BAB I PENDAHULUAN. Isu mengenai ketimpangan ekonomi antar wilayah telah menjadi fenomena

dokumen-dokumen yang mirip
KONDISI KETIMPANGAN EKONOMI ANTAR KABUPATEN/KOTA DAN IMPLIKASINYA TERHADAP KEBIJAKAN PEMBANGUNAN DI PROVINSI JAWA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang memiliki

Grafik Skor Daya Saing Kabupaten/Kota di Jawa Timur

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, program pembangunan lebih menekankan pada penggunaan

I. PENDAHULUAN. Tabel 1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun (juta rupiah)

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Program dari kegiatan masing-masing Pemerintah daerah tentunya

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 72 TAHUN 2012 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN / KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2013

EVALUASI/FEEDBACK KOMDAT PRIORITAS, PROFIL KESEHATAN, & SPM BIDANG KESEHATAN

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 72 TAHUN 2014 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pusat dan pemerintah daerah, yang mana otonomi daerah merupakan isu strategis

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 78 TAHUN 2013 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2014

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 68 TAHUN 2015 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2016

Jumlah Penduduk Jawa Timur dalam 7 (Tujuh) Tahun Terakhir Berdasarkan Data dari Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kab./Kota

BAB I PENDAHULUAN. A. LATAR BELAKANG MASALAH Dinamika yang terjadi pada sektor perekonomian Indonesia pada masa lalu

P E N U T U P P E N U T U P

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 121 TAHUN 2016 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2017

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI JAWA TIMUR. Provinsi Jawa Timur membentang antara BT BT dan

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG

EVALUASI TEPRA KABUPATEN/KOTA PROVINSI JAWA TIMUR OKTOBER 2016

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 69 TAHUN 2009 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN / KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2010

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Simpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian ini sebagai berikut.

BAB I PENDAHULUAN. mengurus dan mengatur keuangan daerahnya masing-masing. Hal ini sesuai

BERITA RESMI STATISTIK

GUBERNUR JAWA TIMUR TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. karakteristik dan potensi daerah. Otonomi daerah memberikan peluang luas bagi

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 5.1 Trend Ketimpangan Ekonomi Kabupaten/Kota di Provinsi

KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 188/ 557 /KPTS/013/2016 TENTANG PENETAPAN KABUPATEN / KOTA SEHAT PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2016

BAB II GAMBARAN UMUM INSTANSI. 2.1 Sejarah Singkat PT PLN (Persero) Distribusi Jawa Timur

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. sebuah provinsi yang dulu dilakukan di Indonesia atau dahulu disebut Hindia

BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR

2. JUMLAH USAHA PERTANIAN

BAB I PENDAHULUAN. terutama dalam periode 2004 sampai dengan 2008.

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi harus di pandang sebagai suatu proses yang saling

BAB 1 PENDAHULUAN. Jumlah Persentase (Juta) ,10 15,97 13,60 6,00 102,10 45,20. Jumlah Persentase (Juta)

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) KOTA PROBOLINGGO TAHUN 2016

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 75 TAHUN 2015 TENTANG

PEMBANGUNAN PERPUSTAKAAN DESA/KELURAHAN DI JAWA TIMUR 22 MEI 2012

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) JAWA TIMUR TAHUN 2015

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 72 TAHUN 2012 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN / KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2013

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 125 TAHUN 2008

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR,

PEMERINTAH PROPINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2000 TENTANG

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TIMUR (Indikator Makro)

Lampiran 1 LAPORAN REALISASI DAU, PAD TAHUN 2010 DAN REALISASI BELANJA DAERAH TAHUN 2010 KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR (dalam Rp 000)

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI JAWA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan dengan tujuan mencapai kehidupan yang lebih baik dari

KUALITAS PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR


1.1. UMUM. Statistik BPKH Wilayah XI Jawa-Madura Tahun

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 188/43/KPTS/013/2006 TENTANG

Segmentasi Pasar Penduduk Jawa Timur

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. 2.1 Gambaran Umum Badan Ketahanan Pangan Provinsi Jawa Timur

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Pemerintah Provinsi Jawa Timur

PEMERINTAH PROPINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2000 TENTANG

1.2. Perumusan Masalah

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 41/PHPU.D-VI/2008 Tentang Sengketa perselisihan hasil suara pilkada provinsi Jawa Timur

