adalah pembersihan data (data cleaning). Pembersihan data perlu dilakukan sebelum data di analisis. Pembersihan data yang dimaksud adalah mencakup

dokumen-dokumen yang mirip
LAPORAN. PENILAIAN RESIKO KESEHATAN LINGKUNGAN/ EHRA (Environmental Health Risk Assessment)

BAB V INDIKASI PERMASALAHAN DAN OPSI PENGEMBANGAN SANITASI

LAPORAN PENILAIAN RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN KOTA CIREBON

Laporan Penilaian Risiko Kesehatan Lingkungan

LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KABUPATEN BANJARNEGARA. Kelompok Kerja Sanitasi Kabupaten Banjarnegara

Ringkasan Studi EHRA Kabupaten Malang Tahun 2016

DAFTAR ISI RINGKASAN EKSEKUTIF DAFTAR ISI... 1 DAFTAR SINGKATAN DAFTAR TABEL... 2 DAFTAR GRAFIK... 6 DAFTAR FOTO

L a p o r a n S t u d i E H R A K a b. T T U Hal. 1

LAPORAN STUDI EHRA KABUPATEN TANA TORAJA BAB I PENDAHULUAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Luas Kecamatan Johan Pahlawan Kabupaten Aceh Barat adalah 44,91

STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KOTA BONTANG TAHUN 2015

LAPORAN. PENILAIAN RESIKO KESEHATAN LINGKUNGAN/ EHRA (Environmental Health Risk Assessment)

LAPORAN PENILAIAN RESIKO KESEHATAN LINGKUNGAN KOTA PADANG PANJANG

STRATEGI PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI

LAMPIRAN I DOKUMEN PEMUTAKHIRAN SSK KABUPATEN TANAH DATAR 2015

Laporan Pelaksanaan dan Hasil STUDI EHRA Kelompok Kerja Sanitasi Kabupaten Toraja Utara RINGKASAN EKSEKUTIF

LAPORAN STUDI EHRA BANJARBARU

KATA PENGANTAR. Wassalamu alaikum Wr. Wb.

LAPORAN STUDI EHRA POKJA SANITASI KABUPATEN WAY KANAN

BAB 3 HASIL STUDI EHRA TAHUN 2013 KABUPATEN MOJOKERTO 3.1 KARAKTERISTIK RESPONDEN

BAB III STRATEGI PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI

HUBUNGAN KONDISI FASILITAS SANITASI DASAR DAN PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN DIARE DI KECAMATAN SEMARANG UTARA KOTA SEMARANG.

BAB III STRATEGI PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI

BAB III STRATEGI PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI

BAB III STRATEGI PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI

KATA PENGANTAR. Cimahi, 2015 Ketua Pokja AMPL Kota Cimahi (...)

PENDAHULUAN. Bab Latar Belakang. BPS Kabupaten Pesawaran Provinsi Lampung

LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KOTA BONTANG

BAB I PENDAHULUAN BUKU PUTIH SANITASI KOTA CIREBON I - 1

KATA PENGANTAR. Bantaeng, 7 Desember 2016 Pokja AMPL/Sanitasi Kabupaten Bantaeng Ketua, ABDUL WAHAB, SE, M.Si Sekretaris Daerah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

KATA PENGANTAR. Bontang, November 2011 TIM STUDI EHRA KOTA BONTANG. Laporan Studi EHRA Kota Bontang

ARTIKEL PENELITIAN HUBUNGAN KONDISI SANITASI DASAR RUMAH DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS REMBANG 2

BAB I PENDAHULUAN. sebesar 3,5% (kisaran menurut provinsi 1,6%-6,3%) dan insiden diare pada anak balita

BAB 1 : PENDAHULUAN. (triple burden). Meskipun banyak penyakit menular (communicable disease) yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. lebih dalam sehari. Dengan kata lain, diare adalah buang air besar

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

HUBUNGAN SANITASI LINGKUNGAN DENGAN KEJADIAN DIARE DIDUGA AKIBAT INFEKSI DI DESA GONDOSULI KECAMATAN BULU KABUPATEN TEMANGGUNG

BAB. V Indikasi Permasalahan dan Posisi Pengelolaan Sanitasi Kabupaten Jembrana

BAB 1 : PENDAHULUAN. memerlukan daya dukung unsur-unsur lingkungan untuk kelangsungan hidupnya.

1. Pendahuluan SANITASI LINGKUNGAN RUMAH DAN UPAYA PENGENDALIAN PENYAKIT BERBASIS LINGKUNGAN PADA KAWASAN KUMUH KECAMATAN MEDAN MAIMUN KOTA MEDAN

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO (World Health Organization) dalam Buletin. penyebab utama kematian pada balita adalah diare (post neonatal) 14%,

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat. Derajat kesehatan masyarakat yang optimal dapat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang.

1.2 Maksud. 1.3 Tujuan dan Manfaat. 1.4 Pelaksana Studi EHRA

BAB V INDIKASI PERMASALAHAN DAN POSISI PENGELOLAAN SANITASI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB III METODE PENELITIAN

PERAN PEREMPUAN DAYA AIR, SANITASI DAN HIGIENE UNTUK KESEJAHTERAAN ETTY HESTHIATI LPPM UNIV. NASIONAL

LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KOTA TERNATE TAHUN 2014

Gambaran Sanitasi Lingkungan Wilayah Pesisir Danau Limboto di Desa Tabumela Kecamatan Tilango Kabupaten Gorontalo Tahun 2013

III. METODE PENELITIAN. kegiatan ini dimaksudkan untuk mendapatkan data-data yang dibutuhkan,

Strategi Sanitasi Kabupaten Landak 2013 BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. untuk mendorong peran dan membangun komitmen yang menjadi bagian integral

BAB 4 PROGRAM PENGEMBANGAN SANITASI SAAT INI DAN YANG DIRENCANAKAN

BAB I PENDAHULUAN. Buku Putih Sanitasi Kabupaten Grobogan Halaman 1 1

LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KABUPATEN KLATEN

Buku Putih Sanitasi 2013

LAPORAN STUDI EHRA (Environmental Health Risk Assessment) KABUPATEN POSO PROVINSI SULAWESI TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. bersih, cakupan pemenuhan air bersih bagi masyarakat baik di desa maupun

KUESIONER PENELITIAN FAKTOR RESIKO TERJADINYA DIARE DI KELURAHAN HAMDAN KECAMATAN MEDAN MAIMUN KOTA MEDAN TAHUN : Tidak Tamat Sekolah.

IDENTIFIKASI KONDISI PERMUKIMAN KUMUH DI KECAMATAN PANCORAN MAS KOTA DEPOK ( STUDI KASUS RW 13 KELURAHAN DEPOK )

Pertemuan Konsultasi dengan Tim Pengarah

BAB 1 PENDAHULUAN. Pokja AMPL Kota Makassar

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pelaksanaan pengumpulan data lapangan dan umpan balik hasil EHRA dipimpin dan dikelola langsung oleh Kelompok Kerja (Pokja) PPSP Kabupaten Pohuwato.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PEMERINTAH KOTA SURABAYA DINAS KESEHATAN Jalan Jemursari No. 197 SURABAYA 60243

BAB 5: BUKU PUTI SANITASI KOTA BANJARBARU 5.1 AREA BERESIKO SANITASI. Hal 5-1

LAPORAN STUDI EHRA (Environmental Health Risk Assessment)

3.1. KARAKTERISTIK RUMAH TANGGA/RESPONDEN

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kualitas lingkungan dapat mempengaruhi kondisi individu dan

LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KOTA SABANG. Kelompok Kerja Sanitasi Kota Sabang

BUKU PUTIH SANITASI KABUPATEN TANGERANG PROVINSI BANTEN. Program Percepatan Pembangunan Sanitasi (PPSP) Tahun 2012 POKJA AMPL KABUPATEN TANGERANG

GAMBARAN SANITASI DASAR PADA MASYARAKAT NELAYAN DI KELURAHAN POHE KECAMATAN HULONTHALANGI KOTA GORONTALO TAHUN 2012

BAB V Area Beresiko Sanitasi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

ANALISIS HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN KONTRUKSI SUMUR GALI TERHADAP KUALITAS SUMUR GALI

5.1. Area Beresiko Sanitasi

Kuesioner Penelitian

I. PENDAHULUAN. berkontribusi terhadap 88% kematian anak akibat diare di seluruh dunia. Anakanak

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu sasaran program dari Dinas Kesehatan adalah berhubungan

Pendahuluan. Bab Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. repository.unisba.ac.id. 1.1 Latar Belakang

STUDY OF PUBLIC AWARENESS IN KEEPING OF ENVIRONMENTAL HEALTH IN SUB DISTRICT OF TABIANG BANDA GADANG DISTRICT OF NANGGALO PADANG CITY

BAB 5 BUKU PUTIH SANITASI 2013

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. yang hidup dalam lingkungan yang sehat. Lingkungan yang diharapkan adalah yang

BAB I PENDAHULUAN. Buku Putih Sanitasi (BPS) Kota Bima

BAB 1 : PENDAHULUAN. dikonsumsi masyarakat dapat menentukan derajat kesehatan masyarakat tersebut. (1) Selain

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO), diare adalah

BAB IV. Strategi Pengembangan Sanitasi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG LAPORAN FINAL BUKU PUTIH SANITASI TABANAN 1

KATA PENGANTAR LAPORAN STUDI EHRA KABUPATEN BANGGAI 2014

LAMPIRAN I HASIL KAJIAN ASPEK NON TEKNIS DAN LEMBAR KERJA AREA BERISIKO

( ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESMENT ) KABUPATEN BANGGAI KEPULAUAN

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan deklarasi Johannesburg yang dituangkan dalam Milleniun

Penyakit diare hingga saat ini masih menjadi masalah kesehatan dunia

Transkripsi:

1 P 1 PENGANTAR EHRA (Environmental Health Risk Assessment) atau Penilaian Risiko Kesehatan Lingkungan adalah suatu model pengakajian komprehensif untuk memahami kondisi fasilitas sanitasi dan perilaku warga terkait dengan risiko kesehatan masyarakat. Fasilitas sanitasi yang diteliti mencakup, sumber air minum, layanan pembuangan sampah, jamban, dan saluran pembuangan air limbah. Pada aspek perilaku, dipelajari halhal yang terkait dengan higinitas dan sanitasi, antara lain, cuci tangan pakai sabun, buang air besar, pembuangan kotoran anak, dan pemilahan sampah. Pelaksanaan pengumpulan data lapangan dan penyusunan hasil studi EHRA dikelola langsung oleh Tim EHRA Kabupaten Aceh Barat, berdasarkan pada Surat Keputusan Kepala Bappeda Kabupaten Aceh Barat Nomor: xxxxxx tentang Pembentukan Tim POKJA SANITASI Kabupaten Aceh Barat. Selanjutnya data EHRA diharapkan menjadi bahan untuk mengembangkan Buku Putih Sanitasi Kabupaten Aceh Barat dan juga menjadi masukan untuk mengembangkan strategi sanitasi dan program sanitasi kota. Untuk pengumpulan data, EHRA berkolaborasi dengan unsur SKPD, akademisi dan LSM. Responden sebagai sumber data primer adalah ibu-ibu rumah tangga berusia antara 18-60 tahun. Segmentasi responden dilakukan demikian mengingat pertanyaan-pertanyaan di dalam kuesioner banyak mengandung persoalan normatif dalam masyarakat yang muatan privasinya dinilai sangat sensitif, seperti tempat dan perilaku BAB. Selain itu diyakini bahwa perempuan atau ibu dipilih sebagai responden dalam EHRA karena mereka adalah kelompok warga yang paling memahami kondisi lingkungan sosial di kawasan domisilinya. Dokumen ini merupakan Laporan EHRA Kabupaten Aceh Barat yang kegiatan pengumpulan datanya dimulai sejak tanggal 1 Nopember s/d 7 Nopember 2010 dengan melibatkan 28 orang enumerator dan 17 orang tim untuk entri data. Penyusunan laporan dilakukan oleh Tim EHRA difasilitasi oleh District Fasilitator PPSP Kabupaten Aceh Barat dengan mengakomodasi masukan berbagai pihak, khususnya Pokja Sanitasi Kabupaten Aceh Barat sebagai pemilik utama kegiatan, SKPD dan supervisor lapangan. Guna penyempurnaan penulisan laporan akhir, diperlukan penyelenggaraan suatu forum konsultatif dalam rangka menyerap masukan dan umpan balik.

2 C ATATAN ATATAN METOD ETODOLOGI Environmental Health Risk Assessment (EHRA) adalah studi mengenai penilaian risiko kesehatan lingkungan yang dilakukan oleh Tim EHRA Kabupaten Aceh Barat. Survai ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan menggunakan dua metode pengumpulan data yaitu interview dan observasi. Petugas enumerator yang ditugaskan untuk mengumpulkan data ke lapangan adalah staf Bappeda, staf Dinas Kesehatan, unsur akademisi dan aktivis lingkungan yang telah dilatih dalam Lokakarya dan Pelatihan EHRA pada tanggal 29 dan 30 Nopember 2010. Dengan tingkat populasi rumah tangga di Kabupaten Aceh Barat sebesar 41.471 KK serta dengan menggunakan tingkat Confidence level sebesar 95% dan tingkat Confidence Interval sebesar 2,4%, maka diperoleh sampel sejumlah 1.610 KK. Proses menentukan sampel ini menggunakan software sampel size calculator. Studi EHRA yang dilakukan mencakup 4 kecamatan yaitu Kecamatan Meureubo, Kecamatan Johan Pahlawan, Kecamatan Kaway XVI dan Kecamatan Samatiga. Gampong yang ada di lingkungan Kabupaten Aceh Barat diberikan pembobotan berdasarkan tiga variabel yaitu tingkat kepadatan penduduk, jumlah KK miskin dan penyakit menular. Penetapan tiga variabel ini didasari pada asumsi bahwa variabel ini sangat berkaitan erat dengan gambaran sanitasi di lingkungan Kabupaten Aceh Barat. Berdasarkan data ini maka kemudian tiap gampong diberikan nilai skor yang kemudian didapatkan gampong dengan skor tinggi, sedang dan rendah. Sesuai dengan panduan dari buku manual sanitasi bila jumlah gampong di atas 50 gampong, maka lebih baik dilakukan survai. Maka kesepakatan yang diambil oleh Pokja Sanitasi Aceh Barat hanya diambil 30 gampong saja. Hal ini juga sangat berkaitan erat dengan terbatasnya dana yang dimiliki oleh Pokja Sanitasi. 30 gampong yang ditetapkan secara proporsional menurut strata sesuai dengan tiga variabel di atas berdasarkan jumlah gampong tiap kecamatan. Primary Sampling Unit (PSU) yang digunakan adalah rumah tangga yang penentuan sampel untuk tiap gampong ditentukan secara proporsional sesuai dengan jumlah rumah tangga. Untuk menentukan rumah tangga di level gampong digunakan cara random sistematis. Responden yang dipilih di dalam EHRA adalah ibu rumah tangga. Alasan yang digunakan dalam penentuan responden ini adalah bahwa ibu rumah tangga lebih mengetahui masalah sanitasi di dalam rumah tangga dan di sekitar lingkungannya. Terlebih lagi dengan status sebagai ibu rumah tangga tersebut, memudahkan enumerator menemui mereka. Terminologi ibu yang digunakan dalam penelitian ini adalah perempuan yang berusia 18-60 tahun dikaitkan secara langsung dengan kepala keluarga di dalam rumah tangga. Bila di dalam rumah tangga tersebut ada lebih dari satu ibu rumah tangga, maka digunakan variabel usia sebagai penentuan responden yang dipilih. Entri data dilakukan oleh Tim dari Bappeda Kabupaten Aceh Barat yang dibantu tenaga entri data dari Universitas Teuku Umar Meulaboh Aceh Barat dengan beranggotakan 17 orang. Sebelum melalui proses pengentrian data, tim entri telah dilatih di Meulaboh dalam Pelatihan Study EHRA yang diselenggarakan oleh KMW1 Wilayah Sumatera pada tanggal 29-30 Nopember 2010. Selama pelatihan peserta diperkenalkan pada software SPSS yang menjadi alat analisis data EHRA. Data yang diterima dari enumerator kemudian dilakukan check kembali oleh tim EHRA. Langkah selanjutnya yang dilakukan

adalah pembersihan data (data cleaning). Pembersihan data perlu dilakukan sebelum data di analisis. Pembersihan data yang dimaksud adalah mencakup tidak ada data (missing value), pilihan di luar opsi yang tersedia dan salah pilih. Pembersihan dilakukan dengan cara mengamati hasil analisis frekuensi dan cross tab pada variabel-variabel yang ingin dibersihkan.

