KARAKTERISTIK SUDDEN COMMENCEMENT DAN SUDDEN IMPULSE DI SPD BIAK PERIODE

dokumen-dokumen yang mirip
STUDI TENTANG BADAI MAGNET MENGGUNAKAN DATA MAGNETOMETER DI INDONESIA

PENENTUAN WAKTU ONSET SUDDEN COMMENCEMENT KOMPONEN H GEOMAGNET DI BIAK

DISTRIBUSI KARAKTERISTIK SUDDEN STORM COMMENCEMENT STASIUN BIAK BERKAITAN DENGAN BADAI GEOMAGNET ( )

BAB 1 PENDAHULUAN. Aktivitas Matahari merupakan faktor utama yang memicu perubahan cuaca

Variasi Pola Komponen H Medan Geomagnet Stasiun Biak Saat Kejadian Solar Energetic Particle (SEP) Kuat Pada Siklus Matahari Ke-23

ANALISIS PERBANDINGAN DEVIASI ANTARA KOMPONEN H STASIUN BIAK SAAT BADAI GEOMAGNET

PENGEMBANGAN SOFTWARE DETEKSI OTOMATIS SUDDEN COMMENCEMENT BADAI GEOMAGNET NEAR REAL TIME

GANGGUAN GEOMAGNET PADA FASE MINIMUM AKTIVITAS MATAHARI DAN MEDAN MAGNET ANTARPLANET YANG TERKAIT

Anwar Santoso, Mamat Ruhimat, Rasdewita Kesumaningrum, Siska Fillawati Pusat Sains Antariksa

PENENTUAN POSISI LUBANG KORONA PENYEBAB BADAI MAGNET KUAT

Analisis Variasi Komponen H Geomagnet Pada Saat Badai Magnet

KETERKAITAN AKTIVITAS MATAHARI DENGAN AKTIVITAS GEOMAGNET DI BIAK TAHUN

KARAKTERISTIK BADAI GEOMAGNET BESAR DALAM SIKLUS MATAHARI KE-22 DAN 23

Anwar Santoso Peneliti Bidang Geomagnet dan Magnet Antariksa Pusat Sains Antariksa, Lapan

SEMBURAN RADIO MATAHARI DAN KETERKAITANNYA DENGAN FLARE MATAHARI DAN AKTIVITAS GEOMAGNET

BAB I PENDAHULUAN. Matahari adalah sebuah objek yang dinamik, banyak aktivitas yang terjadi

MODEL VARIASI HARIAN KOMPONEN H JANGKA PENDEK BERDASARKAN DAMPAK GANGGUAN REGULER

IDENTIFIKASI KONDISI ANGIN SURYA (SOLAR WIND) UNTUK PREDIKSI BADAI GEOMAGNET

Prosiding Workshop Riset Medan Magnet Bumi dan Aplikasinya

IDENTIFIKASI LUAS DAERAH AKTIF DI MATAHARI PENYEBAB KEJADIAN BADAI GEOMAGNET

KARAKTERISTIK VARIASI HARIAN KOMPONEN H GEOMAGNET REGIONAL INDONESIA

ANALISIS PENURUNAN INTENSITAS SINAR KOSMIK

Prosiding Seminar Nasional Sains Antariksa Homepage:http//

ANALISIS PERUBAHAN VARIASI HARIAN KOMPONEN H PADA SAAT TERJADI BADAI MAGNET

DISTRIBUSI POSISI FLARE YANG MENYEBABKAN BADAI GEOMAGNET SELAMA SIKLUS MATAHARI KE 22 DAN 23

PERBANDINGAN PERHITUNGAN TINGKAT GANGGUAN GEOMAGNET DI SEKITAR STASIUN TANGERANG (175 4'BT; 17 6'LS)

KETERKAITAN DAERAH AKTIF DI MATAHARI DENGAN KEJADIAN BADAI GEOMAGNET KUAT

PENENTUAN POLA HARI TENANG UNTUK MENDAPATKAN TINGKAT GANGGUAN GEOMAGNET DI TANGERANG

Diterima 18 April 2016, Direvisi 23 Juni 2016, Disetujui 28 Juni 2016 ABSTRACT

TELAAH INDEKS K GEOMAGNET DI BIAK DAN TANGERANG

AWAN MAGNET PADA FASE MINIMUM AKTIVITAS MATAHARI DAN KAITANNYA DENGAN GANGGUAN GEOMAGNET

STUDI KORELASI STATISTIK INDEKS K GEOMAGNET REGIONAL MENGGUNAKAN DISTRIBUSI GAUSS BERSYARAT

PENERAPAN METODE POLARISASI SINYAL ULF DALAM PEMISAHAN PENGARUH AKTIVITAS MATAHARI DARI ANOMALI GEOMAGNET TERKAIT GEMPA BUMI

