RENCANA PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAPI SAWIT PADA LAHAN PERKEBUNAN DI KALIMANTAN TIMUR

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. Permintaan pangan hewani terutama daging sapi meningkat cukup besar

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KABUPATEN ROKAN HULU PROVINSI RIAU

RENCANA PENGEMBANGAN PETERNAKAN PADA SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KALIMANTAN SELATAN

PROSPEK INDUSTRI DAN SUMBER POTENSIAL MINYAK/LEMAK (INDUSTRIAL PROSPECT AND POTENCIAL SOURCES OF FAT AND OIL)

Pengembangan Wilayah Sentra Produksi tanaman, menyebabkan pemadatan lahan, serta menimbulkan serangan hama dan penyakit. Di beberapa lokasi perkebunan

KATA PENGANTAR. Samarinda, September 2015 Kepala, Ir. Hj. Etnawati, M.Si NIP

di kota tetap Balikpapan menjanjikan. Era ini (tahun milik setara Produksi ton atau Segar) ton CPO (Crude skala cukup luas saat Paser

KATA PENGANTAR. Samarinda, Juli 2016 Kepala, Ir. Hj. Etnawati, M.Si NIP

Inovasi Ternak Dukung Swasembada Daging dan Kesejahteraan Peternak

pengusaha mikro, kecil dan menegah, serta (c) mengkaji manfaat ekonomis dari pengolahan limbah kelapa sawit.

BAB I PENDAHULUAN. Agribisnis kelapa sawit mempunyai peranan yang sangat besar dalam

KEBIJAKAN DAN STRATEGI OPERASIONAL PENGEMBANGAN BIOINDUSTRI KELAPA NASIONAL

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN

BAB I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAPI PADA KAWASAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DI PROVINSI JAMBI

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PENGOLAHAN KELAPA SAWIT SKALA KECIL (MINI PLANT)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

POTENSI, PELUANG DAN ALTERNATIF PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAPI-KELAPA SAWIT DI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

I. PENDAHULUAN. sektor yang mempunyai peranan yang cukup strategis dalam perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan

II. TINJAUAN UMUM MINYAK NABATI DUNIA DAN MINYAK KELAPA SAWIT INDONESIA

I. PENDAHULUAN. meningkat, rata-rata konsumsi protein hewani penduduk Indonesia masih sangat

BAB I PENDAHULUAN. pada 2020 dan berdasarkan data forecasting World Bank diperlukan lahan seluas

X. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO

RUMUSAN RAPAT KOORDINASI PANGAN TERPADU SE KALTIM TAHUN 2015

I. PENDAHULUAN. Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan

5 GAMBARAN UMUM AGRIBISNIS KELAPA SAWIT

Mungkur dan Gading Jaya. kebun Limau. PT Selapan Jaya, OKI ha ha, Musi Banyuasin. PT Hindoli, 2, kebun Belida dan Mesuji

I. PENDAHULUAN. Kelapa sawit merupakan komoditi utama perkebunan di Indonesia. Komoditas kelapa sawit mempunyai peran yang cukup strategis dalam

BAB I PENDAHULUAN. Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan komoditas perkebunan unggulan

Sektor pertanian memberikan kontribusi yang besar sebagai. produk hasil olahannya. Berdasarkan data triwulan yang dikeluarkan

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian memberikan kontribusi yang besar sebagai. sumber devisa negara melalui produk-produk primer perkebunan maupun

SISTEM INTEGRASI SAPI DI PERKEBUNAN SAWIT PELUANG DAN TANTANGANNYA

I. PENDAHULUAN. untuk memenuhi kebutuhan protein hewani adalah sapi perah dengan produk

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KEDELAI. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan

PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAPI PERKEBUNAN SEBAGAI UPAYA PEMBANGUNAN PETERNAKAN SAPI MENUJU SWASEMBADA DAGING 2010

Seminar Optimalisasi Hasil Samping Perkebunan Kelapa Sawit dan Industri 0lahannya sebagai Pakan Ternak kurang dimanfaatkan, sehingga dapat mencemari l

BAB I PENDAHULUAN. memperhatikan kelestarian sumber daya alam (Mubyarto, 1994).