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 94 TAHUN 2016

DATA DINAMIS PROVINSI JAWA TIMUR TRIWULAN IV BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN ANGGARAN 2017

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN. Kabupaten yang berada di wilayah Jawa dan Bali. Proses pembentukan klaster dari

per km 2 LAMPIRAN 1 LUAS JUMLAH WILAYAH JUMLAH KABUPATEN/KOTA (km 2 )

LOKASI SEKTOR UNGGULAN di JAWA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. stabilisasi harga masih menjadi hal yang serius hingga saat ini, khususnya

BAB II GAMBARAN UMUM INSTANSI

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR,

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 188/359/KPTS/013/2015 TENTANG PELAKSANAAN REGIONAL SISTEM RUJUKAN PROVINSI JAWA TIMUR

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 69 TAHUN 2014 TENTANG

BAB II GAMBARAN UMUM INSTANSI. ditingkatkan saat beberapa perusahaan asal Belanda yang bergerak di bidang pabrik

RILIS HASIL LISTING SENSUS EKONOMI 2016 PROVINSI JAWA TIMUR TEGUH PRAMONO

KAJIAN AWAL KETERKAITAN KINERJA EKONOMI WILAYAH DENGAN KARAKTERISTIK WILAYAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ekonomi suatu daerah baik itu Kabupaten maupun kota yang

4. DINAMIKA POLA KONSUMSI DAN KETAHANAN PANGAN DI PROVINSI JAWA TIMUR

Tabel 2.26 Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Jawa Timur Tahun Keterangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

PERTUMBUHAN EKONOMI DAN KETIMPANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI ANTAR WILAYAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN DI PROVINSI JAWA TIMUR TESIS

Listyanti, A.S Gandeng 74 Universitas, Pemerintah Targetkan Entas 50 Daerah Tertinggal.

Analisis Biplot pada Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur Berdasarkan Variabel-variabel Komponen Penyusun Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Tabel 2.19 Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur Tahun

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 2.25 Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur Tahun Keterangan (1) (2) (3) (4) (5) (6)

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BERITA RESMI STATISTIK

SEMINAR TUGAS AKHIR 16 JANUARI Penyaji : I Dewa Ayu Made Istri Wulandari Pembimbing : Prof.Dr.Drs. I Nyoman Budiantara, M.

PERBANDINGAN DAYA SERAP TENAGA KERJA PADA PERUSAHAAN PERUSAHAAN PMA DAN PMDN DI JAWA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. Pada era keterbukaan sekarang ini maka reformasi sektor publik yang

Pengembangan Daya Saing Daerah Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Timur berdasarkan Potensi Daerahnya

MEWUJUDKAN BIROKRASI AKUNTABEL, EFEKTIF DAN EFISIEN

ANALISIS KETIMPANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI ANTARA WILAYAH UTARA DAN SELATAN PROVINSI JAWA TIMUR

KOMISI PEMILIHAN UMUM PROVINSI JAWA TIMUR. KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR: 21/Kpts/KPU-Prov-014/2013 TENTANG

RENCANA KERJA DINAS PERIKANAN DAN KELAUTAN PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2010

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kondisi kesenjangan ekonomi antar wilayah dalam suatu negara.

BAB I PENDAHULUAN. nasional dan internasional dengan pemerataan dan pertumbuhan yang diinginkan

GUBERNUR JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Isu mengenai ketimpangan ekonomi antar wilayah telah menjadi fenomena global. Permasalahan ketimpangan bukan lagi menjadi persoalan pada negara dunia ketiga saja. Kesenjangan ekonomi telah menjadi permasalahan yang umum terjadi di suatu negara, baik di negara berkembang maupun negara maju. Kesenjangan ekonomi yang terjadi di negara maju timbul karena dianutnya sistem ekonomi kapitalis pada negara tersebut. Sistem tersebut justru menyebabkan kesenjangan semakin melebar, bahkan menimbulkan krisis seperti yang terjadi di Amerika Serikat dan beberapa negara di Eropa. Ketimpangan ekonomi antar wilayah yang terjadi pada negara berkembang umumnya muncul karena adanya proses pembangunan yang sedang berlangsung. Pembangunan ekonomi lebih banyak dilakukan pada daerah-daerah yang memiliki potensi sumber daya yang baik. Sedangkan potensi sumber daya di setiap daerah berbeda. Kemampuan yang dimiliki setiap wilayah untuk membangun daerahnya sangat dipengaruhi oleh potensi sumber daya yang dimiliki daerah tersebut, misalnya sumber daya manusia, sumber daya alam, sumber daya buatan (modal dan infrastruktur), sumber daya sosial yang meliputi ekonomi, budaya, adat istiadat, jumlah dan kepadatan penduduk, letak geografis, sarana dan prasarana yang tersedia serta faktor-faktor lain yang mempengaruhi perkembangan pembangunan dan mengakibatkan tingkat pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan yang dicapai masyarakat di setiap daerah berbeda.

