BAB IV HASIL SIMULASI DAN ANALISIS

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Modulation. Channel. Demodulation. Gambar 1.1. Diagram Kotak Sistem Komunikasi Digital [1].

BAB II DASAR TEORI 2.1. Turbo Coding

Analisis Nilai Bit Error Rate pada Turbo Convolutional Coding dan Turbo Block Coding

BAB IV HASIL SIMULASI DAN ANALISISNYA

BAB III PEMODELAN MIMO OFDM DENGAN AMC

ANALISIS UNJUK KERJA CODED OFDM MENGGUNAKAN KODE CONVOLUTIONAL PADA KANAL AWGN DAN RAYLEIGH FADING

BAB III PEMODELAN SISTEM

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1. Pemancar dan Penerima Sistem MC-CDMA [1].

BAB III PERANCANGAN SISTEM DAN SIMULASI

Bit Error Rate pada Sistem MIMO MC-CDMA dengan Teknik Alamouti-STBC

ANALISIS UNJUK KERJA TEKNIK MIMO STBC PADA SISTEM ORTHOGONAL FREQUENCY DIVISION MULTIPLEXING

Implementasi Encoder dan decoder Hamming pada TMS320C6416T

Perancangan Dan Simulasi Punctured Convolutional Encoder Dan Viterbi Decoder Dengan Code Rate 2/3 Menggunakan Raspberry Pi

Gambar 1.1 Pertumbuhan global pelanggan mobile dan wireline [1].

ABSTRAK. sebesar 0,7 db.

BAB I PENDAHULUAN. 1 Latar Belakang

OPTIMASI LINTAS LAPISAN PADA KOOPERATIF DI DALAM GEDUNG

BAB IV HASIL SIMULASI DAN ANALISA

SANDI PROTEKSI GALAT YANG TIDAK SAMA SECARA SERIAL BERDASARKAN MODULASI TRELLIS TERSANDI DENGAN KONSTELASI SINYAL ASK

Simulasi Dan Analisis Pengaruh Kecepatan Pengguna Terhadap Kualitas Layanan Data Dengan Menggunakan Encoder Turbo Code Pada Sistem CDMA EV-DO Rev A

BAB IV PEMODELAN SIMULASI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Analisis Kinerja Convolutional Coding dengan Viterbi Decoding pada Kanal Rayleigh Tipe Frequency Non-Selective Fading

Implementasi dan Evaluasi Kinerja Kode Konvolusi pada Modulasi Quadrature Phase Shift Keying (QPSK) Menggunakan WARP

Bab I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Sistem radio digital (Digital Audio Broadcasting, DAB, sekarang ini lazim

BAB III PEMODELAN SISTEM

KOREKSI KESALAHAN PADA SISTEM DVB-T MENGGUNAKAN KODE REED-SOLOMON

Analisa Kinerja Kode Konvolusi pada Sistem Successive Interference Cancellation Multiuser Detection CDMA Dengan Modulasi QPSK Berbasis Perangkat Lunak

SIMULASI LOW DENSITY PARITY CHECK (LDPC) DENGAN STANDAR DVB-T2. Yusuf Kurniawan 1 Idham Hafizh 2. Abstrak

BAB IV HASIL DAN ANALISIS

Perbandingan rate kode konvolusi dan aplikasinya pada cdma

Visualisasi dan Analisa Kinerja Kode Konvolusi Pada Sistem MC-CDMA Dengan Modulasi QAM Berbasis Perangkat Lunak

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN

Gambar 1. Blok SIC Detektor untuk Pengguna ke-1 [4]

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI HALAMAN PERSEMBAHAN KATA PENGANTAR DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL

III. METODE PENELITIAN

Analisa Kinerja Alamouti-STBC pada MC CDMA dengan Modulasi QPSK Berbasis Perangkat Lunak

