BAB I PENDAHULUAN. kapita (Irawan dan Suparmoko, 2002). Sedangkan menurut Todaro (2003),

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. ketimpangan dan pengurangan kemiskinan yang absolut (Todaro, 2000).

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM A. Gambaran Umum Daerah 1. Kondisi Geografis Daerah 2. Kondisi Demografi

BAB IV GAMBARAN UMUM DAN OBJEK PENELITIAN. Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak di antara Lintang

BAB V GAMBARAN UMUM PROPINSI JAWA BARAT. Lintang Selatan dan 104 o 48 '- 108 o 48 ' Bujur Timur, dengan luas wilayah

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT TAHUN 2015 I - 1

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 I - 1

V GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

I-1 BAB I PENDAHULUAN. I. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan di daerah setempat. Penyediaan lapangan kerja berhubungan erat dengan

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah dan desentralisasi yang efektif berlaku sejak tahun 2001

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan tersebut diharapkan dapat memberikan trickle down effect yang

BAB I PENDAHULUAN. tersebut adalah masalah pengangguran (Sukirno,1985). Menurut Nanga

BAB V KINERJA PEREKONOMIAN KABUPATEN/KOTA DI JAWA BARAT

IV. KONDISI UMUM WILAYAH

BERITA RESMI STATISTIK

BAB IX PENETAPAN INDIKATOR KINERJA DAERAH

BAB V KINERJA PEREKONOMIAN KABUPATEN/KOTA DI JAWA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. Pemerataan pembangunan ekonomi bagi bangsa Indonesia sudah lama

BAB I PENDAHULUAN. Perencanaan pembangunan di Indonesia diarahkan untuk mewujudkan

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Bab I Pendahuluan Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan negara yang memiliki jumlah penduduk yang sangat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

INDEKS PEMBANGUNAN GENDER DAN INDEKS PEMBERDAYAAN GENDER KOTA BEKASI TAHUN 2013

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses multidimensional yang

BAB I PENDAHULUAN. produktivitas (Irawan dan Suparmoko 2002: 5). pusat. Pemanfaatan sumber daya sendiri perlu dioptimalkan agar dapat

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 -

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Dasar Hukum

BAB I PENDAHULUAN. RPJPN) tercantum delapan misi pembangunan nasional Indonesia mewujudkan

I. PENDAHULUAN. perubahan besar dalam struktur sosial, sikap-sikap mental yang sudah terbiasa

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian KOMPAS.com,

BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH KABUPATEN BOGOR

PROFIL PROVINSI JAWA BARAT

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Isi pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 diantaranya menyatakan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan proses multidimensional yang mencakup berbagai

BAB IV KONDISI SOSIAL EKONOMI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

V. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA DI JAWA BARAT

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. dalam perekonomian Indonesia. Masalah kemiskinan, pengangguran, pendapatan

BAB IV GAMBARAN UMUM

Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang dalam. yang sangat kompleks karena mempengaruhi sekaligus dipengaruhi oleh

BAB I PENDAHULUAN. GDP baik secara keseluruhan maupun per kapita. Tujuan dari pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara. Hubungan keduanya dijelaskan dalam Hukum Okun yang menunjukkan

BAB I PENDAHULUAN. negara. Menurut Bank Dunia (2000) dalam Akbar (2015), definisi kemiskinan adalah

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah melakukan upaya yang berfokus pada peran serta rakyat dengan

GAMBARAN UMUM PROVINSI DKI JAKARTA Keadaan Geografis dan Kependudukan

BAB 2 TINJAUAN LITERATUR

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan dengan tujuan mencapai kehidupan yang lebih baik dari

BAB I PENDAHULUAN. sektor perindustrian ini adalah dengan cara mengembangkan industri kecil.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Kesempatan kerja merupakan salah satu indikator pembangunan ekonomi.

I. PENDAHULUAN. jangka panjang (Sukirno, 2006). Pembangunan ekonomi juga didefinisikan

BAB I PENDAHULUAN. Kota Bandung merupakan salah satu kota yang memiliki potensi besar untuk

2015 PENGARUH MINAT BELAJAR DAN FASILITAS BELAJAR TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN EKONOMI

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan yang akurat dan tepat sasaran. Data kemiskinan yang baik dapat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang, terus melaksanakan

4 DINAMIKA PEMBANGUNAN PEREKONOMIAN JAWA BARAT

SKRIPSI ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KESEMPATAN KERJA DI SUMATERA BARAT ( )

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. 5.1 Analisis Tingkat Kesenjangan Pendapatan dan Trend Ketimpangan Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat

Kata pengantar. Tanjungpinang, Oktober 2013 Kepala Badan Pusat Statistik Provinsi Kepulauan Riau

ABSTRAK. Kata kunci: non labor income, mutu sumber daya manusia, tingkat upah, lama menganggur, pengangguran terdidik

I. PENDAHULUAN. Salah satu faktor pendorong pertumbuhan ekonomi di Indonesia adalah

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan membangunan ekonomi setiap negara adalah tercapainya. pembangunan ekonomi yang adil dan merata. Pembangunan ekonomi adalah

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat propinsi maupun tingkat

TIPOLOGI WILAYAH HASIL PENDATAAN POTENSI DESA (PODES) 2014

I. PENDAHULUAN. yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat memperluas

BAB I PENDAHULUAN. perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat dan institusiinstitusi