2 Pembangunan ekonomi merupakan cara bagi suatu negara untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan rakyatnya. Pembangunan ekonomi dilakukan secara berkesinambungan dan terencana untuk dapat menciptakan kondisi yang lebih baik dari sebelumnya. Program pembangunan ekonomi sebaiknya dilakukan di seluruh penjuru negara agar lebih merata. Pembangunan ekonomi bukan hanya dikerjakan di wilayah pusat pemerintahan saja, tetapi juga di daerah-daerah lain agar manfaatnya dapat dinikmati oleh semua kalangan masyarakat. Program yang sebaiknya dijalankan oleh suatu negara adalah dengan cara memacu sektor industri terutama yang berbasis padat karya, sehingga dapat menyerap tenaga kerja yang banyak dan akan mengurangi pengangguran. Pengembangan Usaha Mikro, Kecil, Menengah, dan Koperasi (UMKMK) juga dapat dijadikan program untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. Negara yang telah sukses mengembangkan program ini adalah India dengan koperasi susunya. Pemerintah juga harus memperhatikan infrastruktur yang ada di wilayahnya. Infrastruktur yang memadai dapat menarik pemodal untuk menginvestasikan dananya di wilayah tersebut. Infrastruktur juga salah satu modal yang dimiliki suatu daerah dalam meningkatkan produktivitasnya. Faktor-faktor lain yang juga mempengaruhi pembangunan adalah peningkatan kualitas sumber daya manusia, peningkatan pelayanan kesehatan dan pendidikan. Malaysia merupakan salah satu negara berkembang yang memiliki laju pertumbuhan ekonomi tinggi dan tingkat inflasi rendah. Pertumbuhan ekonomi yang baik ini didukung oleh tenaga terdidik dan trampil yang cukup banyak, serta kondisi politik yang stabil. Pemerintah Malaysia telah mengadakan investasi yang besar dalam bidang pendidikan. Berkat keberhasilan investasi pendidikan dan

3 program penciptaan lapangan kerja, Malaysia memiliki angka kemiskinan yang tergolong rendah di kalangan negara-negara berkembang, yaitu sekitar 15 persen. Program yang dilakukan oleh Cina pada tahun 1975 untuk meningkatkan perekonomiannya dikenal dengan istilah Program Empat Modernisasi. Program ini bertujuan untuk melipatgandakan produksi pertanian secara cepat, mengembangkan industri, memacu kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta memperkuat pertahanan nasional. Pada tahun 1980, disahkan rencana pembangunan yang mencakup pengembangan reformasi pertanian (pemberian hak sewa tanah dalam jangka panjang dan pemberian ijin kepada para petani untuk melakukan spesialisasi dalam bercocok tanam serta terlibat aktif dalam berbagai kegiatan nonpertanian), hak swamanajemen, pengenalan persaingan pasar yang lebih besar, keringanan pajak bagi perusahaan swasta, dan pemberian aneka fasilitas kemudahan bagi pengusaha Cina untuk menjalin hubungan langsung dengan mitra-mitranya atau semua pengusaha di mancanegara. Reformasi ini membuahkan keberhasilan yang besar. Tingkat pendapatan nasional, output pertanian dan industri meningkat 10 persen per tahun selama periode 1980-1990. Pendapatan riil petani meningkat dua kali lipat, penghasilan para pekerja di perkotaan naik setengahnya. Cina juga berhasil dalam swasembada pangan. Sektor industri di pedesaan berkembang pesat dan mampu menyerap surplus tenaga kerja (Todaro, 2003). Penelitian pertama mengenai ketimpangan ekonomi di Indonesia dilakukan oleh Hendra Esmara pada tahun 1975 menggunakan Indeks Williamson sebagai ukuran ketimpangan antar wilayah. Namun penelitian ini belum menghasilkan kesimpulan yang jelas karena keterbatasan data. Kemudian penelitian dilanjutkan

