STUDI KASUS ASUHANKEPERAWATAN PADA Nn. M DENGAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI PENDENGARAN DI RUANG SRIKANDI RSJD SURAKARTA

dokumen-dokumen yang mirip
RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN GANGGUAN SENSORI PERSEPSI: HALUSINASI

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Sdr. D DENGAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI DI RUANG MAESPATI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN JIWA. PADA Sdr.W DENGAN HARGA DIRI RENDAH. DI RUANG X ( KRESNO ) RSJD Dr. AMINO GONDOHUTOMO SEMARANG. 1. Inisial : Sdr.

BAB III TINJAUAN KASUS

A. Pengertian Defisit Perawatan Diri B. Klasifikasi Defisit Perawatan Diri C. Etiologi Defisit Perawatan Diri

BAB II TINJAUAN TEORI. dengan orang lain (Keliat, 2011).Adapun kerusakan interaksi sosial

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


BAB IV PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN

STUDI KASUS ASUHAN KEPERAWATAN PEMENUHAN KEBUTUHAN KEAMANAN PADA SDR. A : HALUSINASI PENDENGARAN DI RUANG SENA RSJD SURAKARTA

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA TN. S DENGAN GANGGUAN MENARIK DIRI DI RUANG ABIMANYU RSJD SURAKARTA

BAB III TINJAUAN KASUS. Sakit Jiwa Daerah Dr.Aminogondhohutomo semarang, dengan. Skizofrenia berkelanjutan. Klien bernama Nn.S, Umur 25 tahun, jenis

BAB II KONSEP DASAR A. PENGERTIAN. Halusinasi adalah suatu persepsi yang salah tanpa dijumpai adanya

BAB III TINJAUAN KASUS

BAB III RESUME KEPERAWATAN. Pengkajian dilaksanakan pada tanggal 3 Desember Paranoid, No Register

BAB II TINJAUAN TEORI. (DepKes, 2000 dalam Direja, 2011). Adapun kerusakan interaksi sosial

BAB II TINJAUAN TEORI PERILAKU KEKERASAN. tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri,

NASKAH PUBLIKASI ILMIAH

Koping individu tidak efektif

BAB II TINJAUAN TEORI. pengecapan maupun perabaan (Yosep, 2011). Menurut Stuart (2007)

BAB II TUNJAUAN TEORI. orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain (Rawlins, 1993)

BAB II KONSEP DASAR. tanda-tanda positif penyakit tersebut, misalnya waham, halusinasi, dan

BAB II KONSEP DASAR. memelihara kesehatan mereka karena kondisi fisik atau keadan emosi klien

STUDI KASUS ASUHAN KEPERAWATAN PEMENUHAN KEBUTUHAN KEAMANAN DAN KESELAMATAN PADA TN

STUDI KASUS ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN. P DENGAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI: HALUSINASI PENGLIHATAN DI RUANG ABIMANYU RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk holistik dipengaruhi oleh lingkungan dari dalam

PENGKAJIAN KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA DI UNIT RAWAT INAP RS JIWA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesehatan jiwa menurut Undang-Undang No. 3 Tahun 1966 merupakan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

LAPORAN PENDAHULUAN (LP) ISOLASI SOSIAL

Kesehatan jiwa menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 18. secara fisik, mental, spiritual, dan sosial sehingga individu tersebut menyadari

BAB III TINJAUAN KASUS. 1. Pengkajian dilakukan pada tanggal di Ruang ketergantungan

BAB III TINJAUAN KASUS. dr. Aminogondhohutomo, data diperoleh dari hasil wawancara dengan klien

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. World Health Organitation (WHO) mendefinisikan kesehatan sebagai

BAB II KONSEP DASAR. orang lain maupun lingkungan (Townsend, 1998). orang lain, dan lingkungan (Stuart dan Sundeen, 1998).

ABSTRAK. Kata Kunci: Manajemen halusinasi, kemampuan mengontrol halusinasi, puskesmas gangguan jiwa

BAB III TINJAUAN KASUS. Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr.Aminogondhohutomo Semarang, dengan

BAB II KONSEP DASAR. A. Pengertian. Harga diri adalah penilaian individu tentang nilai personal yang

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi berkepanjangan juga merupakan salah satu pemicu yang. memunculkan stress, depresi, dan berbagai gangguan kesehatan pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. akibat adanya kepribadian yang tidak fleksibel menimbulkan perilaku

FORMAT PENGKAJIAN KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA

FORMAT PENGKAJIAN PASIEN DI RUMAH SAKIT. Tanggal Masuk RS : 09 Desember 2014

BAB II TINJAUAN TEORI. menimbulkan perilaku maladaptif dan mengganggu fungsi seseorang dalam

DENGAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI PENDENGARAN DI RUANG PRINGGODANI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA

PENATALAKSANAAN PASIEN GANGGUAN JIWA DENGAN ISOLASI SOSIAL: MENARIK DIRI DI RUANG ARIMBI RSJD Dr. AMINO GONDOHUTOMO SEMARANG. Oleh

FORMAT PENGKAJIAN KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Halusinasi adalah persepsi atau tanggapan dari panca indera tanpa adanya

PROPOSAL KUNJUNGAN RUMAH (HOME VISITE)

BAB III TINJAUAN KASUS

BAB I PENDAHULUAN. siklus kehidupan dengan respon psikososial yang maladaptif yang disebabkan

BAB III TINJAUAN KASUS

BAB II TINJAUAN TEORI. maupun minatnya terhadap lingkungan sosial secara langsung (isolasi diri).

BAB III TINJAUAN KASUS

BAB 1 PENDAHULUAN. deskriminasi meningkatkan risiko terjadinya gangguan jiwa (Suliswati, 2005).

BAB II KONSEP DASAR. A. Pengertian. Halusinasi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami perubahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Komunikasi adalah proses penyampaian gagasan, harapan, dan pesan yang

BAB III TINJAUAN KASUS

BAB III TINJAUAN KASUS

BAB I PENDAHULUAN. teknologi yang pesat menjadi stresor pada kehidupan manusia. Jika individu

DIAH NUR KHASANAH NIM. P

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa adalah berbagai karakteristik positif yang. menggambarkan keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yang

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN KONSEP

PENATALAKSANAAN PASIEN GANGGUAN JIWA DENGAN GANGGUAN KONSEP DIRI: HARGA DIRI RENDAH DI RUANG GATHOTKOCO RSJD Dr. AMINO GONDOHUTOMO SEMARANG.

BAB II TINJAUAN TEORI. Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. H DENGAN PERUBAHAN PERSEPSI SENSORI HALUSINASI PENDENGARAN DI RUANG SENA RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA

STUDI KASUS ASUHAN KEPERAWATAN PEMENUHAN KEBUTUHAN KEAMANAN PADA TN. S DENGAN HALUSINASI PENDENGARAN DAN PENGLIHATAN DI RUANG MAESPATI RSJD SURAKARTA

BAB II KONSEP DASAR. serta mengevaluasinya secara akurat (Nasution, 2003). dasarnya mungkin organic, fungsional, psikotik ataupun histerik.

LAPORAN KASUS PENGELOLAAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI PENDENGARAN PADA

BAB I PENDAHULUAN. Menuju era globalisasi manusia disambut untuk memenuhi kebutuhan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang sebenarnya tidak ada stimulus dari manapun baik stimulus suara,

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN SP DENGAN HALUSINASI

BAB III TINJAUAN KASUS

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. meliputi keadaan fisik, mental, dan sosial, dan bukan saja keadaan yang bebas dari

STUDI KASUS ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA TN. A DENGAN GANGGUAN ISOLASI SOSIAL : MENARIK DIRI DI BANGSAL AYODYA RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA

BAB II KONSEP TEORI. Perubahan sensori persepsi, halusinasi adalah suatu keadaan dimana individu

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satunya adalah masalah tentang kesehatan jiwa yang sering luput dari

BAB I PENDAHULUAN. kecacatan. Kesehatan jiwa menurut undang-undang No.3 tahun 1966 adalah

III. RIWAYAT KESEHATANSEKARANG A.

/BAB I PENDAHULUAN. yang dapat mengganggu kelompok dan masyarakat serta dapat. Kondisi kritis ini membawa dampak terhadap peningkatan kualitas

BAB III TINJAUAN KASUS. Pengkajian dilakukan pada tanggal Desenber Nama Sdr. S, umur 15 tahun, agama islam, pendidikan SLTP, No CM ,

BAB I PENDAHULUAN. keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yang mencerminkan kedewasaan

STUDI KASUS ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. J DENGAN PERILAKU KEKERASAN DI RUANG PRINGGODANI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. serta ketidakpastian situasi sosial politik membuat gangguan jiwa menjadi

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN MASALAH UTAMA ISOLASI SOSIAL: MENARIK DIRI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN TEORI. Gangguan harga diri rendah digambarkan sebagai perasaan yang negatif

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. keluarga, kelompok, organisasi, atau komunitas. (Stuart, 2007).