I. PENDAHULUAN. setiap negara, terutama di negara-negara berkembang. Negara terbelakang atau

Series Data Umum Kota Semarang Data Umum Kota Semarang Tahun

RINGKASAN EKSEKUTIF BUKU INDIKATOR MAKRO PEMBANGUNAN EKONOMI KABUPATEN BEKASI 2012

PROFIL PEMBANGUNAN JAWA BARAT

4 GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN.

PENGUKURAN PRODUKTIVITAS RELATIF DAN ANALISIS TINGKAT UPAH TERHADAP PRODUKTIVITAS TENAGA KERJA SEKTOR INDUSTRI DI JAWA BARAT

I. PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Masalah. Pembangunan adalah kenyataan fisik sekaligus keadaan mental (state

I. PENDAHULUAN. perubahan dengan tujuan utama memperbaiki dan meningkatkan taraf hidup

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pokok penelitian. Teori yang dibahas dalam bab ini meliputi definisi kemiskinan,

Pemanfaatan DATA Statistik Dalam Perencanaan Pembangunan Daerah

BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Ketenagakerjaan merupakan masalah yang selalu menjadi perhatian utama

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan dalam bangsa, yaitu peningkatan pertumbuhan ekonomi, perubahan

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat baik material maupun spiritual. Untuk

PENDAHULUAN. perubahan struktur sosial, sikap hidup masyarakat, dan perubahan dalam

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih

BAB I PENDAHULUAN. Kesejahteraan masyarakat merupakan salah satu tujuan dari pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Sejak kebijakan pemerintah Indonesia tentang Otonomi Daerah

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tujuan utama pembangunan ekonomi di negara berkembang adalah

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan sosial, yaitu berupa kegiatan-kegiatan yang dilakukan suatu negara

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Sejak otonomi daerah dilaksanakan pada tanggal 1 Januari 2001

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya pendapatan nasional di era globalisasi seperti saat ini

BAB I PENDAHULUAN. Timur dan Tenggara. Negara-negara dengan sebutan Newly Industrializing Countries

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kependudukan dan pertumbuhan ekonomi memiliki hubungan yang

BAB I PENDAHULUAN. membiayai pembangunan dan pelayanan atas dasar keuangan sendiri (Anzar, tangan dari pemerintah pusat (Fitriyanti & Pratolo, 2009).

I. PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi banyak dilakukan di beberapa daerah dalam

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR BUPATI KABUPATEN BANYUASIN... KATA PENGANTAR BAPPEDA KABUPATEN BANYUASIN... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

BAB I PENDAHULUAN. yang berhubungan dengan warga negaranya. Terlebih pada negara-negara yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tujuan utama dari pembangunan ekonomi adalah terciptanya

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pembangunan ekonomi adalah sebuah usaha untuk meningkatkan taraf hidup suatu bangsa yang diukur melalui tinggi rendahnya pendapatan riil per kapita (Irawan dan Suparmoko, 2002). Sedangkan menurut Todaro (2003), pembangunan ekonomi merupakan sebuah proses multidimensi yang melibatkan perubahan- perubahan besar dalam struktur sosial, sikap masyarakat, dan kelembagaan nasional, seperti halnya percepatan pertumbuhan ekonomi, pengurangan ketidakmerataan dan pemberantasan kemiskinan absolut. Oleh karenanya, pembangunan ekonomi tidak dapat diukur semata-mata dari tingkat pertumbuhan pendapatan atau pendapatan per-kapita, namun harus pula melihat bagaimana pendapatan tersebut didistribusikan kepada penduduk dan mengetahui siapa yang mendapat manfaat dari pembangunan tersebut. Pembangunan ekonomi sebuah negara dapat dilihat dari beberapa indikator perekonomian. Salah satu diantaranya adalah tingkat pengangguran. Melalui tingkat pengangguran kita dapat melihat tingkat kesejahteraan masyarakat serta tingkat distribusi pendapatan. Pengangguran terjadi sebagai akibat dari tingginya tingkat perubahan angkatan kerja yang tidak diimbangi dengan penyerapan tenaga kerja yang disebabkan karena rendahnya pertumbuhan penciptaan lapangan kerja. 1

2 Dalam melakukan pembangunan ekonomi, tentunya tidak terlepas dari pelaksanaan pembangunan nasional yang ada saat ini. Pembangunan nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan yang berkesinambungan meliputi seluruh kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara untuk melaksanakan tugas mewujudkan Tujuan Nasional. Salah satu tujuan pembangunan nasional adalah meningkatkan kinerja perekonomian agar mampu menciptakan lapangan kerja dan menata kehidupan yang layak bagi seluruh rakyat yang pada gilirannya akan mewujudkan kesejahteraan penduduk Indonesia. Sementara salah satu sasaran pembangunan nasional adalah menurunkan tingkat pengangguran. Indonesia merupakan negara yang memiliki jumlah penduduk yang sangat banyak, serta memiliki sumber kekayaan alam yang melimpah, ini membuaat Indonesia pantas disebut sebagai negara yang kaya akan sumber daya alam maupun sumber daya manusiannya. Hal ini seharusnya dapat memberikan keuntungan untuk perekonomian di Indonesia. Namun faktanya, banyak warga Indonesia yang tidak memiliki pekerjaan atau dengan kata lain menjadi pengangguran. Secara ekonomi makro, pengangguran menjadi permasalahan pokok baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Alghofari (2010) mengatakan bahwa pengangguran dapat terjadi sebagai akibat dari tingginya tingkat perubahan angkatan kerja yang tidak diimbangi dengan adanya lapangan pekerjaan yang cukup luas serta penyerapan tenaga kerja yang cenderung kecil persentasenya, hal ini disebabkan rendahnya tingkat pertumbuhan penciptaan lapangan kerja untuk