4 oleh Uppal dan Handoko pada tahun 1986, dari penelitian ini menghasilkan kesimpulan bahwa ketimpangan pembangunan antar wilayah di Indonesia lebih tinggi daripada di negara maju. Selain itu, indeks ketimpangan cenderung meningkat, hal ini menunjukkan bahwa ketimpangan antar wilayah di Indonesia belum mencapai puncaknya. Peningkatan ketimpangan antar wilayah membawa implikasi negatif dan mendorong timbulnya kecemburuan sosial daerah terbelakang terhadap daerah maju yang dapat menimbulkan permasalahan sosial dan politik apabila tidak segera diatasi (Sjafrizal, 2008). Provinsi Jawa Timur menjadi penghubung antara Pulau Jawa dengan Pulau Bali. Lokasi Jawa Timur yang strategis menjadikan provinsi ini sebagai pintu gerbang perdagangan antara Kawasan Tengah, Kawasan Timur dan Kawasan Barat Indonesia. Sehingga Jawa Timur memiliki peluang yang besar dalam pembangunan ekonomi.laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi, diduga dapat menyelesaikan permasalahan-permasalahan ekonomi. Provinsi Jawa Timur menduduki peringkat kedua setelah DKI Jakarta yang memiliki laju pertumbuhan paling tinggi. Tabel 1.1 Perbandingan Pertumbuhan Ekonomi Provinsi-provinsi di Pulau Jawa dan Nasional Tahun 2004-2010 (dalam persen) Daerah Tahun 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 DKI Jakarta 5,65 6,01 5,95 6,44 6,23 5,02 6,51 Jawa Barat 4,77 5,60 6,02 6,48 6,21 4,19 6,09 Banten 5,63 5,88 5,57 6,04 22,53 4,69 5,94 Jawa Tengah 5,13 5,35 5,33 5,59 5,61 5,14 5,84 DI Yogyakarta 5,12 4,73 3,70 4,31 5,03 4,43 4,87 Jawa Timur 5,83 5,87 5,80 6,11 6,16 5,01 6,68 Nasional 5,05 5,60 5,19 5,67 6,43 4,74 6,08 Sumber: Badan Pusat Statistik, 2011 Perekonomian Jawa Timur mampu tumbuh di atas pertumbuhan ekonomi nasional. Hal ini menunjukkan bahwa perekonomian Jawa Timur terus mengalami

5 kemajuan. Meskipun perekonomian di Jawa Timur menunjukkan kemajuan, tetapi berdasarkan hasil pendapatan daerah, namun kemajuan ekonominya tidak diimbangi dengan adanya pemerataan antar kabupaten/kota. Hal ini mengindikasikan bahwa Provinsi Jawa Timur tidak terbebas dari masalah ketimpangan ekonomi antar kabupaten/kota. Kesenjangan ekonomi antar wilayah masih banyak terjadi di Indonesia, khususnya di Provinsi Jawa Timur. Provinsi Jawa Timur merupakan salah satu provinsi yang Kesenjangan ekonomi antar wilayah dapat memberikan dampak negatif, misalnya adanya urbanisasi dari desa ke kota.menurut Todaro (2003), migrasi dapat memperburuk ketidakseimbangan struktural antara desa dan kota secara langsung. Dalam sisi penawaran, migrasi internal secara berlebihan akan meningkatkan jumlah pencari kerja di perkotaan yang melampaui batasan pertumbuhan penduduk. Kehadiran para pendatang cenderung melipatgandakan tingkat penawaran tenaga kerja di perkotaan, sementara persediaan tenaga yang sangat bernilai di pedesaan semakin berkurang. Ketidakseimbangan struktural akibat migrasi dalam sisi permintaan yaitu penciptaan kesempatan kerja di daerah perkotaan lebih sulit dan jauh lebih mahal daripada penciptaan lapangan kerja di pedesaan, sehingga permintaan tenaga kerja di perkotaan cenderung menurun. Dampak negatif yang ditimbulkan oleh migrasi dapat memperburuk tingkat pertumbuhan ekonomi dan menyebabkan keterbelakangan di pedesaan. Migrasi meningkatkan pengangguran di perkotaan yang dapat menimbulkan permasalahan sosial, seperti kriminalitas. Oleh karena itu, masalah ketimpangan ekonomi antar wilayah penting untuk segera diatasi oleh pemerintah, agar tidak terjadi migrasi penduduk dari desa ke kota.