BAB III TINJAUAN KASUS

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedaruratan psikiatri adalah sub bagian dari psikiatri yang. mengalami gangguan alam pikiran, perasaan, atau perilaku yang

BAB I PENDAHULUAN. menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki. suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data Badan Kesehatan

MODUL STRATEGI PELAKSANAAN PADA PASIEN DENGAN HALUSINASI DENGAR OLEH ANNISETYA ROBERTHA M. BATE

Transkripsi:

STUDI KASUS ASUHANKEPERAWATAN PADA Nn. M DENGAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI PENDENGARAN DI RUANG SRIKANDI RSJD SURAKARTA DISUSUN OLEH : DEVI ANGGRAINI NIM. P.10013 PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2013

STUDI KASUS ASUHANKEPERAWATAN PADA Nn. M DENGAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI PENDENGARAN DI RUANG SRIKANDI RSJD SURAKARTA Karya Tulis Ilmiah Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam Menyelesaikan Program Diploma III Keperawatan DISUSUN OLEH : DEVI ANGGRAINI NIM. P.10013 PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2013

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertandatangan di bawah ini: Nama : Devi Anggraini NIM : P. 10013 Program Studi Judul Karya Tulis Ilmiah : Diploma III Keperawatan : ASUHAN KEPERAWATAN PADA Nn. M DENGAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI PENDENGARAN DI RUANG SRIKANDI RSJD SURAKARTA Menyatakan dengan sebenarnya bahwatugas Akhir yang saya tulis ini benar-benar hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan tulisan atau pikiran orang lain yang saya akui sebagai tulisan atau pikiran saya sendiri. Apabila dikemudian hari dapat dibuktikan bahwa Tugas Akhir ini adalah hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut sesuai dengan ketentuan akademik yang berlaku. Surakarta, 08 Juni 2013 Yang membuat Pernyataan DEVI ANGGRAINI NIM. P. 10013

KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena berkat, rahmat dan karunia-nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah dengan judul ASUHAN KEPERAWATAN PADA Nn. M DENGAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI: HALUSINASI PENDENGARAN DI RUANG SRIKANDI RSJD SURAKARTA. Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis banyak mendapat bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang terhormat: 1. Setiyawan, S.Kep.,Ns, selaku Ketua Program Studi DIII keperawatan yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu di STIKes Kusuma Husada Surakarta. 2. Erlina Windyastuti, S.Kep.,Ns, selaku Sekretaris Program Studi DIII keperawatan yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu di STIKes Kusuma Husada Surakarta, serta selaku dosen penguji III yang telah membimbing dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi, perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya studi kasus ini. 3. Joko Kismanto, S.Kep.,Ns, selaku dosen pembimbing sekaligus sebagai penguji I yang telah membimbing dengan cermat, memberikan masukanmasukan, inspirasi, perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya studi kasus ini.

4. Diyah Ekarini, S.Kep.,Ns, selaku dosen penguji II yang telah membimbing dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi, perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya studi kasus ini. 5. Semua dosen Program Studi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta yang telah memberikan bimbingan dengan sabar dan wawasannya serta ilmu yang bermanfaat. 6. Kedua orang tuaku, yang selalu menjadi inspirasi dan memberikan semangat untuk menyelesaikan pendidikan. 7. Teman-teman Mahasiswa Program Studi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta dan berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satupersatu, yang telah memberikan dukungan moril dan spiritual. Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu keperawatan dan kesehatan. Amin. Surakarta, 08 Juni 2013 Penulis

DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN... LEMBAR PERSETUJUAN... LEMBAR PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR LAMPIRAN... i ii iii iv v vii ix BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1 B. Tujuan Penulisan... 5 C. Manfaat Penulisan... 5 BAB II LAPORAN KASUS A. Identitas Klien... 7 B. Pengkajian... 8 C. Perumusan Masalah Keperawatan... 15 D. Perencanaan Keperawatan... 16 E. Implementasi Keperawatan... 20 F. Evaluasi Keperawatan... 21

BAB III PEMBAHASAN DAN SIMPULAN A. Pembahasan... 24 B. Simpulan... 35 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN DAFTAR RIWAYAT HIDUP

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Lampiran 2 Lampiran 3 Lampiran 4 Lampiran 5 Lampiran 6 Surat Keterangan Selesai Pengambilan Data Look Book Format Pendelegasian Asuhan Keperawatan Lembar Konsul Daftar riwayat hidup

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan jiwa menurut WHO adalah berbagai karakteristik positif yang menggambarkan keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yang mencerminkan kedewasaan kepribadiannya. Kesehatan jiwa menurut UU Kesehatan Jiwa No. 3 yaitu suatu kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik, intelektual, emosional secara optimal dari seseorang, dan perkembangan ini berjalan selaras dengan orang lain (Hartono, 2010). Kesehatan jiwa dan gangguan jiwa sering kali sulit didefinisikan. Orang dianggap sehat jika meraka mampu memainkan peran dalam masyarakat dan perilaku mereka pantas dan adaptif. Sebaliknya, seseorang dianggap sakit jika gagal memainkan peran dan memikul tanggung jawab atau perilaku tidak pantas (Videbeck, 2008). Karakteristik sehat jiwa terdiri dari persepsi yang sesuai dengan realitas, mampu menerima diri sendiri dan orang lain secara alami, mampu fokus dalam memecahkan masalah, menunjukan kemampuannya secara spontan, mempunyai otonomi, mandiri, kreatif, puas dengan hubungan interpersonal, kaya pengalaman yang bermanfaat, menganggap hidup ini sebagai sesuatu yang indah (Ngadiran, 2010). Gangguan jiwa merupakan suatu penyakit yang disebabkan karena adanya kekacauan pikiran, persepsi dan tingkah laku di mana individu tidak

mampu menyesuaikan diri dengan diri sendiri, orang lain, masyarakat, dan lingkungan. Pengertian seseorang tentang penyakit gangguan jiwa berasal dari apa yang diyakini sebagai faktor penyebabnya yang berhubungan dengan biopsikososial (Simanjutak, 2006). Persepsi masyarakat bahwa penderita gangguan jiwa adalah sesuatu yang mengancam juga harus diluruskan. Selama ini keluarga masih beranggapan bahwa penanganan penderita gangguan jiwa adalah tanggung jawab pihak Rumah Sakit Jiwa saja, padahal faktor yang memegang peranan penting dalam hal perawatan penderita adalah keluarga serta masyarakat di sekitar penderita gangguan jiwa tersebut (Kusumawati, 2009). Menurut WHO atau World Health Organization menyebutkan bahwa prevalensi masalah keperawatan jiwa saat ini cukup tinggi, 25% dari penduduk dunia pernah menderita masalah kesehatan jiwa, 1% di diantaranya adalah gangguan jiwa berat. Potensi seseorang mudah terserang gangguan jiwa memang tinggi, setiap saat 450 juta orang diseluruh dunia terkena dampak permasalahan jiwa, saraf, maupun perilaku. Salah satu bentuk gangguan jiwa yang terdapat diseluruh dunia adalah gangguan jiwa berat yaitu Skizofrenia (Riza, 2010). Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), 2007 (Depkes RI, 2007) menyebutkan 14,1% penduduk Indonesia mengalami gangguan jiwa dari ringan hingga berat. Data dari 33 rumah sakit jiwa di seluruh Indonesia menyebutkan hingga kini jumlah penderita jiwa berat mencapai 2,5 juta orang. Indonesia memiliki prevalensi sekitar 11% dari total penduduk