VI. REKOMENDASI KEBIJAKAN

I. PENDAHULUAN. Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan. selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam

Komparasi Kelayakan Finansial Usaha Perkebunan Sawit Rakyat dengan Sistem Integrasi Sawit-Sapi dengan Usaha Perkebunan Sawit Tanpa Sistem Integrasi

BAB 1 PENDAHULUAN. Disamping itu ada pula para ahli yang berpendapat bahwa kelapa sawit terbentuk pada saat

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tabel 1 Luas lahan, produksi dan produktivitas TBS kelapa sawit tahun Tahun Luas lahan (Juta Ha)

I.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap perusahaan memiliki rencana pengembangan. bisnis perusahaan untuk jangka waktu yang akan datang.

POTENSI PENGEMBANGAN INDUSTRI KELAPA SAWIT 1 Oleh: Almasdi Syahza Peneliti dan Pengamat Ekonomi Pedesaan Lembaga Penelitian Universitas Riau

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sub sektor perkebunan merupakan salah satu sub sektor dari sektor

BAB I PENDAHULUAN. Kemudahan ini melahirkan sisi negatif pada perkembangan komoditas pangan

I. PENDAHULUAN. salah satu bagian penting dalam pembangunan pertanian serta merupakan bagian

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkembangan Produksi CPO di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan

Sistem Usahatani Terpadu Jagung dan Sapi di Kabupaten Takalar Provinsi Sulawesi Selatan

AGRIBISNIS KAMBING - DOMBA

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor yang sangat penting dalam perekonomian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting yang patut. diperhitungkan dalam meningkatkan perekonomian Indonesia.

RENCANA PROGRAM, KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN DAN PENDANAAN INDIKA DINAS PERKEBUNAN DAN PETERNAKAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan, yaitu : konsep pengembangan wilayah berdasarkan Daerah

KAJIAN KEMAMPUAN EKONOMI PETANI DALAM PELAKSANAAN PEREMAJAAN KEBUN KELAPA SAWIT DI KECAMATAN SUNGAI BAHAR KABUPATEN MUARO JAMBI

I. PENDAHULUAN. pasokan sumber protein hewani terutama daging masih belum dapat mengimbangi

PENGAWALAN INTEGRASI JAGUNG DI LAHAN PERKEBUNAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR TAHUN 2017

5Kebijakan Terpadu. Perkembangan perekonomian Indonesia secara sektoral menunjukkan. Pengembangan Agribisnis. Pengertian Agribisnis

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KAMBING-DOMBA. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

SISTEM PERTANIAN TERPADU TEBU-TERNAK MENDUKUNG SWASEMBADA GULA DAN DAGING

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAPI-KELAPA SAWIT DI PROVINSI BENGKULU

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang beriklim tropis dan mempunyai

Seminar Optimalisasi Hasil Samping Perkebunan Kelapa Sawit dan Industri Olahannya sebagai Pakan Ternak gembirakan, namun masih dijumpai beberapa perma

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang.

BAB I PENDAHULUAN. Pra Rancangan Pabrik Pembuatan Bio Oil Dengan Bahan Baku Tandan Kosong Kelapa Sawit Melalui Proses Pirolisis Cepat

I. PENDAHULUAN. dan jasa menjadi kompetitif, baik untuk memenuhi kebutuhan pasar nasional. kerja bagi rakyatnya secara adil dan berkesinambungan.

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pembangunan Bambu di Kabupaten Bangli

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS PADI. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

I. PENDAHULUAN. Otonomi Daerah dengan sistem desentralisasi diimplementasikan di

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai perkebunan kelapa sawit terluas disusul Provinsi Sumatera. dan Sumatera Selatan dengan luas 1,11 juta Ha.