3 KARAKTERISTIK RUMAH TANGGA / RESPONDEN Pada bab ini dipaparkan beberapa variable sosio-demografis dan hal-hal yang terkait dengan status rumah di Kabupaten Aceh Barat, seperti jumlah anggota rumah tangga, jumlah balita, status rumah, status lahan dan juga jumlah kamar yang disewakan oleh responden/rumah tangga. Variabel-variabel tersebut diatas perlu dikaji dan dipelajari karena memiliki keterkaitan yang erat dengan masalah sanitasi. Jumlah anggota rumah tangga berhubungan dengan kebutuhan kapasitas fasilitas sanitasi. Semakin banyak jumlah anggota rumah tangga, maka semakin besar pula kapasitas yang dibutuhkan. Usia anak termuda menggambarkan besaran populasi yang memiliki risiko paling tinggi atau yang kerap dikenal dengan istilah population at risk. Secara umum diketahui bahwa balita merupakan segmen populasi yang paling rentan terhadap penyakit-penyakit yang berhubungan dengan air (water borne diseases), kebersihan diri dan lingkungan. Dengan demikian, rumah tangga yang memiliki balita akan memiliki risiko yang lebih tinggi terhadap masalah sanitasi dibandingkan rumah tangga yang tidak memiliki anak berusia dibawah lima tahun. Sementara variable yang terkait dengan status rumah, seperti kepemilikan dan juga ketersediaan kamar yang disewakan diperlukan untuk memperkirakan potensi partisipasi warga dalam pengembangan program sanitasi. Mereka yang menempati rumah atau lahan yang tidak dimilikinya diduga kuat memiliki rasa memiliki (sense of ownership) yang rendah. Mereka cenderung tidak peduli dengan lingkungan sekitar termasuk pemeliharaan fasilitas sanitasi ataupun kebersihan lingkungan. Sebaliknya, mereka yang menempati rumah atau lahan yang dimilikinya sendiri akan cenderung memiliki rasa memiliki yang lebih tinggi. Secara mendasar, perbedaan-perbedaan karakteristik ini akan menuntut pendekatan program yang berbeda pula. Seperti dipaparkan dalam bagian metodologi, responden dalam studi EHRA adalah ibu atau perempuan yang telah menikah atau cerai atau janda yang berusia antara 18 60 tahun. Batas usia, khususnya batas atas diperlakukan secara fleksibel. Penilaian enumerator banyak menentukan. Bila usia calon responden sedikit melebihi batas atas, namun responden terlihat dan terdengar masih cakap untuk merespon pertanyaan-pertanyaan dari pewawancara, maka calon responden itu dipertimbangkan masuk dalam daftar prioritas responden. Sebaliknya, meskipun usia responden belum mencapai 60 tahun, namun bila performa komunikasinya kurang memadai, maka responden dimaksud dapat dikeluarkan dari daftar calon yang akan diwawancarai.

Diagram 1 : Usia Responden N = 1.610, Bobot : -, Filter : - wawancara, recoded, jawaban tunggal A4 Usia Responden Ditinjau dari sisi usia responden, persentase terbesar adalah wanita berusia antara 50 tahun mencapai angka 11,5%, untuk urutan berikutnya adalah usia 30, 35, 4 dan 45 tahun dimana persentase masing-masing sebesar 7-5% dari total responden, selebihnya merupakan responden yang berusia di rentang 16 70 tahun. Adanya responden yang diambil dibawah umur 18 dan diatas 5 tahun adalah karena waktu untuk pelaksanaan survey ini yang sudah sangat terbatas, sehingga enumerator tidak punya waktu untuk mendatangi kembali lokasi yang sama untuk memawancarai responden yang berusia antara 18-50 tahun.

Diagram 2 : Jumlah Anggota Rumah Tangga N = 1.610, Bobot : -, Filter : - wawancara, recoded, jawaban tunggal A9 Berapa jumlah anggota keluarga yang tinggal di rumah ini? Dari data yang tersaji diatas, terlihat jumlah anggota rumah tangga diatas 4 orang merupakan responden terbesar yaitu 30%, selanjutnya sebesar 20% merupakan keluarga yang memiliki jumlah anggota rumah tangga 3 dan 5 orang disusul dengan sebesar 12,5% adalah rumah tangga yang didiami oleh 6 orang dan 9% berangotakan 2 orang. Dengan demikian terlihat bahwa distribusi rumah tangga yang ada di Kabupaten Aceh Barat dalam rumah tangga besar yang memiliki kebutuhan fasilitas sanitasi dalam ukuran kapasitas yang relatif lebih besar pula. Studi EHRA juga mengidentifikasikan keberadaan balita di sebuah rumah tangga. Keberadaan balita menjadi faktor penting dibandingkan dengan kelompok usia lainnya, balita adalah segmen populasi yang paling rentan terhadap penyakit-penyakit yang terkait dengan sanitasi. Diare, misalnya adalah pembunuh balita nomor dua setelah ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) dengan korban sekitas 40.000 balita per tahun. Di Provinsi Aceh selama tahun 2008 jumlah penderita diare pada anak usia balita sebanyak 58.116 kasus sehingga, sebaran balita dapat memberikan gambaran tentang kerentanan wilayah tertentu.

Diagram 3 : Keberadaan Balita N = 1.610, Bobot : -, Filter : - wawancara, recoded, jawaban tunggal A10 Berapa tahun usia anak termuda yang tinggal di rumah ini? Pada diagram diatas terkait dengan usia termuda, studi ini menemukan sekitar 60% rumah tangga memiliki anak termuda yang masih tergolong balita. Sebanyak 40% merupakan anak yang berusia di rentang 6 10 tahun. Proporsi anak balita ditonjolkan pada studi EHRA karena merekalah at-risk population terkait dengan penyakit-penyakit yang disebabkan oleh sanitasi yang kurang memadai.

Diagram 4 : Status Rumah N = 1.610, Bobot : besar populasi gampong, Filter : - wawancara, jawaban tunggal A5 Apa status kepemilikan rumah yang saat ini ibu tempati? Terkait dengan status rumah yang ditempati responden, survai EHRA menjumpai mayoritas atau sekitar 85% dari total responden menyatakan bahwa rumah yang ditempati adalah rumah yang dimiliki sendiri. Sedangkan sisanya terbagi dalam 5 katagori masing-masing sebesar 5 % milik orang tua/keluarga, 8% rumah kontrak sewa tahunan, 1% rumah kontrak/sewa bulanan, dan sebesar 1% merupakan rumah dengan status dinas/instansi/jabatan/lainnya.

Diagram 5 : Status Lahan N = 1.610, Bobot : besar populasi gampong, Filter : - wawancara, jawaban tunggal A6 Apa status kepemilikan lahan / tanah yang saat ini ibu tempati? Kepemilikan lahan/tanah memiliki kecendrungan yang sama dengan kepemilikan rumah, dimana sekitar 85% dari total responden menyatakan bahwa lahan/tanah yang ditempati saat ini dimiliki sendiri. Sementara lahan/tanah yang dimiliki orang tua/keluarga sebesar 8%. Selanjutnya sebesar 5% merupakan lahan/tanah kontrak/sewa tahunan, selebihnya sebesar 2% berupa lahan/tanah kontrak/sewa bulanan, kontrak/sewa harian dan lahan/tanah yang dimiliki oleh dinas/instansi/jabatan/lainnya.

Tabel Silang 1 : Status Rumah dan Lahan - frekuensi N = 1.610, Bobot : besar populasi gampong, Filter : - wawancara, jawaban tunggal A6 Apa status kepemilikan lahan/tanah yang saat ini ibu tempati? * A5 Apa status kepemilikan rumah yang saat ini ibu tempati? Table 1 Apa status kepemilikan lahan / tanah di rumah yang saat ini Ibu tempati? Milik sendiri Milik orang tua/ keluarga Kontrak/sewa: harian Kontrak/sewa: Kontrak/sewa: bulanan tahunan Dinas/ Instansi/ Jabatan Lainnya Total Milik sendiri 1369 129 0 81 12 20 1610 Milik orang tua/ keluarga 81 195 Kontrak/sewa: harian 0 5 Kontrak/sewa: bulanan 16 83 Kontrak/sewa: tahunan 129 165 Apa status Dinas/ kepemilikan Instansi/ rumah yang Jabatan 16 saat ini Ibu tempati? Lainnya 16 15 Total 1610 1610 Kepemilikan rumah dan lahan/tanah dapat dikaitkan dengan potensi rasa memiliki (sense of ownership) pada lingkungan rumahnya. Mereka yang memiliki rumah dan lahan yang dihuninya cenderung memiliki rasa memiliki yang lebih besar. Karenanya, secara hipotetif untuk Kabupaten Aceh Barat dapat disimpulkan kebanyakan rumah tangga cenderung memiliki potensi rasa memiliki terhadap lingkungannya yang cukup besar. Hal ini terkait dari fakta bahwa rumah yang dimiliki oleh penghuninya jauh lebih besar dibandingkan dengan mereka yang tidak memiliki rumah yang ditempatinya.

Diagram 6 : Sewa Kamar N = 1.610, Bobot : besar populasi gampong, Filter : - wawancara, jawaban tunggal A7 Dirumah ini, apakah ada kamar yang disewakan pada orang lain? Berkenaan dengan pertanyaan tentang kamar yang disewakan pada orang lain, studi ini menemukan hanya sebagian kecil rumah tangga yang melaporkan memiliki kamar yang disewakan (1%). Mayoritas rumah tangga melaporkan tidak memiliki kamar yang disewakan pada orang lain (99 %). Rincian gambaran karakteristik per gampong dapat disimak di tabel-tabel berikut ini : Tabel Gampong 1 : Usia Ibu N = 1.610, Bobot : Filter : - wawancara, jawaban tunggal A4 Usia responden KECAMATAN JOHAN PAJLAWAN Nama Kelurahan KATEGORI USIA Suak Indra Puri Pasar Aceh Padang Seurahet Gampong Panggong Belakang Ujung Kalak Ujung Baroh 18-25 tahun 7 10 10 21 10 13 15 26-35 tahun 10 47 19 34 72 20 23 36-45 tahun 50 27 52 28 3 13 23 46-60 tahun 33 17 19 17 14 53 38 TOTAL 100 100 100 100 100 100 100

KATEGORI USIA Rundeng Kecamatan Johan Pahlawan Kuta Padang Suak Ribee Nama Kelurahan Blang Beurandang Suak Raya Suak Nie Leuhan 18-25 tahun 14 10 10 10 17 7 29 26-35 tahun 31 40 41 38 40 38 36 36-45 tahun 28 23 21 34 37 34 21 46-60 tahun 28 27 28 17 7 21 14 TOTAL 100 100 100 100 100 100 100 KATEGORI USIA Gampa Kecamatan Johan Pahlawan Drien Rampak Nama Kelurahan Suak Sigadeng Kampung Darat Seuneubok 18-25 tahun 3 6 13 7 7 26-35 tahun 59 44 30 30 59 36-45 tahun 21 25 23 23 21 46-60 tahun 17 25 33 40 14 TOTAL 100 100 100 100 100 Kecamatan Samtiga, Meureubo dan Kaway XVI KATEGORI USIA 18-25 tahun 26-35 tahun 36-45 tahun 46-60 tahun Suak Timah KECAMATAN SAMA TIGA MEUREUBO KAWAY XVI Cot Darat Cot Pluh Pasi Pinang Ujong Drien Meureubo Marek Pasie Alue Jambu Tampak 0 16 0 10 4 5 8 12 4 36 28 30 31 41 9 36 50 33 40 34 21 23 22 48 34 22 31 24 22 49 35 33 39 22 16 31 TOTAL 100 100 100 100 100 100 100 100 100

Tabel Gampong 2 : Jumlah anggota rumah tangga N = 1.610, Bobot : Filter : - wawancara, jawaban tunggal A9 Berapa jumlah anggota keluarga yang tinggal di rumah ini? JUMLAH KELUARGA Suak Indra Puri Pasar Aceh Kecamatan Johan Pahlawan KELURAHAN Gampon Padang g Seurahe Panggon Belakan t g g Ujung Kalak Ujung Baroh Dibawah 4 orang 13 23 35 14 34 45 42 4 orang 37 33 30 31 41 26 35 diatas 4 orang 50 43 35 55 24 29 23 TOTAL 100 100 100 100 100 100 100 JUMLAH KELUARGA Runde ng Kecamatan Johan Pahlawan KELURAHAN Kuta Padan g Suak Ribee Blang Beurand ang Suak Raya Suak Nie Leuha n Dibawah 4 orang 14 13 21 20 32 38 25 4 orang 54 43 24 37 39 34 32 diatas 4 orang 32 43 55 43 29 28 43 TOTAL 100 100 100 100 100 100 100 JUMLAH KELUARGA Kecamatan Johan Pahlawan Gampa Drien Rampak KELURAHAN Suak Sigadeng Kampung Darat Seuneubok Dibawah 4 orang 28 16 27 17 34 4 orang 34 34 43 47 31 Diatas 4 orang 38 50 30 37 34 TOTAL 100 100 100 100 100 KATEGORI USIA Kecamatan Samatiga, Meureubo dan Kaway XVI KECAMATAN SAMA TIGA MEUREUBO KAWAY XVI Cot Suak Darat Timah Cot Pluh Pasi Pinang Ujong Drien Meureubo Marek Pasie Jambu Alue Tampak Dibawah 4 orang 50 38 29 39 11 30 48 39 27 4 orang 12 13 38 14 39 11 27 27 22 diatas 4 orang 38 50 33 47 50 59 25 33 51