dewasa. Menurut penelitian WHO di beberapa negara berkembang menunjukkan bahwa 30 50 % pasien yang berobat ke fasilitas pelayanan kesehatan umum ternyata menderita gangguan kesehatan jiwa. Sedangkan jumlah penderita Skizofrenia di Indonesia adalah tiga sampai lima per 1000 penduduk. Mayoritas penderita berada di kota besar. Ini terkait dengan tingginya stres yang muncul di daerah perkotaan. Dari hasil survei di rumah sakit Indonesia, ada 0,5-1,5 perseribu penduduk mengalami gangguan jiwa. Pada penderita Skizofrenia 70% diantaranya mengalami halusinasi (Purba, dkk dalam Riza, 2010). Skizofrenia merupakan suatu penyakit yang mempengaruhi otak dan menyebabkan timbulnya pikiran, persepsi, emosi, gerakan dan perilaku aneh yang terganggu (videbeck, 2008). Salah satu gejala umum skizofrenia yaitu adanya halusinasi atau gangguan persepsi sensori. Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana klien mengalami perubahan persepsi sensori, seperti merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan atau penglihatan. Klien merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada. Selain itu, perubahaan persepsi sensori: halusinasi bisa juga diartikan sebagai persepsi sensori tentang suatu objek, gambaran, dan pikiran yang sering terjadi tanpa adanya rangsangan dari luar meliputi semua sistem penginderaan (pendengaran, penglihatan, penciuman, perabaan, atau pengecapan) (Cook & Fontaine, dalam Fitria, 2009). Halusinasi pendengaran adalah jenis halusinasi yang paling banyak terjadi, diantaranya mendengar suara-suara, paling sering adalah suara

manusia yang menyuruh untuk melakukan suatu tindakan (Videbeck, 2008). Respon klien akibat terjadinya halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan perasaan tidak aman, gelisah dan bingung, perilaku merusak diri, kurang perhatian, tidak mampu mengambil keputusan serta tidak dapat membedakan keadaan nyata dan tidak nyata (Yosep, 2010). Berdasarkan data keseluruhan yang diperoleh dari Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta pada akhir bulan April 2013 terdapat sejumlah pasien keseluruhan 10268 pasien, didapatkan 4606 pasien (44,8%) yang mengalami gangguan persepi sensori : halusinasi. Dan berdasarkan laporan periode bulan Maret sampai bulan April 2013, pasien yang dirawat di ruang Srikandi RSJD Surakarta sebanyak 32 pasien mengalami gangguan jiwa dan didapatkan 18 pasien atau 56,2% yang mengalami gangguan persepsi sensori : halusinasi, rata-rata berumur antara 21 tahun sampai 50 tahun. Serta penulis tertarik untuk menulis karya tulis ilmiah pada pasien dengan halusinasi dan pada klien dengan inisial Nn. M dimana klien pada saat itu tampak menyendiri, jarang berinteraksi dengan orang lain, tertawa sendiri serta berbicara sendiri dan jika pada seseorang yang mengalami halusinasi dapat didefinisikan hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia luar), biasanya klien memberi persepsi tentang lingkungan tanpa ada objek atau rangsangan yang nyata. Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk menulis Karya Tulis Imiah dengan judul Asuhan Keperawatan pada Nn. M Dengan Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi Pendengaran di Ruang Srikandi Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta.

B. Tujuan Penulisan 1. Tujuan Umum Melaporkan kasus asuhan keperawatan gangguan persepsi sensori pada Nn. M dengan halusinasi pendengaran di ruang Srikandi RSJD Surakarta. 2. Tujuan Khusus a. Penulis mampu melakukan pengkajian pada Nn. M dengan gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran b. Penulis mampu merumuskan diagnosa keparawatan pada Nn. M dengan gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran c. Penulis mampu menyusun intervensi keperawatan pada Nn. M dengan gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran d. Penulis mampu melakukan implementasi pada Nn. M dengan gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran e. Penulis mampu melakukan evaluasi pada Nn. M dengan gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran. C. Manfaat Penulisan Penulis berharap semoga Karya Tulis Ilmiah ini dapat dimanfaatkan untuk : 1. Bagi Penulis a. Dapat mengerti dan menerapkan asuhan keperawatan jiwa pada klien dengan gangguan halusinasi pendengaran.

b. Menambah pengetahuan, wawasan dan pengalaman dalam penerapan asuhan keperawatan jiwa. c. Meningkatkan ketrampilan dalam memberikan asuhan keperawatan jiwa. 2. Bagi Profesi Sebagai bahan masukan dan informasi untuk menambah pengetahuan, ketrampilan, dan sikap bagi instansi terkait. Khususnya didalam meningkatkan pelayanan perawatan pada kasus halusinasi. 3. Bagi Institusi a. Rumah Sakit Sebagai bahan pertimbangan oleh pihak rumah sakit untuk membuat kebijakan dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan asuhan keperawatan pada klien dengan halusinasi. b. Pendidikan Sebagai sumber bacaan atau referensi untuk meningkatkan kualitas pendidikan keperawatan khususnya pada klien dengan halusinasi dan dapat menambah pengetahuan bagi para pembaca.

BAB II LAPORAN KASUS Bab II ini menjelaskan tentang ringkasan asuhan keperawatan jiwa yang dilakukan pada Nn. M : halusinasi pendengaran di ruang Srikandi RSJD Surakarta pada tanggal 22-24 April 2013. Asuhan keperawatan ini dimulai dari pengkajian, analisa data, perumusan diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi dan evaluasi. Sedangkan asuhan keperawatan secara lengkap, dengan metode allo anamnesa dan auto anamnesa. A. Identitas Klien Berdasarkan hasil pengkajian yang penulis lakukan pada tanggal 22 April 2013 didapatkan data sebagai berikut klien bernama Nn. M dengan usia 21 tahun, tinggal di Malangjiwan, Colomadu, berjenis kelamin perempuan, berpendidikan SMP. Klien masuk ke rumah sakit jiwa Surakarta sejak tanggal 4 April 2013, diterima melalui IGD, dengan diagnosa medik F.20.3 (skizofrenia tidak terinci), dokter yang merawat yaitu dr. H. Sedangkan identitas penanggung jawab klien yaitu Tn. S berusia 60 tahun, bertempat tinggal di Malangjiwan, Colomadu, bekerja sebagai wiraswasta, hubungan dengan klien yaitu Ayah klien.

B. Pengkajian 1. Riwayat Kesehatan Klien dibawa ke RSJD Surakarta dengan alasan. Karena sejak 3 minggu klien tampak bingung, bicara kacau, sering berbicara sendiri dan tertawa sendiri, kadang tiba-tiba marah dan mudah tersinggung, keluarga sudah berusaha untuk memberikan obat yang diberikan dari rumah sakit sebelumnya, tetapi klien tidak mau minum obat, Nn. M juga mendengar suara jin yang menyuruhnya untuk marah-marah dan berbicara kasar terhadap orang lain, suara itu muncul pada waktu siang dan malam hari pada saat pasien sedang sendiri frekuensinya sering, kira-kira 5 menit, klien juga tidak merasa takut, jika suara itu muncul klien menanggapinya dengan ngomong sendiri dan tertawa sendiri. Dengan melihat kondisi klien tersebut, keluarga hanya mendiamkannya saja dan melihat kondisi pasien yang semakin parah akhirnya keluarga membawa pasien ke Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta untuk yang kelima kalinya. 2. Faktor Predisposisi Klien sebelumnya pernah mengalami gangguan jiwa dan sempat dirawat di RSJD Surakarta sudah 5 kali, karena tidak teratur minum obat akhirnya pasien kambuh lagi. Klien juga tidak pernah mengalami penganiayaan fisik maupun seksual selama sakit serta tidak melakukan tindakan kekerasan. Di dalam keluarganya tidak ada yang mengalami sakit seperti klien. Pengalaman klien yang paling tidak menyenangkan adalah saat SMA klien tidak naik kelas, klien merasa frustasi menjadi pendiam dan tidak mau melanjutkan sekolah lagi.