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi Matahari mengalami perubahan secara periodik dalam skala waktu

Diterima 11 Januari 2016, Direvisi 9 Juni 2016, Disetujui 24 Juni 2016 ABSTRACT

STUDI PERBANDINGAN DISTRIBUSI INDEKS K GEOMAGNET ANTARA STASIUN BIAK DENGAN MAGNETOMETER DIGITAL DAN STASIUN TANGERANG DENGAN MAGNETOMETER ANALOG

BADAI MATAHARI DAN PENGARUHNYA PADA IONOSFER DAN GEOMAGNET DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Matahari merupakan sumber energi terbesar di Bumi. Tanpa Matahari

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tari Fitriani, 2013

BAB III METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini dilakukan indentifikasi terhadap lubang korona, angin

ANALISA KEJADIAN LUBANG KORONA (CORONAL HOLE) TERHADAP NILAI KOMPONEN MEDAN MAGNET DI STASIUN PENGAMATAN MEDAN MAGNET BUMI BAUMATA KUPANG

KARAKTERISTIK LONTARAN MASSA KORONA (CME) YANG MENYEBABKAN BADAI GEOMAGNET

MODEL POLA HARI TENANG MEDAN GEOMAGNET DI SEKITAR STASIUN TANGERANG MENGGUNAKAN PERSAMAAN POLINOM ORDE-4

YANG TERKAIT DENGAN LUBANG KORONA TANGGAL 22 AGUSTUS 2010

Prosiding Seminar Nasional Sains Antariksa Homepage: http//

Prosiding Seminar Nasional Sains Antariksa Homepage: http//

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Yoana Nurul Asri, 2013

ANALI5IS BADAI MAGNET BUMI PERIODIK

Diterima 11 Agustus 2017; Direvisi 10 Januari 2018; Disetujui 10 Januari 2018 ABSTRACT

DAMPAK AKTIVITAS MATAHARI TERHADAP CUACA ANTARIKSA

PENGUKURAN TEMPERATUR FLARE DI LAPISAN KROMOSFER BERDASARKAN INTENSITAS FLARE BERBASIS SOFTWARE IDL (INTERACTIVE DATA LANGUAGE) Abstrak

ARUS CINCIN DAN PENGARUHNYA TERHADAP MEDAN GEOMAGNET DI WILAYAH INDONESIA (RING CURRENT AND IT'S EFFECT ON THE GEOMAGETIC FIELD IN INDONESIA REGION)

Prosiding Seminar Nasional Sains Antariksa Homepage: http//

ANALISIS DAMPAK FLARE TIPE X SEPTEMBER 2014 TERHADAP SISTEM NAVIGASI DAN POSISI BERBASIS SATELIT DARI PENGAMATAN GISTM KUPANG

STUD! PENGARUH SPREAD F TERHADAP GANGGUAN KOMUNIKASI RADIO

RESPONS SINTILASI SINYAL GPS SAAT BADAI GEOMAGNET Dl LINTANG RENDAH

PERAN DIMENSI FRAKTAL DALAM RISET GEOMAGSA

BAB I PENDAHULUAN. Tidak hanya di Bumi, cuaca juga terjadi di Antariksa. Namun, cuaca di

BAB I PENDAHULUAN. yang landas bumi maupun ruang angkasa dan membahayakan kehidupan dan

Model Empiris Variasi Harian Komponen H Pola Hari Tenang. Habirun. Pusat Pemanfaatan Sains Antariksa, LAPAN Jl. Dr. Junjunan No.

IDENTIFIKASI MODEL FLUKTUASI INDEKS K HARIAN MENGGUNAKAN MODEL ARIMA (2.0.1) Habirun Peneliti Pusat Pemanlaatan Sains Antariksa, LAPAN

PENENTUAN POLA HARI TENANG UNTUK MENDAPATKAN TINGKAT GANGGUAN GEOMAGNET DI BIAK

IDENTIFIKASI MODEL INDEKS K GEOMAGNET BERDASARKAN SIFAT STOKASTIK

Prosiding Seminar Nasional Sains Antariksa Homepage: http//

PENGARUH BADAI MATAHARI OKTOBER 2003 PADA IONOSFER DARI TEC GIM

ANALISIS MODEL VARIASI HARIAN KOMPONEN GEOMAGNET BERDASARKAN POSISI MATAHARI

KETERKAITAN AKTIVITAS MATAHARI DENGAN VARIABILITAS IONOSFER DAN DAMPAKNYA PADA KOMUNIKASI RADIO DAN NAVIGASI BERBASIS SATELIT DI INDONESIA.