BAB I PENDAHULUAN. Strategis Kementerian Pertanian tahun adalah meningkatkan

GAMBARAN UMUM PROPINSI KALIMANTAN TIMUR. 119º00 Bujur Timur serta diantara 4º24 Lintang Utara dan 2º25 Lintang

POLA PENGEMBANGAN KOMODITI JAGUNG HIBRIDA. di KAB. SUMBA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

REKOMENDASI SEMINAR STRATEGI DAN TANTANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI JANGKA MENENGAH PROVINSI JAMBI 22 DESEMBER 2005

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Usaha sektor peternakan merupakan bidang usaha yang memberikan

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Perkembangan Koperasi tahun Jumlah

Gambar 1. Pengengembangan Instalasi Biogas BPTP Kaltim

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 105/Permentan/PD.300/8/2014 TENTANG

I. PENDAHULUAN. pemenuhan protein hewani yang diwujudkan dalam program kedaulatan pangan.

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dimana sektor pertanian merupakan

BUPATI PENAJAM PASER UTARA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PROSPEK PENGEMBANGAN USAHA SAPI POTONG DI BENGKULU DALAM MENDUKUNG AGRIBISNIS YANG BERDAYA SAING

Transkripsi:

RENCANA PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAPI SAWIT PADA LAHAN PERKEBUNAN DI KALIMANTAN TIMUR ABDULLAH MAKSUM M. dan ETNAWATI Dinas Perkebunan Propinsi Kalimantan Timur Jl. M.T. Haryono Samarinda 75124 ABSTRAK Sistem integrasi ternak dalam usahatani merupakan salah satu upaya untuk mencapai optimasisi produksi pertanian. Upaya ini telah banyak dilakukan, yang secara signifikan mampu memberikan nilai tambah baik pada hasil tani maupun terhadap produktivitas ternak. Usaha ternak sapi terpadu dapat menekan biaya produksi, terutama terhadap penyediaan hijauan pakan, sebagai sumber tenaga kerja serta dapat memberikan kontribusi dalam penghematan pemakaian pupuk kimia. Pemanfaatan kotoran ternak sebagai pupuk organik dapat meningkatkan kesuburan tanah yang pada akhirnya memiliki dampak positif pada peningkatan hasil panen. Sistem integrasi tanaman-ternak berpeluang untuk terus dikembangkan baik di daerah dengan luasan lahan pertanian yang terbatas maupun didaerah dengan potensi lahan pertanian yang luas, dengan harapan akan mampu meningkatkan produksi, populasi, produktivitas dan daya saing produk peternakan. Kata Kunci: Prospek Pengembangan, Integrasi, Tanaman-Ternak PENDAHULUAN Pembukaan UUD 45 mengamanahkan bahwa tujuan kemerdekaan Indonesia adalah untuk mencerdaskan rakyat Indonesia dan mensejahterakan bangsa pada pasal 33 ayat a UUD 45 menyatakan: Bumi, air dan Udara dan segala kekayaan di dalamnya. Untuk mewujudkan Pembangunan perekonomian yang berdaya saing dengan berbasis efisiensi dalam pembangunan ekonomi daerah, berdasarkan sistem ekonomi kerakyatan serta pemanfaatan sumber daya alam yang berkelanjutan. Oleh sebab itu, subsektor perkebunan sebagai upaya memperdayakan kembali peran sektor pertanian dalam arti luas yang dicanangkan oleh Presiden RI tanggal 11 Juni 2005 program revitalisasi pertanian. Konsep pertanian yang bersifat perkebunan diantaranya: (a). On-farm agribusiness, (b). Up-stream agribusiness, (c). down-stream agribusiness, (d). support-services and policy. Kegiatan lapangan (on-farm) merupakan kegiatan memproduksi bahan hayati. Kegiatan luar lapangan terdiri atas aktivitas hulu (upstream) berupa kegiatan produksi pupuk, pestisida, peralatan perkebunan dan sebagainya, dan aktivitas hilir (down-stream) berupa kegiatan pengolahan hasil perkebunan yang diperlukan untuk menunjang dan meningkatkan nilai tambah produk dari suatu kegiatan perkebunan di lapangan. Pekerjaan lapangan (on-farm) yang dilakukan oleh petani skala mikro sering kali tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan hidup, sehingga harus dicarikan peluang bagi petani untuk berusaha tani. Permasalahannya masih rendahnya produktivitas kelapa sawit sehingga masih dapat ditingkatkan, belum terintegrasinya luas areal pengembangan kelapa sawit dengan pembangunan pabrik kelapa sawit (PKS), Isu lingkungan sering dikaitkan dengan pengembangan kelapa sawit, Belum dimanfaatkannya limbah kebun kelapa sawit maupun limbah pabrik Kelapa Sawit untuk menghasilkan nilai tambah, Keterpaduan lintas sektoral dalam usaha agribisnis belum optimal. Dalam rangka mendukung upaya pembangunan sub sektor perkebunan didaerah, melalui rencana strategis (renstra) pembangunan Kalimantan Timur tahun 2003-2008 telah dituangkan kebijakan, program dan sasaran. Dalam hal ini gerakan sejuta hektar kelapa sawit yang kemudian didukung dengan program daerah khususnya untuk pengembangan komoditas kelapa sawit melalui kementrian percepatan pembangunan kawasan timur Indonesia yaitu program pengembangan budidaya kelapa sawit, teknologi, sumber daya manusia, infrastruktur dan kelembagaan. 157