3. Faktor Presipitasi Didapatkan hasil dari keluarga Nn. M mengatakan pada waktu sekolah klien diejek teman-temannya karena klien gemuk, sehingga klien merasa minder dan tidak dapat fokus pada sekolahnya dan akhirnya klien tidak naik kelas. 4. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik yang penulis dapatkan meliputi tanda-tanda vital klien, dengan tekanan darah 120/80 mmhg, nadi 92 kali/menit, suhu 36,7 C, respirasi 20 kali/menit, tinggi badan 169cm, berat badan 120kg. Dan hasil pengkajian keluhan fisiknya yaitu klien tidak mengalami riwayat penyakit jantung, sesak nafas dan hipertensi. 5. Psikososial - Spiritual Hasil pengkajian psikososial genogram didapatkan gambaran Klien Nn. M 21 tahun halusinasi Gambar 2.1. Genogram Nn. M

Keterangan : : Laki-laki : Tinggal 1 rumah : Perempuan : Garis keturunan : Laki-laki Meninggal : Perempuan meninggal : Klien Pengkajian psikososial didapatkan dari data diatas yaitu pasien merupakan anak tunggal, pasien belum menikah, seorang perempuan, tinggal satu rumah dengan ayah dan ibunya. Pada riwayat keluarga klien, tidak ada yang mengalami gangguan jiwa. Pola konsep diri, pada gambaran diri klien mengatakan bagian tubuh yang disukai adalah seluruh anggota tubuhnya, tidak ada anggota tubuh yang tidak disukai, klien tidak mengalami kelainan fisik. Identitas diri, klien adalah seorang perempuan berusia 21 tahun anak tunggal dan belum menikah. Peran diri, klien mengatakan saat di rumah sebagai anak yang selalu membantu orangtuanya dalam kegiatan rumah tangga. Ideal diri, klien berharap ingin cepat sembuh dan segera kembali pulang kerumah untuk menjalankan tugasnya seperti sedia kala. Harga diri, klien mengatakan bahwa hubungan dengan orang lain saling menghargai satu sama lain. Pola hubungan sosial, orang yang paling berarti dalam hidup klien adalah kedua orang tuanya dan jika ingin mengadu atau berbicara mengungkapkan apa yang dirasakan klien selalu mengadu pada ibunya.

Peran serta dalam kegiatan kelompok atau masyarakat, didapatkan data pasien mengatakan jarang mengikuti kegiatan dimasyarakat dan lingkunganya karena merasa malu dengan dirinya yang mengalami gangguan mentalnya saat ini, sehingga pasien lebih suka diam dirumah karena merasa terhibur dengan menonton televisi. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain, klien mengatakan ada hambatan dalam berhubungan dengan orang lain, buktinya klien jarang berinteraksi dengan teman-temannya dan lebih suka tiduran ditempat tidur karena pasien merasa malu. Pada pengkajian pola spiritual, nilai dan keyakinan, klien mengatakan bahwa dirinya beragama Islam, kegiatan ibadah, klien mengatakan selama dirumah sakit dan dirumah jarang sholat karena klien tiap kali sholat tidak bisa konsentrasi. 6. Status Mental Selama dirumah sakit klien berpenampilan cukup rapi, rambut selalu diikat, mandi 2x sehari dan kramas kurang lebih 3 hari sekali, baju diganti setiap habis mandi. Pembicaraan klien saat dikaji cukup kooperatif, klien mau berbicara tetapi harus didahului, bicara klien sesuai dengan apa yang dibicarakan, kontak mata tidak tahan lama. Aktivitas motorik klien, klien terkadang terlihat gelisah, namun klien mau melakukan kegiatan sehari-hari diruangan. Alam perasaan, klien mengatakan perasaannya biasa-biasa saja, karena keluarganya sering menjenguknya.

Afek klien sesuai dengan stimulus pada saat sedih ekspresi wajah sedih, pada saat senang ekspresi wajah ceria. Interaksi selama wawancara, klien mau berinteraksi bila didahului, kontak mata ada tetapi tidak tahan lama, klien suka berbicara ngelantur, tampak gelisah, klien mudah tersinggung. Hasil pengkajian persepsi diri, klien mengatakan sering mendengar suara-suara yang tidak nyata suara bisikan tersebut datang saat klien sedang sendiri pada saat siang dan malam hari frekuensinya sering, lamanya kurang lebih 5 menit, suara bisikan itu isinya bujukan jin yang menyuruhnya supaya klien marah-marah dan berbicara kasar dengan orang lain, klien juga tidak merasa takut jika suara itu muncul malah ditanggapi dan kelihatan ngomong sendiri dan tertawa sendiri, tanpa melakukan sesuatu biasanya suara itu hilang dengan sendirinya. Hasil pengkajian proses pikir klien, ketika diajak berbicara pembicaraan klien jelas sesuai dengan topik dan mampu menjelaskan apa yang terjadi. Isi pikir klien, selalu memikirkan ingin segera pulang dan bertemu dengan keluarga, klien tidak mengalami waham. Tingkat kesadaran, klien tampak bingung tetapi klien mampu menyebutkan hari atau orang dengan baik tanpa bantuan perawat. Hasil pengkajian memori daya ingat klien masih baik antara jangka pendek pada klien didapatkan klien mampu mengingat makanan yang dimakan waktu pagi hari tadi dan memori jangka panjang Nn. M mampu mengingat masa lalu misalnya sewaktu SMA tahun 2008 yang lalu klien tidak naik kelas.

Tingkat konsentrasi klien kurang, klien mampu berhitung sederhana seperti berhitung 1 sampai 50. Kemampuan penilaian klien, klien mampu mengambil keputusan sederhana seperti, cuci tangan sebelum makan atau mandi terlebih dahulu sebelum beraktivitas. Daya tilik diri klien, klien sadar bahwa dirinya sedang dirawat RSJD untuk pengobatan agar cepat sembuh. 7. Persiapan Pulang Hasil pengkajian kebutuhan persiapan pulang, didapatkan data klien makan 3x sehari dengan teratur dan mandiri, klien makan habis 1 porsi yang disediakan oleh rumah sakit dengan menu nasi, sayur, lauk pauk, tidak ada pantangan cara makan klien diaduk-aduk nasi dengan lauknya. Klien minum habis antara 7 sampai 8 gelas kecil dalam sehari. Klien mengatakan BAB/BAK lancar tidak ada gangguan pada saat BAB/BAK selalu dikamar mandi secara mandiri kemudian membersihkan dengan cara mengguyurnya dengan air dan dapat merapikan pakaiannya sendiri setelah selesai BAB/BAK. BAB 1x sehari dan BAK 4-5x sehari. Klien mandi dengan mandiri, mandi 2x sehari dengan memakai sabun dan menggosok gigi. Klien setelah mandi dapat berhias dan berpakaian sendiri, selalu menyisir rambut dan mengikatnya dengan tali rambut, ganti baju sehari 2 kali, baju kotornya diletakkan didalam keranjang. Istirahat tidur, klien tidur sehari kurang lebih 8 sampai 9 jam, tidur malam pukul 21.00 WIB, bangun pagi jam 05.00 WIB, pada saat siang hari kadang tidur kurang lebih 1 jam. Penggunaan obat mengatakan sehabis makan klien selalu minum obat yang disediakan oleh perawat.