Analisis Kejadian Corona Mass Ejection (CME) dan Solar Wind di Stasiun Geofisika Kampung Baru Kupang (KPG)

MODEL SPEKTRUM ENERGI FLUENS PROTON PADA SIKLUS MATAHARI KE-23

KEMUNCULAN SINTILASI IONOSFER DI ATAS PONTIANAK TERKAIT FLARE SINAR-X MATAHARI DAN BADAI GEOMAGNET

IDENTIFIKASI PENGARUH AKTIVITAS MATAHARI PADA

PENENTUAN ONSET PULSAMAGNETIK PI2 DI LINTANG RENDAH

METODE PENGUKURAN ARUS GIC PADA TRANSFORMATOR JARINGAN LISTRIK

ANALISIS SEMBURAN RADIO MATAHARI TIPE II SEBAGAI PREKURSOR KEMUNGKINAN TERJADINYA BADAI MAGNET BUMI

MATAHARI SEBAGAI SUMBER CUACA ANTARIKSA

STUDI KASUS KEMUNCULAN PULSA MAGNET PC1 DI STASIUN WATUKOSEK ( LS BT) PADA SAAT BADAI

Analisis Medan Magnet Bumi Sebelum dan Sesudah Kejadian Gempa (Studi Kasus: Gempa 18 November 2014 di Sabang)

LIPUTAN AWAN TOTAL DI KAWASAN SEKITAR KHATULISTIWA SELAMA FASE AKTIF DAN TENANG MATAHARI SIKLUS 21 & 22 DAN KORELASINYA DENGAN INTENSITAS SINAR KOSMIK

BAB III METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus

HELISITAS MAGNETIK DAERAH AKTIF DI MATAHARI

CUACA ANTARIKSA. Clara Y. Yatini Peneliti Pusat Pemanfaatan Sains Antariksa, LAPAN RINGKASAN

ABSTRAK. Kata Kunci: Sunspot, Aktivitas Matahari, Klasifikasi Mcintosh, Flare

METODE NON-LINIER FITTING UNTUK PRAKIRAAN SIKLUS MATAHARI KE-24

ANALISIS KOMPATIBILITAS INDEKS IONOSFER REGIONAL [COMPATIBILITY ANALYSIS OF REGIONAL IONOSPHERIC INDEX]

FLARE BERDURASI PANJANG DAN KAITANNYA DENGAN BILANGAN SUNSPOT

BAB III METODE PENELITIAN

Buldan Muslim Peneliti Pusat Sains Antariksa, Lapan ABSTRACT

Pemisahan Sinyal Noise Pada Pengolahan Data Medan Magnet Bumi Menggunakan Transformasi Wavelet

BAB III METODE PENELITIAN

STUDI PUSTAKA PERUBAHAN KERAPATAN ELEKTRON LAPISAN D IONOSFER MENGGUNAKAN PENGAMATAN AMPLITUDO SINYAL VLF

DAMPAK PERUBAHAN INDEKS IONOSFER TERHADAP PERUBAHAN MAXIMUM USABLE FREQUENCY (IMPACT OF IONOSPHERIC INDEX CHANGES ON MAXIMUM USABLE FREQUENCY)

KAJIAN AWAL ABSORPSI IONOSFER DENGAN MENGGUNAKAN DATA FMIN (FREKUENSI MINIMUM) DI TANJUNGSARI

KALIBRASI MAGNETOMETER TIPE 1540 MENGGUNAKAN KALIBRATOR MAGNETOMETER

ANALISIS MORFOLOGI GANGGUAN SINTILASI IONOSFER DI INDONESIA

ANCAMAN BADAI MATAHARI

ABSTRACT ABSTRAK 1 PENDAHULUAN

METODE PEMBACAAN DATA IONOSFER HASIL PENGAMATAN MENGGUNAKAN IONOSONDA FMCW

Bab IV Hasil dan Pembahasan

PENENTUAN PREKURSOR GEMPA BUMI MENGGUNAKAN DATA GEOMAGNET NEAR REAL TIME DENGAN METODE PERBANDINGAN POLARISASI 2 STASIUN

VARIASI LAPISAN E DAN F IONOSFER DI ATAS KOTOTABANG

Transkripsi:

6 Jurnal Sains Dirgantara Vol. 6 No. 1 Desember 28:6-7 KARAKTERISTIK SUDDEN COMMENCEMENT DAN SUDDEN IMPULSE DI SPD BIAK PERIODE 1992-21 Anwar Santoso, Habirun, Sity Rachyany, Harry Bangkit Peneliti Bidang Aplikasi Geomagnet dan Magnet Antariksa, LAPAN Email : anwar@bdg.lapan.go.id ABSTRACT Sudden increase of earth's magnetic field can be distinguished into 2 types, which are sudden commencement (SC) and sudden impulse (SI). SC is referred to the increase of magnetic field with geomagnetic storm and in general related to southward Interplanetary Magnetic Field (MF), while SI is referred to the sudden increase of magnetic field where geomagnetic storm do not occur and in general related to northward IMF. Characteristic of SC and SI are identified on the basis of statistical analysis of amplitude, period and gradient of geomagnetic horizontal (H) component from Biak station in 1992-21. The result shown that the characteristic of SC(H) have a criteria as the amplitude is greater than 1 nt, the period is less than 1 minute and the gradient is greater than 2.48 nt/minutes. While the characteristic of SI(H) have a criteria as the amplitude is greater than 6.1 nt, the period is less than 1 minute and the gradient is greater than 1.63 nt/minutes. Correlation between the three SC(H) parameters with Hmin and duration of Hmin were calculated and the result shown that both the amplitude and period of SC(H) are the good indicator which can be used to predict the intensity and duration of geomagnetic storm. ABSTRAK Kenaikan mendadak intensitas medan geomagnet dapat dibedakan menjadi 2 tipe yaitu tipe Sudden Comencement (SC) dan tipe Sudden Impulse (SI). Tipe SC berupa kenaikan mendadak intensitas medan geomagnet yang diikuti kejadian badai geomagnet dan umumnya berkaitan dengan arah selatan medan magnet antar planet (Interplanetary Magnetic Field/IMF), sedangkan tipe SI berupa kenaikan mendadak medan geomagnet yang tidak diikuti kejadian badai geomagnet dan umumnya berkaitan dengan arah utara IMF. Untuk mengetahui karakteristik SC dan SI, dilakukan identifikasi dan analisis statistik terhadap ketiga parameter SC dan SI, yaitu amplitudo, periode dan gradien dari data komponen horizontal (H) geomagnet di Stasiun Pengamat Dirgantara (SPD) Biak tahun 1992-21. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa karakteristik SC(H) mempunyai kriteria seperti amplitudonya yang lebih besar dari 1 nt, periodenya kurang dari 1 menit dan gradiennya lebih besar dari 2.48 nt/menit. Sedangkan karakteristik

Karakteristik Sudden Commencement... (Anwar Santoso et al.) SI(H) mempunyai kriteria seperti amplitudonya lebih besar dari 6.1 nt, periodenya kurang dari 1 menit dan gradiennya lebih besar dari 1.63 nt/menit. Selanjutnya dihitung korelasi antara ketiga parameter SC(H) terhadap H minimum (Hmin) dan durasi Hmin. Hasil korelasi tersebut menunjukkan bahwa amplitudo SC(H) dan periode SC(H) merupakan indikator yang baik yang dapat digunakan untuk memprediksi intensitas dan durasi badai geomagnet. Kata Kunci : SC, SI, Badai geomagnet 1 PENDAHULUAN Badai geomagnet adalah fenomena cuaca antariksa sebagai dampak dari hubungan matahari-bumi yang umumnya ditandai oleh terjadinya Sudden Commencement (SC) yaitu peningkatan intensitas geomagnet secara mendadak karena terjadinya kompresi pada magnetosfer oleh tekanan dinamik angin surya yang diperkuat oleh medan magnet antar planet (Interplanetary Magnetic Field/IMF) dan yang dikenal sebagai interplanetary shock. Pada saat angin surya dan IMF arahnya ke selatan, akan terjadi injeksi partikel dan energi melalui mekanisme rekoneksi yang menyebabkan perubahan medan geomagnet yang dikenal sebagai badai geomagnet. Sebaliknya, pada saat angin surya dan IMF arahnya ke utara, rekoneksi tidak akan terjadi sehingga badai geomagnet juga tidak akan terjadi. Pada saat peristiwa badai geomagnet, medan magnet di permukaan bumi mengalami depresi secara global dengan tingkat depresi yang ditimbulkan berbeda-beda bergantung pada posisi lintang suatu tempat dan mempunyai kecenderungan semakin besar apabila posisi lintang semakin tinggi. Kenaikan mendadak dan sesaat medan geomagnet dibedakan menjadi 2 tipe yaitu SC dan SI. SC umumnya terjadi bersamaan dengan arah selatan IMF dan ditandai oleh kenaikan mendadak dan cepat intensitas medan geomagnet yang diikuti dengan kemunculan badai geomagnet. Sedangkan SI umumnya terjadi bersamaan dengan arah utara IMF dan ditandai oleh kenaikan mendadak dan cepat medan magnet yang tidak diikuti kemunculan badai geomagnet. Karena umumnya kenaikan mendadak intensitas medan geomagnet diawali oleh kemunculan SC atau SI, maka karakteristik SC dan SI sangat penting untuk dipahami sebagai tahap awal dalam rangka pengembangan sistem peringatan dini badai geomagnet. 2 DATA DAN METODOLOGI Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi : data komponen H stasiun Biak (27.3 o BT; 12.18 o LS) dan data komponen H stasiun Okinawa, stasiun Moshiri atau stasiun lain (misalnya data dari stasiun Magadan, Canberra dan Adelaide) yang terletak di sekitar bujur 61