ANALISA KINERJA OFDM MENGGUNAKAN TEKNIK PENGKODEAN HAMMING

PEDOMAN PENGGUNAAN SIMULATOR PENYANDIAN DAN PENGAWASANDIAN SISTEM KOMUNIKASI BERBASIS PERANGKAT LUNAK VISUAL C#

BAB 3 PERANCANGAN SISTEM

Simulasi MIMO-OFDM Pada Sistem Wireless LAN. Warta Qudri /

EVALUASI KINERJA CONVOLUTIONAL CODING RATE ½

ANALISIS KINERJA TEKNIK DIFFERENTIAL SPACE-TIME BLOCK CODED PADA SISTEM KOMUNIKASI KOOPERATIF

BAB I PENDAHULUAN. Tuntutan kebutuhan manusia untuk dapat berkomunikasi di segala tempat,

Analisa Kinerja Kode Konvolusi pada Sistem Successive Interference Cancellation Multiuser Detection CDMA Dengan Modulasi QPSK Berbasis Perangkat Lunak

Perancangan dan Pengujian Desain Sinkronisasi Waktu dan Frekuensi

ANALISIS KINERJA MOBILE SATELLITE SERVICE (MSS) PADA FREKUENSI L-BAND DI INDONESIA

Analisis Penerapan Teknik AMC dan AMS untuk Peningkatan Kapasitas Kanal Sistem MIMO-SOFDMA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV HASIL SIMULASI DAN ANALISIS

ANALISIS KINERJA SISTEM KOOPERATIF BERBASIS MC-CDMA PADA KANAL RAYLEIGH MOBILE DENGAN DELAY DAN DOPPLER SPREAD

TUGAS AKHIR ANALISA PERFORMANSI PENGKODEAN REED SOLOMON DAN KONVOLUSIONAL PADA SINYAL VIDEO DI KANAL ADDITIVE WHITE GAUSSIAN NOISE (AWGN)

ANALISA KINERJA SISTEM KOOPERATIF BERBASIS MC- CDMA PADA KANAL RAYLEIGH MOBILE DENGAN DELAY DAN DOPPLER SPREAD

PERBANDINGAN BIT ERROR RATE KODE REED-SOLOMON DENGAN KODE BOSE-CHAUDHURI-HOCQUENGHEM MENGGUNAKAN MODULASI 32-FSK

Perancangan MMSE Equalizer dengan Modulasi QAM Berbasis Perangkat Lunak

2. Teori Penunjang Latar Belakang LDPC LDPC pertama kali ditemukan oleh Galagher pada 1960 dan hampir tidak dianggap. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Spread Spectrum (FHSS) pada

ANALISIS RICIAN FADING PADA TRANSMISI SINYAL DVB-T TUGAS AKHIR

Analisa Kinerja Kode Konvolusi pada Sistem Successive Interference Cancellation Multiuser Detection CDMA dengan Modulasi QAM Berbasis Perangkat Lunak

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 LATAR BELAKANG

BAB III Perencanaan Jaringan VSAT Pada Bank Mandiri dengan CDMA

BAB 3 MEKANISME PENGKODEAAN CONCATENATED VITERBI/REED-SOLOMON DAN TURBO

SIMULASI PENGIRIMAN DAN PENERIMAAN INFORMASI MENGGUNAKAN KODE BCH

Analisis Nilai Bit Error Rate pada Sistem MIMO MC-CDMA. dengan Teknik Alamouti-STBC. Oleh Sekar Harlen NIM:

ANALISIS UNJUK KERJA EKUALIZER KANAL ADAPTIF DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITMA SATO

Introduction to spread spectrum (SS) Alfin Hikmaturokhman,MT

ABSTRAK (1) Dimana : Gambar 1. Blok SIC Detektor untuk Pengguna ke-1 [4] Sinyal yang diterima berdasarkan gambar 1. dapat ditulis:

BAB III PERANCANGAN MODEL KANAL DAN SIMULASI POWER CONTROL DENGAN MENGGUNAKAN DIVERSITAS ANTENA

BAB I PENDAHULUAN. Seluruh mata rantai broadcasting saat ini mulai dari proses produksi

Analisis Unjuk Kerja Convolutional Code pada Sistem MIMO MC-DSSS Melalui Kanal Rayleigh Fading