Hasil pengkajian pemeliharaan kesehatan klien, mengatakan selalu merawat dirinya sendiri, ketika klien sudah diperbolehkan pulang klien dianjurkan kontrol sebelum obatnya habis. Kegiatan didalam rumah, saat dirumah klien selalu membantu ibunya dalam kegiatan rumah tangga seperti menyapu, mengepel ataupun mencuci baju. Kegiatan diluar rumah, klien mengatakan jarang keluar rumah karena klien merasa minder dan malu. 8. Mekanisme Koping Pada pengkajian mekanisme koping, mekanisme koping adaftif kalau ada masalah yang belum ada jalan keluarnya bercerita dengan keluarganya, namun selalu menjadikan beban dalam pikiranya. 9. Masalah Psikososial dan Lingkungan Klien dapat diterima baik dengan masyarakat dan keluarganya. Pengetahuan yang kurang yaitu klien kurang mengetahui tentang fungsi obat yang telah diberikan oleh perawat. 10. Aspek Medik Dengan diagnosa medik F.20.3 (skizofrenia tidak terinci). Klien mendapatkan terapi obat yaitu terapi medis meliputi Trifloperazine (TFP) 3 x 5 mg yang fungsinya untuk mengurangi kebingungan dan halusinasi. Trihexylphenidyl (THP) 3 x 2 mg yang fungsinya sebagai obat agar klien rileks dan badan tidak kaku lagi, dan Chlorpromozime (CPZ) 2 x 100 mg sebagai obat penenang. Pemeriksaan penunjang hasil laboratorium pada tanggal 4 April 2013 yaitu gula darah sewaktu 103 mg/dl (normal :< 130 mg/dl), SGOT 37 u/l (normal : < 37 u/l), SGPT 19 u/l (normal : < 42 u/l).

C. Perumusan Masalah Keperawatan Dari data hasil pengkajian dan observasi di atas, penulis melakukan analisa data kemudian merumuskan diagnosa yang sesuai dengan prioritas, menyusun intervensi keperawatan, melakukan implementasi, dan evaluasi tindakan. Daftar perumusan masalah sebagai berikut, dari data subyektif didapatkan data, klien mengatakan mendengar suara jin yang menyuruhnya untuk marah-marah, suara-suara itu muncul dengan frekuensi sering dan terjadi setiap siang dan malam hari saat sedang sendirian, lamanya kurag lebih 5 menit. Ketika mendengar suara itu, klien tidak merasa takut jika suara itu muncul klien menangapinya dengan berbicara sendiri dan tertawa sendiri. Data obyektifnya didapatkan data, klien terlihat bingung dan tampak berbicara sendiri, kontak mata tidak tahan lama, dan kadang tertawa sendiri. Dari hasil pengkajian maka ditemukan masalah yang menjadi diagnosa prioritas yaitu gangguan sensori persepsi : halusinasi pendengaran. Dari diagnosa tersebut maka dapat disimpulkan berupa pohon masalah sebagai berikut: Resiko mencederai diri, orang lain, dan lingkungan Gangguan persepsi sensori: halusinasi Isolasi sosial: menarik diri (akibat) (core problem) (penyebab) Harga diri rendah kronis Gambar 2.2 Pohon Masalah Perubahan Persepsi Sensori: Halusinasi

D. Perencanaan Rencana keperawatan yang dapat dilakukan meliputi tujuan umum klien dapat mengontrol halusinasi yang dialaminya. Sedangkan untuk TUK 1, klien dapat membina hubungan saling percaya. Setelah dilakukan pertemuan 3x15 menit klien menunjukan tanda-tanda percaya terhadap perawat. Dengan kriteria evaluasi ekspresi wajah bersahabat, menunjukkan rasa senang, ada kontak mata, mau berjabat tangan, mau menyebutkan nama, mau menjawab salam, mau duduk berdampingan dengan perawat, bersedia mengungkapkan masalah yang dihadapi. Intervensi yang dilakukan meliputi: bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi terapeutik seperti: sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal, perkenalkan nama, nama panggilan dan tujuan perawat berkenalan, tanyakan nama lengkap dan nama panggilan yang disukai klien, buat kontrak yang jelas, tunjukkan sikap jujur dan menepati janji setiap kali interaksi, tunjukkan sikap empati dan menerima apa adanya, beri perhatian kepada klien, tanyakan perasaan klien dan masalah yang dihadapi klien, dengarkan dengan penuh perhatian ekspresi perasaan klien. TUK 2 : Klien dapat mengenal halusinasinya. Setelah dilakukan pertemuan 3x15 menit klien mampu mengerti dan mengenal halusinasinya, dengan kriteria evaluasi klien dapat mengenal tentang isi halusinasinya, waktu terjadi halusinasi, frekuensi halusinasi dan situasi dan kondisi yang menimbulkan halusinasi dan klien juga mampu menyebutkan responnya saat mengalami halusinasi (marah, takut, sedih, senang, cemas atau

jengkel).intervensi yang dilakukan meliputi : adakan kontak sering dan singkat secara bertahap, observasi tingkah laku klien terkait dengan halusinasinya (dengar/lihat/penghidu/raba/kecap), jika menemukan klien yang sedang halusinasi: tanyakan apakah klien mengalami sesuatu (halusinasi dengar/lihat/penghidu/raba/kecap), jika klien menjawab ya, tanyakan apa yang sedang dialaminya, katakan bahwa perawat percaya klien mengalami hal tersebut, namun perawat sendiri tidak mengalaminya (dengan nada bersahabat tanpa menuduh/menghakimi), katakan bahwa ada klien lain yang mengalami hal yang sama, katakan bahwa perawat akan membantu klien, jika klien tidak sedang berhalusinasi klarifikasi tentang adanya pengalaman halusinasi, diskusikan dengan klien : isi, waktu, dan frekuensi terjadinya halusinasi (pagi, siang, sore, malam atau sering dan kadang-kadang), situasi dan kondisi yang menimbulkan/tidak menimbulkan halusinasi, diskusikan dengan klien apa yang dirasakan jika terjadi halusinasi dan beri kesempatan untuk mengungkapkan perasaannya, diskusikan dengan klien apa yang dilakukan klien apa yang dilakukan untuk mengatasi perasaan tersebut, diskusikan tentang dampak yang akan dialaminya bila klien menikmati halusinasinya. TUK 3 : klien dapat mengontrol halusinasinya. Setelah dilakkan pertemuan 3x15 menit klien mampu menunjukkan cara mengontrol halusinasinya, dengan kriteria evaluasi klien menyebutkan tindakan yang biasanya dilakukan untuk mengendalikan halusinasinya, klien dapat menyebutkan cara baru mengontrol halusinasinya, klien dapat memilih dan

memperagakan cara mengatasi halusinasi (dengar/lihat/penghidu/raba/kecap), klien menyebutkan manfaat minum obat serta nama, warna, dosis, efek terapi dan efek samping obat, klien dapat mendemonstrasikan penggunaan obat dengan benar, klien menyebutkan akibat berhenti minum obat tanpa konsultasi dokter, klien melaksanakan cara yang telah dipilih untuk mengendalikan halusinasinya. Intervensi yang dilakukan yaitu identifikasi bersama klien cara atau tindakan yang dilakukan jika terjadi (tidur, marah, menyibukan diri, dan lainlain, diskusikan cara yang digunakan klien jika cara yang digunakan adaptif beri pujian, jika cara yang digunakan maladaptif diskusikan kerugian cara tersebut, diskusikan cara baru untuk memutus/mengontrol timbulnya halusinasi, katakan pada diri sendiri bahwa ini tidak nyata (saya tidak mau dengar/lihat/penghidu/raba/kecap pada saat halusinasi terjadi), menemui orang lain (perawat/teman/anggota keluarga) untuk menceritakan tentang halusinasinya, membuat dan melaksanakan jadwal kegiatan sehari-hari yang telah disusun, meminta keluarga/teman/perawat menyapa jika sedang berhalusinasi, untuk diskusikan dengan klien tentang manfaat dan kerugian tidak minum obat, nama, warna, dosis, cara, efek terapi dan efek samping penggunaan obat, lakukan pemeriksaan tanda-tanda vital klien, pantau klien saat penggunaan obat, beri pujian jika klien menggunakan obat dengan benar, diskusikan akibat berhenti minum obat tanpa konsultasi kepada dokter/perawat jika terjadi hal-hal yang tidak di inginkan, anjurkan klien konsultasi kepada dokter/perawat jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan,