3 menampung tenaga kerja yang siap bekerja. Atau dengan kata lain, di dalam pasar tenaga kerja jumlah penawaran akan tenaga kerja yang ada lebih tinggi jika dibandingkan dengan jumlah permintaan tenaga kerja. Masalah pengangguran ini merupakan masalah yang selalu menjadi persoalan bangsa Indonesia yang sulit untuk dipecahkan. Hal ini mengingat jumlah kepadatan penduduk indonesia yang terus bertambah dan tidak diiringi dengan tingginya permintaan akan tenaga kerja dan kurangnya jumlah lapangan pekerjaan yang ada. Pengangguran sendiri dalam hal ini adalah tingkat pengangguran terbuka diartikan adalah persentase jumlah pengangguran terhadap jumlah angkatan kerja. Menurut BPS, penganggur terbuka, terdiri dari: mereka yang tak punya pekerjaan dan mencari pekerjaan, mereka yang tak punya pekerjaan dan mempersiapkan usaha, mereka yang tak punya pekerjaan dan tidak mencari pekerjaan, karena merasa tidak mungkin mendapatkan pekerjaan, dan mereka yang sudah punya pekerjaan, tetapi belum molai bekerja. Berikut merupakan tabel tingkat pengangguran terbuka (TPT) di Indonesia dari tahun 2010 sampai tahun 2014. Tabel 1. 1 Tingkat Pengangguran Indonesia tahun 2010-2014 (%) Tingkat Pengangguran Sumber: BPS, 2016 2010 2011 2012 2013 2014 7,14 6,56 6,13 6,17 5,94 Masalah pengangguran juga dialami oleh seluruh Provinsi yang di Indonesia, khususnya Provinsi Jawa Barat. Provinsi Jawa Barat terdiri dari 27 kabupaten/kota, meliputi 18 Kabupaten dan 9 Kota, Sedangkan jumlah kecamatan 626, daerah perkotaan 2.671 dan 3.291 perdesaan. Secara geografis, Provinsi Jawa

4 Barat terletak di antara 5 o 50'-7 o 50' Lintang Selatan dan 104 o 48'-108 o 48' Bujur Timur, dengan batas-batas wilayahnya: sebelah Utara, berbatasan dengan Laut Jawa dan DKI Jakarta; sebelah Timur, berbatasan dengan Provinsi Jawa Tengah; sebelah Selatan, berbatasan dengan Samudra Indonesia; dan sebelah Barat, berbatasan dengan Provinsi Banten. Provinsi Jawa Barat memerankan peran penting dalam penyerapan tenaga kerja di Indonesia. Sehingga kontribusi Jawa Barat dalam penyerapan tenaga kerja sangat besar. Hal ini mengingat bahwa sebagian besar lokasi industri yang ada di Indonesia berlokasi di Jawa Barat antara lain di Bekasi, Karawang, Purwakarta, Depok, wilayah Bandung dan Subang. Berikut ini adalah kondisi ketenagakerjaan di Provinsi Jawa Barat Tahun 2012-2014. Tabel 1. 2 Kondisi Ketenagakerjaan di Provinsi Jawa Barat Tahun 2012-2014 Uraian 2012 2013 2014 Angkatan Kerja 20.150.094 20.620.610 21.006.139 Bekerja 18.321.108 18.731.943 19.230.943 Jumlah Pengangguran 1.828.986 1.888.667 1.775.196 Bukan Angkatan Kerja 11.444.047 12.825.427 12.459.207 Tingkat Pengangguran 9,08 9,16 8,45 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja 63,78 62,82 62,77 Sumber: Jawa Barat dalam angka 2015 Berdasarkan data diatas, dapat diketahui bahwa kondisi pengangguran di Jawa Barat selama tiga tahun terakhir mengalami fluktuatif. Pada tahun 2013, jumlah pengangguran Jawa Barat mengalami peningkatan menjadi 18.731.943 orang dari tahun sebelumnya yang hanya sebesar 1.828.986 orang. Sementara pada tahun 2014, jumlah pengangguran mengalami penurunan dari tahun sebelumnya yaitu menjadi 1.775.196 orang.

5 Jika diperhatikan, meskipun pada tahun 2013 mengalami peningkatan jumlah pengangguran dari tahun sebelumnya, namun pada tahun 2014 jumlah pengangguran di Jawa Barat mengalami penurunan yang cukup besar, dibandingkan dengan peningkatan jumlah pengangguran pada tahun 2013. Hal ini tentunya tidak terlepas dari membaiknya kondisi perekonomian global, khususnya negara-negara tujuan ekspor, dan perekonomian Indonesia pada tahun 2014. Jumlah pengangguran tertinggi terjadi pada tahun 2013 sebanyak 1.888.667 orang, dan pengangguran terendah terjadi pada tahun 2014 sebanyak 1.775.196 orang. Permasalahan pengangguran tidak hanya dialami oleh Provinsi Jawa Barat, namun dialami juga oleh seluruh Kabupaten/Kota di Indonesia, tidak terkecuali masalah pengangguran yang terjadi di Kabupaten Subang. Kabupaten Subang secara geografis terletak di bagian utara Provinsi Jawa Barat dengan batas koordinat yaitu antara 107 0 3 107 0 54 Bujur Timur dan 6 0 11 6 0 49 Lintang Selatan. Kabupaten Subang memiliki 30 kecamatan yang terdiri 245 desa, dan 8 kelurahan. Pada tata kelola yang lebih kecil lagi, wilayah administrative Kabupaten Subang terdiri dari 1.763 RW dan 6.018 RT. Subang merupakan salah daerah besar dan berkembang yang cukup banyak industri dan cukup banyak menyerap banyak tenaga kerja. Akan tetapi dalam kenyataannya tingkat pengangguran yang terjadi di Kabupaten Subang masih relatif tinggi. Sektor ketenagakerjaan sendiri merupakan salah satu sektor penting bagi pembangunan khususnya dalam upaya pemerintah Kabupaten Subang untuk