6 1.2 Perumusan Masalah Permasalahan ketimpangan ekonomi di Indonesia sudah muncul sejak tahun 1970-an.Perbedaan potensi sumber daya yang dimiliki setiap daerah di Indonesia menjadi salah satu penyebab ketimpangan yang terjadi di negara ini.kurang lancarnya mobilitas barang dan jasa, perbedaan pengelolaan ekonomi wilayah, kondisi demografis juga menjadi penyebab lain dari ketimpangan ekonomi antar wilayah. Masalah ketimpangan ekonomi antara Indonesia bagian barat dengan Indonesia bagian timur pernah menjadi isu politik bahkan menimbulkan gerakan separatisme. Adanya perbedaan pembangunan antara Indonesia bagian barat dengan timur menimbulkan kecemburuan dari masyarakat di Indonesia bagian timur. Pembangunan lebih diutamakan di daerah Indonesia bagian barat, termasuk Pulau Jawa. Sehingga masyarakat di kawasan Indonesia timur melakukan tindakan separatisme dengan membentuk suatu perkumpulan seperti Republik Maluku Selatan (RMS) dan Organisasi Papua Merdeka (OPM). Kesenjangan sosial-ekonomi bukan hanya terjadi diantara Pulau Jawa dengan Luar Jawa. Permasalahan ini juga muncul di dalam Pulau Jawa, khususnya Provinsi Jawa Timur. Pemerintah Indonesia telah melakukan upaya untuk mencapai pemerataan sejak tahun 1969 dengan adanya program pembangunan jangka panjang yang disebut Pembangunan Lima Tahun (Pelita). Namun pada saat itu, pemerataan belum menjadi prioritas utama. Sejak memasuki Pelita III (1979-1984) hingga Repelita VI (1994-1999), pemerataan menjadi prioritas utama. Akan tetapi, program ini belum menunjukkan hasil yang memuaskan. Kesejahteraan masyarakat di Indonesia meningkat daripada masa-masa sebelumnya, tetapi

7 peningkatan ini tidak dengan sendirinya mengurangi ketimpangan ekonomi. Upaya lain yang dilakukan oleh pemerintah pada masa Orde Baru dalam mengatasi ketimpangan ekonomi adalah dengan membuat kebijakan mengenai Otonomi Daerah, kemudian dibentuklah Undang-undang No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah. Mengacu pada Undang-undang ini, Otonomi Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Meskipun telah dibentuk UU No. 5 Tahun 1974 tentang Pokokpokok Pemerintahan Daerah, namun pada kenyataannya yang terjadi adalah sentralisasi yang dominan dalam perencanaan maupun implementasi pembangunan Indonesia, ketergantungan Pemerintah Daerah masih relatif tinggi terhadap Pemerintah Pusat. Setelah masa Orde Baru berakhir, UU No. 5 Tahun 1974 kemudian digantikan oleh UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Otonomi Daerah dan desentralisasi fiskal diharapkan dapat mengatasi masalah kesenjangan ekonomi antar wilayah. Keberadaan Otonomi Daerah memberikan kesempatan kepada Pemerintah Daerah untuk membangun wilayahnya dengan lebih baik dan menciptakan kesejahteraan bagi masyarakat di daerahnya. Pemerintah Daerah memiliki wewenang untuk melakukan pembangunan ekonomi dalam rangka mencapai kesejahteraan bagi masyarakat. Karena wewenang ada pada Pemerintah Daerah maka diharapkan kegiatan pembangunan yang dilakukan dapat lebih merata dan tepat sasaran, sehingga pada akhirnya akan mengurangi kesenjangan antar wilayah.