bantu klien memilih cara yang sudah dianjurkan dan latih untuk mencobanya, beri kesempatan untuk melakukan cara yang dipilih dan dilatih, pantau pelaksanaan yang telah dipilih dan dilatih, jika berhasil beri pujian. TUK 4 : Klien dapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol halusinasinya. Setelah dilakukan pertemuan 3x15 menit keluarga mampu mendukung dalam mengontrol halusinasi, dengan kriteria evaluasi keluarga menyatakan setuju untuk mengikuti pertemuan dengan perawat, keluarga menyebutkan pengertian, tanda dan gejala, proses terjadinya halusinasi dan tindakan untuk mengendalikan halusinasi. Intervensi yang dilakukan buat kontrak dengan keluarga untuk pertemuan (waktu, tempat dan topik), diskusikan dengan keluarga (pada saat pertemuan keluarga/kunjungan rumah): pengertian halusinasi, tanda dan gejala halusinasi, proses terjadinya halusinasi, cara yang dapat dilakukan klien dan keluarga untuk memutus halusinasi, obat-obatan halusinasi, cara merawat anggota keluarga yang halusinasi dirumah (beri kegiatan, jangan biarkan sendiri, makan bersama, bepergian bersama, memantau obat-obatan dan cara pemberiannya untuk mengatasi halusinasi), beri informasi waktu kontrol ke rumah sakit dan bagaimana cara mencari bantuan jika halusinasi tidak dapat diatasi di rumah. TUK 5 : Klien dapat mengontrol halusinasinya dengan mengikuti terapi aktifitas kelompok. Setelah dilakukan pertemuan 3x15 menit klien mampu mengontrol halusinasi dengan mengikuti terapi aktfitas kelompok. Dengan kriteria evaluasi mengikuti terapi aktifitas kelompok stimulasi persepsi atau orientasi realitas. Intervensi yang dilakukan anjurkan klien

mengikuti TAK stimulasi persepsi sesi 1 : menonton TV, anjurkan klien mengikuti TAK stimulasi persepsi sesi 2 : membaca majalah, koran, anjurkan klien mengikuti TAK stimulasi persepsi sesi 3 : menggambar. E. Implementasi Implementasi keperawatan untuk diagnosa keperawatan gangguan sensori persepsi : halusinasi pendengaran, pada hari pertama dilaksanakan hari senin tanggal 22 April 2013, jam 11.00 WIB, untuk SP 1 penulis melakukan membina hubungan saling percaya, mengidentifikasi jenis halusinasi klien, mengidentifikasi isi halusinasi, mengidentifikasi frekuensi halusinasi, mengidentifikasi waktu, mengidentifikasi respon, mengajarkan dan melatih cara 1 yaitu mengontrol halusinasi dengan menghardik, memasukkan dalam jadwal kegiatan harian. Respon pasien yaitu pasien dapat mengidentifikasi isi, frekuensi, waktu halusinasi tersebut, klien menunjukkan tanda-tanda percaya terhadap perawat. Pada hari kedua dilaksanakan pada hari selasa tanggal 23 April 2013 jam 09.00 WIB dilakukan SP 2, penulis melakukan mengevaluasi cara mengontrol halusinasi dengan menghardik, melatih cara mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap dengan orang lain, menganjurkan menyusun jadwal kegiatan harian. Respon pasien, pasien dapat mengontrol halusinasi dengan menghardik dan dapat mempraktikkan cara mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap.

Pada hari ketiga dilaksanakan pada hari rabu tanggal 24 April 2013 jam 08.45 WIB dilaksanakan SP 3, penulis mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien, melatih pasien mengendalikan halusinasi dengan melakukan kegiatan positif yang bisa dilakukan pasien, menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian. Responnya, klien dapat menyebutkan dan mampu mempraktikkan cara menghardik dengan melakukan kegiatan yang positif. SP 1, 2 dan 3 telah dilakukan. F. Evaluasi Evaluasi keperawatan dilakukan setiap hari. Evaluasi hari pertama dilakukan pada hari senin tanggal 22 April 2013 jam 11.30 WIB, adapun hasil evaluasi yang penulis dapatkan meliputi data subyektif klien mengatakan senang berkenalan dengan perawat, klien mengatakan mendengarkan suara, klien mengatakan mendengar suara jin yang menyuruhnya untuk marahmarah, suara-suara itu muncul dengan frekuensi sering dan terjadi setiap siang dan malam hari saat sedang sendirian, suara muncul lebih dari 3 kali dalam sehari. Ketika mendengar suara itu, klien mengatakan merasatakut dan gelisah, klien mengatakanbersedia diajari cara menghardik dan mau mempraktekkannya, klien mengatakan bersedia memasukkan dalam jadwal kegiatan harian. Data obyektif yaitu selain itu klien juga kooperatif saat diajak interaksi, klien mau berjabat tangan, menyebutkan nama lengkap dan nama panggilan, kontak mata ada namun tidak tahan lama, klien menjawab pertanyaan yang diberikan perawat, klien bisa menjelaskan jenis, isi,

frekuensi, waktu dan respon klien saat halusinasi dialami, klien memperhatikan teknik menghardik yang diajarkan, klien memasukkan kejadwal kegiatan harian. Hasil yang didapat setelah dilakukannya interaksi dengan klien yaitu klien mampu mengungkapkan halusinasi yang dialami dan klien bisa menyebutkan dan mendemonstrasikan cara mengontrol halusinasi dengan menghardik secara benar. Penulis dapat menganalisa bahwa masalah teratasi. Rencana selanjutnya yang penulis rencanakan untuk klien, anjurkan klien untuk mempraktekkan menghardik dan memasukkan ke dalam jadwal harian, dan untuk perawat sendiri atau penulis untuk mengevaluasi SP 1 dan melanjutkan ke SP 2. Evaluasi hari kedua dilaksanakan pada hari selasa tanggal 23 April 2013 jam 11.00 WIB adapun hasil evaluasi yang penulis dapatkan dengan data subyektifklien mengatakan perasaannya tenang, klien mengatakan telah mencoba cara mengontrol halusinasi dengan menghardik, klien mengatakan bersedia diajari cara mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap dengan orang lain, klien mengatakan mau mencoba cara mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap dengan orang lain. Dengan data obyektif klien kooperatif saat berinteraksi, klien tampak tenang, klien mampu melakukan cara mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap dengan orang lain, klien tampak menyusun jadwal kegiatan harian. Hasil yang didapat setelah dilakukannya interaksi dengan klien yaitu klien mau berlatih cara mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap dengan orang lain, analisa data masalah teratasi. Rencana selanjutnya yang penulis rencanakan untuk klien, anjurkan klien untuk mempraktekkan cara mengontrol halusinasi dengan cara

menghardik dan bercakap-cakap dengan orang lain, serta memasukkan ke dalam jadwal kegiatan harian. Untuk perawat sendiri atau penulis untuk mengevaluasi SP 2 dan melanjutkan ke SP 3. Evaluasi hari ketiga dilaksanakan pada hari rabu tanggal 24 April 2013 jam 12.30 WIB adapun hasil evaluasi yang penulis dapatkan data subyektif yaitu klien mengatakan masih ingat dan sudah mempraktekkan cara mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap dengan orang lain, klien mengatakan perasaannya tenang, klien mengatakan bersedia diajari cara mengontrol halusinasi dengan melakukan kegiatan yang positif, seperti merapikan tempat tidur, membereskan tempat makanan, klien mengatakan mau mencoba cara mengontrol halusinasi dengan melakukan kegiatan yang positif, klien mengatakan bersedia memasukkan dalam jadwal kegiatan harian. Dengan data obyektif klien kooperatif saat berinteraksi, klien tampak tenang, klien mampu melakukan cara mengontrol halusinasi dengan melakukan kegiatan yang bisa dilakukan seperti merapikan tempat tidur, membereskan tempat makan, klien tampak menyusun jadwal kegiatan harian. Hasil yang didapat setelah dilakukannya interaksi dengan klien yaitu klien mau berlatih cara mengontrol halusinasi dengan melakukan kegiatan yang positif yang bisa dilakukan klien dengan analisa data masalah teratasi. Untuk rencana selanjutnya yang penulis rencanakan untuk klien adalah anjurkan klien untuk mengontrol halusinasi dengan menganjurkan klien untuk minum obat secara teratur dan untuk perawat atau penulis adalah mengevaluasi SP 1, SP 2 dan SP 3, intervensi dihentikan.