BAB 4 HASIL UJI COBA DAN ANALISIS

BAB III MODEL SISTEM MIMO OFDM DENGAN SPATIAL MULTIPLEXING

TUGAS AKHIR ANALISA KENDALI DAYA TERHADAP LAJU KESALAHAN BIT PADA SISTEM CDMA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV HASIL SIMULASI DAN ANALISIS

Kata Kunci: ZF-VBLAST dan VBLAST-LLSE.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

ANALISIS KINERJA OSTBC (Orthogonal Space Time Block Code) DENGAN RATE ½ DAN ¾ MENGGUNAKAN 4 DAN 3 ANTENA MODULASI M-PSK BERBASIS PERANGKAT LUNAK

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bab II Landasan teori

ANALISA KINERJA ESTMASI KANAL DENGAN INVERS MATRIK PADA SISTEM MIMO. Kukuh Nugroho 1.

Ayu Rosyida Zain 1, Yoedy Moegiharto 2. Kampus ITS, Surabaya

TEKNIK TRANSMISI DIGITAL FAKULTAS TEKNIK ELEKTRO

Evaluasi Kompleksitas Pendekodean MAP pada Kode BCH Berdasarkan Trellis Terbagi

Kampus ITS, Surabaya


Pertemuan 7 Deteksi Koheren dan Deteksi non-koheren Sinyal Bandpass

ANALISIS UNJUK KERJA EKUALIZER KANAL ADAPTIF DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITMA SATO

Analisis Kinerja Modulasi M-PSK Menggunakan Least Means Square (LMS) Adaptive Equalizer pada Kanal Flat Fading

TTG3B3 - Sistem Komunikasi 2 Linear Block Code

PENGARUH ERROR SINKRONISASI TRANSMISI PADA KINERJA BER SISTEM MIMO KOOPERATIF

ANALISIS KINERJA MODULASI ASK PADA KANAL ADDITIVE WHITE GAUSSIAN NOISE (AWGN)

PERBANDINGAN KINERJA KODE REED-SOLOMON

Visualisasi dan Analisa Kinerja Kode Konvolusi Pada Sistem MC-CDMA Dengan Modulasi QPSK Berbasis Perangkat Lunak

BAB I PENDAHULUAN. 1.2 Tujuan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Kata kunci : Spread spectrum, MIMO, kode penebar. vii

ANALISIS UNJUK KERJA REED SOLOMON DAN CONVOLUTIONAL CODING PADA KOMBINASI SISTEM MULTIPLE INPUT MULTIPLE OUTPUT MULTI CARRIER SPREAD SPECTRUM

Transkripsi:

BAB IV HASIL SIMULASI DAN ANALISIS Simulasi ini bertujuan untuk meneliti Turbo Coding dalam hal Bit Error Rate (). Pada bagian ini akan ditunjukkan pengaruh jumlah shift register, interleaver, jumlah iterasi yang dilakukan, efek puncturing serta kanal yang dilewati. Hasil simulasi ditampilkan dalam bentuk grafik sebagai fungsi Eb/No untuk masing-masing hal yang diteliti. 4.1. Hasil Simulasi Turbo Convolutional, Turbo Block dan Turbo Gabungan 4.1.1. Simulasi Berdasarkan Parameter RSC (Jumlah Shift Register) Simulasi ini dilakukan untuk melihat pengaruh jumlah shift register terhadap kinerja sistem Turbo Convolutional. Jumlah shift register yang digunakan adalah 2 dan 3 blok. Gambar 4.1 menunjukkan kinerja sistem Turbo Convolutional pada kanal AWGN tanpa puncturing pada iterasi ke-8 dengan jumlah bit yang ditransmisikan adalah 132 bit. Terlihat bahwa jumlah shift register yang semakin banyak mempengaruhi kinerja sistem. Kode RSC dengan jumlah shift register 3 mempunyai kinerja yang lebih baik dibandingkan dengan kode RSC dengan jumlah shift register 2. Hal ini langsung terlihat saat Eb/No bernilai 1 db. RSC 3 blok delay (shift register) bernilai 0,0034 sedangkan RSC 2 blok delay bernilai 0,0133. Pada Gambar 4.1 dapat dilihat bahwa kedua kode RSC hanya memiliki nilai saat Eb/No bernilai 1 db dan untuk Eb/No lebih besar dari 1 db nilainya adalah 0. Pada simulasi ini, sumbu y yang digunakan adalah logaritma maka Matlab tidak dapat menggambar untuk Eb/No lebih besar dari 1 db tersebut. 45