8 Tabel 1.2 menunjukkan bahwa masih ada jarak yang cukup jauh antara PDRB per kapita kabupaten/kota di Jawa Timur. Hal ini terlihat dari nilai PDRB per kapita tertinggi pada tahun 2010 diduduki oleh Kota Kediri dengan nilai sebesar 88,65 juta rupiah. Sedangkan PDRB per kapita terendah hanya sebesar 2,66 juta rupiah, sangat jauh dari rata-rata provinsi yang sebesar 9,49 juta rupiah. Hal ini menunjukkan masih belum meratanya distribusi pendapatan antar kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur. Tabel 1.2 PDRB per Kapita Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur Tahun 2010 (juta Rupiah) No. Kode Kabupaten/Kota Nilai No. Kode Kabupaten/Kota Nilai 1. 71 Kota Kediri 88,65 20. 18 Kab. Nganjuk 5,23 2. 78 Kota Surabaya 33,33 21. 17 Kab. Jombang 5,21 3. 73 Kota Malang 18,33 22. 6 Kab. Kediri 5,21 4. 15 Kab. Sidoarjo 14,37 23 20 Kab. Magetan 5,10 5. 25 Kab. Gresik 14,12 24. 24 Kab. Lamongan 5,04 6. 77 Kota Madiun 12,50 25. 5 Kab. Blitar 5,03 7. 76 Kota Mojokerto 10,78 26. 9 Kab. Jember 4,94 8. 74 Kota Probolinggo 9,54 27. 22 Kab. Bojonegoro 4,81 9. 16 Kab. Mojokerto 8,15 28. 29 Kab. Sumenep 4,57 10. 4 Kab. Tulungagung 8,00 29. 14 Kab. Pasuruan 4,56 11. 72 Kota Blitar 7,67 30. 19 Kab. Madiun 4,50 12. 79 Kota Batu 7,56 31. 3 Kab. Trenggalek 4,42 13. 10 Kab. Banyuwangi 7,07 32. 11 Kab. Bondowoso 4,40 14. 23 Kab. Tuban 6,86 33. 2 Kab. Ponorogo 3,84 15. 8 Kab. Lumajang 6,39 34. 26 Kab. Bangkalan 3,72 16. 13 Kab. Probolinggo 6,34 35. 21 Kab. Ngawi 3,69 17. 75 Kota Pasuruan 6,19 36. 27 Kab. Sampang 3,30 18. 7 Kab. Malang 6,16 37. 1 Kab. Pacitan 2,75 19. 12 Kab. Situbondo 5,45 38. 28 Kab. Pamekasan 2,66 Rata-rata Provinsi Jawa Timur 9,49 Sumber: Badan Pusat Statistik, 2011 Kesenjangan masih menjadi persoalan yang penting untuk diatasi oleh pemerintah Provinsi Jawa Timur. Apabila kesenjangan tidak segera diselesaikan, maka masalah ini dapat menimbulkan dampak yang negatif bagi kondisi sosial, ekonomi, dan politik. Berdasarkan uraian di atas, maka beberapa permasalahan yang menjadi perhatian pada penelitian ini adalah:

9 1. Bagaimana kecenderungan ketimpangan ekonomi antar kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur? 2. Apabila ketimpangan ekonomi antar wilayah semakin melebar atau telah berkurang namun masih cukup tinggi, berapa banyak daerah yang termasuk daerah relatif tertinggal di Provinsi Jawa Timur? 3. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di daerah yang tertinggal? 4. Bagaimana implikasi kebijakan yang tepat dalam memacu pertumbuhan ekonomi di daerah relatif tertinggal? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah, maka tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Mengidentifikasi trend dan tingkat ketimpangan ekonomi antar kabupaten/kota yang terjadi di Provinsi Jawa Timur. 2. Mengidentifikasi daerah relatif tertinggal di Provinsi Jawa Timur. 3. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di daerah-daerah miskin agar dapat mengejar ketertinggalan. 4. Merumuskan implikasi kebijakan yang tepat dalam memacu pertumbuhan ekonomi di daerah relatif tertinggal. 1.4 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan pertimbangan dan masukan bagi pemerintah daerah Provinsi Jawa Timur dalam

10 merumuskan dan menentukan kebijakan yang tepat, sehingga dapat mengatasi kesenjangan ekonomi di masa yang akan datang. Penelitian ini diharapkan juga dapat berguna bagi masyarakat yang akan melakukan penelitian sejenis sebagai bahan acuan untuk pengembangan pembangunan ekonomi khususnya di Provinsi Jawa Timur dan wilayah lain secara umum. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian Fokus penelitian ini adalah menganalisis ketimpangan ekonomi antar kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur. Salah satu cara untuk mengurangi ketimpangan ekonomi adalah dengan meningkatkan pertumbuhan ekonomi pada daerah-daerah tertinggal di Provinsi Jawa Timur. Oleh karena itu, analisis faktorfaktor yang berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi dilakukan hanya pada daerah-daerah yang tertinggal.