Jurnal Sains Dirgantara Vol. 6 No. 1 Desember 28:6-7 magnetik 21º BT yang digunakan sebagai bahan pembanding. Keseluruhan data yang digunakan adalah hasil pengamatan dari tahun 1992-21, data kejadian SC/SI yang diperoleh dari ftp://ftp.ngdc.noaa.gov/ STP/ SOLAR DATA/ SUDDEN COMMENCEMENT/STORM2.SS/, indeks Dst sebagai indikasi kejadian badai geomagnet diperoleh dari website http://nssdc.gsfc.nasa.gov/omniweb/, tekanan dinamik angin surya untuk menentukan onset SC diperoleh dari http://nssdc.gsfc.nasa.gov/omniweb/. Identifikasi SC dan SI dari tahun 1992-21 dilakukan dengan menggunakan data kejadian SC, SI dan data indeks Dst. Untuk mengidentifikasi kejadian SC dan SI dilakukan dengan cara yang sama seperti yang dilakukan oleh Russel (26). Dalam mengidentifikasi kejadian SC dan SI, kadang-kadang sulit dilakukan karena data indeks Dst pada waktu yang bersamaan tidak ada. Selanjutnya, penentuan kriteria SC dan SI dilakukan dengan cara yang sama seperti yang dilakukan oleh Shinohara dkk. (25) yang ditunjukkan pada Gambar 2-1, dimana tanda panah ke atas adalah titik onset SC atau SI, tanda segitiga terbalik adalah puncak SC atau SI, selisih medan geomagnet ditentukan dari titik onset ke titik puncak yang dinamakan amplitudo (A) SC atau SI, waktu yang dibutuhkan untuk bergerak dari onset sampai ke puncak dinamakan periode (P) SC atau SI dan laju pertumbuhan pola dari onset sampai ke puncak dinamakan gradien (G) SC/SI. G A P Onset Gambar 2-1: Contoh pola komponen H dari stasiun Okinawa (OKI), Guam (GAM) dan Santa Maria (SMA) saat kejadian badai geomagnet yang terjadi pada tanggal 31 Januari 23 dengan SC yang teramati di sekitar pukul 6 1 UT (Shinohara dkk., 25) 62

Karakteristik Sudden Commencement... (Anwar Santoso et al.) Selanjutnya, dalam menentukan kriteria amplitudo, periode dan gradien baik SC maupun SI serta Hmin digunakan data komponen H dari stasiun Biak tahun 1992-21. Kemudian ditentukan korelasi antara ketiga parameter SC(H) tersebut terhadap Hmin dan durasi Hmin. 3 HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam mengidentifikasi badai geomagnet, indeks yang biasanya digunakan untuk mengindikasikan intensitas badai geomagnet adalah indeks Dst (Disturbance storm). Menurut Sugiura (1964) pola indeks Dst pada saat badai geomagnet ditandai oleh 3 fase kejadian, yaitu fase awal (initial phase), fase utama (main phase) dan fase pemulihan (recovery phase). Pembagian ketiga fase tersebut seperti yang terlihat pada Gambar 3-1. Gambar 3-1: Contoh pola indeks Dst pada saat badai geomagnet (Sugiura, 1964) Sedangkan menurut Gonzales dan Tsurutani (1987) dan Gonzales dkk. (1994), intensitas badai geomagnet diklasifikasikan seperti pada Tabel 3-1. Tabel 3-1: KLASIFIKASI INTENSITAS BADAI GEOMAGNET BERDASARKAN POLA INDEKS Dst, (Gonzales dan Tsurutani, 1987; Gonzales dkk., 1994) Kelas Lemah Sedang Kuat Sangat Kuat Dst (nt) -3 > Dst -5-5 > Dst -1-1 > Dst -2 Dst < -2 Badai sedang (Moderate storm) umumnya terjadi pada saat aktivitas matahari maksimum dan saat aktivitas matahari minimum yang disebabkan aliran angin surya berkecepatan tinggi yang berasal dari Co-rotating Interaction Regions (CIRs) (Richardson dkk., 21). Sedangkan badai kuat (Intense storm) umumnya terjadi pada saat aktivitas matahari maksimum yang disebabkan oleh lontaran massa korona (Coronal Mass Ejection/CME) (Gosling dkk., 1991; Richardson dkk., 21). 63