BAB III PEMBAHASAN DAN SIMPULAN A. Pembahasan Pada bab ini penulis akan membahas tentang kesenjangan antara teori dengan studi kasus asuhan keperawatan yang dilakukan pada Nn. M : halusinasi pendengaran di ruang Srikandi RSJD Surakarta, pada tanggal 22 24 April 2013. Pembahasan yang penulis lakukan meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi keperawatan dan evaluasi. 1. Pengkajian Menurut Stuart dan Sundeen (dalam Nurjannah 2005), pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses keperawatan. Tahap pengkajian terdiri atas pengumpulan data dan perumusan kebutuhan, atau masalah klien. Data yang dikumpulkan meliputi data biologis, psikologis, sosial, dan spiritual. Pengelompokan data pada pengkajian kesehatan jiwa dapat pula berupa faktor predisposisi, faktor presipitasi, penilaian terhadap stressor, sumber koping dan kemampuan koping yang dimiliki klien. Dalam pengumpulan data penulis menggunakan metode wawancara dengan klien, observasi secara langsung terhadap kemampuan dan perilaku klien dan juga dari medical record. Selain itu keluarga juga berperan sebagai sumber data yang mendukung dalam memberikan asuhan keperawatan pada Nn. M namun saat dilakukan pengkajian tidak ada anggota keluarga klien yang menjenguknya jadi penulis tidak memperoleh

informasi dari pihak keluarga. Dalam pengkajian keperawatan ini dikumpulkan data tentang identitas klien, diagnosa medis, identitas penanggung jawab, catatan masuk, alasan masuk, riwayat kesehatan klien, pengkajian pola kognitif-perceptual, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, terapi medis, analisa data, prioritas diagnosa keperawatan serta pohon masalah. Disini sudah terdapat kesesuaian antara resume kasus dengan konsep teori, yaitu : Pada kasus diatas yang menjadi alasan masuk klien yaitu klien masuk dengan diantar kedua orang tuanya karena mendengar suara jin yang menyuruhnya untuk marah-marah, suara itu biasanya timbul pada siang dan malam hari. Keluarga sudah berusaha untuk memberikan obat yang diberikan dari rumah sakit sebelumnya, tetapi klien selalu menolak dan tidak mau minum obat karena pasien merasa bosan dan obat yang diminum rasanya pahit. Menurut Cook and Fontaine (dalam Fitria, 2005) perubahan persepsi sensori halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana klien mengalami perubahan persepsi sensori, seperti merasakan sensasi palsu berupa suara, pengelihatan, pengecapan, perabaan atau penghiduan, biasanya klien merasakan stimulus yang bisa juga diartikan sebagai persepsi sensori tentang suatu objek, gambaran dan pikiran yang sering terjadi tanpa adanya rangsangan dari luar meliputi sistem penginderaan (pendengaran, penglihatan, penciuman, perabaan atau pengecapan). Penyebab halusinasi pendengaran secara spesifik tidak diketahui namun banyak faktor yang mempengaruhinya seperti factor biologis, psikososial, social budaya dan stressor pencetusnya adalah stress

lingkungan, biologis, pemicu masalah koping dan mekanisme koping (Nasution, 2003). Menurut Erlinafsiah (2010), faktor predisposisi yang menjadi penyebab halusinasi ada tiga, salah satunya faktor psikologis. Pada faktor psikologis dijelaskan hubungan interpersonal yang tidak harmonis serta adanya peran ganda bertentangan yang sering diterima oleh seseorang akan mengakibatkan stress dan kecemasan yang tinggi dan berakhir pada gangguan orientasi realitas. Sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah : penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang kehidupan klien. Klien sebelumnya pernah mengalami gangguan jiwa dan sempat dirawat di RSJD Surakarta sudah 5 kali, karena tidak teratur minum obat akhirnya klien kambuh lagi. Klien juga tidak pernah mengalami penganiayaan fisik maupun seksual selama sakit serta tidak melakukan tindakan kekerasan. Di dalam keluarganya tidak ada yang mengalami sakit seperti klien. Pengalaman klien yang paling tidak menyenangkan adalah saat SMA klien tidak naik kelas, dia merasa frustasi menjadi pendiam dan tidak mau melanjutkan sekolah lagi. Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa tidak terjadi kesenjangan antara teori dengan pengkajian penulis. Menurut Erlinafsiah (2010), faktor presipitasi secara umum pada klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna, putus asa dan tidak berdaya. Teori ini sudah sesuai dengan pengkajian karena didapatkan data, untuk faktor presipitasi pada klien itu sendiri yaitu saat SMA klien selalu diejek teman-temannya karena dia memiliki badan

yang gemuk sehingga klien merasa minder dan tidak naik kelas pada tahun 2008 sejak itu dia merasa frustasi menjadi pendiam dan tidak mau melanjutkan sekolah lagi. Menurut Carpenito (2004), perubahan sensori-persepsi menggambarkan individu dengan perubahan persepsi dan kognisi yang dapat bermanifestasi dengan perubahan persepsi dan sensori. Untuk itu di dalam persepsi harus dijelaskan jenis-jenis halusinasi yang dialami klien, menjelaskan isi halusinasi, frekuensi gejala yang tampak saat klien berhalusinasi. Dalam pengkajian penulis didapatkan data bahwa klien suka mendengar suara-suara yang tidak nyata suara bisikan tersebut datang saat klien sedang sendiri pada saat siang dan malam hari frekuensinya sering, lamanya kurang lebih 5 menit, suara bisikan itu isinya bujukan jin supaya klien marah-marah dengan orang lain, Nn. M juga tidak merasa takut jika suara itu muncul malah ditanggapi dan kelihatan seperti ngomong sendiri dan tertawa sendiri, tanpa melakukan sesuatu, biasanya suara itu hilang dengan sendirinya. Menurut Nanda (2005), menyebutkan beberapa batasan karakteristik dari gangguan sensori persepsi yaitu munculnya halusinasi, konsentrasi buruk, gelisah, disorientasi waktu, tempat, orang, serta perubahan kemampuan pemecahan masalah. Teori ini sudah sesuai dalam pengkajian karena didapatkan data bahwa ketika diajak berbicara, klien mau berinteraksi bila didahului, kontak mata ada tetapi tidak tahan lama, klien suka berbicara ngelantur, tampak gelisah, klien mudah tersinggung. Tetapi untuk disorientasi waktu, tempat dan orang klien tidak mengalami

hal tersebut karena klien mempunyai ingatan yang cukup baik, misalnya makanan yang dimakan klien dapat menyebutkannya, selain klien juga dapat mengingat memori jangka panjang, misalnya klien mengingat bahwa tidak naik kelas pada tahun 2008 yang lalu. Serta untuk perubahan kemampuan pemecahan masalah klien juga tidak mengalami perubahan tersebut karena didapatkan data bahwa klien mampu mengambil keputusan yang sederhana saat diberi pertanyaan oleh perawat, misalnya klien memilih cuci tangan sebelum makan atau mandi terlebih dahulu sebelum beraktivitas. Pemeriksaan fisik terdiri dari pemeriksaan tanda- tanda vital, kepala, mata, telinga, mulut, leher, dada, abdomen, kulit, dan kuku (Kusyati, 2006). Hasil pemeriksaan fisik tanggal 22 April 2013, yang penulis lakukan pada klien didapatkan data sebagai berikut : tekanan darah 120/80 mmhg, nadi 92 kali/menit, suhu 36,7 C, respirasi 20 kali/menit, tinggi badan 169 cm, berat badan 120 kg. Penulis tidak mencantumkan pengkajian lanjut tentang sistem dan fungsi organ karena pasien tidak mengalami gangguan fisik. Menurut Keliat (2005), pohon masalah pada halusinasi dapat mengakibatkan klien mengalami kehilangan kontrol pada dirinya, sehingga bisa membahayakan diri sendiri, orang lain maupun lingkungan. Hal ini terjadi jika halusinasi sudah sampai pada empat fase, dimana klien mengalami panik dan perilakunya dikendalikan oleh isi halusinasinya.

