada ketiga industri penggergajian kayu yang telah terkategorikan berdasarkan skala usaha adalah keuntungan 51

perusahaan yang diterima perusahaan yaitu pemilik usaha industri penggergajian kayu (IPK), Distribusi margin terbesar kedua adalah sumbangan input lain. Distribusi margin terkecil pada ketiga kategori IPK adalah pendapatan tenaga kerja. Kecilnya margin yang didistribusikan untuk tenaga kerja dibandingkan keuntungan yang diterima perusahaan menunjukkan bahwa dalam kegiatan pengolahan kayu gergajian pada ketiga skala usaha terkategorikan (kecil, menengah dan besar) merupakan kegiatan padat modal. Perhitungan metode Hayami dapat kembali dilihat faktor konversi pada masing-masing industri kayu gergajian yang masih rendah menyebabkan rasio nilai tambah yang diterima juga cukup rendah antara 18,00 persen sampai 24,22 persen. Hal ini disebabkan rendemen pengolahan kayu gergajian yang dihasilkan produsen masih cukup rendah. Rendemen yang sesuai dengan kriteria sangat dipengaruhi ukuran kayu, bentuk kayu dan metode penggergajian atau sistem pengolahan (keahlian operator) serta bentuk ukuran produk yang dihasilkan. Oleh sebab itu peralatan mesin dan keahlian operator dalam menghasilkan produk harus memiliki kelebihan secara teknis dan pengalaman agar diperoleh rendemen kayu gergajian yang lebih tingggi 6.2. Penggunaan Tenaga Kerja Koefisien tenaga kerja adalah nilai pembagian dari jumlah hari orang kerja dalam satu tahun (HOK/Tahun) dengan jumlah bahan baku (M 3 /Tahun) yang digunakan dalam kegiatan produksi pada masing-masing IPK berdasarkan skala usaha. Koefisien tenaga kerja menunjukkan banyaknya tenaga kerja yang diperlukan untuk mengolah satu-satuan input (Hayami, et al. 1987). Nilai tenaga kerja menggambarkan produktifitas tenaga kerja yaitu tingkat efisiensi penggunaan tenaga kerja pada proses produksi pengolahan kayu gelondongan menjadi produk kayu gergajian dapat dilihat pada Tabel 11. 52

Tabel 14. Proporsi Penggunaan Tenaga Kerja Industri Penggergajian Kayu (IPK) di Kecamatan Cigudeg Berdasarkan Skala Usaha, Tahun 2008 No Skala Usaha Kegiatan Kecil Menengah Besar Tenaga Kerja Langsung 1 Mengasah Gergaji (HOK/Tahun) 18 36 54 2 Pengangkutan Kayu (HOK/Tahun) 67,5 186 207 3 Pembersihan Mesin (HOK/Tahun) 18 18 54 4 Penggergajian Kayu (HOK/Tahun) 216 438 657 5 Pengepakan Produk (HOK/Tahun) 74,25 156 198 6 Pembuangan limbah (HOK/Tahun) 65,25 144 189 Total Tenaga kerja (HOK/Tahun) 459 978 1359 Skala Produksi (M 3 /Tahun) 1.455,00 2.680,00 4.656,00 Efisiensi Tenaga Kerja (HOK/M 3 ) 0,27 0,30 0,26 Perhitungan hari orang kerja (HOK) dengan membagi jumlah jam dengan jam kerja (satu hari orang kerja (1 HOK) yang digunakan dalam penelitian ini adalah 8 jam). Maka untuk keseluruhan dalam satu tahun adalah 2592 HOK, terdiri dari 459 HOK untuk IPK skala kecil, 978 HOK untuk IPK skala menengah dan 1359 HOK untuk IPK skala besar. Jumlah hari orang kerja digunakan untuk mengetahui koefisien tenaga kerja langsung. Proporsi penggunaan tenaga kerja pada masing-masing industri penggergajian kayu (IPK) dapat dilihat pada Tabel 12. Perhitungan hari orang kerja (HOK) dengan membagi jumlah jam dengan jam kerja (satu hari orang kerja yang digunakan dalam penelitian ini adalah 8 jam Koefisien tenaga kerja sebesar 0,27 pada IPK skala usaha kecil menunjukkan bahwa jumlah hari orang kerja yang dibutuhkan untuk melakukan pengolahan satu meter kubik bahan baku adalah 0,24 atau 1 jam 47 menit. Koefisien tenaga kerja sebesar 0,30 pda IPK skala usaha menengah menunjukkan bahwa jumlah hari orang kerja yang dibutuhkan untuk melakukan pengolahan satu meter kubik bahan baku adalah 0,30 hari atau 2 jam 5 menit. Koefisien tenaga kerja sebesar 0,26 pda IPK skala atas menunjukkan bahwa jumlah hari orang kerja yang dibutuhkan untuk melakukan pengolahan satu meter kubik bahan baku adalah 0,26 hari atau 1 jam 45 menit. Hasil perhitungan nilai koefisien tenaga kerja menunjukkan proses pengolahan kayu gergajian pada IPK skala usaha menengah tidak efisien dalam penggunaan tenaga kerja, membutuhkan waktu lebih lama dalam proses pengolahan dibandingkan pada IPK skala usaha kecil dan usaha besar. 53