6 mengurangi jumlah penduduk miskin. Hal ini mengingat bahwa ketenagakerjaan merupakan aspek yang amat mendasar dalam kehidupan manusia, karena berkait erat dengan sosial ekonomi. Disisi lain, pertumbuhan penduduk selalu terkait dengan masalah ketenagakerjaan dan lapangan kerja. Dengan pertambahan penduduk usia kerja akan meningkatkan angkatan kerja, tetapi apabila yang terjadi pertambahan penduduk bukan usia kerja akan meningkatkan beban tanggungan angkatan kerja. Meningkatnya angkatan kerja sebaiknya di imbangi dengan kesempatan kerja. Hanya saja kesempatan kerja formal yang tersedia sangat terbatas, sehingga peranan sektor informal memberikan peluang yang baik dalam menciptakan lapangan kerja yang mandiri. Sektor informal yang bercirikan pekerja dengan pendidikan rendah, jam kerja tak teratur dan pendapatan yang rendah memerlukan pemecahan diantaranya melalui program-program yang dapat meningkatkan keterampilan dan produktifitas sehingga mempu meningkatkan kemampuan dalam berusaha. Ada tiga unsur yang sering terkait dengan masalah kesempatan kerja di Kabupaten Subang, yaitu pertama, golongan umur penduduk yang akan menuntut kesempatan kerja pada saat sekarang dan waktu yang akan datang; kedua, laju peningkatan golongan umur tertentu dalam pertambahan angkatan kerja di masa yang akan datang; ketiga, pengaruh perkembangan ekonomi yang mampu menyerap angkatan kerja lebih banyak. Berdasarkan grafik di bawah memperlihatkan secara faktual fenomena aktivitas perekonomian Kabupaten Subang dalam menyerap pasar kerja

7 mengalami fluktuatif, dimana angka tertinggi dicapai di tahun 2012 yang mencapai 67,57 % namun pada tahun 2013 menurun menjadi 63,26 %. Adapun dari tingkat pengangguran terbuka (TPT) memperlihatkan pola yang sedikit berbeda, di mana puncak pengangguran dalam kurun waktu 2009 2014 terjadi pada tahun 2011 yang mencapai 9,1 % termasuk mereka yang sedang mencari pekerjaan secara aktif. Hal ini disebabkan selain kesempatan kerja yang relatif rendah juga disebabkan bahwa komposisi penduduk di usia 15-64 pada tahun 2011 mencapai 66.54%. Hal ini mengandung konsekuensi bahwa pada saat kesempatan kerja rendah sementara permintaan terhadap pasar kerja meningkat, maka cenderung pengangguran akan meningkat. 120 100 92.24 91.28 90.90 90.99 92.58 93.26 80 60 40 TPAK TPT 20 0 7.76 8.72 9.10 9.01 7.42 6.74 2009 2010 2011 2012 2013 2014 Sumber : BPS Kab.Subang, 2015 Grafik 1. 1 Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) dan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Kabupaten Subang Tahun 2009-2014 Jika dibandingkan dengan jumlah pengangguran terbuka di seluruh Kota/Kabupaten di Jawa Barat, jumlah pengangguran di Kabupaten Subang berada pada posisi 14 pada tahun 2012, sedangkan pada tahun 2013 dan 2014 berada pada posisi 15.