TOTAL 100 100 100 100 100 100 100 100 100 Tabel Gampong 3 : Keberadaan Balita N = 1.603, Bobot : Filter : - wawancara, jawaban tunggal A10 Berapa tahun usia anak termuda yang tinggal di rumah ini? NO KELURAHAN Ada Balita Tidak Ada Balita TOTAL JOHAN PAHLAWAN 1 Suak Indra Puri 38 62 100 2 Pasar Aceh 87 13 100 3 Padang Seurahet 100 0 100 4 Panggong 64 36 100 5 Gampong Belakang 64 36 100 6 Ujung Kalak 93 7 100 7 Ujung Baroh 61 39 100 8 Rundeng 100 0 100 9 Kuta Padang 62 38 100 10 Suak Ribee 41 59 100 11 Blang Beurandang 81 19 100 12 Suak Raya 61 39 100 13 Suak Nie 83 17 100 14 Leuhan 100 0 100 15 Gampa 75 25 100 16 Drien Rampak 100 0 100 17 Suak Sigadeng 100 0 100 18 Kampung Darat 82 18 100 19 Seuneubok 100 0 100 SAMATIGA 20 Suak Timah 94 6 100 21 Cot Darat 94 6 100 22 Cot Pluh 100 0 100 MEUREUBO 23 Pasi Pinang 100 0 100 24 Ujong Drien 100 0 100 25 Meureubo 96 4 100 KAWAY XVI 26 Marek 86 14 100 27 Pasie Jambu 87 13 100 28 Alue Tampak 84 16 100

Tabel Gampong 4 : Status Rumah N = 1.610, Bobot : besar populasi gampong, Filter : - wawancara, jawaban tunggal A5 Apa status kepemilikan rumah yang saat ini ibu tempati? Table 2 NO KELURAHAN MILIK MILIK ORANG KONTRAK LAINNYA TOTAL SENDIRI TUA JOHAN PAHLAWAN 1 Suak Indra Puri 93 0 7 0 100 2 Pasar Aceh 83 7 10 0 100 3 Padang Seurahet 96 4 0 0 100 4 Panggong 66 21 14 0 100 5 Gampong Belakang 83 0 17 0 100 6 Ujung Kalak 87 6 6 0 100 7 Ujung Baroh 77 0 23 0 100 8 Rundeng 83 7 10 0 100 9 Kuta Padang 83 0 17 0 100 10 Suak Ribee 86 10 3 0 100 11 Blang Beurandang 80 17 3 0 100 12 Suak Raya 80 7 13 0 100 13 Suak Nie 93 3 3 0 100 14 Leuhan 89 0 11 0 100 15 Gampa 72 3 24 0 100 16 Drien Rampak 84 0 16 0 100 17 Suak Sigadeng 87 7 7 0 100 18 Kampung Darat 93 7 0 0 100 19 Seuneubok 93 3 3 0 100 SAMATIGA 20 Suak Timah 86 2 4 8 100 21 Cot Darat 94 6 0 0 100 22 Cot Pluh 98 2 0 0 100 MEUREUBO 23 Pasi Pinang 94 6 0 0 100 24 Ujong Drien 70 9 22 0 100 25 Meureubo 93 7 0 0 100 KAWAY XVI 26 Marek 90 6 4 0 100 27 Pasie Jambu 94 4 0 2 100 28 Alue Tampak 80 12 6 2 100

Tabel Gampong 5 : Status Lahan N = 1.610, Bobot : besar populasi gampong, Filter : - wawancara, jawaban tunggal A6 Apa status kepemilikan lahan / tanah yang saat ini ibu tempati? NO KELURAHAN MILIK MILIK ORANG KONTRAK LAINNYA TOTAL SENDIRI TUA JOHAN PAHLAWAN 1 Suak Indra Puri 93 0 7 0 100 2 Pasar Aceh 83 7 10 0 100 3 Padang Seurahet 96 4 0 0 100 4 Panggong 66 21 14 0 100 5 Gampong Belakang 83 0 17 0 100 6 Ujung Kalak 87 6 6 0 100 7 Ujung Baroh 77 0 23 0 100 8 Rundeng 83 7 10 0 100 9 Kuta Padang 83 0 17 0 100 10 Suak Ribee 86 10 3 0 100 11 Blang Beurandang 80 17 3 0 100 12 Suak Raya 80 7 13 0 100 13 Suak Nie 93 3 3 0 100 14 Leuhan 89 0 11 0 100 15 Gampa 72 3 24 0 100 16 Drien Rampak 84 0 16 0 100 17 Suak Sigadeng 87 7 7 0 100 18 Kampung Darat 93 7 0 0 100 19 Seuneubok 93 3 3 0 100 SAMATIGA 20 Suak Timah 86 2 4 8 100 21 Cot Darat 94 6 0 0 100 22 Cot Pluh 98 2 0 0 100 MEUREUBO 23 Pasi Pinang 94 6 0 0 100 24 Ujong Drien 70 9 22 0 100 25 Meureubo 93 7 0 0 100 KAWAY XVI 26 Marek 90 6 4 0 100 27 Pasie Jambu 94 4 0 2 100 28 Alue Tampak 80 12 6 2 100

Tabel Gampong 6 : Sewa Kamar N = 1.610, Bobot : besar populasi gampong, Filter : - wawancara, jawaban tunggal A7 Di rumah ini, apakah ada kamar yang disewakan pada orang lain? Table 3 NO KELURAHAN DISEWAKAN TIDAK TOTAL JOHAN PAHLAWAN 1 Suak Indra Puri 0 100 100 2 Pasar Aceh 0 100 100 3 Padang Seurahet 5 95 100 4 Panggong 0 100 100 5 Gampong Belakang 0 100 100 6 Ujung Kalak 0 100 100 7 Ujung Baroh 0 100 100 8 Rundeng 0 100 100 9 Kuta Padang 0 100 100 10 Suak Ribee 0 100 100 11 Blang Beurandang 0 100 100 12 Suak Raya 0 100 100 13 Suak Nie 0 100 100 14 Leuhan 0 100 100 15 Gampa 0 100 100 16 Drien Rampak 0 100 100 17 Suak Sigadeng 0 100 100 18 Kampung Darat 0 100 100 19 Seuneubok 0 100 100 SAMATIGA 20 Suak Timah 2 98 100 21 Cot Darat 4 96 100 22 Cot Pluh 0 100 100 MEUREUBO 23 Pasi Pinang 4 96 100 24 Ujong Drien 0 100 100 25 Meureubo 0 100 100 KAWAY XVI 26 Marek 2 98 100 27 Pasie Jambu 0 100 100 28 Alue Tampak 0 100 100

4 S 4 SUMBER AIR MINUM Bab ini menyajikan informasi mengenai kondisi akses sumber air untuk minum bagi rumah tangga di Kabupaten Aceh Barat. Ada 2 (dua) aspek yang dielaborasi, yakni 1) Jenis sumber air minum yang digunakan rumah tangga dan 2) Kelangkaan air yang dialami rumah tangga dari sumber itu. Kedua aspek ini memiliki hubungan yang sangat erat dengan tingkat risiko kesehatan bagi anggota di suatu rumah tangga. Sumber-sumber air memiliki tingkat keamanannya tersendiri. Ada jenis-jenis sumber air minum yang secara global dinilai sebagai sumber yang relatif aman. Seperti air ledeng/pdam, sumur bor, sumur gali terlindungi, mata air terlindungi dan air hujan (yang ditangkap, dialirkan dan disimpan secara bersih dan terlindungi). Di lain pihak, terdapat sumber-sumber yang memiliki risiko yang lebih tinggi sebagai media transmisi patogen ke dalam tubuh manusia, di antaranya adalah sumur atau mata air yang tidak terlindungi dan air permukaan, seperti air kolam, sungai, parit ataupun irigasi. Suplai atau kuantitas air pun memegang peranan. Para pakar higinitas global melihat suplai air yang memadai merupakan salah satu faktor yang mengurangi risiko terkena penyakit-penyakit yang berhubungan dengan diare. Sejumlah studi menginformasikan bahwa mereka yang memiliki suplai air yang memadai cenderung memiliki risiko terkena diare yang lebih rendah, karena sumber air yang memadai cenderung memudahkan kegiatan higinitas secara lebih teratur. Dengan demikian, kelangkaan air dapat dimasukkan sebagai salah satu faktor risiko (tidak langsung) bagi terjadinya kesakitankesakitan seperti gejala diare. Pada suplai air minum, studi EHRA mempelajari kelangkaan yang dialami rumah tangga dalam rentang waktu dua minggu terakhir. Kelangkaan diukur dari tidak tersedianya air dari sumber air minum utama rumah tangga atau tidak bisa digunakannya air yang keluar dari sumber air minum utama. Data ini diperoleh dari pengakuan verbal responden. Hasil survei EHRA menunjukkan bahwa di Kabupaten Aceh Barat terdapat 2 (dua) sumber utama air minum, yaitu 1) penjual air isi ulang, dan 2) sumur gali terlindungi. Selain kedua sumber tersebut, proporsinya sangat kecil dan relatif bisa tidak diperhitungkan. Seperti tampak pada diagram dibawah.

4 S 4 SUMBER AIR MINUM Bab ini menyajikan informasi mengenai kondisi akses sumber air untuk minum bagi rumah tangga di Kabupaten Aceh Barat. Ada 2 (dua) aspek yang dielaborasi, yakni 1) Jenis sumber air minum yang digunakan rumah tangga dan 2) Kelangkaan air yang dialami rumah tangga dari sumber itu. Kedua aspek ini memiliki hubungan yang sangat erat dengan tingkat risiko kesehatan bagi anggota di suatu rumah tangga. Sumber-sumber air memiliki tingkat keamanannya tersendiri. Ada jenis-jenis sumber air minum yang secara global dinilai sebagai sumber yang relatif aman. Seperti air ledeng/pdam, sumur bor, sumur gali terlindungi, mata air terlindungi dan air hujan (yang ditangkap, dialirkan dan disimpan secara bersih dan terlindungi). Di lain pihak, terdapat sumber-sumber yang memiliki risiko yang lebih tinggi sebagai media transmisi patogen ke dalam tubuh manusia, di antaranya adalah sumur atau mata air yang tidak terlindungi dan air permukaan, seperti air kolam, sungai, parit ataupun irigasi. Suplai atau kuantitas air pun memegang peranan. Para pakar higinitas global melihat suplai air yang memadai merupakan salah satu faktor yang mengurangi risiko terkena penyakit-penyakit yang berhubungan dengan diare. Sejumlah studi menginformasikan bahwa mereka yang memiliki suplai air yang memadai cenderung memiliki risiko terkena diare yang lebih rendah, karena sumber air yang memadai cenderung memudahkan kegiatan higinitas secara lebih teratur. Dengan demikian, kelangkaan air dapat dimasukkan sebagai salah satu faktor risiko (tidak langsung) bagi terjadinya kesakitankesakitan seperti gejala diare. Pada suplai air minum, studi EHRA mempelajari kelangkaan yang dialami rumah tangga dalam rentang waktu dua minggu terakhir. Kelangkaan diukur dari tidak tersedianya air dari sumber air minum utama rumah tangga atau tidak bisa digunakannya air yang keluar dari sumber air minum utama. Data ini diperoleh dari pengakuan verbal responden. Hasil survei EHRA menunjukkan bahwa di Kabupaten Aceh Barat terdapat 2 (dua) sumber utama air minum, yaitu 1) penjual air isi ulang, dan 2) sumur gali terlindungi. Selain kedua sumber tersebut, proporsinya sangat kecil dan relatif bisa tidak diperhitungkan. Seperti tampak pada diagram dibawah.

Tabel 1 : Sumber Air Minum N = 1.610, Filter : - Bobot besar populasi gampong, wawancara, recoded, jawaban tunggal P01 Untuk keperluan minum, apa sumber air yang paling banyak ibu gunakan? Diagram 1 : Sumber Air Minum - recode N = 1.603, Filter : - Bobot besar populasi gampong, wawancara, recoded, jawaban tunggal P01 Untuk keperluan minum, apa sumber air yang paling banyak ibu gunakan?

Berdasarkan data diatas terkait dengan keamanan sumber air minum, hasil analisis data EHRA menunjukkan bahwa mayoritas atau sekitar 98,5% rumah tangga di Kabupaten Aceh Barat memiliki sumber air minum relatif aman. Pengguna sumber air minum yang relatif tidak aman sekitar 2%. Hal yang lain perlu dipelajari dalam EHRA adalah apakah rumah tangga mengeluarkan dana untuk mendapatkan air minum. Hasilnya, mayoritas rumah tangga di Kabupaten Aceh Barat atau sekitar 55% melaporkan mengeluarkan uang untuk mendapatkan air minum. Sekitar 43% melaporkan sebaliknya, yakni tidak mengeluarkan dana untuk mendapatkan air minum. Data lengkapnya tersaji pada diagram 2 berikut ini. Diagram 2 : Pembayaran N = 1.6010, Filter : - Bobot besar populasi gampong, wawancara, recoded, jawaban tunggal P05 Apakah ibu mengeluarkan uang untuk mendapatkan air untuk minum?

Untuk kasus kelangkaan air, studi menemukan sekitar 4,1% rumah tangga yang mengalami kelangkaan dari sumber air utama dalam dua minggu terakhir. Bila rentang waktu kelangkaan diperpanjang menjadi satu tahun, maka kasus kelangkaan yang dijumpai meningkat menjadi 95,4%. Diagram dibawah menunjukkan informasi tentang kelangkaan air. Diagram 3 : Kelangkaan N = 1.610, Bobot besar populasi gampong, wawancara, recoded, jawaban tunggal P08 Dalam dua minggu terakhir, pernahkah sumber utama air untuk minum (P01) tak menghasilkan air/tak bisa dipakai sama sekali/tidak tersedia selama satu hari satu malam atau lebih? P09 Dalam setahun terakhir, pernahkah sumber utama air untuk minum (P01) tak menghasilkan air/tak bisa dipakai sama sekali/tidak tersedia selama satu hari satu malam atau lebih?

Tabel Gampong 1 : Sumber Air Minum N = 1.603, Filter : - Bobot besar populasi gampong, wawancara, recoded, jawaban tunggal P01 Untuk keperluan air minum, apa sumber air yang paling banyak ibu gunakan?