Perspektif agribisnis, keberadaan sektor perkebunan di Kalimantan Timur akan lebih memberikan dampak positif dan signifikan terhadap peningkatan tenaga kerja, peningkatan perolehan devisa Negara, dan peningkatan pertumbuhan dorongan ekonomi. Rencana pengembangan perkebunan kelapa sawit dapat lebih dikembangkan lagi dengan koordinasi lintas sektoral yaitu sistem integrasi sapi sawit pada lahan perkebunan perlu mendapat dukungan pemerintah, pengusaha, serta masayarakat petani dalam upaya efisiensi sumber daya serta peningkatan pendapatan dan menjawab masalah lingkungan yang berkelanjutan. POLA PEMBINAAN SISTEM INTEGRASI SAPI SAWIT DI LAHAN PERKEBUNAN Sistem Integrasi sapi sawit adalah suatu kegiatan yang memadukan 2 (dua) atau lebih usaha dengan tujuan untuk meningkatkan keuntungan. Dengan peningkatan efisiensi suatu usaha atau kedua usaha yang dipadukan disamping menghasilkan produk utamanya juga menghasilkan produk yang digunakan, sebagai input usaha yang kedua atau juga terjadi hal yang sebaliknya, maka diperolehlah keuntungan/pendapatan ganda. Pada kebun kelapa sawit menghasilkan (pelepah, hijauan daun dan gulma) sedangkan pada ternak sapi dapat menghasilkan (kotoran/pupuk organic) yang dapat dimanfaatkan untuk kesuburan tanah dalam kebun kelapa sawit, dimana kondisi ini saling sinergi dan bermanfaat. Pembinaan masyarakat petani kelapa sawit bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui sistem integrasi sapi sawit untuk meningkatkan pendapatan. Kondisi ini hanya dapat dilakukan dengan usaha pembinaan dan pendampingan usaha yang serius dan berkelanjutan oleh perusahaan besar/koperasi kepada masyarakat petani, dengan dukungan dana dari pemerintah. Yaitu bertujuan pemanfaatan potensi dan pengingkatan pendapatan dengan diversifikasi usaha baik melalui: bimbingan, pelatihan, penyuluhan secara berkelanjutan dengan berbagai macam pola pembinaan yang dapat diterapkan sebagai berikut: Pola PIR Pola perusahaan inti rakyat (PIR) perkebunan adalah untuk menciptakan hubungan saling ketergantungan dan kerjasama saling menguntungkan antara perkebunan besar sebagai perusahaan inti dengan perkebunan rakyat sebagai plasma. Dalam pola PIR ini akan terwujud kesatuan unit usaha ekonomi yaitu penyatuan secara fisik bermuara pada pembangunan fasilitas pengolahan hasil oleh perusahaan inti. Pembangunan fasilitas pengolahan lahan dapat memberikan jaminan pemasaran hasil perkebunan, namun sebaliknya untuk memenuhi kapasitas perusahaan inti meletakkan sebagian resiko kepada perkebunan rakyat. Dana pembangunan kebun disediakan pemerintah melalui perusahaan besar perkebunan ditunjuk sebagai pelaksana pembangunan kebun, kemudian akan dialihkan (konversi) kepada petani peserta PIR sebagai beban kredit. Perusahaan besar sebagai perusahaan inti pada tahap pembayaran kredit. Kedua tahap tersebut dibatasi oleh saat pelaksanaan konversi yang ditangani dengan penandatanganan perjanjian kredit antara peserta PIR dengan bank yang ditunjuk pemerintah, maka pola PIR terwujud setelah konversi. Pola pengembangan perusahaan perkebunan Terdapat 5 (lima) pola pengembangan bagi perusahaan perkebunan yang dapat melibatkan masyarakat dalam wadah koperasi sebagai pemilik saham perusahaan pengembangan sesuai keputusan menteri Kehutanan dan perkebunan Nomor: 107/kpts-II/1999. tentang perizinan usaha perkebunan. Tanggal 3 Maret 1999. Pola-pola pengembangan tersebut adalah 1. Pola koperasi usaha perkebunan yaitu pola pengembangan yang sahamnya 100% dimiliki oleh koperasi usaha perkebunan 2. Pola patungan koperasi investor yaitu pola pengembangan yang sahamnya 65% dimiliki koperasi dan 35% dimiliki oleh investor/perusahaan 3. Pola patungan investor-koperasi. Yaitu pola pengembangan yang sahamnya 80% 158