8 Berikut ini adalah jumlah pengangguran di Kabupaten/Kota pada Provinsi Jawa Barat dari tahun 2012 hingga tahun 2014. Tabel 1. 3 Jumlah Pengangguran Kabupaten Kota di Provinsi Jawa Barat Tahun 2012-2014 Posisi Kabupaten/Kota 2012 Posisi Kabupaten/Kota 2013 Posisi Kabupaten/Kota 2014 1 Kab. Bogor 198,949 1 Kab. Bogor 182,128 1 Kab. Bogor 177,222 2 Kab. Bandung 173,575 2 Kab. Bandung 158,494 2 Kab. Cianjur 153,407 3 Kab. Cirebon 145,634 3 Kab. Cianjur 145,532 3 Kab. Bandung 138,045 4 Kab. Karawang 116,365 4 Kab. Cirebon 133,553 4 Kab. Cirebon 121,695 5 Kab. Cianjur 114,146 5 Kota Bandung 130,052 5 Kota Bekasi 115,643 6 Kota Bandung 107,384 6 Kota Bekasi 111,702 6 Kab. Karawang 114,004 7 Kab. Sukabumi 103,443 7 Kab. Sukabumi 109,416 7 Kota Bandung 95,971 8 Kota Bekasi 93,676 8 Kab. Bekasi 97,922 8 Kab. Bekasi 94,436 9 Kab. Bekasi 93,375 9 Kab. Karawang 96,586 9 Kab. Sukabumi 88,421 10 Kota Depok 78,089 10 Kab. Subang 81,722 10 Kota Depok 80,903 11 Kab. Bandung Barat 65,557 11 Kab. Indramayu 76,501 11 Kab. Subang 78,818 12 Kab. Subang 63,813 12 Kota Depok 69,702 12 Kab. Indramayu 61,403 13 Kab. Indramayu 61,549 13 Kab. Bandung Barat 63,266 13 Kab. Tasikmalaya 58,588 14 Kab. Subang 60,347 14 Kab. Tasikmalaya 53,820 14 Kab. Bandung Barat 51,971 15 Kab. Tasikmalaya 41,774 15 Kab. Subang 52,004 15 Kab. Subang 49,193 16 Kab. Ciamis 41,766 16 Kab. Ciamis 44,938 16 Kota Bogor 43,503 17 Kab. Majalengka 40,057 17 Kota Bogor 43,856 17 Kab. Sumedang 41,883 18 Kota Bogor 39,417 18 Kab. Majalengka 43,631 18 Kab. Ciamis 37,755 19 Kab. Sumedang 39,106 19 Kab. Kuningan 39,814 19 Kab. Kuningan 32,118 20 Kab. Purwakarta 38,354 20 Kab. Purwakarta 37,598 20 Kab. Purwakarta 31,905 21 Kab. Kuningan 34,608 21 Kab. Sumedang 33,138 21 Kab. Majalengka 28,116 22 Kota Cimahi 21,149 22 Kota Cimahi 29,856 22 Kota Cimahi 26,006 23 Kota Tasikmalaya 20,749 23 Kota Tasikmalaya 20,174 23 Kota Cirebon 16,221 24 Kota Cirebon 16,656 24 Kota Sukabumi 14,888 24 Kota Sukabumi 16,083 25 Kota Sukabumi 14,381 25 Kota Cirebon 12,811 25 Kota Tasikmalaya 15,571 26 Kota Banjar 5,067 26 Kota Banjar 5,563 26 Kota Banjar 6,315 27 Kab. Pangandaran - 27 Kab. Pangandaran - 27 Kab. Pangandaran - Jumlah 1,828,986 Jumlah 1,888,667 Jumlah 1,775,196 Sumber : Jawa Barat Dalam Angka 2013, 2014, 2015 (diolah) Berdasarkan data diatas, meskipun saat ini Pemerintah Daerah Kabupaten Subang sedang melakukan peningkatan pembangunan dan keberadaan industri di Kabupaten Subang sudah mulai ramai, namun efek dari pembangunan dan

9 keberadaan industri tersebut masih belum terasa terhadap penyerapan pengangguran di Kabupaten Subang. Dengan demikian, dari data diatas permasalahan yang muncul adalah masalah pengangguran yang merupakan suatu masalah serius bagi Kabupaten Subang dan harus menjadi perhatian semua stakeholder, mengingat dampak paling buruk yang akan terjadi adalah dapat menyebabkan penurunan daya beli masyarakat. Di mana effek berantai dari kondisi tersebut adalah munculnya ketidakmampuan rumahtangga (masyarakat) untuk menyekolahkan anak-anaknya. Yang pada akhirnya akan bermuara pada peningkatan kemiskinan. Menurut para ahli, perkembangan tingkat pengangguran dipengaruhi oleh berbagai faktor salah satunya adalah pendidikan. Penelitian yang dilakukan oleh Brata (2002) tentang pembangunan dan kinerja ekonomi regional di Indonesia menunjukkan bahwa adanya hubungan dua arah antara pembangunan manusia dan pembangunan ekonomi regional di Indonesia, termasuk di masa krisis. Menurutnya pembangunan manusia yang berkualitas mendukung pembangunan ekonomi dan sebaliknya kinerja ekonomi yang baik mendukung pembangunan manusia. Dalam penelitiannya, pembangunan manusia disini adalah kualitas sumber daya manusia yang indikatornya meliputi tingkat pendidikan perempuan dalam mengelola pengeluaran rumah tangga, dan tingkat pendapatan. Todaro dan Smith (2006) menyatakan bahwa selama bertahun-tahun, penelitian bidang ekonomi menitikberatkan penelitiannya dibidang pendidikan, dan melihat keterkaitan antara pendidikan dengan produktifitas kerja serta output yang dihasilkan. Hal ini dikarenakan karena titikberat persoalan perekonomian

10 adalah tingkat pertumbuhan output total yang dihasilkan oleh suatu negara. Selanjutnya Todaro dalam buku yang sama juga menyatakan bahwa pendidikan merupakan tujuan pembangunan yang sangat mendasar. Pendidikan memegang peranan kunci dalam membangun ekonomi dan memajukan sebuah bangsa, membantu manyerap teknologi,menciptakan pertumbuhan dan pembangunan berkelanjutan. Menurut Djamarah (2004) tujuan pendidikan itu menciptakan integritas atau kesempurnaan pribadi. Integritas menyangkut jasmaniah, intelektual, emosional, dan etis. Teori pertumbuhan endogen suatu teori yang menjelaskan akan pentingnya pendidikan/human capital terhadap tingkat pendapatan perkapita maupun pertumbuhan ekonomi suatu wilayah atau negara (Romer, 1994). Penelitian yang dilakukan oleh Edy (2009) menganalisis pengaruh pendidikan sumber daya manusia terhadap pengangguran di provinsi Jawa Tengah menyatakan bahwa tingkat pendidikan, dan indeks pembangunan manusia mempengaruhi pengangguran karena seseorang yang memiliki pendidikan tinggi akan cenderung mencari pekerjaan pada daerah propinsi baru, karena hal ini lebih leluasa bersaing di daerah atau propinsi lain yang memiliki leading sektor usaha sesuai dengan pendidikan yang dimilikinya. Hal ini juga diperkuat oleh penelitian yang dilakukan oleh berbagai peneliti. Berdasarkan penelitian Anggun Kembar Sari (2011), menyatakan bahwa pendidikan berpengaruh negatif dan signifikan terhadap pengangguran terdidik di Sumatera Barat. Penelitian yang dilakukan Novlin Sirait dan AAIN Marhaeni