46 10-1 PARAMETER PADA KODE RSC RSC 2 BLOK RSC 3 BLOK 1 1.1 1.2 1.3 1.4 1.5 1.6 1.7 1.8 Gambar 4.1. Grafik Kinerja Turbo Convolutional Berdasarkan Parameter pada Kode RSC. 4.1.2. Simulasi Berdasarkan Parameter BCH (Jumlah Shift Register) Simulasi ini dilakukan untuk melihat pengaruh jumlah shift register terhadap kinerja sistem Turbo Block. Jumlah shift register yang digunakan adalah 3 dan 4 blok. Dari Gambar 4.2 dapat dilihat bahwa kinerja Turbo Block dipengaruhi oleh jumlah blok shift register yang terdapat dalam sistem. Untuk BCH (7,4) yang memiliki 3 blok shift register, saat Eb/No bernilai 1 db nilai yang diperoleh sebesar 0,0333 sedangkan BCH (15,11) yang memiliki 4 blok shift register memiliki nilai sebesar 0,0420. Kinerja sistem Turbo Block Coding semakin maksimal saat nilai Eb/No dinaikkan. Nilai BCH (15,11) mengalami penurunan lebih besar dibandingkan BCH (7,4) saat Eb/No dinaikkan dari 2 menjadi 3 db yaitu sebesar 0,0189.

47 BCH (15,11) memiliki kinerja yang lebih baik. Hal ini disebabkan oleh semakin banyaknya jumlah blok delay maka jumlah parity bit juga semakin meningkat. Selain itu, ketelitian saat melakukan MAP pada pengawasandi dipengaruhi oleh diagram Trellis setiap kode BCH. Semakin banyak jumlah shift register yang digunakan, maka jumlah state dalam diagram Trellis semakin banyak yaitu 2 memory. Sehingga kemungkinan sistem untuk mendapatkan nilai yang rendah sangat besar. 10-1 PARAMETER PADA KODE BCH BCH (7,4) BCH (15,11) 10-4 Gambar 4.2. Grafik Kinerja Turbo Block Berdasarkan Parameter pada Kode BCH. 4.1.3. Simulasi Berdasarkan Interleaver yang Digunakan Interleaver berfungsi untuk mengubah urutan data dengan aturan tertentu. Dalam simulasi ini diterapkan 3 macam ukuran baris dan kolom matriks interleaver yang berbeda. Dengan ukuran interleaver yang berbeda, Turbo Block memiliki nilai yang berbeda.

48 Semakin besar kolom matriks interleaver maka nilai yang diperoleh semakin baik. Sebaliknya, jika kolom matriks interleaver semakin kecil maka nilai akan meningkat dan kinerja sistem menurun. Hal ini ditunjukkan oleh matriks interleaver dengan ukuran 33 x 4, karena ukuran kolomnya yang paling kecil diantara ketiga interleaver yaitu 4, kinerja Turbo Block menurun. Hal ini dikarenakan bit yang berurutan ketika di interleaving terlalu dekat jarak pemisahannya sehingga jika terjadi burst error maka pada penerima burst error masih terkumpul (tidak tersebar) sehingga bila terjadi kesalahan sulit dideteksi. Gambar 4.3 menunjukkan kinerja sistem Turbo Block berdasarkan interleaver yang digunakan 10-1 EFEK INTERLEAVER () 11 x 12 22 x 6 33 x 4 10-4 Gambar 4.3. Grafik Kinerja Turbo Block Berdasarkan Interleaver yang Digunakan.