dimiliki oleh investor perusahaan dan minimal 20% dimiliki oleh koperasi yang ditingkatkan secara bertahap. 4. Pola BOT (Build, Operate dan Transfer) yaitu pola pengembangan dimana pembangunan dan pengoperasian dilakukan oleh investor/perusahaan yang kemudian pada waktu tertentu seluruhnya diserahkan pada koperasi. 5. Pola BTN yaitu pola pengembangan dimana investor/perusahaan membangun kebun dan atau pabrik yang kemudian dialihkan kepada peminat pemilik yang tergabung dalam koperasi. Pengembang menjual kapling kepada petani UKM dan lainnya dengan kredit bank berjangka panjang. Pola kemitraan Dalam pola ini menekankan hubungan kerjasama antara perusahaan kecil mikro dengan perusahaan perkebunan menengah/besar disertai dengan pembinaan oleh perusahaan menengah/besar kepada perusahaan kecil-mikro. Kerjasama agar dapat memperhatikan prinsip-prinsip saling memerlukan, saling menguatkan dan saling menguntungkan. Kemitraan dalam hal ini mewujudkan sifat hubungan kerjasama antar perusahaan bukan merupakan istilah atau bentuk badan usaha. Arah kebijakan pola pembinaan diatas dapat diimplementasikan dan dipadukan dalam pelaksanaan rencana sistem integrasi sapi sawit dengan memperhatikan kebijakankebijakan lainnya berdasarkan koordinasi lintas sektoral. POTENSI DALAM MENDUKUNG SISTEM INTEGRASI SAPI SAWIT PADA LAHAN PERKEBUNAN DI KALIMANTAN TIMUR Tanaman kelapa sawit dapat menghasilkan pakan ternak yang berasal dari pelepah untuk kebutuhan serat, hijauan daun untuk kebutuhan karbohidrat, serta gulma. Selain itu dari limbah pabrik kelapa sawit selain menghasilkan CPO dan PKO dapat menghasilkan limbah padat dan cair. Limbah padat berupa: tandan buah kering, serat perasan buah, kernel, bungkil sawit, cangkang, solid, dan lainnya. Limbah cair berupa: cairan limbah yang terdapat dikolamkolam pengolahan limbah pabrik. Dengan berkembangnya pembangunan perkebunan kelapa sawit maka dihasilkannya sumber energi dan protein yang cukup melimpah. Kondisi ini dapat dilihat dari perkembangan luas areal sebagai berikut: Dari kondisi tersebut diatas apabila ditinjau dari sisi kemampuan penyediaan potensi pakan ternak berdasarkan data luas areal perkebunan tahun 2004 mencapai 171.580,5 hektar terdiri perkebunan rakyat seluas 45.013,5 hektar. Perkebunan besar Negara (PTP) 13.551 Ha dan perkebunan besar swasta (PBS) seluas 113.016 ha (lihat lampiran). Maka dari data tanaman menghasilkan (TM) seluas 99.142 ha dapat diperhitungkan: Satu hektar kebun kelapa sawit dapat menghasilkan 45 batang pelepah belum dikupas. Berat satu buah pelepah setelah dikupas = 1,14 kg. Maka dapat menghasilkan pakan berupa serat setiap harinya = 51,3 kg. atau dengan luas tanaman menghasilkan (TM) di Kalimantan Timur yaitu sebanyak 50.859.846 kg/hari (99.142 ha x 45 pelepah x 1,14 kg). 116.877 117.055 132.174 158.786 171.580,5 2000 2001 2002 2003 2004 Grafik 1. Perkembangan luas areal (ha) tanaman kelapa sawit selama 5 (lima) tahun (2000-2004) 159