11 (2011), menyatakan hal yang sama bahwa pendidikan berpengaruh negatif terhadap pengangguran. Dengan demikian pendidikan memang diharapkan dapat melahirkan sumber daya manusia yang berkualitas (Daryono. dkk. 2003) dalam (Edy, 2004). Apabila tidak mencerminkan kualitas yang baik maka sektor ini juga akan menyumbangkan proses terjadinya pengangguran (Edy, 2004). Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sisitem Pendidikan, pendidikan sendiri adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujutkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan sepiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Tujuan pendidikan adalah mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME, berakhlak mulia, sehat berilmu, cakap, kreatif mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Menurut BPS, pendidikan dibagi menjadi dua macam yaitu pendidikan formal dan pendidikan nonformal. Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi, meliputi SD/MI/sederajat, SMP/MTs/sederajat, SM/MA/sederajat dan PT. Sedangkan pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. Meliputi pendidikan kecakapan hidup (kursus), pendidikan anak

12 usia dini (PAUD) atau pra-sekolah, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan (paket A, paket B, dan paket C) serta pendidikan lainnya yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik. Kemampuan membaca dan menulis merupakan kemampuan minimum yang harus dimiliki penduduk, karena banyak informasi yang membutuhkan kemampuan tersebut, dengan harapan dapat berkembang dalam berbagai aspek kehidupan sehingga kemampuan membaca dan menulis ini menjadi dasar bagi setiap penduduk. Angka Melek Huruf (AMH) sebagai salah satu variabel dari indeks pendidikan, dihitung dari persentase penduduk yang berusia 15 tahun keatas yang dapat membaca dan menulis dengan huruf latin dan atau huruf lainnya. Pengertian melek huruf adalah banyaknya/persentase penduduk yang berumur 15 tahun ke atas yang mampu membaca dan menulis huruf latin. Pada kenyataannya masih banyak penduduk usia 15 tahun ke atas atau lebih yang tidak mampu membaca dan menulis. Hal ini dapat disebabkan karena memang sejak lahir sampai sekarang penduduk tersebut belum atau tidak pernah sekolah, atau pernah sekolah tetapi putus sekolah sebelum mampu membaca dan menulis. Kedua kondisi diatas besar kemungkinan disebabkan oleh ketidakmampuan orang tua secara ekonomi untuk menyekolahkan anaknya, ataupun karena kurangnya kesadaran orang tua akan arti pentingnya pendidikan.

13 Sedangkan rata-rata lama sekolah adalah lama pendidikan penduduk Subang yang berusia 15 tahun ke atas. Angka tersebut memberikan gambaran tentang seberapa lama penduduk Kabupaten Subang dalam mengenyam pendidikan. Sehingga semakin lama penduduk memperoleh pendidikan, maka semakin tinggi pula kualitas SDM penduduk tersebut dan lebih jauh lagi penduduk tersebut akan lebih memiliki peluang untuk memperoleh hidup yang lebih layak. 100.00 92.40 92.45 92.58 92.82 93.63 94.26 80.00 60.00 40.00 20.00 0.00 6.91 6.92 7.12 7.19 7.26 7.31 2009 2010 2011 2012 2013 2014 AMH TPAK Sumber : BPS Kab.Subang, 2015 Grafik 1. 2 Angka Melek Huruf dan Rata-rata lama sekolah Kabupaten Subang Tahun 2009-2014 Tingkat melek huruf di Kabupaten Subang pada tahun 2009 tercatat 92,4 % dan tahun 2014 meningkat menjadi 94,26%. Dari kenaikan tersebut nampaknya bahwa peningkatannya belum signifikan dari kurun waktu 6 tahun terakhir, hal itu disebabkan antara lain : 1) penghitungan AMH di mulai dari usia 10 tahun ke atas, sehingga intervensi di bawah usia itu tidak langsung bisa dihitung sebagai capaian AMH tahun berikutnya, 2) tingginya Penduduk usia 10 tahun ke atas yang tidak / belum pernah sekolah, tidak tamat SD pada tahun 2011 sebesar 300,930 (24,46%) dan tahun 2012 mencapai 25,8 %, 3) usia Buta Huruf di dominasi oleh penduduk