Jurnal Sains Dirgantara Vol. 6 No. 1 Desember 28:6-7 Hasil identifikasi kejadian SC dan SI menggunakan komponen H stasiun Biak dari tahun 1992-21 adalah seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3-2, dimana karakteristik SC dan SI di stasiun Biak mempunyai kriteria sebagai berikut, untuk SC, amplitudonya lebih besar dari 1 nt, periodenya kurang dari 1 menit, dan gradiennya lebih besar dari 2.48 nt/menit, untuk SI, amplitudonya lebih besar dari 6.1 nt, periodenya kurang dari 1 menit, dan gradiennya lebih besar dari 1.63 nt/menit Pola Distribusi Antara Amplitudo SC dan SI Komponen H Biak 12 1 nt 8 6 4 2 AmpSC AmpSI 1992 1992 1993 1993 1993 1993 1994 1995 1995 1997 1997 1998 1998 1999 2 21 21 Waktu Pola Distribusi Antara Periode SC dan SI Komponen H Biak 3 25 2 15 PerSC PerSI 1 5 Tahun Pola Distribusi Antara Gradien SC dan SI Komponen H Biak 9 8 7 6 5 4 GradSC GradSI 3 2 1 Tahun Gambar 3-2: Pola Distribusi amplitudo, periode dan gradien SC dan SI komponen H di stasiun Biak dari tahun 1992-21 Hal ini berarti bahwa untuk menentukan kejadian badai geomagnet dengan tipe SC, maka variasi medan geomagnet komponen H stasiun Biak harus difilter sesuai dengan karakteristik SC yaitu amplitudo > 1 nt, periode < 1 menit dan gradien > 2.48 nt/menit. Namun kenyataannya bahwa dengan batas pemfilteran tersebut, tidak semua kejadian yang 64

Karakteristik Sudden Commencement... (Anwar Santoso et al.) terdeteksi adalah kejadian SC. Artinya terjadi tumpang tindih (overlap) antar kejadian SC dan SI. Untuk itu, dilakukan klasifikasi gradien SC dan SI di stasiun Biak. Gambar 3-3 menunjukkan pola pergerakan komponen H di stasiun Biak untuk kejadian SC dimana tanda panah menunjukkan kejadian SC yang disertai badai geomagnet sangat kuat dengan amplitudo interplanetary shock lebih besar dari 4 nt/menit. Hasil klasifikasi amplitudo gradien SC dan SI di stasiun Biak dari tahun 1992-21 ditunjukkan pada Tabel 3-2. Pola Differensial Komponen H Tanggal 15 Juli 2 7 6 5 4 3 nt/menit 2 1 14 15 16-1 -2-3 -4 Pola Pergerakan Komponen H Biak Per-menit Tanggal 22 September 1999 15 1 5 nt H157 12 13 14-5 -1 UT Gambar 3-3: Contoh pola pergerakan komponen H stasiun Biak pada saat kejadian SC (atas) dan SI (bawah) Tabel 3-2: DISTRIBUSI AMPLITUDO GRADIEN SC DAN SI SEPANJANG TAHUN 1992-21 65

Jurnal Sains Dirgantara Vol. 6 No. 1 Desember 28:6-7 Selain itu, dengan memberikan batas cut-off gradien lebih besar dari 4 nt/menit maka dapat dipastikan bahwa kemungkinan besar fenomena yang terdeteksi adalah kejadian SC yang terkait dengan kejadian badai geomagnet kuat (Dst < -25 nt). Selanjutnya dilakukan studi kasus untuk kejadian SC(H) dan SI(H). 3.1 Kejadian SC(H) pada tanggal 15 Juli 2 dan 31 Maret 21 Contoh kejadian SC dengan gradien SC yang besar dan diikuti kejadian badai geomagnet dengan intensitas kuat (Dst < -25 nt) terjadi pada tanggal 15 Juli 2 dengan indeks Dst = -372 nt dan pada tanggal 31 Maret 21 dengan indeks Dst = -4 nt. Dari hasil plot gradien komponen H di stasiun Biak pada tanggal-tanggal tersebut, terlihat bahwa amplitudo gradien menunjukkan nilai yang sangat besar dengan puncaknya 6 nt/menit yang terjadi tanggal 15 Juli 2, dan 657 nt/menit pada tanggal 31 Maret 21 (lihat Gambar 3-4). Hal ini menunjukkan bahwa dengan batas cut-off gradien > 4nT/menit akan terdeteksi kenaikan mendadak medan geomagnet komponen H di stasiun Biak, sehingga diduga akan terjadi badai geomagnet kuat dengan indeks Dst < -25 nt. Pola Differensial Komponen H Tanggal 15 Juli 2 7 6 5 4 3 nt/menit 2 1 14-1 15 16-2 -3 H157-4 Pola Differensial Komponen H Tanggal 31 Maret 21 8 6 4 nt/menit 2 1 2-2 -4 H3131-6 -8 Gambar 3-4: Contoh pola pergerakan komponen H stasiun Biak per-menit (gradien) saat kejadian badai geomagnet tipe SC 66