Sedangkan hijauan daun dapat menghasilkan sebagai berikut berat satu pelepah = 0,65 kg, maka untuk tiap hektarnya menghasilkan 29,35 kg/hari (45 pelepah x 0,65 kg), atau dengan luas tanaman menghasilkan (TM) di Kalimantan Timur yaitu sebanyak 29.098.177 kg/hari (99.142 ha x 45 pelepah x 0,65 kg). Ketersediaan gulma setiap hektar menghasilkan 5 ton/tahun atau 13,80 kg/hari, atau dengan luas tanaman menghasilkan (TM) di Kalimantan Timur yaitu sebanyak 13.681.596 kg/hari (99.142 ha x 13,80 kg/hari). Kebutuhan pakan serat untuk satu ekor sapi berat badan 250 kg sebesar 10% dari berat badan = 25 kg/hari. Apabila lahan 2 hektar dimiliki petani dapat menyediakan serat untuk: 2 ha x 51,53 kg/ha/hari = 102,6 kg/hari : 25 kg/hari = 4,1 unit ternak sapi dewasa. Ukuran pelepah panjang 1,75 m. Apabila pelepah lebih panjang lagi mencapai 4 4,5 m. Maka kebutuhan pakan serat dapat lebih meningkat lagi. Kebutuhan pakan hijauan daun sebagai sumber karbohidrat untuk 1 ekor sapi berat 250 kg sebesar 10% bobot hidup = 25 kg/hari. Apabila lahan 2 hektar dimiliki petani dapat menyediakan hijauan daun untuk : 2 ha x 29,35 kg/ha/hari = 59,57 kg/hari : 25 kg/hari = 2,3 unit ternak sapi dewasa. Kebutuhan gulma sebagai pakan ternak sapi dari berat badan 250 kg sebesar 10% berat badan = 25 kg/hari. Apabila lahan 2 hektar dimiliki petani dapat menyediakan gulma untuk : 2 ha x 13,38 kg/ha/hari = 27,6 kg/hari : 25 kg/hari = 1,1 unit ternak sapi dewasa. Dari perhitungan diatas potensi pakan serat, hijauan daun dan gulma masih belum dimanfaatkan secara optimal. Potensi untuk konsumsi ternak sapi di Kalimantan Timur belum memenuhi konsumsi harapan protein, yaitu baru mencapai 6 gram/kapita/hari atau setara 10,3 kg daging/kapita/tahun atau susu sebesar 7,2 kg/kapita/tahun. Konsumsi harapan tersebut rendah jika dibandingkan dengan Negara lain yaitu Malaysia 29 g/kapita/hari, Brunei 43 g/kapita/hari, Australia 58 g/kapita/hari, Amerika Serikat 73 g/kapita/hari. Oleh karena itu komoditas peternakan sebagian besar banyak dipasok dari luar daerah berupa ternak sapi potong, daging dan telur. Untuk daging sapi mendatangkan 70-80% dari luar daerah atau setara 30.000 35.000 ekor sapi. Rencana integrasi sapi sawit dilahan perkebunan yang akan dikembangkan di Kalimantan Timur merupakan alternative yang terbaik untuk dapat memenuhi kebutuhan konsumsi daging/protein bagi masyarakat Kalimantan Timur. Selain itu ternak sapi dapat merupakan pengganti transportasi untuk pengangkutan tandan buah segar di kebun yang dapat menghemat tenaga kerja dan bahan bakar minyak. Ternak sapi sebagai pemakan alami pembasmi gulma didalam kebun kelapa sawit serta dapat menghasilkan kotoran/pupuk organik serta biogas untuk kebutuhan rumah tangga. RENCANA DAN SASARAN KEBIJAKAN PEMBANGUNAN SISTEM INTEGRASI SAPI SAWIT DI KALIMANTAN TIMUR Perkembangan luas areal perkebunan sampai dengan tahun 2004 seluas 171.580,50 Ha ditambah alokasi rencana pengembangan Kelapa Sawit oleh Dinas Perkebunan Propinsi Kalimantan Timur. Berdasarkan kesepakatan Rakorbun 16-18 Juni 2005 di Tanjung Selor Bulungan ditargetkan luasan masing-masing pola sebagai berikut: Kutai Timur 350.000 Ha (PBS 250.000 Ha. PR 50.000 Ha Kemitraan 50.000) Kukar 40.000 Ha (PBS 32.000 Ha. PR 8.000 Ha) Pasir 25.000 Ha (PBS 10.000 Ha. PR 5.000 Ha KKPA 10.000 ha) Kubar 35.000 Ha (PBS 30.000 Ha. PR 5.000 Ha) Nunukan 150.000 Ha (PBS 140.000 Ha. PR 10.000 Ha) Berau 100.000 Ha (PBS 90.000 Ha. PR 10.000 Ha) Bulungan 25.000 Ha (PBS 20.000 Ha. PR 5.000 Ha) Malinau 30.000 Ha (PBS 28.000 Ha. PR 2.000 Ha) PPU 50.000 Ha (PBS 40.000 Ha. PR 10.000 Ha) Samarinda 3.000 Ha (PR 3.000 Ha) 160