14 yang berusia 45 tahun ke atas. Sehingga perlu ada gerakan buta huruf yang massive. Adapun untuk rata-rata lama sekolah pada tahun 2009 tercatat 6,91 tahun dan tahun 2013 mencapai 7,26 tahun. Ini berarti bahwa peningkatan rata-rata lama sekolah di Kabupaten Subang mengalami kecenderungan naik tetapi belum signifikan dan masih jauh dari harapan untuk mencapai tahap Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 tahun (dalam pengertian RRLS masih di bawah 9 tahun). Kenaikan yang tidak signifikan tersebut antara lain dikarenakan : a) Penghitungan RRLS di mulai dari usia 10 tahun ke atas, sehingga intervensi di bawah usia itu tidak langsung bisa dihitung sebagai capaian IPM tahun berikutnya, b) budaya agraris kurang merangsang tumbuhnya minat melanjutkan sekolah karena pekerjaan petani tidak membutuhkan kualifikasi pendidikan yang tinggi. Sehingga perlu ada gerakan Akselerasi Percepatan Rrls yang massive, c) tingginya Penduduk usia 10 tahun ke atas yang tidak / belum pernah sekolah, tidak tamat SD pada tahun 2011 sebesar 300,930 (24,46%) dan tahun 2012 mencapai 25,8 %. Faktor lain yang mempengaruhi tingkat pengangguran yaitu jumlah penduduk. Penduduk sendiri diartikan adalah semua orang yang berdomisili di wilayah geografis Republik Indonesia selama 6 bulan atau lebih dan atau mereka yang berdomisili kurang dari 6 bulan tetapi bertujuan untuk menetap (BPS). Malthus berpendapat tentang hubungan antara populasi, upah riil, dan inflasi. Ketika populasi buruh tumbuh lebih cepat dari pada produksi makanan, maka upah riil turun, karena pertumbuhan penduduk menyebabkan biaya hidup

15 yaitu biaya makanan naik. Ketika upah riil di suatu wilayah tinggi, maka akan mempengaruhi pengangguran. Ketika terjadi peningkatan upah riil maka suatu perusahaan akan mengurangi jumlah buruhnya, sementara penawaran tenaga kerja yang ada masih tetap tinggi. Ketika penawaran tenaga kerja lebih tinggi dari pada permintaan tenaga kerja maka akan terjadi pengangguran. Artinya Malthus beranggapan bahwa terdapat pengaruh positif antara pengangguran dengan jumlah penduduk. (Lindiarta, 2014). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Riswandi (2011), menghasilkan bahwa jumlah penduduk berpengaruh positif terhadap pengangguran di Sumatera Barat. Dengan demikian, penduduk tidak saja berperan sebagai obyek pembangunan, tetapi lebih jauh lagi harus berperan sebagai subyek pembangunan. Sebagai obyek pembangunan, penduduk akan berfungsi sebagai sasaran yang akan dijadikan target pembangunan, sedangkan sebagai subyek pembangunan, sumber daya penduduk akan berfungsi sebagai pemikir, perencana, dan pelaksana berbagai program pembangunan yang hasilnya diharapkan mampu meningkatkan kemajuan di berbagai bidang kehidupan. Menyadari akan keberadaan penduduk, disalah satu sisi penduduk bisa menjadi potensi manakala SDM dari penduduk tersebut memiliki kualitas tetapi sebaliknya penduduk bisa menjadi masalah tersendiri manakala kurang memiliki kualitas. Adapun karakteristik SDM yang berkualitas adalah diantaranya sehat, memiliki kecerdasan Intelegensi (IQ), memiliki etika, moralitas dan emosi yang baik (EQ), berakhlak mulia (SQ) serta kemampuan bersosialisasi (Sc Q).

16 Subang merupakan salah satu kabupaten di Jawa Barat yang memiliki jumlah penduduk yang tidak terlalu padat, dimana penduduk Kabupaten Subang pada tahun 2009 sebanyak 1.470.324 jiwa, dan pada tahun 2014 sebanyak 1.524.670 jiwa. Berikut ini adalah jumlah penduduk Kabupaten Subang tahun 2009-2014. 1,530,000 1,520,000 1,510,000 1,500,000 1,490,000 1,480,000 1,470,000 1,460,000 1,450,000 1,440,000 1,477,483 1,470,324 1,501,647 1,492,144 1,513,314 1,524,670 2009 2010 2011 2012 2013 2014 Jumlah Penduduk Sumber : BPS Kab.Subang, 2015 Grafik 1. 3 Jumlah Penduduk Kabupaten Subang Tahun 2009-2014 Dengan laju pertumbuhan penduduk yang demikian dapat diindikasikan bahwa Kabupaten Subang terbukti mampu melaksanakan program-program kependudukan terutama pengendalian laju pertumbuhan penduduk yang secara faktual selama beberapa terakhir. Dengan terus bertambahnya jumlah populasi penduduk di Kabupaten Subang dari tahun ke tahun disatu sisi memang memberikan dampak positif yaitu tersedianya banyak tenaga kerja yang tersedia. Namun disisi lain karena banyaknya jumlah tenaga kerja tidak sebesar jumlah kesempatan kerja yang tersedia maka banyak penduduk Indonesia yang menjadi pengangguran. Laju

17 pertumbuhan penduduk yang sangat cepat akan menyebabkan terjadinya kelebihan tenaga kerja dan apabila tanpa diikuti dengan perluasan kesempatan kerja dapat menimbulkan masalah pengangguran. Selain pendidikan dan jumlah penduduk, faktor lain yang mempengaruhi tingkat pengangguran adalah pertumbuhan ekonomi. Menurut Murni (2006), pertumbuhan ekonomi adalah suatu kondisi terjadinya perkembangan GNP potensial yang mencerminkan adanya pertumbuhan output perkapita dan meningkatnya standar hidup masyarakat. Menurut Sukirno (2008), pertumbuhan ekonomi berarti perkembangan fisikal produksi barang dan jasa yang berlaku di suatu Negara. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang amat penting dalam menilai kinerja suatu perekonomian, terutama untuk melakukan analisis tentang hasil pembangunan ekonomi yang telah dilaksanakan suatu negara atau suatu daerah. Perekonomian di suatu daerah dikatakan mengalami pertumbuhan apabila produksi barang dan jasa meningkat dari tahun sebelumnya. Pertumbuhan ekonomi menunjukkan sejauh mana aktivitas perekonomian dapat menghasilkan tambahan pendapatan atau kesejahteraan masyarakat pada periode tertentu. Pertumbuhan ekonomi suatu negara atau suatu wilayah yang terus menunjukkan peningkatan menggambarkan bahwa perekonomian negara atau wilayah tersebut berkembang dengan baik (Amir, 2008). Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan merupakan kondisi utama suatu keharusan bagi kelangsungan pembangunan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan. Karena jumlah penduduk bertambah setiap tahun yang