Karakteristik Sudden Commencement... (Anwar Santoso et al.) 3.2 Kejadian SI(H) pada tanggal 24 Juli 1995, 22 September 1999 dan 2 Januari 2 Contoh kejadian SI, yaitu kejadian kenaikan mendadak medan geomagnet yang tidak disertai dengan peristiwa badai geomagnet, terjadi pada tanggal 24 Juli 1995, tanggal 22 September 1999 dan tanggal 2 Januari 2. Dari hasil plot gradien komponen H di stasiun Biak pada tanggal-tanggal tersebut, terlihat bahwa amplitudo gradien nilainya cukup besar tetapi tidak melebihi harga 4 nt/menit (batas cut-off untuk mendeteksi SC). Hal ini menunjukkan bahwa amplitudo gradien lebih kecil dari batas cut-off yaitu 4nT/menit, sehingga dapat diperkirakan kenaikan mendadak medan geomagnet komponen H di stasiun Biak yang terdeteksi tersebut bukan kejadian badai geomagnet, tetapi kejadian SI seperti yang terlihat pada Gambar 3-5. Pola Diferensial Komponen H Biak Tanggal 24-Jul-95 8 6 4 nt/men 2 11 12 13-2 24-Jul-95-4 -6 Pola Diferensial Komponen H Biak Tanggal 22-Sep-99 2 1 nt/men 12 13 14-1 -2 22-Sep-99-3 -4 Pola Diferensial Komponen H Biak Tanggal 2-Jan- 2 1 nt/men 11 12 13-1 -2 2-Jan- -3-4 Gambar 3-5: Contoh pola diferensial komponen H stasiun Biak per-menit saat kejadian SI 67

Jurnal Sains Dirgantara Vol. 6 No. 1 Desember 28:6-7 Selain dari kenaikan mendadak medan geomagnet yang diduga sebagai SC, yang perlu diketahui selanjutnya adalah seberapa besar intensitas badai dan kapan badai geomagnet tersebut akan terjadi. Hal ini penting untuk diketahui sebagai upaya dalam rangka membangun sistem peringatan dini badai geomagnet. Untuk menjelaskan seberapa besar intensitas badai geomagnet yang akan terjadi, maka dilakukan perhitungan korelasi SC(H) dengan depresi minimum H di stasiun Biak. Hasilnya seperti terlihat pada Gambar 3-6., dimana korelasi antara Amplitudo SC(H), Periode SC(H) dan Gradien SC(H) terhadap Hmin masing-masing adalah -.69, -.45 dan -.36. Tanda minus menunjukkan bahwa semakin besar harga kriteria SC, maka semakin kuat intensitas badai geomagnet terjadi. Hal ini ditunjukkan oleh depresi komponen H yang semakin besar dan harga komponen H yang semakin kecil. Pola Korelasi Antara Amplitudo SC vs Depresi H (Hmin) Biak -5 5 1 15 2 25 3 35 4 45 5 55 6 65-1 -15 Hmin(nT -2-25 -3-35 -4 y = -3.2219x - 53.7 R = -.691 Amplt(nT) Pola Korelasi Antara Periode SC vs Depresei H (Hmin) Biak -5 5 1 15 2 25-1 -15 Hmin(nT -2-25 -3-35 y = -5.276x - 92.927 R = -.4533-4 Periode(Menit) Pola Korelasi Antara Gradien SC vs Depresi H (Hmin) Biak -5 1 2 3 4 5 6 7 8-1 -15 Hmin(nT -2-25 -3-35 y = -6.5738x - 13.92 R = -.3563-4 Grad(nT/menit) Gambar 3-6: Hasil korelasi antara ke-3 kriteria SC terhadap depresi komponen H stasiun Biak 68

