BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASAN. Pada bab ini akan diuraikan temuan penelitian dan pembahasan yang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penguasaan konsep siswa terhadap materi fluida statis diukur dengan tes

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 1. Model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Square merupakan model

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Sedangkan untuk data kuantitatif diperoleh dari hasil pretes dan postes kemampuan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Data Pretest, Posttest dan Indeks Gain Penguasaan Konsep

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. yang diperoleh dalam setiap tahapan penelitian yang telah dilakukan. Penelitian

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Pada bab ini akan membahas mengenai analisis data dari hasil pengolahan

HASIL DAN PEMBAHASAN. pembelajaran menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD sebesar

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April yaitu pada semester genap tahun. pelajaran 2014/2015 di SMAN 16 Bandar Lampung.

Tabel 18 Deskripsi Data Tes Awal

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN. penjelasan tentang istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian. Penjelasan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini merupakan penelitian quasi eksperiment yang dilakukan di

BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada semester genap tahun pelajaran

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. pertama melakukan pretest, tiga kali pertemuan dilakukan pembelajaran dan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April 2013 di SMP Negeri 2

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. penalaran matematis siswa dan data hasil skala sikap. Selanjutnya, peneliti

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i. KATA PENGANTAR... ii. UCAPAN TERIMA KASIH... iii. DAFTAR ISI... v. DAFTAR TABEL... vii. DAFTAR LAMPIRAN...

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. kemampuan pemahaman matematik siswa dan data hasil skala sikap.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. kelompok pada materi Keanekaragaman Makhluk Hidup yang meliputi data (1)

BAB IV ANALISIS DATA PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Bab ini akan menguraikan hasil penelitian dan pembahasan yang diperoleh

BAB III DESAIN PENELITIAN. Bandung. Variabel bebas atau independent varabel dalam penelitian ini yaitu

BAB III METODE PENELITIAN. Bab III menjelaskan tentang hal-hal yang terkait dengan metodologi

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Pada bagian ini akan menguraikan hasil penelitian pembelajaran

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di MA Ma arif 06 Pasir Sakti pada semester

BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASAN

DAFTAR ISI... KATA PENGANTAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...

III. METODE PENELITIAN. Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa kelas VIII SMP Al-Kautsar

BAB I PENDAHULUAN. Banyak ahli mengemukakan bahwa pembelajaran merupakan implementasi

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. sebenarnya (Suryabrata, 2005 : 38). Dalam penelitian ini peneliti ingin

BAB IV HASIL PENELITIAN. eksperimen dan kelompok kontrol. Kelompok kontrol (kelas X MIPA 2)

BAB III METODE PENELITIAN. diperlukan penjelasan tentang istilah-istilah, berikut di bawah ini:

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB III DESAIN PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan adalah Quasi Experimental dengan desain

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol. Data tersebut diperoleh dari hasil pretes

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metodekuasi

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Data hasil penelitian meliputi data nilai pretest, posttest, dan n-gain untuk

BAB III METODE PENELITIAN. eksperimen yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian Quasi

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

(Sumber: Fraenkel dan Wallen, 2007)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. siswa SMP kelas VIII melalui metode Personalized System of Instruction (PSI).

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini bertujuan untuk menelaah peningkatan kemampuan berpikir

BAB III METODE PENELITIAN. pembelajaran dengan metode Genius Learning sedangkan kelompok yang lainnya

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X SMAN 24

Muhamad Soeleman Universitas Suryakancana Cianjur

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan di SMP N 5 Natar Lampung Selatan pada

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. matematik siswa dengan menerapkan pendekatan Model Eliciting Activities

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan di MA Al-Hikmah Bandar Lampung pada 5-

BAB IV TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Pada bab ini akan diuraikan temuan penelitian dan pembahasan yang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN. Peneliti melaksanakan penelitian sebanyak lima kali pertemuan yaitu satu

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Mei 2011 di SMP Negeri 1

BAB IV BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian quasi experiment atau

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan pengamatan penulis selama melakukan studi lapangan

III. METODE PENELITIAN. Bandar Lampung. Kelas X di SMK Muhammadiyah 2 Bandar Lampung terdiri

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai hasil penelitian, deskripsi

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA A. Deskripsi Data Hasil Penelitian 1. Persiapan Pelaksanaan Penelitian Deskripsi data dalam penelitian ini

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. April 2017 sampai dengan Senin, 22 Mei 2017 di SMP Negeri 1 Manisrenggo.