49 Untuk Turbo Convolutional dan Turbo Gabungan, ukuran interleaver juga mempunyai pengaruh yang sama seperti pada Turbo Block. Matriks interleaver dengan ukuran 33 x 4 menyebabkan kinerja sistem Turbo Convolutional maupun Turbo Gabungan menurun sedangkan matriks interleaver dengan ukuran 11 x 12 memiliki kinerja paling baik. Gambar 4.4 dan Gambar 4.5 menunjukkan kinerja sistem Turbo Convolutional dan Turbo Gabungan berdasarkan interleaver yang digunakan 10-1 EFEK INTERLEAVER (TURBO CONVOLUTIONAL) 11 x 12 22 x 6 33 x 4 1 1.05 1.1 1.15 1.2 1.25 1.3 1.35 1.4 Gambar 4.4. Grafik Kinerja Turbo Convolutional Berdasarkan Interleaver yang Digunakan.

50 10-1 EFEK INTERLEAVER () 11 x 12 22 x 6 33 x 4 1 1.5 2 2.5 Gambar 4.5. Grafik Kinerja Turbo Gabungan Berdasarkan Interleaver yang Digunakan. 4.2. Hasil Simulasi Perbandingan Ketiga Sistem Turbo 4.2.1. Simulasi Berdasarkan Iterasi yang Dilakukan Dari Gambar 4.6 sampai Gambar 4.10 dapat dilihat penurunan nilai berdasarkan iterasi yang dilakukan. Semakin banyak iterasi yang dilakukan maka semakin kecil nilai yang dihasilkan. Dari gambar tersebut terlihat bahwa setelah iterasi ke-8 hanya terjadi sedikit penurunan nilai bahkan untuk Turbo Block tidak terjadi penurunan nilai. Dalam grafik dibandingkan kinerja dari ketiga sistem. Dapat dilihat dari iterasi pertama sampai yang terakhir, sistem yang paling baik adalah Turbo Convolutional diikuti oleh Turbo Gabungan dan Turbo Block. Dari simulasi tersebut, diketahui bahwa sistem Turbo bekerja maksimal saat nilai Eb/No semakin besar. Turbo Gabungan

51 memiliki nilai yang lebih kecil dari Turbo Block. Hal ini disebabkan oleh komponen kode yang digunakan oleh Turbo Gabungan terdiri dari satu kode BCH dan satu kode RSC. Turbo Gabungan mendapat keuntungan dari kinerja RSC yang baik sehingga bisa mengungguli kinerja Turbo Block yang hanya terdiri dari dua komponen kode BCH. Sebagai contoh pada Gambar 4.9 saat iterasi ke-8, ketika Eb/No bernilai 2 db Turbo Block memiliki nilai yang lebih besar dibandingkan sistem yang lain yaitu 0,0155 sedangkan Turbo Gabungan bernilai 0,0102 bahkan nilai Turbo Convolutional bernilai 0. Pada iterasi ke-12 seperti pada Gambar 4.10, hanya terjadi penurunan yang sangat sedikit untuk Turbo Convolutional yaitu sebesar 0,0007, 0,0004 untuk Turbo Gabungan saat Eb/No bernilai 1 db dan untuk Turbo Block tidak terjadi penurunan nilai. ITERASI KE-1 10-1 TURBO CONVOLUTIONAL 10-4 Gambar 4.6. Perbandingan Hasil Simulasi Ketiga Sistem Berdasarkan Iterasi ke-1.

10-1 ITERASI KE-2 TURBO CONVOLUTIONAL 52 Gambar 4.7. Perbandingan Hasil Simulasi Ketiga Sistem Berdasarkan Iterasi ke-2. 10-1 ITERASI KE-4 TURBO CONVOLUTIONAL 10-4 Gambar 4.8. Perbandingan Hasil Simulasi Ketiga Sistem Berdasarkan Iterasi ke-4.

10-1 ITERASI KE-8 TURBO CONVOLUTIONAL 53 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 Gambar 4.9. Perbandingan Hasil Simulasi Ketiga Sistem Berdasarkan Iterasi ke-8. ITERASI KE-12 10-1 TURBO CONVOLUTIONAL 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 Gambar 4.10. Perbandingan Hasil Simulasi Ketiga Sistem Berdasarkan Iterasi ke-12.