Table 4 NO KELURAHAN 1 Suak Indra Puri Air Ledeng/ PDAM: sampai di dalam rumah Air Ledeng/ PDAM: sampai di halaman/ gedung Air Ledeng/ PDAM: Umum/ Hidran Air Ledeng / PDAM dari tetangga Sumur bor (pompa tangan, mesin) Sumur gali ter lindungi Sumur gali tidak ter lindungi Mata air tidak ter lindungi Air hujan Penjual air: Isi ulang Penjual air: Isi ulang Penjual air: Kereta/ gerobak Penjual air: Truk Air botol air kemasan Air (sungai / danau/ DAM/ aliran/ kanal/ saluran irigasi) JOHAN PAHLAWAN 17 0 0 0 10 52 10 3 0 0 7 0 0 0 0 2 Pasar Aceh 3 3 0 0 7 17 0 3 0 0 67 0 0 0 0 3 Padang Seurahet 35 0 0 0 0 30 17 0 0 0 17 0 0 0 0 4 Panggong 4 0 0 0 15 26 0 0 0 0 56 0 0 0 0 5 Gampong Belakang 0 0 0 0 0 4 4 0 0 0 93 0 0 0 0 6 Ujung Kalak 8 0 4 0 24 32 0 0 0 0 32 0 0 0 0 7 Ujung Baroh 23 0 0 0 4 0 8 0 0 0 58 8 0 0 0 8 Rundeng 3 0 3 0 3 38 7 0 0 0 41 0 0 0 0 9 Kuta Padang 3 0 3 0 13 33 7 0 3 0 33 0 0 0 0 10 Suak Ribee 7 0 3 21 7 10 3 0 0 28 17 0 3 0 0 11 Blang Beurandang 3 3 7 0 13 30 7 3 0 0 30 0 0 0 3 12 Suak Raya 0 0 0 0 4 11 7 0 0 7 71 0 0 0 0 13 Suak Nie 0 3 0 0 3 7 0 0 0 0 86 0 0 0 0 14 Leuhan 0 0 4 0 11 36 7 0 0 0 43 0 0 0 0 15 Gampa 7 0 0 0 14 0 0 0 0 0 79 0 0 0 0 16 Drien Rampak 17 Suak Sigadeng 18 Kampung Darat 22 0 0 0 19 3 3 0 0 0 44 0 9 0 0 3 0 0 0 17 17 3 0 0 0 60 0 0 0 0 0 0 0 0 20 37 30 0 0 0 13 0 0 0 0 19 Seuneubok 0 0 7 0 0 3 3 0 0 3 79 0 0 3 0 SAMATIGA 20 Suak Timah 0 0 0 0 2 26 4 4 0 0 64 0 0 0 0 21 Cot Darat 0 0 0 0 0 63 2 0 0 0 35 0 0 0 0 22 Cot Pluh 0 0 0 0 0 46 40 6 6 0 2 0 0 0 0 MEUREUBO 23 Pasi Pinang 2 0 2 0 8 16 0 0 0 0 71 0 0 0 0 24 Ujong Drien 2 0 0 0 2 41 14 0 0 0 41 0 0 0 0 25 Meureubo 14 0 0 0 11 41 0 0 0 0 32 0 0 2 0 KAWAY XVI 26 Marek 0 0 0 0 0 52 8 2 0 10 27 0 0 0 0 27 Pasie Jambu 0 0 4 0 8 39 4 0 0 2 39 0 0 2 2 28 Alue Tampak 4 0 0 2 4 57 12 0 0 0 16 0 0 0 4

Tabel Gampong 2 : Sumber Air Minum - recode N = 1.603, Bobot besar populasi gampong, wawancara, recoded, jawaban tunggal P01 Untuk keperluan minum, apa sumber air yang paling banyak ibu gunakan? Tidak Dapat NO KELURAHAN Aman Tidak Aman TOTAL dispesfikkan JOHAN PAHLAWAN 1 Suak Indra Puri 90 10 0 100 2 Pasar Aceh 100 0 0 100 3 Padang Seurahet 83 17 0 100 4 Panggong 100 0 0 100 5 Gampong Belakang 96 4 0 100 6 Ujung Kalak 100 0 0 100 7 Ujung Baroh 85 8 8 100 8 Rundeng 90 7 3 100 9 Kuta Padang 87 10 3 100 10 Suak Ribee 66 31 3 100 11 Blang Beurandang 90 7 3 100 12 Suak Raya 86 14 0 100 13 Suak Nie 100 0 0 100 14 Leuhan 93 7 0 100 15 Gampa 100 0 0 100 16 Drien Rampak 88 3 9 100 17 Suak Sigadeng 97 3 0 100 18 Kampung Darat 70 30 0 100 19 Seuneubok 93 7 0 100 SAMATIGA 20 Suak Timah 96 4 0 100 21 Cot Darat 98 2 0 100 22 Cot Pluh 54 46 0 100 MEUREUBO 23 Pasi Pinang 100 0 0 100 24 Ujong Drien 86 14 0 100 25 Meureubo 100 0 0 100 KAWAY XVI 26 Marek 81 19 0 100 27 Pasie Jambu 92 6 2 100 28 Alue Tampak 84 12 4 100

Tabel Gampong 3 : Kelangkaan N = 1.610, Bobot besar populasi gampong, wawancara, recoded, jawaban tunggal - P08 Dalam dua minggu terakhir, pernahkah sumber utama air untuk minum (P01) tak menghasilkan air/tak bisa dipakai sama sekali/tidak tersedia selama satu hari satu malam atau lebih? - P09 Dalam setahun terakhir, pernahkah sumber utama air untuk minum (P01) tak menghasilkan air/tak bisa dipakai sama sekali/tidak tersedia selama satu hari satu malam atau lebih? NO KELURAHAN JOHAN PAHLAWAN DALAM 2 MINGGU TERAKHIR KELANGKAAN AIR DALAM 2 MINGGU TERAKHIR PERNAH TIDAK PERNAH TIDAK TAHU TOTAL PERNAH TIDAK PERNAH TIDAK TAHU TOTAL 1 Suak Indra Puri 0 100 0 100 0 100 0 100 2 Pasar Aceh 10 90 0 100 7 87 7 100 3 Padang Seurahet 0 100 0 100 0 100 0 100 4 Panggong 0 100 0 100 0 100 0 100 5 Gampong Belakang 0 100 0 100 0 104 0 100 6 Ujung Kalak 7 93 0 100 8 104 0 100 7 Ujung Baroh 35 57 9 100 31 50 8 100 8 Rundeng 0 93 7 100 0 97 3 100 9 Kuta Padang 0 100 0 100 0 100 0 100 10 Suak Ribee 3 93 3 100 0 90 10 100 11 Blang Beurandang 3 86 10 100 0 83 13 100 12 Suak Raya 7 86 7 100 11 86 0 100 13 Suak Nie 3 97 0 100 0 100 0 100 14 Leuhan 0 100 0 100 0 96 0 100 15 Gampa 22 78 0 100 21 76 0 100 16 Drien Rampak 13 88 0 100 13 84 3 100 17 Suak Sigadeng 0 100 0 100 0 77 10 100 18 Kampung Darat 0 100 0 100 0 100 0 100 19 Seuneubok 14 86 0 100 14 86 0 100 SAMATIGA 20 Suak Timah 4 86 8 100 4 88 6 100 21 Cot Darat 8 92 0 100 25 75 0 100 22 Cot Pluh 0 100 0 100 6 94 0 100 MEUREUBO 23 Pasi Pinang 6 92 2 100 6 88 2 100 24 Ujong Drien 2 98 0 100 0 105 0 100 25 Meureubo 0 100 0 100 9 91 0 100 KAWAY XVI 26 Marek 9 87 4 100 15 75 6 100 27 Pasie Jambu 0 96 4 100 2 96 2 100 28 Alue Tampak 0 100 0 100 0 0 0 100

5 CUCI TANGAN PAKAI SABUN Penyakit-penyakit yang berhubungan dengan diare seringkali dipandang sepele. Di beberapa tempat, balita yang terkena diare malah dipandang positif. Katanya, diare adalah tanda akan berkembangnya anak, seperti akan segera bisa berjalan, bertambah tinggi badan, atau tumbuhnya gigi baru di rahangnya. Sejumlah kelompok masyarakat di Aceh menamakannya dengan istilah peu eleih-eleih. Meski tidak dijumpai istilah khusus, sejumlah kelompok masyarakat di Jawa pun mempercayai hal-hal semacam itu (Laporan ESP Formative Research, 2007). Sekitar 40.000 anak Indonesia meninggal setiap tahun akibat diare (Unicef, 2002; dikutip dari facts sheet ISSDP, 2006). Bukan hanya itu, diare juga ikut menyumbang pada angka kematian balita yang disebabkan faktor gizi buruk. Dalam studi global disimpulkan bahwa dari 3,6 juta kematian akibat gizi buruk, sekitar 23% ternyata disebabkan oleh diare (Fishman, dkk., 2004). Diare sebetulnya dapat dicegah dengan cara yang mudah. Sekitar 42-47% risiko terkena diare dapat dicegah bila orang dewasa, khususnya pengasuh anak mencuci tangan pakai sabun pada waktu-waktu yang tepat. Bila dikonversikan, sekitar 1 juta anak dapat diselamatkan hanya dengan mencuci tangan pakai sabun (Curtis & Cairncross, 2003). Mencuci tangan pakai sabun di waktu yang tepat dapat memblok transmisi patogen penyebab diare. Pencemaran tinja/ kotoran manusia (feces) adalah sumber utama dari virus, bakteri, dan patogen lain penyebab diare. Jalur pencemaran yang diketahui sehingga cemaran dapat sampai ke mulut manusia, termasuk balita, adalah melalui 4F (Wagner & Lanoix, 1958) yakni fluids (air), fields (tanah), flies (lalat), dan fingers (jari/tangan). Cuci tangan pakai sabun adalah prevensi cemaran yang sangat efektif dan efisien khususnya untuk memblok transmisi melalui jalur fingers. Waktu-waktu cuci tangan pakai sabun yang perlu dilakukan seorang ibu/pengasuh untuk mengurangi risiko balita terkena penyakit-penyakit yang berhubungan dengan diare mencakup 5 (lima) waktu penting yakni, 1) sesudah buang air besar (BAB), 2) sesudah menceboki pantat anak, 3) sebelum menyantap makanan, 4) sebelum menyuapi anak, dan terakhir adalah 5) sebelum menyiapkan makanan bagi keluarga.

Untuk menelusuri perilaku-perilaku cuci tangan yang dilakukan ibu sehari-harinya, EHRA terlebih dahulu memastikan penggunaan sabun di rumah tangga dengan pertanyaan apakah si Ibu menggunakan sabun hari ini atau kemarin. Jawabannya menentukan kelanjutan pertanyaan berikutnya dalam wawancara. Mereka yang perilakunya didalami oleh EHRA terbatas pada mereka yang menggunakan sabun hari ini atau kemarin. Diagram 1 : Pemakaian Sabun N = 1.610, Bobot besar populasi gampong, wawancara, recoded, jawaban tunggal P11 Apakah Ibu memakai sabun pada hari ini atau kemarin? Studi EHRA menemukan hampir semua rumah tangga di Kabupaten Aceh Barat memiliki akses pada sabun. Rumah tangga yang melaporkan menggunakan sabun pada hari diwawancara atau sehari sebelumnya mencakup sekitar 95% dari populasi. Hanya kurang dari 5% saja yang melaporkan tidak menggunakan sabun pada hari saat diwawancara atau sehari sebelumnya dan ada dibawah 0,5% yang tidak memberikan jawaban.

Diagram 2 : Cuci Tangan Pakai Sabun Ibu dengan Balita N = 605, Filter; P11 = ya, Bobot : besar populasi gampong, wawancara, recoded, jawaban ganda. P12 Bu, mohon diingat-ingat, mulai dari kemarin sampai dengan hari ini, untuk apa saja sabun itu digunakan? P12i Cuci tangan sesudah BAB; P12j Cuci tangan sesudah menceboki anak; P12k Cuci tangan sebelum menyuapi anak; P12l Cuci tangan sebelum menyiapkan makanan; P12m Cuci tangan sebelum makan. Akses terhadap sabun adalah satu hal. Mereka yang memiliki akses tidak serta merta akan memanfaatkan akses itu untuk kepentingan higinitas, khususnya cuci tangan di waktu-waktu penting. Seperti terlihat pada diagram 2, proporsi ibu yang mencuci tangan pakai sabun sebelum makan mencakup sekitar 44,5% dari total populasi. Sekitar 47,4% melaporkan mencuci tangan pakai sabun sesudah BAB dan sekitar 37% melaporkan melakukannya sebelum menyiapkan makanan. Dengan demikian, terlihat bahwa cakupan ibu-ibu yang belum mencuci tangan pakai sabun di waktu-waktu penting masih kurang dari 50%. Belum mencapai separuh ibu-ibu di Kabupaten Aceh Barat yang mempraktikkan cuci tangan pakai sabun sesudah BAB. Angka yang hampir sama dijumpai pada waktu penting lain, yakni sebelum makan. Yang masih jarang adalah di waktu sebelum menyiapkan makanan yakni sekitar seperempat ibu-ibu di Kabupaten Aceh Barat.

Meski merupakan populasi paling penuh risiko, praktik cuci tangan pakai sabun agak berkurang pada kelompok Ibu yang memiliki anak balita (umur di bawah lima tahun), khususnya pada waktu setelah BAB. Di waktu sesudah BAB, proporsi untuk kelompok ibu secara umum adalah sekitar 14%. Hal ini perlu mendapatkan perhatian serius, karena mencuci tangan tidak menggunakan sabun pada saat seteleh menbersihkan kotoran anak adalah peluang menimbulkan berbagai macam resiko penyakit paling tinggi. Pada waktu-waktu lain, proporsi agak lebih rendah. Di waktu sebelum makan, proporsi ibuibu umum adalah 47%. Diagram 3 : Skor Cuci Tangan Pakai Sabun - Umum N = 1.586, Filter; P11 = ya, Bobot : besar populasi gampong, wawancara, recoded, jawaban ganda. P12 Bu, mohon diingat-ingat, mulai dari kemarin sampai dengan hari ini, untuk apa saja sabun itu digunakan? P12i Cuci tangan sesudah BAB; P12l Cuci tangan sebelum menyiapkan makanan; P12m Cuci tangan sebelum makan. Bila dibuatkan skor, maka dalam kelompok ibu-ibu secara umum, mereka yang tidak mencuci tangan pakai sabun sama sekali yakni sekitar 8,7%. Proporsi terbanyak adalah mereka yang tidak melaporkan apakah mereka mencuci tangan pakai sabun atau tidak (59,7%) dan diikuti oleh mereka yang mencuci tangan pakai sabun di lima waktu penting (31,5%).