Jurnal Pendidikan Fisika Tadulako (JPFT) Vol. 2 No. 1 ISSN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. diperbandingkan kedua model pembelajaran tersebut untuk mengetahui model

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada semester genap tahun ajaran 2012/2013

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian dengan pendekatan saintifik berbasis Problem Based

BAB III. Metodologi Penelitian. Contextual Teaching and Learning (CTL). Metode penelitian yang

III. METODE PENELITIAN. Tempat penelitian adalah SMP Negeri 28 Bandar Lampung Tahun pelajaran

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan November 2012 tahun pelajaran

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan di MTs Al-Huda Sidorahayu pada bulan

BAB I PENDAHULUAN. meliputi komposisi, struktur, dan sifat perubahan, dinamika, dan energetika zat

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Keterangan: O : Pretes dan postes X : Pembelajaran dengan pendekatan MEAs : Sampel penelitian tidak dipilih secara acak (Ruseffendi, 1994)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah data nilai tes kemampuan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian kuasi eksperimen karena pemilihan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini merupakan penelitian quasi eksperiment yang dilakukan di

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh peningkatan penguasaan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Data Skor Motivasi Belajar Peserta Didik

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di SMPN 2 Tegineneng pada bulan Februari. semester genap Tahun Pelajaran 2012/2013.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Analisis deskripsi dalam penelitian ini membahas mengenai deskripsi

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. analisis pretest-postest, uji normalitas, uji homogenitas dan uji hipotesis dengan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan desain eksperimen semu (Quasi Experimental

Transkripsi:

BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASAN Pada bab ini akan diuraikan temuan penelitian dan pembahasan yang terdiri dari sebaran dan peningkatan pemahaman siswa dengan penjabaran masing-masing indikator baik pada kelas eksperimen maupun kelas kontrol serta perbandingan peningkatan pemahaman kelas eksperimen dengan kelas kontrol. A. Temuan Temuan mengenai pemahaman siswa diperoleh dari hasil skor tes awal dan tes akhir. Soal evaluasi yang diberikan merujuk pada indikator-indikator pemahaman (C2) yaitu menjelaskan, membandingkan dan menafsirkan pada topik minyak bumi. 1. Pemahaman Siswa pada Kelas Eksperimen Pada kelas eksperimen diterapkan model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Square yang bertujuan untuk membantu meningkatkan pemahaman siswa dan memotivasi siswa untuk mempelajari materi kimia. Gambaran mengenai pemahaman siswa pada kelas eksperimen terdiri dari skor tes awal dan tes akhir yang ditampilkan secara umum melalui Tabel 4.1. Tabel 4.1 Rata-rata Skor Tes awal dan Tes akhir Eksperimen Skor Ideal Skor Maksimum Skor Minimum Rata-rata (Mean) Tes awal 8 3 5,61 Tes akhir 12 11 6 8,14 Gain Ternomalisasi 0,46 Berdasarkan Tabel 4.1 diketahui bahwa dari skor ideal sebesar dua belas, pencapaian kelas eksperimen pada tes akhir lebih baik dibandingkan pada tes 34

awal, baik untuk skor maksimum maupun skor minimum. Rata-rata yang diperoleh pada tes akhir (8,14) lebih besar dibandingkan pada tes awal (5,61). Rata-rata gain ternormalisasi yang diperoleh dengan pembelajaran kooperatif tipe TPSq sebesar 0,46. Pada penelitian kelas eksperimen dikembangkan tiga indikator yaitu indikator pemahaman menjelaskan, indikator pemahaman membandingkan, dan indikator pemahaman menafsirkan. Sebaran jawaban siswa kelas eksperimen pada ketiga indikator tersebut ditunjukkan pada Tabel 4.2. Tabel 4.2 Sebaran Jawaban Siswa Kelas Eksperimen Berdasarkan Indikator Pemahaman Indikator Pemahaman Nomor Soal Tes awal Tes akhir % Gain siswa Ratarata siswa Ratarata Menjelaskan 1 19 45,83 27 70,14 24,31 4 8 32 11 25 25 12 14 17 Membandingkan 2 27 50,69 35 75,69 25 5 6 21 7 8 18 8 32 35 Menafsirkan 3 6 43,06 6 59,03 15,97 6 17 30 9 28 36 10 11 13 Hasil sebaran jawaban siswa pada kelas eksperimen menunjukkan bahwa siswa telah mampu mengembangkan pemahamannya dalam bentuk menjelaskan, membandingkan dan menafsirkan setelah diterapkan model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Square. Siswa kelas eksperimen, lebih mampu mengembangkan pemahaman membandingkan bila dibandingkan dengan menjelaskan dan menafsirkan, meskipun jumlah siswa yang mampu mengembangkan pemahaman membandingkan (25%), tidak jauh berbeda dengan 35