Balikpapan 10.000 Ha (PR 10.000 Ha) Propinsi 10.000 Ha (PR 10.000 Ha) Maka Total keseluruhan yang ditargetkan pada tahun 2018 sasaran sejuta hektar dapat terwujud yang akan dibangun dengan memanfaatkan Kawasan Budidaya Non Kehutanan (KBNK) seluas 5.324.488 Ha. Konsumsi CPO dunia 7-8% per tahun melebihi konsumsi minyak nabati lainnya 4-5% per tahun maka perkebunan kelapa sawit merupakan prospek yang baik, ditambah bergesernya produk primer CPO ke barang jadi sebagai bahan mentah industri pangan (minyak goring, margarine, lemak kue, cocoa butter), dan non pangan (sabun, deterjen, pelumas, asam lemak, kosmetik, plastizer, oleo chemical dan biodiesel). Sasaran kebijakan dapat diarahkan pada wilayah perkebunan besar yang telah membangun pabrik kelapa sawit. Kondisi ini dimaksudkan agar potensi limbah pabrik dapat dipadukan dengan limbah kebun (pelepah, hijauan dan gulma) dalam memenuhi kebutuhan konsumsi ternak sapi. Industri pabrik kelapa sawit di Kalimantan Timur telah berkembang sebanyak 10 (sepuluh) unit yang tersebar di beberapa Kabupaten, dan akan terus meningkat pada masa akan datang. Dari industri pabrik kelapa sawit tersebut akan menghasilkan limbah yang berpotensi untuk pakan ternak yaitu solid sawit dan bungkil inti sawit. Kebanyakan limbah tersebut dibuang di sekitar pabrik atau sebagai pupuk, yang oleh manajemen pabrik sudah dinilai ekonomis bahkan dijual. Kandungan nutrisi solid maupun bungkil sawit sangat cocok dimanfaatkan oleh ternak sapi khususnya ternak rumnasia. Dengan sistem integrasi sapi sawit pada lahan perkebunan di Kalimantan Timur dapat ditawarkan kegiatan pada Perkebunan Swasta yang sudah memiliki pabrik sebagaimana diatas sedangkan potensi limbah pabrik masih belum dilakukan kajiannya. Dengan berkembangnya usaha agribisnis ini maka inovasi teknologi yang akan diterapkan perlu mendapat dukungan untuk dilakukan kajian secara intensif. Pesatnya perkembangan perkebunan kelapa sawit merupakan potensi yang besar terhadap pengembangan peternakan. Sebaiknya perusahaan besar dalam pemberdayaan masyarakat sekitar dapat bekerjasama dengan masyarakat sekitar, dan dapat pula bekerjasama untuk mengembangkan ternak. Sehingga dapat menghasilkan konsumsi daging sapi sebagai upaya ketahanan pangan, mendorong pertumbuhan ekonomi daerah dan meningkatkan penghasilan petani. Industri PKS di Kalimantan Timur No. Nama Perusahaan Kapasitas Lokasi Pabrik 1. PT. REA Kaltim Plantation 80 ton TBS/jam Kec. Kembang Janggut Kab. Kutai Kartanegara 2. PT. Swakarsa Sinas Sentosa 45 ton TBS/jam Kec. Muara Wahau Kab. Kutai Timur 3. PT. Matra Sawit Sejahtera 30 ton TBS/jam Kec. Muara Wahau Kab. Kutai Timur 4. PTPN XIII (Kebun TABARA) 30 ton TBS/jam Desa Semuntai Kabupaten Pasir 5. PTPN XIII (Kebun Long Pinang) 60 ton TBS/jam Desa Long Pinang Kabupaten Pasir 6. PTPN XIII (Kebun TAJATI) 60 ton TBS/jam Desa Long Kali Kabupaten Pasir 7. PT. Waru Kaltim Plantation 30 ton TBS/jam Kec. Waru Kab. Penajam Paser Utara 8. PT. Nunukan Jaya Lestari 30 ton TBS/jam Kec. Nunukan Kabupaten Nunukan 9. PT. Etam Bersama Lestari 15 ton TBS/jam Kec. Kongbeng Kabupaten Kutai Timur 10. PT. Dharma agro Bintang 30 ton TBS/jam Kec. Kuaro Kabupaten Pasir 161