Diagram 4: Fasilitas Cuci Tangan Pakai Sabun N = 1.610, Filter: -, Bobot: besar populasi gampong, pengamatan, jawaban tunggal datangi jamban/ wc yang paling banyak digunakan anggota rumah tangga amati & catat kondisi jamban / wc. Halangan ibu-ibu untuk mencuci tangan pakai sabun di waktu-waktu penting lebih merupakan faktor non-fisik. Yang dimaksud sebagai faktor non-fisik dapat mencakup pengetahuan, sikap, maupun norma. Data tentang fasilitas cuci tangan yang didapat melalui kegiatan pengamatan (observation) sedikit banyak mengonformasi faktor non-fisik itu. Pengamatan untuk fasilitas cuci tangan pakai sabun difokuskan pada tempat strategis yang terkait erat dengan saat di mana tangan tercemar tinja ataupun patogen dari tinja masuk mulut. Sejumlah ahli higinitas mengemukakan bahwa tempat yang paling strategis adalah di dalam atau di dekat WC atau di dekat tempat makan. Untuk EHRA, tempat cuci tangan yang dipelajari adalah yang berada di dalam atau dekat WC. Di sini fasilitas WC dan sekitarnya harus memiliki sejumlah komponen, yakni 1) air 2) gayung untuk mengalirkan air (khususnya bila rumah tidak memiliki kran untuk mencuci tangan), 3) sabun, dan 4) kain atau handuk kering yang bersih. Terkait dengan ciri-ciri tempat cuci tangan pakai sabun yang strategis, temuan EHRA menujukkan bahwa ketersediaan kain/ handuk yang kering merupakan kekurangan yang paling banyak dijumpai. Hanya sekitar 49,8% WC yang diamati memilikinya. Meski kelihatan sepele, komponen pengering merupakan komponen yang penting, khususnya untuk menjaga agar tangan tidak terkontaminasi kembali oleh patogen penyebab

penyakit-penyakit yang berhubungan dengan diare. Seperti diketahui luas, seringkali seseorang yang telah mencuci tangan pakai sabun justru mengontaminasi kembali tangannya dengan patogen penyebab penyakit ketika dia mengeringkan tangannya pada celana ataupun kain yang kotor. Beberapa fasilitas lain, seperti terbaca pada diagram di atas, proporsinya masih dapat ditingkatkan. Ketersedian air mencakup 57%. Gayung atau alat pengguyur, sekitar 70,5% dan sabun 60,4%.

Tabel Gampong 1: Cuci Tangan Pakai Sabun Umum N = 1.586, Filter: P11 = ya, Bobot: besar populasi gampong, wawancara, jawaban ganda P12 Bu, mohon diingat-ingat, mulai dari kemarin sampai hari ini, untuk apa saja sabun itu digunakan? P12I Cuci tangan: sesudah BAB; P12L Cuci tangan: sebelum menyiapkan makanan; P12M Cuci tangan: sebelum makan. N O KELURAHAN SETELAH BAB CUCI TANGAN PAKE SABUN SETELAH MENCEBOKI ANAK TIDAK TIDAK YA TIDAK TOTAL YA TIDAK MENJAWAB MENJAWAB TOTAL JOHAN PAHLAWAN 1 Suak Indra Puri 100 0 0 100 0 100 0 100 2 Pasar Aceh 100 0 0 100 7 87 7 100 3 Padang Seurahet 100 0 0 100 0 100 0 100 4 Panggong 100 0 0 100 0 100 0 100 5 Gampong Belakang 100 0 0 100 0 100 0 100 6 Ujung Kalak 100 0 0 100 7 93 0 100 7 Ujung Baroh 80 20 0 100 35 57 9 100 8 Rundeng 100 0 0 100 0 97 3 100 9 Kuta Padang 100 0 0 100 0 100 0 100 10 Suak Ribee 100 0 0 100 0 90 10 100 11 Blang Beurandang 100 0 0 100 0 86 14 100 12 Suak Raya 100 0 0 100 11 86 4 100 13 Suak Nie 100 0 0 100 0 100 0 100 14 Leuhan 100 0 0 100 0 100 0 100 15 Gampa 83 17 0 100 21 79 0 100 16 Drien Rampak 53 47 0 100 13 84 3 100 17 Suak Sigadeng 100 0 0 100 0 88 12 100 18 Kampung Darat 100 0 0 100 0 100 0 100 19 Seuneubok 100 0 0 100 14 86 0 100 SAMATIGA 20 Suak Timah 100 0 0 100 4 90 6 100 21 Cot Darat 100 0 0 100 25 75 0 100 22 Cot Pluh 98 2 0 100 6 94 0 100 MEUREUBO 23 Pasi Pinang 58 42 0 100 6 91 2 100 24 Ujong Drien 20 80 0 100 0 100 0 100 25 Meureubo 0 100 0 100 9 91 0 100 KAWAY XVI 26 Marek 100 0 0 100 15 77 9 100 27 Pasie Jambu 96 0 4 100 2 96 2 100

28 Alue Tampak 100 0 0 100 2 94 4 100 Table 5 KELURAHAN JOHAN PAHLAWAN CUCI TANGAN PAKE SABUN SEBEUM MENYIAPKAN SEBELUM MENYUAPI ANAK SEBELUM MAKAN MAKAN TIDAK TIDAK TIDAK YA TIDAK TOTAL YA TIDAK YA TIDAK MENJAWAB MENJAWAB TOTAL MENJAWAB TOTAL Suak Indra Puri 100 0 0 100 100 0 0 100 100 0 0 100 Pasar Aceh 100 0 0 100 100 0 0 100 100 0 0 100 Padang Seurahet 100 0 0 100 100 0 0 100 100 0 0 100 Panggong 100 0 0 100 100 0 0 100 100 0 0 100 Gampong Belakang 100 0 0 100 100 0 0 100 100 0 0 100 Ujung Kalak 100 0 0 100 0 100 0 100 100 0 0 100 Ujung Baroh 0 100 0 100 100 0 0 100 88 13 0 100 Rundeng 100 0 0 100 100 0 0 100 100 0 0 100 Kuta Padang 100 0 0 100 100 0 0 100 100 0 0 100 Suak Ribee 100 0 0 100 100 0 0 100 100 0 0 100 Blang Beurandang 100 0 0 100 100 0 0 100 100 0 0 100 Suak Raya 83 17 0 100 94 6 0 100 100 0 0 100 Suak Nie 100 0 0 100 100 0 0 100 94 6 0 100 Leuhan 0 100 0 100 60 40 0 100 100 0 0 100 Gampa 27 73 0 100 8 92 0 100 85 15 0 100 Drien Rampak 100 0 0 100 100 0 0 100 35 65 0 100 Suak Sigadeng 100 0 0 100 100 0 0 100 100 0 0 100 Kampung Darat 100 0 0 100 100 0 0 100 100 0 0 100 Seuneubok 100 0 0 100 100 0 0 100 100 0 0 100 SAMATIGA Suak Timah 100 0 0 100 100 0 0 100 100 0 0 100 Cot Darat 88 13 0 100 98 2 0 100 100 0 0 100 Cot Pluh 4 96 0 100 13 88 0 100 100 0 0 100 MEUREUBO Pasi Pinang 10 90 0 100 23 77 0 100 31 69 0 100 Ujong Drien 0 100 0 100 0 100 0 100 27 73 0 100 Meureubo 100 0 0 100 100 0 0 100 0 100 0 100 KAWAY XVI Marek 100 0 0 100 100 0 0 100 100 0 0 100 Pasie Jambu 100 0 0 100 100 0 0 100 100 0 0 100 Alue Tampak 59 41 0 100 80 20 0 100 100 0 0 100

6 P 6 PEMBUANGAN SAMPAH Dalam masalah persampahan, EHRA mempelajari sejumlah hal pokok, yakni: 1) cara pembuangan sampah yang utama, 2) frekuensi dan pendapat tentang ketepatan pengangkutan sampah bagi rumah tangga yang menerima layanan pengangkutan sampah, 3) praktik pemilahan sampah, dan 4) penggunaan wadah sampah sementara di rumah. Cara utama pembuangan sampah di tingkat rumah tangga diidentifikasi melalui jawaban verbal yang disampaikan responden. Dalam kuesioner tersedia 22 (dua puluh dua) opsi jawaban. Dua puluh dua opsi itu dapat dikategorikan dalam 4 (empat) kelompok besar, yakni 1) Dikumpulkan di rumah lalu diangkut keluar oleh pihak lain, 2) Dikumpulkan di luar rumah/di tempat bersama lalu diangkut oleh pihak lain, 3) Dibuang di halaman/pekarangan rumah, dan 4) Dibuang ke luar halaman/pekarangan rumah. Di antara empat kelompok itu, cara-cara yang berada di bawah kategori 1 dan 2 atau yang mendapat layanan pengangkutan merupakan cara-cara yang memiliki risiko kesehatan paling rendah. Beberapa literatur menyebutkan bahwa cara pembuangan sampah di lobang sampah khusus, baik di halaman atau di luar rumah, merupakan cara yang aman pula. Namun, dalam konteks wilayah perkotaan, di mana kebanyakan rumah tangga memiliki keterbatasan ruang dan lahan, penerapan cara-cara itu dinilai dapat mendatangkan risiko kesehatan yang cukup besar. Dari sisi layanan pengangkutan, EHRA melihat aspek frekuensi atau kekerapan dan ketepatan waktu dalam pengangkutan. Meskipun sebuah rumah tangga menerima pelayanan, risiko kesehatan tetap tinggi bila frekuensi pengangkutan sampah terjadi lebih lama dari satu minggu sekali. Sementara, ketepatan pengangkutan digunakan untuk menggambarkan seberapa konsisten ketetapan/kesepakatan tentang frekuensi pengangkutan sampah yang berlaku. Di banyak kota di Indonesia, penanganan sampah merupakan masalah yang memprihatinkan. Dalam banyak kasus, beban sampah yang diproduksi rumah tangga ternyata tidak bisa ditangani oleh sistem persampahan yang ada. Untuk mengurangi beban di tingkat kota, banyak pihak mulai melihat pentingnya pengelolaan/pengolahan di tingkat rumah tangga, yakni dengan pemilahan sampah dan pemanfaatan atau penggunaan ulang sampah, misalnya sebagai bahan untuk kompos. Dengan latar belakang semacam ini, EHRA kemudian memasukkan pertanyaan-pertanyaan yang terkait dengan kegiatan pemilahan sampah di tingkat rumah tangga serta melakukan pengamatan yang tertuju pada kegiatan-kegiatan pengomposan. Terakhir, emunerator studi EHRA mengamati wadah penyimpanan sampah di rumah tangga. Wadah yang mengandung risiko kecil adalah wadah yang permanen atau setidaknya terlindungi dari capaian binatang seperti ayam atau anjing. Bak permanen atau keranjang yang tertutup dapat dikategorikan sebagai wadah yang relatif terlindungi dibandingkan dengan kantong plastik yang mudah sobek. Secara rinci tabel di bawah menggambarkan cara-cara utama membuang sampah rumah tangga di Kabupaten Aceh Barat. Dalam tabel di bawah terlihat bahwa yang paling banyak dijumpai adalah rumah tangga yang membuang sampahnya di dalam rumah atau di tempat bersama untuk kemudian diangkut petugas, yakni sebesar 24,8%. Persentase ini terdiri dari pengangkutan oleh petugas pemda/gampong (21,8%), petugas RT/RW (2,7%) dan perusahaan swasta (0,3%). Mengingat tidak semua warga dapat mengidentifikasi asal

petugas pengangkut sampah, untuk selanjutnya tiga cara di atas dikatagorikan kedalam 2 (dua) katagori saja, yakni membuang di rumah dan diangkut oleh petugas. Kelompok kedua yang cukup besar adalah mereka yang membuang sampah ke halaman rumah mereka untuk kemudian dibakar, dikubur atau didiamkan saja. Persentase kelompok ini adalah sebanyak 49,5%. Sementara, mereka yang membuang ke tempat terbuka mencakup sekitar 25,8%, terdiri dari mereka yang membuang ke sungai, kali kecil, selokan dan kolam ikan/tambak. Tabel 1: Cara Pembuangan Sampah N = 1603, Bobot: besar populasi gampong, wawancara, jawaban tunggal P13 Utamanya, bagaimana cara Ibu membuang sampah rumah tangga 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Cara Pembuangan Sampah % Dikumpulkan di rumah, diangkut petugas dari pemerintah / pemda/ kelurahan Dikumpulkan di rumah, diangkut petugas dari masyarakat/ dikelola RT atau RW 12,6 Dikumpulkan di rumah, diangkut petugas dari perusahaan swasta 1,7 Dikumpulkan di sebuah tempat bersama, diangkut petugas dari pemerintah / pemda / kelurahan 2,9 Dikumpulkan di sebuah tempat bersama, diangkut petugas dari masyarakat / dikelola RT atau RW Dikumpulkan disebuah tempat bersama, diangkut petugas dari perusahaan swasta Dibuang di halaman rumah: ke dalam lubang lalu dikubur 6,4 Dibuang di halaman rumah: ke dalam lubang lalu dibakar 34,5 Dibuang di halaman rumah: ke dalam lubang dan didiamkan Dibuang di halaman rumah: Tidak ada lubang / ditumpuk & didiamkan Dibuang di halaman rumah: tidak ada lubang / ditumpuk lalu dibakar 20,6 12 Dibuang dihalaman rumah, ke kolong rumah 0,4 Dibuang di luar halaman rumah: ke tempat pembuatan 13 sampah (TPS Resmi) /Depo 1,0 14 Dibuang di luar halaman rumah: ke lubang sampah / tempat pembuangan 0,7 15 Dibuang ke luar halaman rumah: ke sungai 1,9 Dibuang ke luar halaman rumah: ke kali/ sungai kecil 0,6 16 17 Dibuang di luar halaman rumah: ke selokan/ parit 0,5 Dibuang di luar halaman rumah: ke lubang galian/ kolam 18 ikan/ tambak 0,7 19 Dibuang di luar halaman rumah: ke ruang terbuka 1,7 20 Dibuang di luar halaman rumah: tidak tahu dimana 0,3 21 Langsung dibakar 5,3 22 Langsung dikubur 0,5 23 Lainnya (sebutkan) 0,4 0,9 0,7 1,5 2,4 1,4

Total 100,0 Data tabel 1 (Cara Pembuangan Sampah) memang kurang bermakna dalam memberikan gambaran mengenai tingkat risiko kesehatan lingkungan yang dihadapi oleh masyarakat. Seperti telah disampaikan sebelumnya, penanganan sampah yang aman adalah di mana rumah tangga mendapat layanan pengangkutan yang memadai. Untuk kepentingan identifikasi tingkat risiko kesehatan lingkungan, rincian cara pembuangan di atas kemudian disederhanakan utamanya berdasarkan dua kategori besar, yakni 1) penerima layanan sampah dan 2) non penerima layanan sampah. Diagram 1: Penerima Layanan N = 1603, Bobot: besar populasi gampong, wawancara, jawaban tunggal P13 Utamanya, bagaimana cara Ibu membuang sampah rumah tangga Terkait dengan penerimaan layanan pengangkutan sampah, diagram di atas menunjukkan bahwa sekitar 21,4% dari total rumah tangga di Kabupaten Aceh Barat mengakui menerima layanan pengangkutan. Sementara, sekitar 78,1% melaporkan belum menerima layanan pengangkutan dan sebesar 0,5% tidak memberikan komentarnya. Bagi yang mendapatkan layanan, maka frekuensi pengangkutan yang diterima adalah pengangkutan setiap hari 7,2%. Sekitar 9,2 % rumah tangga melaporkan sampahnya diangkut beberapa kali dalam seminggu. Sekitar 1,2% rumah tangga melaporkan sampahnya diangkut sekali dalam seminggu. Sekitar 1,0% yang menerima layanan beberapa kali dalam sebulan dan setiap bulan sekitar 0,4%. Sisanya rumah tangga yang lain dan maypritas yaitu 79,4% yang tidak tahu seberapa sering sampah diangkut oleh petugas. Standar minimum dalam indikator-indikator global tentang layanan angkutan sampah rumah tangga adalah seminggu sekali. Dengan demikian, maka kebanyakan rumah tangga di Kabupaten Aceh Barat yang menerima layanan pengangkutan sampah sebetulnya dapat dikategorikan telah mendapat layanan yang memadai. Hanya sedikit yang belum mendapatkan layanan yang memadai dalam hal frekuensi pengangkutan.