jumlah siswa yang mampu mengembangkan pemahaman menjelaskan (24,31%). Dari data Tabel 4.2 juga diperoleh informasi bahwa pemahaman menafsirkan yang paling sedikit dikembangkan oleh siswa (15,97%). 2. Pemahaman Siswa pada Kelas Kontrol Untuk mengetahui pemahaman siswa pada topik minyak bumi menggunakan metode pembelajaran konvensional, dilakukan dua kali tes, yaitu tes awal dan tes akhir. Gambaran tentang pemahaman siswa pada kelas kontrol ditampilkan melalui Tabel 4.3. Tabel 4.3 Rata-rata Skor Tes awal dan Tes akhir Kelas Kontrol Skor Ideal Skor Maksimum Skor minimum Rata-rata (Mean) Tes awal 10 0 5,23 Tes akhir 12 9 1 6,85 Gain Ternormalisasi 0,19 Berdasarkan Tabel 4.3 diketahui bahwa rata-rata skor tes awal kelas kontrol sebesar 5,23 dengan pencapaian skor maksimum sebesar sepuluh sedangkan skor minumumnya sebesar nol. Rata-rata skor tes akhir lebih besar dibandingkan rata-rata skor pada tes awal yaitu sebesar 6,85 dengan pencapaian skor tertinggi yang diperoleh siswa kelas kontrol sebesar sembilan sedangkan skor terendahnya sebesar satu. Dari perolehan skor gain ternormalisasi masing-masing siswa, diperoleh rata-rata gain ternormalisasi kelas kontrol sebesar 0,19. Sebaran jawaban siswa berdasarkan ketiga indikator pemahaman siswa ditunjukkan pada Tabel 4.4 36

Tabel 4.4 Sebaran Jawaban Siswa Kelas Kontrol Berdasarkan Indikator Pemahaman Indikator Pemahaman Nomor Soal Tes awal Tes akhir % Gain siswa Ratarata siswa Ratarata Menjelaskan 1 25 44,23 30 60,9 16,67 4 21 28 11 11 19 12 12 18 Membandingkan 2 15 44,87 24 60,26 15,39 5 15 26 7 15 12 8 25 32 Menafsirkan 3 10 42,31 5 49,36 7,05 6 23 28 9 21 31 10 12 13 Hasil sebaran jawaban siswa berdasarkan indikator pemahaman, menjelaskan, membandingkan dan menafsirkan, diperoleh gambaran bahwa setelah proses pembelajaran dilakukan ternyata siswa kelas kontrol mampu mengembangkan pemahamannya dalam bentuk menjelaskan, membandingkan dan menafsirkan. Hasil ini diperoleh dari perhitungan jumlah siswa yang mampu menjawab benar dari soal tes berdasarkan indikator menjelaskan, membandingkan dan menafsirkan. Indikator yang paling baik dikembangkan adalah menjelaskan, kemudian membandingkan dan menafsirkan dengan persentase gain secara berurutan sebesar 16,67%, 15,39% dan 7,05% 3. Peningkatan Pemahaman Siswa melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe TPSq Untuk mengukur peningkatan pemahaman siswa, sesuai dengan penjelasan pada bab III, maka dilakukan perhitungan skor rata-rata gain ternormalisasi pada siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol. Berdasarkan analisis terhadap hasil 37