PENUTUP 1. Rencana Pengembangan perkebunan kelapa sawit dapat lebih dikembangkan lagi dengan koordinasi lintas sektoral yaitu sistem integrasi sapi sawit pada lahan perkebunan perlu mendapat dukungan pemerintah, pengusaha dan masyarakat petani dalam upaya efisiensi sumber daya serta peningkatan pendapatan bagi masyarakat petani. 2. Model pola pembinaan yang akan diterapkan perlu dilakukan pengkajian yang lebih intensif baik kajian teknis, finansial, sosial budaya serta lingkungan dalam pelaksanaan sistem integrasi sapi sawit pada lahan perkebunan. 3. Kebijakkan program pendanaan serta kepastian hukum dalam infestasi sistem integrasi sapi sawit agar disiapkan dengan sebaik-baiknya. 4. Peranan pengembangan budidaya kelapa sawit, teknologi, sumberdaya manusia, infrastruktur, sarana dan prasarana serta kelembagaan agar menjadi perhatian yang lebih penting dalam sistem integrasi sapi sawit pada lahan perkebunan. 5. Isu-isu lingkungan terhadap pembangunan kelapa sawit dengan integrasi sapi sawit merupakan jawaban yang dapat menanggulangi permasalahan dalam mengatasi masalah lingkungan. DAFTAR PUSTAKA ANONIMOUS. 2005. Statistik Perkebunan Dinas Perkebunan Propinsi Kalimantan Timur Tahun 2004. ANONIMOUS. 2003. Bahan Rakorbun Dinas Perkebunan Propinsi Kalimantan Timur Tahun 2003. AZMI. 2004. Pengkajian Model Pengembangan Agribisnis Sapi Melalui Sistem Integrasi Dengan Kelapa Sawit.Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Bengkulu. BADAN PERENCANAAN DAERAH PROPINSI KALIMANTAN TIMUR. 2005. Strategi Kebijakan Pemerintah Propinsi Kalimantan Timur Terhadap Akselerasi Program Sejuta Hektar Kelapa Sawit di Kalimantan Timur. 21-22 September 2005. Samarinda. DIREKTORAT JENDERAL BINA PRODUKSI PERKEBUNAN. 2005. Program Pengembangan dan Peremajaan Perkebunan Kelapa Sawit. Seminar Nasional Perkebunan Kelapa Sawit Rakyat. 15-16 April 2005. Pekanbaru. NUR RIZQI BARIROH, dkk. 2005. Pengembangan Ternak Kerbau Terintegrasi Dengan Perkebunan Kelapa Sawit Prospek Yang Menjanjikan di Kalimantan Timur. Seminar Nasional Perkebunan. 21-22 September 2005. Samarinda. 162