Diagram 2: Frekuensi Pengangkutan N = 1610, Filter: P13 = 11-23, Bobot: besar populasi gampong, wawancara, jawaban tunggal P14 Seberapa sering sampah diangkut? NO Pelayanan Frequency Percent 1 Setiap hari 71 7,2 Beberapa kali dalam seminggu 2 98 9,9 3 Sekali dalam seminggu 12 1,2 4 Beberapa kali dalam sebulan 10 1,0 5 Setiap bulan 4 0,4 6 Lainnya (catat) 9 0,9 7 Tidak tahu 786 79,4 Total 990 100,0 Bila rumah tangga diminta menilai layanan pengangkutan dalam sebulan terakhir, maka seperti tampak pada diagram di bawah, kebanyakan menilainya cukup positif. Sekitar 48,0% menilai layanan yang mereka terima selalu tepat waktu atau kebanyakan tepat waktu sekitar 18 %. Diagram 3: Ketepatan Waktu Pengangkutan N = 1610, Filter: P13 = 11-23, Bobot per gampong, wawancara, jawaban tunggal P15 Dari pengalaman Ibu, dalam sebulan terakhir, apakah sampah diangkut tepat waktu?

Sementara, seperti terlihat dalam diagram terdahulu, proporsi rumah tangga yang melaporkan dengan nada kurang puas juga terlihat cukup banyak. Sekitar 18,8% dari total rumah tangga menilai layanan pengangkutan sampah yang mereka terima dalam sebulan terakhir kadang tepat waktu kadang tidak. Sekitar 6% bahkan menilainya sering atau selalu terlambat dan selebihnya tidak tahu sekitar 12%. Diagram 4: Pemilahan Sampah 1 N = 1610, Bobot: besar populasi gampong, wawancara, jawaban tunggal P19 Apakah Ibu memisah-misah sampah sebelum dibuang

Seperti diketahui secara luas, rumah tangga sebetulnya dapat ikut berperan dalam mengurangi volume sampah dengan berbagai cara. Contoh yang cukup populer adalah dengan melakukan pemilahan dan memanfaatkan kembali atau mengolah sampah-sampah tertentu. Terkait dengan ini, EHRA mencoba mengetahui praktik pemilahan sampah pada rumah tangga di Kabupaten Aceh Barat. Kajian EHRA memperoleh gambaran bahwa hanya sekitar 4% dari total rumah tangga melakukan pemilahan sampah dan mayoritasnya sebesar 96% menyatakan tidak pernah memilah sampah.

Secara umum dapat dikatakan bahwa proporsi ini masih sedikit untuk membantu pengurangan volume sampah kota. Dengan kata lain, masih banyak kerja yang diperlukan untuk mengajak warga berpartisipasi dalam pengelolaan sampah di tingkat rumah tangga. Masih sedikitnya rumah tangga di Kabupaten Aceh Barat yang berpartisipasi dalam pengelolaan sampah di tingkat rumah tangga juga terpantau selama pengamatan di rumah. Seperti terbaca pada diagram di bawah hanya sekitar 2,5% rumah tangga di Kabupaten Aceh Barat yang diamati tengah membuat kompos dari sampah basahnya. Dengan kata lain, mayoritas rumah tangga di Kabupaten Aceh Barat masih membuang sampah rumah tangga begitu saja tanpa mempertimbangkan potensi-potensi ekonomi dengan memanfaatkan kembali sampah, misalnya sebagai bahan kompos yang dapat digunakan sebagai pupuk tanaman. Diagram 6: Pemilahan Sampah N = 1610, Bobot: besar populasi gampong, wawancara, jawaban tunggal M23 Terlihat sampah dibuat kompos? Diagram selanjutnya menggambarkan kebersihan rumah tangga dan lingkungannya dari keberadaan sampah. Seperti yang dapat disimak, hanya sekitar 12,1% rumah tangga yang dijumpai memiliki sampah berserakan dirumahnya. Sekitar 36,3% dilaporkan memiliki sampah berserakan di lingkungan pekarangan. Sementara, sekitar 51,7% dilaporkan memiliki sampah berserakan di depan pekarangan rumahnya. Diagram 7: Kebersihan N = 1610, Bobot: besar populasi gampong, pengamatan, jawaban tunggal M20A Sampah berserakan di dalam rumah M20B Sampah berserakan di pekaranan rumah M20C Sampah berserakan di depan pekarangan rumah

Pola yang semacam ini tentu tidak mengagetkan mengingat ini sangat konsisten dengan temuan-temuan sebelumnya yang umumnya menggambarkan bahwa dibandingkan dengan pekarangan atau di luar pekarangan, kebersihan di dalam rumah lebih diutamakan oleh warga. Diagram 8 : Wadah Sampah N = 1603, Bobot: besar populasi gampong, pengamatan, jawaban ganda; M21A Pengumpulan sampah: kantong plastik-di dalam pekarangan rumah; M21B Pengumpulan sampah: kantong plastik-di gantung di pagar; M21C Pengumpulan sampah: kantong plastik-di tumpuk di luar rumah; M21D Pengumpulan sampah: keranjang-di dalam rumah; M21E Pengumpulan sampah: keranjang-di pekarangan rumah M21F Pengumpulan sampah: keranjang-di luar rumah; M21G Pengumpulan sampah: bak permanentertutup; M21H Pengumpulan sampah: bak permanen-terbuka; M21I Pengumpulan sampah: lobang M21J Pengumpulan sampah: ditumpuk saja tanpa wadah Diagram di atas menyajikan informasi tentang wadah sementara yang digunakan rumah tangga untuk menyimpan sampah. Secara umum, rumah tangga yang mewadahi sampahnya secara kurang aman terlihat cukup banyak, semisal penggunaan kantong plastik (38,7%) yang terdiri, 1) kantong plastik ditumpuk di luar rumah, kantong plastik di dalam pekarangan rumah dan di gantung dipagar. Dari opsi-opsi yang ada, wadah sampah berupa bak permanen yang tertutup merupakan yang paling aman. Namun, di Kabupaten Aceh Barat, proporsinya masih sedikit, yakni hanya sekitar 17,3%.

Tabel Gampong 1: Cara Pembuangan Sampah N = 1610, Bobot: besar populasi gampong, wawancara, jawaban tunggal P13 Utamanya, bagaimana cara ibu membuang sampah rumah tangga Perlakuan Suak Indra Puri Nama Kelurahan Pasar Padang Pang Aceh Seurahet gong Gampong Belakang Dikumpulkan di rumah, diangkut petugas dari pemerintah / pemda/ kelurahan 10 50 26 24 41 16 Dikumpulkan di rumah, diangkut petugas dari masyarakat/ dikelola RT atau RW 0 0 0 0 0 0 Dikumpulkan di rumah, diangkut petugas dari perusahaan swasta 0 0 0 0 0 0 Dikumpulkan di sebuah tempat bersama, diangkut petugas dari pemerintah / pemda / kelurahan 10 3 0 0 3 3 Dikumpulkan di sebuah tempat bersama, diangkut petugas dari masyarakat / dikelola RT atau RW 0 0 0 0 0 0 Dikumpulkan disebuah tempat bersama, diangkut petugas dari perusahaan swasta 0 0 0 0 0 0 Dibuang di halaman rumah: ke dalam lubang lalu dikubur 33 3 0 0 3 0 Dibuang di halaman rumah: ke dalam lubang lalu dibakar 40 27 30 10 24 13 Dibuang di halaman rumah: ke dalam lubang dan didiamkan 3 0 4 0 0 0 Dibuang di halaman rumah: Tidak ada lubang / ditumpuk & didiamkan 0 0 0 7 3 3 Dibuang di halaman rumah: tidak ada lubang / ditumpuk lalu dibakar 0 3 26 41 24 55 Dibuang dihalaman rumah, ke kolong rumah 0 0 0 0 0 0 Dibuang di luar halaman rumah: ke tempat pembuatan sampah (TPS Resmi) /Depo 3 0 0 0 0 0 Dibuang di luar halaman rumah: ke lubang sampah / tempat pembuangan 0 0 4 3 0 3 Dibuang ke luar halaman rumah: ke sungai 0 0 0 0 0 6 Dibuang ke luar halaman rumah: ke kali/ sungai kecil 0 0 0 0 0 0 Dibuang di luar halaman rumah: ke selokan/ parit 0 0 0 3 0 0 Dibuang di luar halaman rumah: ke lubang galian/ kolam ikan/ tambak 0 0 0 7 0 0 Dibuang di luar halaman rumah: ke ruang terbuka 0 13 0 0 0 0 Dibuang di luar halaman rumah: tidak tahu dimana 0 0 0 0 0 0 Langsung dibakar 0 0 4 3 0 0 Langsung dikubur 0 0 4 0 0 0 Lainnya (sebutkan) 0 0 0 0 0 0 Ujung Kalak TOTAL 100 100 100 100 100 100

Perlakuan Ujung Baroh Rundeng Nama Kelurahan Kuta Suak Padang Ribee Blang Berandang Dikumpulkan di rumah, diangkut petugas dari pemerintah / pemda/ kelurahan 0 21 3 14 0 36 Dikumpulkan di rumah, diangkut petugas dari masyarakat/ dikelola RT atau RW 0 0 0 17 10 0 Dikumpulkan di rumah, diangkut petugas dari perusahaan swasta 4 0 0 0 0 0 Dikumpulkan di sebuah tempat bersama, diangkut petugas dari pemerintah / pemda / kelurahan 0 14 23 3 0 11 Dikumpulkan di sebuah tempat bersama, diangkut petugas dari masyarakat / dikelola RT atau RW 0 0 0 0 0 0 Dikumpulkan disebuah tempat bersama, diangkut petugas dari perusahaan swasta 0 0 0 0 0 0 Dibuang di halaman rumah: ke dalam lubang lalu dikubur 0 21 23 3 7 11 Dibuang di halaman rumah: ke dalam lubang lalu dibakar 15 25 37 24 30 21 Dibuang di halaman rumah: ke dalam lubang dan didiamkan 4 4 7 31 0 0 Dibuang di halaman rumah: Tidak ada lubang / ditumpuk & didiamkan 0 4 0 0 0 0 Dibuang di halaman rumah: tidak ada lubang / ditumpuk lalu dibakar 23 0 0 0 27 14 Dibuang dihalaman rumah, ke kolong rumah 0 0 0 0 0 0 Dibuang di luar halaman rumah: ke tempat pembuatan sampah (TPS Resmi) /Depo 0 4 7 0 0 0 Dibuang di luar halaman rumah: ke lubang sampah / tempat pembuangan 0 0 0 0 7 0 Dibuang ke luar halaman rumah: ke sungai 15 0 0 0 3 0 Dibuang ke luar halaman rumah: ke kali/ sungai kecil 0 0 0 0 7 0 Dibuang di luar halaman rumah: ke selokan/ parit 0 4 0 0 0 0 Dibuang di luar halaman rumah: ke lubang galian/ kolam ikan/ tambak 0 0 0 3 0 0 Dibuang di luar halaman rumah: ke ruang terbuka 4 4 0 0 3 0 Dibuang di luar halaman rumah: tidak tahu dimana 4 0 0 3 3 0 Langsung dibakar 31 0 0 0 3 4 Langsung dikubur 0 0 0 0 0 0 Lainnya (sebutkan) 0 0 0 0 0 4 TOTAL 100 100 100 100 100 100 Suak Raya

Perlakuan Suak Nie Leuh an Gam pa Nama Kelurahan Drien Suak Kampung Seuneu Rampak Sigadeng Darat bok Dikumpulkan di rumah, diangkut petugas dari pemerintah / pemda/ kelurahan 41 21 10 56 13 7 24 Dikumpulkan di rumah, diangkut petugas dari masyarakat/ dikelola RT atau RW 0 0 0 3 0 0 0 Dikumpulkan di rumah, diangkut petugas dari perusahaan swasta 0 0 7 13 0 0 0 Dikumpulkan di sebuah tempat bersama, diangkut petugas dari pemerintah / pemda / kelurahan 7 0 7 0 7 0 0 Dikumpulkan di sebuah tempat bersama, diangkut petugas dari masyarakat / dikelola RT atau RW 0 0 0 0 0 0 0 Dikumpulkan disebuah tempat bersama, diangkut petugas dari perusahaan swasta 0 0 3 0 0 0 0 Dibuang di halaman rumah: ke dalam lubang lalu dikubur 7 18 0 0 0 3 14 Dibuang di halaman rumah: ke dalam lubang lalu dibakar 31 39 21 9 43 27 14 Dibuang di halaman rumah: ke dalam lubang dan didiamkan 0 7 3 0 7 0 3 Dibuang di halaman rumah: Tidak ada lubang / ditumpuk & didiamkan 0 0 0 0 0 0 0 Dibuang di halaman rumah: tidak ada lubang / ditumpuk lalu dibakar 3 7 0 13 10 47 45 Dibuang dihalaman rumah, ke kolong rumah 0 0 0 0 0 0 0 Dibuang di luar halaman rumah: ke tempat pembuatan sampah (TPS Resmi) /Depo 0 0 0 0 0 0 0 Dibuang di luar halaman rumah: ke lubang sampah / tempat pembuangan 0 0 0 0 0 3 0 Dibuang ke luar halaman rumah: ke sungai 0 0 0 0 13 0 0 Dibuang ke luar halaman rumah: ke kali/ sungai kecil 0 4 0 0 0 7 0 Dibuang di luar halaman rumah: ke selokan/ parit 0 0 0 0 0 0 0 Dibuang di luar halaman rumah: ke lubang galian/ kolam ikan/ tambak 3 0 0 3 0 0 0 Dibuang di luar halaman rumah: ke ruang terbuka 0 4 7 3 7 0 0 Dibuang di luar halaman rumah: tidak tahu dimana 0 0 0 0 0 0 0 Langsung dibakar 7 0 41 0 0 3 0 Langsung dikubur 0 0 0 0 0 3 0 Lainnya (sebutkan) 0 0 0 0 0 0 0 TOTAL 100 100 100 100 100 100 100