Karakteristik Sudden Commencement... (Anwar Santoso et al.) Sebagi contoh untuk amplitudo SC(H), makin besar amplitudo SC(H), maka depresi terhadap komponen H juga semakin besar, sehingga menyebabkan harga komponen H semakin kecil. Dari ketiga korelasi tersebut terlihat bahwa harga korelasi antara amplitudo SC dengan Hmin adalah yang paling besar, yaitu -.69 bila dibandingkan harga korelasi antara kedua parameter SC(H) lainnya terhadap Hmin. Hal ini menunjukkan bahwa amplitudo SC(H) merupakan indikator yang baik yang dapat digunakan sebagai masukan untuk memprediksi intensitas badai geomagnet. Sedangkan untuk menjelaskan kapan badai geomagnet akan terjadi, maka dilakukan perhitungan korelasi SC(H) terhadap durasi waktu dari onset SC(H) sampai komponen H di stasiun Biak mencapai minimum pada saat fase utama badai geomagnet (Durasi Hmin). Hasilnya seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3-7. 6 Korelasi Amp(SSC) vs Durasi(Hmin) y Y = -.9136x - + + 55.8 R 2 =.437 R =.626577 5 4 3 2 B Linear (B) 1 2 4 6 8 1 12 14 Korelasi Per(SSC) vs Durasi(Hmin) y Y = --14.17x + 53.43 + 53.43 R =.818291 R 2 =.6696 6 5 4 3 2 B Linear (B) 1 5 1 15 2 Korelasi Grad(SSC) vs Durasi (Hmin) Y y = - -.55x + 436.17 + 436.17 R =.25495 R 2 = 6E-5 6 5 4 3 2 B Linear (B) 1 1 2 3 4 Gambar 3-7: Grafik korelasi antara ke-3 kriteria SC(H) terhadap durasi Hmin dari tahun 1992-21 69

Jurnal Sains Dirgantara Vol. 6 No. 1 Desember 28:6-7 Besarnya korelasi antara amplitudo SC(H), periode SC(H) dan gradien SC(H) terhadap durasi Hmin, masing-masing adalah -.63, -.82 dan -.3. Dari ketiga harga korelasi tersebut terlihat bahwa harga korelasi antara periode SC(H) dengan durasi Hmin adalah yang terbesar. Hal ini berarti menunjukkan bahwa periode SC(H) adalah merupakan indikator yang baik yang dapat digunakan sebagai masukan untuk memprediksi durasi badai geomagnet. 4 KESIMPULAN Berdasarkan pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa karakteristik SC(H) di stasiun Biak ditandai oleh amplitudonya yang lebih besar dari 1 nt, periodenya kurang dari 1 menit, dan gradiennya lebih besar dari 2.48 nt/menit. Sedangkan karakteristik SI(H) di stasiun Biak ditandai oleh amplitudonya yang lebih besar dari 6.1 nt, periodenya kurang dari 1 menit, dan gradiennya lebih besar dari 1.63 nt/menit. Dari hasil korelasi antara ketiga parameter SC(H) terhadap Hmin dan durasi Hmin ditunjukkan bahwa amplitudo SC(H) dan periode SC(H) di stasiun Biak merupakan indikator yang baik yang dapat digunakan untuk memprediksi intensitas dan durasi badai geomagnet. DAFTAR RUJUKAN C. T. Russell, 26. The Solar Wind Interaction with the Earth s Magnetosphere : Tutorial, Department of Earth and space sciences and Institute of Geophysics and Space Physics of University of California, Los Angeles. Gonzale W. D.; J. A. Joselyn; and Y. Kamide; H. W. Kroehl; G. Rostoker; B. T. Tsurutani and V. M. Vasyliunnas, 1994. What is a Geomagnetic Storm?, J. Geophys. Res., 99. Gonzales W. T. and B. T.Tsurutani, 1987. Criterion of Interplanetary Parameters Causing Intense Magnetic Storm (Dst < -1nT), Planet Space Sci., 35. Gosling J. T.; D. J. McComas; J. L. Phillips; S. J. Barnes, 1991. Geomagnetic Activity Associated With Earth Passage of Interplanetary Shock Disturbances and Coronal Mass Ejections, J. Geophys. Res., 96. Richardson I. G.; E. W. Cliver; and H. V. Cane, 21. Sources of Geomagnetic Storms for Solar Minimum and Maximum Conditions During 1972-2, J. Geophys. Res., 28. Shinohara M.; Kikuchi T.; and Nozaki K., 25. Automatic Realtime Detection of Sudden Commencement of Geomagnetic Storms, Journals of the National Institute of Information amd Communications Technology, Vol. 52 Nos. 3/4. Sugiura M., 1964. Hourly Values of Equatorial Dst fo the IGY, Annual Inter. Geophys. Year, 35, pp. 9, Pergamon, New York. 7