Masalah yang menyebabkan halusinasi itu adalah harga diri rendah dan isolasi sosial, maka klien menjadi menarik diri dari lingkungan. Berdasarkan masalah masalah tersebut, maka disusun pohon masalah yaitu isolasi sosial (menarik diri) sebagai penyebab, gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran atau lihat sebagai core problem, dan resiko perilaku kekerasan yang diarahkan pada lingkungan sebagai akibat (Rasmun, 2009). Penulis mengangkat diagnosa keperawatan gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran sebagai prioritas masalah utama yang didukung dengan data subyektif yaitu Nn. M mengatakan mendengar suara jin yang menyuruhnya untuk marah-marah dan berbicara kasar terhadap orang lain, suara itu muncul 1 hari pada waktu siang dan malam hari pada saat pasien sedang sendiri frekuensinya sering, kira-kira 5 menit, klien juga tidak merasa takut, jika suara itu muncul klien menanggapinya dengan ngomong sendiri dan tertawa sendiri. Data objektif klien tampak bingung, kadang sering mondar mandir dan ngomomg sendiri. Diagnosa keperawatan yang kedua yaitu adalah isolasi sosial atau menarik diri didapatkan data subjektif klien mengatakan malu dan merasa sendiri, jarang berinteraksi dengan orang lain klien lebih suka tiduran dan menonton televisi. Data objektif klien tampak menyendiri, bingung, gelisah, tampak sedih dan tidak komunikatif. Berdasarkan pohon masalah yang ditemukan pada Nn. M dapat disimpulkan tidak ada kesenjangan

yang berarti antara pohon masalah dalam teori dengan yang dialami Nn. M. Penulis menuliskan aspek medik, pasien di diagnosa medis Skizofrenia tidak terinci, klien mendapatkan terapi obat meliputi Trifloperazine (TFP) 3 x 5 mg yang fungsinya untuk mengurangi kebingungan dan halusinasi., THP (Trihexylphenidyl) 3 x 2 mg yang fungsinya sebagai obat agar klien rileks dan badan tidak kaku lagi, dan CPZ (Chlorpromozime) 2 x 100 mg sebagai obat penenang. Pemeriksaan penunjang hasil laboratorium pada tanggal 4 April 2013 yaitu Gula darah sewaktu 103 mg/dl (normal :< 130 mg/dl), SGOT 37 u/l (normal : < 37 u/l), SGPT 19 u/l (normal : < 42 u/l). 2. Diagnosa Keperawatan Menurut Gordon, diagnosa keperawatan adalah diagnosis yang dibuat oleh perawat professional yang menggambarkan tanda dan gejala yang menunjukkan masalah kesehatan yang dirasakan klien dimana perawat yang berdasarkan pendidikan dan pengalaman mampu menolongnya (Stuart, 2003). Schultz dan Videbeck (dalam Nurjannah, 2004) menyatakan bahwa diagnosa keperawatan berbeda dari diagnosa psikiatrik medis dimana diagnosa keperawatan adalah respon klien terhadap masalah medis atau bagaimana masalah mempengaruhi fungsi klien sehari-hari yang merupakan perhatian utama diagnosa keperawatan.

Di dalam konsep dasar menurut Keliat (2006), ada tiga masalah keperawatan pada gangguan sensori persepsi : halusinasi yaitu resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan, gangguan sensori persepsi : halusinasi, dan gangguan isolasi sosial : menarik diri. Sementara itu, pada kasus kelolaan penulis hanya mengambil satu prioritas diagnosa masalah yaitu gangguan sensori persepsi : halusinasi pendengaran. Menurut Videbeck (2008), halusinasi dapat melibatkan panca indera dan sensasi tubuh. Beberapa manifestasi klinik halusinasi antara lain yaitu bicara sendiri, senyum sendiri, mendengar suara, melihat mengucapkan, menghirup, dan menanyakan sesuatu yang tidak nyata, merusak diri sendiri, orang lain dan lingkungan, tidak dapat memusatkan perhatian atau konsentrasi, pembicaraan kacau dan kadang jelas, sikap curiga dan bermusuhan, menyalahkan diri sendiri dan orang lain, ekspresi muka tegang dan tersinggung. Data yang memperkuat penulis mengangkat diagnosa gangguan sensori persepsi : halusinasi pendengaran yaitu klien mengatakan mendengar suara-suara yang tidak nyata suara bisikan tersebut datang saat klien sedang sendiri pada saat siang dan malam hari frekuensinya sering, lamanya kurang lebih 5 menit, suara bisikan itu isinya bujukan jin supaya klien marah-marah dengan orang lain, Nn. M juga tidak merasa takut jika suara itu muncul malah ditanggapi dan kelihatan seperti ngomong sendiri dan tertawa sendiri, tanpa melakukan sesuatu, biasanya suara itu hilang dengan sendirinya. Klien terlihat bingung dan gelisah, klien juga terlihat bicara sendiri dan tertawa sendiri. 3. Rencana Keperawatan

Menurut Nursalam (2003), secara tradisional rencana keperawatan diartikan sebagai suatu dokumen tulisan tangan dalam menyelesaikan masalah, tujuan dan intervensi. Sebagaimana disebutkan bahwa rencana keperawatan merupakan metode komunikasi tentang asuhan keperawatan pada klien, hal ini dapat disesuaikan dengan SOP (Standar Operasional Prosedur). Sedangkan dalam rencana keperawatan dituliskan bahwa perawat melakukan bina hubungan saling percaya dengan klien, hal ini dilakukan dengan alasan menurut Videbeck (2008) bahwa membangun rasa percaya antara klien dan perawat dapat membantu menghilangkan rasa takut klien. Perawat juga perlu melakukan kontak sering dan singkat secara bertahap dengan klien, hal ini dilakukan dengan alasan bahwa keberadaan perawat merupakan kontak dengan realitas bagi klien dan juga dapat menunjukkan perhatian dan kepedulian perawat yang tulus terhadap klien. Memanggil nama klien, menyebutkan hari dan waktu, dan memberi komentar tentang lingkungan merupakan cara-cara yang bermanfaat untuk melanjutkan kontak dengan klien. Perawat juga harus mengobservasi klien dari tanda-tanda halusinasi (sikap seperti mendengarkan sesuatu, bicara atau tertawa sendiri, terdiam ditengah-tengah pembicaraan), hal ini dilakukan dengan alasan bahwa cara ini akan mencegah respons agresif yang diperintah dari halusinasinya. Perawat juga menunjukkan sikap menerima akan mendorong klien untuk menceritakan isi halusinasinya, hal ini perlu dilakukan karena untuk mencegah kemungkinan terjadinya

cedera terhadap klien atau orang lain karena adanya perintah dari halusinasi (Townsend, 2004). 4. Implementasi Menurut Efendy dalam Nurjanah, 2005 implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan. Sebelum melakukan tindakan keperawatan yang telah di rencanakan perawat perlu memvalidasi dengan singkat apakah rencana tindakan masih sesuai dan dibutuhkan pasien sesuai kondisinya saat ini atau here and now. Implementasi keperawatan disesuaikan dengan rencana tindakan keperawatan yang telah disusun. Sebelumnya perawat terlebih dahulu membekali dengan penyusunan strategi komunikasi. Strategi komunikasi antara perawat dan klien kearah pemecahan masalah klien untuk mencapai tujuan keperawatan yang telah direncanakan sebelumnya. Penulis tidak menjabarkan secara rinci implementasi yang sudah penulis lakukan yaitu menggunakan komunikasi terapeutik, menyapa klien dengan ramah baik verbal maupun nonverbal. Interaksi keperawatan yang tidak dapat penulis lakukan adalah TUK 4 yaitu klien dapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol halusinasi dan TUK 5 yaitu klien dapat mengontrol halusinasinya dengan mengikuti terapi aktifitas kelompok, karena selama tiga hari sejak tanggal pengkajian tidak ada keluarga klien yang datang mengunjungi, sehingga