Perlakuan Dikumpulkan di rumah, diangkut petugas dari pemerintah / pemda/ kelurahan Dikumpulkan di rumah, diangkut petugas dari masyarakat/ dikelola RT atau RW Dikumpulkan di rumah, diangkut petugas dari perusahaan swasta Dikumpulkan di sebuah tempat bersama, diangkut petugas dari pemerintah / pemda / Dikumpulkan di sebuah tempat bersama, diangkut petugas dari masyarakat / dikelola RT atau Dikumpulkan disebuah tempat bersama, diangkut petugas dari perusahaan swasta Dibuang di halaman rumah: ke dalam lubang lalu dikubur Dibuang di halaman rumah: ke dalam lubang lalu dibakar Dibuang di halaman rumah: ke dalam lubang dan didiamkan Dibuang di halaman rumah: Tidak ada lubang / ditumpuk Dibuang di halaman rumah: tidak ada lubang / ditumpuk lalu Dibuang dihalaman rumah, ke kolong rumah Dibuang di luar halaman rumah: ke tempat pembuatan sampah (TPS Resmi) /Depo Dibuang di luar halaman rumah: ke lubang sampah / tempat pembuangan Dibuang ke luar halaman rumah: ke sungai Dibuang ke luar halaman rumah: ke kali/ sungai kecil Dibuang di luar halaman rumah: ke selokan/ parit Dibuang di luar halaman rumah: ke lubang galian/ kolam ikan/ tambak Dibuang di luar halaman rumah: ke ruang terbuka Dibuang di luar halaman rumah: tidak tahu dimana Suak Timah SAMATIGA MEUREUBO KAWAY XVI Cot Darat Cot Pluh Pasi Pinang Ujong Meureubo( Drien %) Marek Pasie Jambu Alue Tampak 0 0 0 2 0 0 4 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 22 0 0 0 0 0 0 0 2 0 0 0 0 0 0 0 0 12 0 0 0 2 0 0 0 0 0 30 0 0 0 0 2 6 2 10 2 0 15 4 0 14 88 52 51 9 89 46 27 46 0 0 0 0 0 0 4 2 0 2 0 0 8 0 5 0 0 4 64 0 40 6 4 0 17 37 44 2 0 6 0 0 0 0 0 0 2 4 0 0 7 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 2 0 0 0 0 7 6 2 0 0 0 0 0 0 0 0 2 0 0 0 0 4 0 0 2 0 0 2 0 0 0 0 0 2 0 0 2 0 0 0 0 0 0 4 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 Langsung dibakar 8 2 0 0 22 0 2 16 2 Langsung dikubur 0 0 0 0 4 0 0 2 0 Lainnya (sebutkan) 0 0 0 4 0 0 2 0 0 TOTAL 100 100 100 100 100 100 100 100 100

Tabel Gampong 2: Penerima Layanan N = 1603, Bobot: besar populasi gampong, wawancara, jawaban tunggal P13 Utamanya, bagaimana cara Ibu membuang sampah rumah tangga Pelayanan Menerima Pelayanan Tidak Menerima Pelayanan Suak Pasar Indra Aceh Puri Padang Seurahet Kec. Johan Pahlawan Panggong Nama Kelurahan Gampong Belakang Ujung Kalak Ujung Baroh Rundeng Kuta Padang 23 53 26 24 45 19 4 39 33 77 47 74 76 55 81 96 61 67 Pelayanan Menerima Pelayanan Tidak Menerima Pelayanan Suak Ribee Blang Berandang Suak Raya Kec. Johan Pahlawan Suak Nie Nama Kelurahan Leuhan Gampa Drien Rampak Suak Sigadeng Suak Ribee 34 10 46 48 21 28 72 20 34 66 90 54 52 79 72 28 80 66 Kecamatan Samatiga, Meureubo dan Kaway XVI SAMATIGA MEUREUBO KAWAY XVI Pelayanan Cot Pasi Ujong Pasie Alue Suak Cot Meureubo Marek Darat Pinang Drien Jambu Tampak Timah Pluh Menerima Pelayanan 24 2 4 0 16 59 0 4 2 Tidak Menerima Pelayanan 76 98 96 100 84 41 100 96 98

7 K 7 KONDISI JALAN DI DEPAN RUMAH Bagian ini adalah laporan pengamatan emunerator pada kondisi jalan di depan rumah yang mereka kunjungi. Ada tiga aspek yang diamati atau diukur, yakni 1) lebar jalan, 2) kondisi permukaan jalan, dan 3) apakah terdapat genangan air di dekat rumah atau tidak. Lebar jalan merupakan salah satu indikator tidak langsung untuk status ekonomi rumah tangga. Rumah tangga yang terletak di ruas jalan yang lebar, mempunyai keleluasaan untuk dimasuki mobil, umumnya memiliki kondisi ekonomi yang lebih tinggi dibandingkan rumah-rumah yang berada di lorong-lorong sempit. Seperti umum diketahui, lebar jalan di depan rumah adalah salah satu penentu nilai ekonomi. Selain indikator tidak langsung dari status ekonomi rumah tangga, lebar jalan pun menjadi masukan yang perlu dipertimbangkan untuk menentukan model teknologi dan proses konstruksi fasilitas sanitasi. Lebar jalan juga merupakan salah satu indikator tidak langsung kepadatan penduduk di sebuah wilayah. Terkait dengan risiko kesehatan lingkungan, telah diketahui luas bahwa mereka yang tinggal di perumahan padat, misalnya di lorong-lorong sempit, akan memiliki risiko kesehatan lingkungan yang lebih besar daripada mereka yang tinggal di lingkungan yang kurang padat. Penyakit-penyakit seperti TBC dan Influenza adalah contoh penyakit-penyakit yang mudah menyebar di antara warga yang tinggal di rumah-rumah padat dan berdempetan. Dalam studi EHRA, lebar jalan diukur dengan menggunakan langkah kaki emunerator di mana satu langkah kaki dikonversikan menjadi setengah (1/2) meter.

Yang dimaksud dengan kondisi permukaan jalan adalah apakah jalan di depan rumah dilapisi dengan suatu bahan atau tidak. Pelapisan jalan dapat dilakukan dengan pengaspalan, penyemenan, pemasangan paving block dan lain-lain. Yang dimaksud dengan tidak dilapisi adalah jalan yang dibiarkan hanya sekedar tanah saja. Pelapisan yang memadai dapat mencegah munculnya genangan air yang menjadi salah satu sumber penularan berbagai penyakit bersumber binatang, misalnya Leptosperosis yang ditularkan melalui genangan air yang mengandung kencing tikus. Dalam EHRA, emunerator mengamati apakah jalan dilapisi atau tidak. Namun, yang perlu digarisbawahi di sini adalah bahwa pengamatan hanya dilakukan di depan rumah yang terpilih saja. Jadi, angka yang didapatkan dalam analisis menunjukkan proporsi rumah yang memiliki jalan yang dilapisi ataupun tidak, sama sekali tidak menunjukkan panjang jalan di sebuah kota yang telah dilapisi ataupun tidak. Objek pengamatan ketiga adalah ada atau tidaknya genangan air di jalan didepan rumah terpilih. Dibandingkan dengan kondisi permukaan jalan, indikator ini merupakan faktor risiko yang lebih dekat untuk terjadinya penyakit bersumber binatang. Untuk mengidentifikasi faktor risiko ini, emunerator diminta untuk berdiri didepan rumah dan melihat kurang lebih sejauh sepuluh meter dari rumah yang tengah dikunjunginya. Untuk lebar jalan, EHRA menjumpai bahwa mayoritas rumah di Kabupaten Aceh Barat berada di depan jalan yang lebarnya antara 2 sampai dengan 10 meter. Hasil pengukuran emunerator menunjukkan bahwa cakupannya adalah sekitar 85% dari total rumah atau lebih setengah dari rumah tangga di Kabupaten Aceh Barat. Yang kedua adalah rumah yang terletak di jalan berlebar antara 10 meter atau lebih dengan cakupan sekitar 14%. Yang ketiga adalah rumah yang terletak di jalan yang lebarnya lebih kecil atau sama dengan 1 meter, dengan cakupan sekitar 1%. Rincian dapat disimak pada diagram di bawah. Diagram 1: Lebar Jalan Depan Rumah N = 1610, Bobot: besar populasi gampong, pengamatan, jawaban tunggal M24 Ukur lebar jalan/gang/lorong di depan rumah

Ket: 1 = Lebar Jalan kurang dari 1 meter 2 = Lebar Jalan antara 2-10 meter 3 = lebarj jalan lebih besar dari 10 meter Aspek lain yang diamati dari jalan adalah apakah jalan itu dilapisi atau tidak. Berdasarkan pengamatan emunerator-emunerator di Kabupaten Aceh Barat, sekitar 74% rumah tangga memiliki jalan di depan rumah yang dilapisi, umumnya dengan aspal. Sedangkan sisanya atau 24,9% rumah tangga saja yang jalan didepan rumahnya adalah tanah atau belum dilapisi. Diagram di halaman berikut menggambarkan lebih rinci.

Diagram 2: Lapisan Jalan Depan Rumah N = 1610, Bobot: besar populasi gampong, pengamatan, jawaban tunggal M25 Lihat kondisi jalan Diagram 3: Genangan Air N = 1610, Bobot: besar populasi gampong, pengamatan, jawaban tunggal M19 Dalam jarak sekitar 10 m dari rumah, apakah terlihat genangan air?

Pengamatan emunerator terhadap lingkungan rumah menemukan bahwa sekitar 20% rumah tangga di Kabupaten Aceh Barat memiliki lingkungan yang terdapat genangan air. Seperti dapat dibaca pada diagram di atas, sekitar 80% rumah tangga dijumpai tidak memiliki genangan air di sekitar 10 m dari rumahnya. Di sini, secara umum dapat digambarkan bahwa risiko lingkungan akibat genangan air dilingkungan rumah tangga di Kabupaten Aceh Barat dapat dikategorikan rendah. Tabel Gampong 1: Lebar Jalan Depan Rumah N = 1610, Bobot: besar populasi gampong, pengamatan, jawaban tunggal; M24 Ukur lebar jalan/gang/lorong di depan rumah KELURAHAN Lebar Jalan <1 meter Lebar Jalan 2-10 meter Lebar Jalan >10 meter TOTAL NO JOHAN PAHLAWAN 1 Suak Indra Puri 0 60 40 100 2 Pasar Aceh 0 93 7 100 3 Padang Seurahet 5 90 5 100 4 Panggong 0 88 12 100 5 Gampong Belakang 7 59 33 100 6 Ujung Kalak 0 91 9 100 7 Ujung Baroh 0 100 0 100 8 Rundeng 0 61 39 100 9 Kuta Padang 0 50 50 100 10 Suak Ribee 13 75 13 100 11 Blang Beurandang 0 78 22 100 12 Suak Raya 0 85 15 100 13 Suak Nie 0 93 7 100 14 Leuhan 0 69 31 100 15 Gampa 0 100 0 100 16 Drien Rampak 3 88 9 100 17 Suak Sigadeng 0 100 0 100 18 Kampung Darat 10 76 14 100 19 Seuneubok 0 83 17 100 SAMATIGA 20 Suak Timah 0 98 2 100 21 Cot Darat 0 100 0 100 22 Cot Pluh 0 100 0 100 MEUREUBO 23 Pasi Pinang 0 64 36 100 24 Ujong Drien 0 44 56 100 25 Meureubo 0 85 15 100 KAWAY XVI 26 Marek 5 90 5 100 27 Pasie Jambu 2 98 0 100 28 Alue Tampak 3 92 5 100

Tabel Gampong 2: Lapisan Jalan Depan Rumah N = 1610, Bobot: besar populasi gampong, pengamatan, jawaban tunggal M25 Lihat kondisi jalan NO KELURAHAN kondisi Jalan Tanah Diaspal Lainnya TOTAL JOHAN PAHLAWAN 1 Suak Indra Puri 3 97 0 100 2 Pasar Aceh 17 83 0 100 3 Padang Seurahet 35 65 0 100 4 Panggong 4 96 0 100 5 Gampong Belakang 14 86 0 100 6 Ujung Kalak 13 87 0 100 7 Ujung Baroh 46 54 0 100 8 Rundeng 11 89 0 100 9 Kuta Padang 3 97 0 100 10 Suak Ribee 7 93 0 100 11 Blang Beurandang 14 86 0 100 12 Suak Raya 30 70 0 100 13 Suak Nie 14 86 0 100 14 Leuhan 7 93 0 100 15 Gampa 39 61 0 100 16 Drien Rampak 31 69 0 100 17 Suak Sigadeng 27 73 0 100 18 Kampung Darat 56 44 0 100 19 Seuneubok 24 76 0 100 SAMATIGA 20 Suak Timah 4 96 0 100 21 Cot Darat 19 81 0 100 22 Cot Pluh 2 98 0 100 MEUREUBO 23 Pasi Pinang 35 65 0 100 24 Ujong Drien 43 57 0 100 25 Meureubo 2 93 5 100 KAWAY XVI 26 Marek 72 28 0 100 27 Pasie Jambu 61 39 0 100 28 Alue Tampak 44 53 2 100

Tabel Gampong 3: Genangan Air N = 1610, Bobot: besar populasi gampong, pengamatan, jawaban tunggal M19 Dalam jarak sekitar 10 m dari rumah, apakah terlihat genangan air? NO KELURAHAN kondisi Jalan Tanah Diaspal TOTAL JOHAN PAHLAWAN 1 Suak Indra Puri 41 59 100 2 Pasar Aceh 47 53 100 3 Padang Seurahet 13 87 100 4 Panggong 42 58 100 5 Gampong Belakang 14 86 100 6 Ujung Kalak 35 65 100 7 Ujung Baroh 35 65 100 8 Rundeng 18 82 100 9 Kuta Padang 21 79 100 10 Suak Ribee 14 86 100 11 Blang Beurandang 31 69 100 12 Suak Raya 4 96 100 13 Suak Nie 14 86 100 14 Leuhan 27 73 100 15 Gampa 25 75 100 16 Drien Rampak 19 81 100 17 Suak Sigadeng 57 43 100 18 Kampung Darat 14 86 100 19 Seuneubok 17 83 100 SAMATIGA 20 Suak Timah 9 91 100 21 Cot Darat 10 90 100 22 Cot Pluh 4 96 100 MEUREUBO 23 Pasi Pinang 29 71 100 24 Ujong Drien 0 100 100 25 Meureubo 7 93 100 KAWAY XVI 26 Marek 32 68 100 27 Pasie Jambu 27 73 100 28 Alue Tampak 12 88 100