18 dengan sendirinya kebutuhan konsumsi sehari-hari juga bertambah setiap tahun, maka dibutuhkan penambahan pendapatan setiap tahun (Tambunan, 2001). Selain dari sisi permintaan (konsumsi), dari sisi penawaran, pertumbuhan penduduk juga membutuhkan pertumbuhan kesempatan kerja (sumber pendapatan). Pertumbuhan ekonomi tanpa dibarengi dengan penambahan kesempatan kerja akan mengakibatkan ketimpangan dalam pembagian dari penambahan pendapatan tersebut (ceteris paribus), yang selanjutnya akan menciptakan suatu kondisi pertumbuhan ekonomi dengan peningkatan kemiskinan. Pemenuhan kebutuhan konsumsi dan kesempatan kerja itu sendiri hanya bisa dicapai dengan peningkatan output agregat (barang dan jasa) atau PDB yang terus-menerus. Dalam pemahaman ekonomi makro, pertumbuhan ekonomi adalah penambahan PDB, yang berarti peningkatan Pendapatan Nasional. Dengan demikian, pertumbuhan ekonomi merupakan indikator untuk melihat keberhasilan pembangunan dan merupakan syarat keharusan (necessary condition) bagi pengurangan tingkat pengangguran. Adapun syarat kecukupannya ialah bahwa pertumbuhan ekonomi tersebut efektif dalam mengurangi tingkat pengangguran. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Isti Qomariyah (2012), menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi berpengaruh negatif dan signifikan terhadap terhadap tingkat pengangguran di Jawa Timur. Hal ini sesuai dengan Hukum Okun, dimana Hukum Okun (Okun s Law) yang menguji hubungan antara tingkat penganguran dengan besarnya GDP suatu Negara. Setiap adanya peningkatan terhadap presentase pengangguran dalam suatu Negara maka hal

19 tersebut akan setara dengan terjadinya penurunan besarnya GDP sebesar 2 persen. Hal ini juga diperjelas dalam buku yang ditulis oleh Samuelson dan Nordhaus, (2004), bahwa hukum okun menyatakan bahwa setiap penurunan dua persen GDP yang berhubungan dengan GDP potensial, angka pengangguran meningkat sekitar satu persen. Pengukuran besarnya pertumbuhan ekonomi ini dapat dihitung dari data PDRB atas dasar harga konstan. Makin tinggi pertumbuhan ekonomi makin baik kinerja pembangunan di wilayah tersebut. Secara umum, pada tahun 2014 perekonomian Kabupaten Subang mengalami pertumbuhan positif sebesar 5,02 persen. Jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya, laju pertumbuhan ekonomi mengalami percepatan, dimana pada tahun 2013 tumbuh sebesar 4,57 persen sebagaimana grafik di bawah ini. 5.2 5 5.02 4.8 4.6 4.4 4.63 4.34 4.45 4.52 4.57 Laju Pertumbuhan Ekonomi 4.2 4 2009 2010 2011 2012 2013 2014 Sumber : BPS. Subang, 2015 Grafik 1. 4 Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Subang Tahun 2009-2014 Berdasarkan Latar Belakang diatas, penulis sangat tertarik untuk meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pengangguran di Kabupaten Subang

20 yang akan penulis tuangkan dalam sebuah skripsi dengan judul Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Pengangguran Kabupaten Subang Tahun 1999-2014. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian pada Latar Belakang, maka masalah yang diteliti dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : - Bagaimana pengaruh pendidikan, jumlah penduduk dan pertumbuhan ekonomi terhadap tingkat pengangguran di Kabupaten Subang baik secara parsial maupun simultan? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dalam penelitian ini adalah: - Untuk mengukur dan menganalisis pengaruh pendidikan, jumlah penduduk dan pertumbuhan ekonomi terhadap tingkat pengangguran di Kabupaten Subang baik secara parsial maupun simultan. 1.4 Kegunaan Penelitian Kegunaan penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang berguna bagi pihak-pihak yang berkepentingan, diantaranya yaitu: 1. Untuk Kepentingan Penulis Sebagai sarana untuk mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh penulis selama dibangku perkuliahan dan menambah ilmu pengetahuan serta

21 pengalaman mengenai kajian ini guna mempersiapkan diri dalam memasuki dunia kerja, melalui pengolahan data dan kunjungan langsung ke tempat yang dijadikan objek penelitian dalam penelitian ini. Selain itu kegunanaan penelitian ini juga sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan Program Sarjana (S1) pada Program Studi Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi, Universitas Pasundan Bandung. 2. Untuk Kepentingan Akademis Dapat digunakan sebagai bahan informasi agar dapat digunakan untuk studi-studi selanjutnya dalam pengembangan ilmu ekonomi. 3. Untuk Pemerintah Daerah Kabupaten Subang Dapat dijadikan sebagai bahan dalam pengambilan keputusan dan rencana pembangunan daerah di Kabupaten Subang dalam rangka pengentasan pengangguran.

22