54 4.2.2. Simulasi Berdasarkan Efek Puncturing Puncturing adalah proses yang dilakukan untuk meningkatkan code rate. Dalam hal ini, puncturing dilakukan dengan tidak mengirimkan semua parity bit yang ada. Puncturing juga dilakukan agar sistem dapat menghemat penggunaan bandwidth yang ada [9]. Untuk pola puncturing disesuaikan dengan matriks puncturing. Dengan parity bit yang semakin sedikit maka kinerja sistem akan semakin buruk karena bit yang berfungsi sebagai proteksi semakin sedikit sehingga kemungkinan terjadi galat semakin besar. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 4.11 untuk sistem tanpa puncturing dan Gambar 4.12 untuk sistem dengan puncturing. EFEK PUNCTURING (NO PUNCTURE) 10-1 TURBO CONVOLUTIONAL 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 Gambar 4.11. Perbandingan Hasil Simulasi Ketiga Sistem tanpa Puncturing. Dapat dibandingkan dari Gambar 4.11 dan Gambar 4.12, setelah sistem melalui proses puncturing, kinerja sistem menjadi semakin

55 buruk dan nilai yang dihasilkan jadi meningkat. Sebagai contoh, Turbo Convolutional sebelum melalui proses puncturing memiliki nilai sebesar 0,0027 tetapi sesudah proses puncturing menjadi 0,0485. Pada Gambar 4.12 setelah melalui proses puncturing, mulanya Turbo Convolutional memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan Turbo Block dan Turbo Gabungan yaitu sebesar 0,0485 saat Eb/No bernilai 1 db, namun langsung menurun drastis menjadi 0 saat Eb/No dinaikkan. Hal ini menunjukkan Turbo Convolutional mempunyai kinerja yang lebih baik dibandingkan yang lain baik tanpa maupun dengan puncturing. EFEK PUNCTURING (PUNCTURED) 10-1 TURBO CONVOLUTIONAL 10-4 Gambar 4.12. Perbandingan Hasil Simulasi Ketiga Sistem dengan Puncturing.

56 4.2.3. Simulasi Berdasarkan Kanal yang Dilewati Kanal pada simulasi ini dibagi menjadi 2 model yaitu kanal dengan derau AWGN saja dan kanal berderau AWGN yang ditambah multipath Rayleigh fading. Gambar 4.13 menunjukkan kinerja sistem Turbo pada kanal dengan derau AWGN dan Gambar 4.14 menunjukkan kinerja sistem Turbo pada kanal berderau AWGN yang ditambah multipath Rayleigh fading. Dapat dilihat pada Gambar 4.14, kinerja ketiga sistem Turbo mengalami penurunan dibandingkan ketika kanal yang dilewati hanya mengalami derau AWGN. Pada kanal multipath Rayleigh fading, pengaruh terjadinya penerimaan sinyal jalur jamak dan pergerakan penerima diperhitungkan dalam sistem penyandi. Adanya fenomena jalur jamak (multipath) ini menyebabkan sinyal terdistorsi akibat waktu tunda (delay) dari sinyal jalur jamak. Distorsi yang terjadi menimbulkan peningkatan galat dalam proses deteksi. Demikian juga pergerakan penerima menyebabkan modulasi frekuensi acak yang menyebabkan kanal menjadi time-varying dan sinyal kesulitan mengatasi perubahan waktu kanal yang lebih cepat, sehingga dapat juga meningkatkan galat. Pada kanal dengan derau AWGN maupun kanal Rayleigh dengan derau AWGN, Turbo Convolutional memiliki kinerja paling baik yang ditunjukkan dengan nilai rendah dibandingkan kedua sistem yang lain.

10-1 AWGN TURBO CONVOLUTIONAL 57 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 Gambar 4.13. Perbandingan Hasil Simulasi Ketiga Sistem pada Kanal AWGN. RAYLEIGH + AWGN 10-1 TURBO CONVOLUTIONAL 10-4 Gambar 4.14. Perbandingan Hasil Simulasi Ketiga Sistem pada Kanal AWGN yang Ditambah Rayleigh.