8 J 8 JAMBAN DAN BAB Kebiasaan BAB (buang air besar) di tempat yang tidak memadai adalah salah satu faktor risiko menurunnya status kesehatan masyarakat. Selain mencemari tanah (field), praktik semacam itu dapat mencemari sumber air minum warga. Yang dimaksud dengan tempat yang tidak memadai bukan hanya tempat BAB di ruang terbuka, seperti di sungai/kali/got/kebun, tetapi juga penggunaan sarana jamban di rumah yang mungkin dianggap nyaman, namun sarana penampungan dan pengolahan tinjanya tidak memadai, misalnya yang tidak kedap air dan berjarak terlalu dekat dengan sumber air minum. Bagian ini memaparkan fasilitas sanitasi rumah tangga beserta beberapa perilaku yang terkait dengannya. Fasilitas sanitasi difokuskan pada fasilitas buang air besar (BAB) yang mencakup jenis jamban yang tersedia, penggunaan, pemeliharaan dan kondisinya. Untuk jenis jamban, EHRA membaginya ke dalam 3 (tiga) katagori besar, yakni jamban siram/leher angsa, jamban/non siram/tanpa leher angsa, dan tak ada fasilitas jamban. Pilihan-pilihan pada dua katagori pertama kemudian dispesifikasikan pembuangan khusus (sewerage), tangki septik, cubluk, lobang galian, sungai/kali/parit/got. Sementara, katagori ketiga, ruang terbuka, pilihannya mencakup sungai, kali, parit atau got. Karena informasi tentang jenis jamban rumah tangga didapatkan melalui wawancara, maka terbuka kemungkinan munculnya salah persepsi tentang jenis yang dimiliki, khususnya bila dikaitkan dengan sarana pengolahan. Warga seringkali mengklaim bahwa yang dimiliki adalah tangki septik. Padahal yang dimaksud adalah tangki yang tidak kedap air atau cubluk, yang isinya dapat merembes ke tanah. Karenanya EHRA juga mengajukan sejumlah pertanyaan konfirmasi yang dapat mengindikasikan status keamanan tangki septik yang dimiliki rumah tangga. Pertanyaan-pertanyaan yang dimaksud antara lain, Apakah tangki septik itu pernah dikosongkan?, Kapan tangki septik dikosongkan?, dan Sudah berapa lama tangki septik itu dibangun? Lebih jauh tentang kondisi jamban, studi EHRA melakukan sejumlah pengamatan pada bangunan jamban/wc yang ada di rumah tangga. Ada sejumlah aspek/fasilitas yang diamati oleh emunerator, misalnya ketersediaan air, sabun, alat pengguyur atau gayung, dan handuk. Emunerator yang berpartisipasi dalam survai EHRA juga mengamati aspek-aspek yang terkait dengan kebersihan jamban dengan melihat apakah ada tinja menempel atau tidak? Selain itu, emunerator juga mengamati apakah ada lalat beterbangan di jamban atau sekitarnya dan hal lain, seperti apakah ada pembalut perempuan? Terakhir, bab ini pun memaparkan informasi tentang jumlah pengguna jamban yang mengindikasikan besarnya beban yang ditanggung oleh fasilitas sanitasi rumah tangga.

Tabel 1 : Tempat BAB N = 976, Filter: - Bobot: besar populasi gampong, wawancara, jawaban tunggal P34 Maaf bu, boleh tahu di mana terakhir kali ibu BAB? Perilaku BAB Frequency Percent Jamban siram/ leher angsa salurkan ke pipa 98 9,9 pembuangan / sewerage Jamban siram/ leher angsa salurkan ke septik tank 714 71,2 Jamban siram/ leher angsa salurkan ke cubluk / jumbleng 15 1,5 Jamban siram/ leher angsa salurkan ke lobang galian 19 1,9 Jamban siram/ leher angsa salurkan ke sungai/ kali/ parit / got 66 6,7 Jamban siram/leher angsa salurkan ke kolam 9 0,9 Jamban siram/leher angsa salurkan ke tidak tahu kemana Jamban non siram/ tanpa leher angsa ke lobang galian Jamban non siram / tanpa leher angsa ke sungai/kali/parit / got 3 0,3 20 2,0 7 0,7 Tidak ada fasilitas: Di sungai/ got / parit / irigasi 28 2,8 Tidak ada fasilitas: Lapangan, semak 12 1,2 Tidak ada fasilitas: Kantong plastik 2 0,2 Di fasilitas jamban umum 3 0,3 Lainnya (catat) 12 0,12 Total 976 98,6 Survai EHRA menemukan fasilitas BAB di Kabupaten Aceh Barat yang paling umum dilaporkan oleh rumah tangga adalah jamban siram/leher angsa yang disalurkan ke tangki septik. Proporsinya adalah sekitar 71,2% (tempat terakhir kali BAB). Sementara, proporsi rumah tangga yang membuang tinja langsung ke ruang terbuka mencakup sekitar 17,1%, yang terdiri dari 1) Jamban siram disalurkan ke sungai/kali/parit atau kolam (6,48%), 2) Jamban nonsiram yang disalurkan ke sungai/kali/parit (2%), 3) Tidak ada fasilitas : di sungai/got/parit/irigasi (2,8%), 4) tidak ada fasilitas: lapangan/ semak (1,2%), dan 5) lainnya 0,17%. Dari hasil wawancara diperoleh sekitar 69,8% rumah tangga di Kabupaten Aceh Barat yang melaporkan menggunakan tangki septik. Namun, data yang didasarkan pada laporan verbal ini tidak memberi petunjuk tentang kualitas atau keamanan tangki septik yang digunakan rumah tangga. Untuk melihat apakah yang dilaporkan sebagai tangki septik adalah benar tangki septik. EHRA kemudian menindaklanjuti dengan pertanyaan: Apakah tangki septik itu pernah dikosongkan?; Kapan tangki septik dikosongkan?; dan Sudah berapa lama tangki septik itu dibangun? Secara mudah klaim tangki septik diragukan atau dicurigai keliru bila tangki septik dibangun lebih dari lima tahun lalu namun belum pernah dikuras atau dikosongkan sekalipun. Bila pernah dikosongkan, EHRA berpendapat bahwa klaim responden itu benar.

Secara visual proses mengidentifikasi kasus suspek (dicurigai) tangki septik ataupun cubluk/bukan tangki septik adalah sebagai berikut : Dasar mengidentifikasi suspek tangki septik atau cubluk dalam studi EHRA menggunakan rentang waktu pengurasan atau pengosongan tinja di tangki septik. Untuk ukuran dan teknologi tangki septik yang paling umum, tangki septik perlu dikosongkan atau dikuras paling tidak sekali dalam setiap 5 tahun. Bila dalam kurun waktu 5 tahun tangki septik belum pernah dikuras atau dikosongkan, maka dicurigai bahwa yang diklaim responden sebagai tangki septik sebetulnya adalah cubluk. Bila diringkas maka kriterianya adalah sebagai berikut : Diagram 1 : Kualitas Tangki Septik 2 - Indikatif N = 1610, Filter: - bertahap berdasarkan urutan pertanyaan-pertanyaan yang digunakan. Bobot : besar populasi gampong, wawancara, jawaban tunggal; P34 Maaf bu, boleh tahu di mana terakhir kali ibu BAB? P27 Kapan tangki septik/septik tank/tangki limbah BAB itu dibangun; P28 Pernahkah tangki septik/septik tank/tangki limbah BAB itu di kosongkan/disedot; P29 Kapan terakhir kali tangki septik/septik tank/tangki limbah BAB itu dikosongkan/disedot. Melaporkan menggunakan tangki septik (71,2%) N=1610 Dibangun kurang dari 2 thn lalu (11,4%) atau antara 2-5 thn lalu (34%) Dibangun lebih dari 5 thn lalu (25,8%) N=763 Tidak bisa dispesifikasika n Tidak pernah dikosongkan (54,7%) Pernah dikosongkan (19,2%) N=760 Suspek cubluk N=199 Dikosongkan 2 thn lalu (12,4%) Dikosongkan 2-5 thn lalu (3,5%) Dikosongkan 5 thn lalu (2,3%) Suspek tangki septik Suspek tangki septik Suspek cubluk Kriteria suspek aman adalah sbb., 1. Dibangun kurang dari lima tahun lalu 2. Dibangun lebih dari lima tahun lalu dan pernah dikuras/ dikosongkan kurang dari lima tahun lalu Kriteria suspek tidak aman adalah sbb., 1. Dibangun lebih dari lima tahun lalu dan tidak pernah dikuras 2. Dibangun lebih dari lima tahun lalu dan pernah dikuras lebih dari lima tahun lalu Sebagaimana tersaji pada diagram di atas, dari sekitar 71,2% yang melaporkan menggunakan jamban siram ke tangki septik, sekitar 25,8% melaporkan tangki septiknya dibangun lebih dari 5 tahun lalu. Dari sejumlah itu sekitar 54,7% melaporkan bahwa tangki septiknya belum pernah dikosongkan sama sekali sehingga mengindikasikan bahwa yang mereka digunakan bukan tangki septik melainkan cubluk atau tangki yang tidak kedap udara alias merembes ke luar tangki.

Dari sekitar 199 rumah tangga yang melaporkan pernah mengosongkan tangki septik, sekitar 2,3% melaporkan mengosongkannya lebih dari 5 tahun lalu. Kasus yang masuk dalam 2,3% ini pun dapat diindikasikan sebagai suspek cubluk. Sebaliknya, rumah tangga yang masuk kategori pernah mengosongkan 2 tahun lalu atau antara 2 5 tahun lalu dikategorikan sebagai kasus suspek aman. Diagram 2 : Kualitas Tangki Septik 2 - Indikatif N = 378, Filter: - bertahap berdasarkan urutan pertanyaan-pertanyaan yang digunakan. Bobot : besar populasi gampong, wawancara, jawaban tunggal; P34 Maaf bu, boleh tahu di mana terakhir kali ibu BAB? P27 Kapan tangki septik/septik tank/tangki limbah BAB itu dibangun; P28 pernahkah tangki septik/septik tank/tangki limbah BAB itu di kosongkan/disedot; P29 Kapan terakhir kali tangki septik/septik tank/tangki limbah BAB itu dikosongkan/disedot. Dari penelusuran menggunakan rentang waktu pengosongan diperoleh bahwa dari 1146 rumah tangga di Kabupaten Aceh Barat yang melaporkan memiliki akses pada tangki septik yang suspek aman sekitar 45,4%, yang menggunakan cubluk atau tangki septik yang tidak kedap (suspek tidak aman) sebesar 25,8%. Sekitar 28,8% tidak bisa dispesifikasi apakah menggunakan tangki septik atau cubluk. Selain cemaran akibat tangki septik yang tidak aman, risiko lingkungan juga dapat diakibatkan oleh pembuangan isi tinja yang tidak tepat, seperti membuang kotoran ke sungai atau lahan di rumah yang tidak diolah lebih lanjut. Sebelum melihat tempat-tempat pembuangan tinja yang telah dikumpulkan di tangki septik, EHRA terlebih dahulu mengidentifikasi cara pengurasan/pengosongan tangki septik. Seperti dapat dilihat pada diagram di bawah, dari mereka yang melaporkan pernah mengosongkan tangki septik, mayoritas meminta jasa layanan pengosongan sedot tangki/truk tinja, yakni sekitar 90,4%. Sementara, proporsi yang melaporkan menyuruh tukang untuk melakukannya, yakni sebesar 2,7%. Sementara rumah tangga yang mengosongkan sendiri tangki septiknya hanya sebesar 0,4%. Diagram 3 : Cara Pengosongan Tangki Septik N = 378, Filter: - bertahap berdasarkan urutan pertanyaan-pertanyaan yang digunakan. Bobot : besar populasi gampong, wawancara, jawaban tunggal; P34 Maaf bu, boleh tahu di mana terakhir kali ibu BAB? P28 Pernahkah tangki septik/septik tank/tangki limbah BAB itu di kosongkan/disedot; P32 Terakhir kali, siapa yang mengosongkan/mengambil keluar isi septik tank?

Diagram 4 : Tempat Pembuangan Isi Tangki Septik N = 141, Filter: - bertahap berdasarkan urutan pertanyaan-pertanyaan yang digunakan. Bobot : besar populasi gampong, wawancara, jawaban tunggal; P34 Maaf bu, boleh tahu di mana terakhir kali ibu BAB? P28 Pernahkah tangki septik/septik tank/tangki limbah BAB itu di kosongkan/disedot? P32 Terakhir kali, siapa yang mengosongkan/mengambil keluar isi septik tank? P33 Terakhir kali, kemana isi itu dibuang?

Hal lain yang dipelajari EHRA adalah tempat pembuangan isi tangki septik. Pada umumnya mereka yang menggunakan truk sedot tinja tidak ditanya tentang tempat pembuangan tinja dengan asumsi bahwa mereka sulit mengetahui ke mana truk itu pergi dan membuang/mengolah tinja hasil sedotannya. Tetapi ada juga sebagian dari responden yang menyatakan sekitar 46% melaporkan isi tangki septik ke sungai/kali/parit/got, tidak dapat diidentifikasikan dalam studi ini apakah yang dimaksud tersebut adalah truk sedot tinja yang membuang isi septic tank ke sungai/kali/parit/got atau bukan. Sisanya sekitar 54% temuan lain juga mengkhawatirkan, ketika responden menjawab tidak tahu. Diagram 5 : Waktu ke Jamban N = 1610, Filter: - selain P34 = 31, 41, 42, 43, Bobot : besar populasi gampong, wawancara, jawaban tunggal; P34 Maaf bu, boleh tahu di mana terakhir kali ibu BAB? P39 Berapa lama yang dibutuhkan untuk jalan dari rumah ke jamban dan kembali lagi? Berikan jawaban dalam menit jamban pribadi atau umum Ket: Katagori 1 = 1-5 Langkah Katagori 2 = 6-10 Langkah Katagori 3 = 11-20 Langkah Katagori 4 = 12 300 Langkah Hal lain yang dipelajari adalah waktu yang dibutuhkan untuk pergi ke WC. Kebanyakan rumah tangga memiliki WC di dalam. Sekitar 78% rumah tangga tidak perlu waktu karena WC berada di dalam rumahnya sendiri. Sekitar 17 % membutuhkan hanya 1 2 menit (6-10 langkah) untuk pergi ke WC. Sementara, sekitar 4,0% melaporkan membutuhkan waktu antara 3-5 menit atau lebih (10-20 langkah). Selebihnya sekitar 1% yang melaporkan membutuhkan waktu lebih dari 5 menit ke fasilitas BAB mereka.

Diagram 6 : Kebersihan Jamban N = 1401, Filter: Bobot : besar populasi gampong, wawancara, jawaban tunggal; M04 Datangi jamban/wc yang paling banyak digunakan anggota rumah tangga, amati & catat kondisi jamban/wc. a. Ada tinja di dalam/di dinding jamban? b. Ada pembalut perempuan di sekitar jamban? c. Ada lalat di sekitar jamban? Terkait dengan kondisi kebersihan fasilitas WC di rumah, apapun jenis WC-nya, tenaga survai EHRA masih menjumpai WC yang terlihat kotor. Dari pengamatan emunerator, sekitar 10,0% terlihat terdapat lalat beterbangan, sekitar 7,8% WC yang terlihat memiliki tinja di dalam/dinding jamban, dan sekitar 7,5% terlihat ada pembalut perempuan di dalamnya. Diagram 7 : Jumlah Pengguna WC N = 1610, Filter: Bobot : besar populasi gampong, wawancara, jawaban tunggal; P38 Berapa banyak orang yang menggunakan jamban / WC yang ibu pakai? Ket: Kategori 1 = Jumlah pemakai 1-5 orang