skor rata-rata gain ternormalisasi yang diperoleh, secara rinci ditunjukkan pada Tabel 4.5. Tabel 4.5 Perbandingan Skor Rata-rata Tes awal, Tes akhir dan Gain Ternormalisasi pada Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen Skor Rata-rata Kriteria Kelas Tes awal Tes akhir Gain ternormalisasi Kontrol 5,23 6,85 0,19 Sangat Rendah Eksperimen 5,61 8,14 0,46 Sedang Berdasarkan Tabel 4.5 ditunjukkan bahwa skor rata-rata gain ternomalisasi kelas eksperimen lebih besar dibandingkan dengan kelas kontrol, meskipun skor rata-rata tes awal kelas kontrol tidak jauh berbeda dengan skor rata-rata tes awal kelas eksperimen, tetapi pada skor akhir tes yang diberikan setelah pembelajaran, ditunjukkan bahwa skor tes akhir kelas eksperimen (8,14) lebih besar dibandingkan kelas kontrol (6.85). Untuk mengetahui apakah perbedaan nilai rata-rata gain ternormalisasi antara siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol cukup signifikan atau tidak, maka data diuji dengan menggunakan uji perbedaan dua rata-rata (Independent Sample Test) yang diawali dengan uji normalitas dan uji homogenitas dari masing-masing data yang diperbandingkan. Hasil uji normalitas data rata-rata gain ternormalisasi menggunakan uji kecocokan Chikuadrat menunjukkan bahwa nilai gain ternormalisasi kelas eksperimen dan kelas kontrol berdistribusi normal sehingga dilanjutkan dengan Uji t. Namun sebelum itu, terlebih dahulu dilakukan Levene s test untuk pengujian homogenitas. Hasil analisis Levene s test menunjukkan bahwa data yang diperbandingkan tidak homogen. Analisis berikutnya dilakukan Uji t menggunakan asumsi pengambilan data signifikansi yang tidak homogen dengan keterangan lebih lanjut ada pada 38

bab III dan perhitungan pada lampiran. Hasil perhitungan menggunakan software SPSS versi 12, menunjukkan bahwa nilai signifikansi hitung (0,027) lebih kecil dibandingkan dengan nilai alfa (0,05). Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata skor gain ternormalisasi pemahaman siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol berbeda atau dengan kata lain kelas eksperimen memiliki perbedaan pemahaman yang signifikan dengan kelas kontrol. Untuk mengetahui sebaran siswa kelas kontrol dan kelas eksperimen berdasarkan kategori indeks gain, dilakukan perhitungan gain ternormalisasi dari masing-masing siswa kemudian dikelompokkan menurut Meltzer (2003). Data perbedaan peningkatan pemahaman pada siswa kelas kontrol dan kelas eksperimen terdiri dari persentase gain yang sesuai dengan kategori rentang indeks gain beserta jumlah siswa pada kategori yang dimaksud. Perbedaan kategori peningkatan nilai gain ternormalisasi kelas kontrol dan kelas eksperimen ditampilkan pada Tabel 4.6. Tabel 4.6 Perbedaan Kategori Peningkatan Pemahaman Siswa Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen Kategori Indeks Gain Kelas kontrol Kelas eksperimen Jumlah Jumlah % siswa siswa % Sangat rendah 14 35,89 5 0,14 Rendah 6 15,38 8 22,22 Sedang 11 28,21 19 52,78 Tinggi 8 20,51 3 8,33 Sangat tinggi 0 0 1 0,03 Pada Tabel 4.6 diperoleh gambaran bahwa setelah dilakukan proses pembelajaran, 14 siswa dari jumlah keseluruhan siswa pada kelas kontrol 39

(35,89%) mengalami peningkatan pemahaman sangat rendah sedangkan pada kelas eksperimen bisa dikatakan tidak ada siswa dengan peningkatan pemahaman sangat rendah karena persentasenya nol persen. Sebagian kecil siswa pada kelas kontrol maupun kelas eksperimen mengalami peningkatan pemahaman yang rendah, yang ditunjukkan persentase secara berturut-turut 15,38% dan 22,22%. Hampir separuh siswa pada kelas kontrol dan kelas eksperimen mengalami peningkatan pemahaman kategori sedang dengan persentase kelas eksperimen lebih besar dibandingkan kelas kontrol. Sebagian kecil siswa kelas kontrol dan kelas eksperimen mengalami peningkatan pemahaman tinggi dengan persentase secara berturut-turut sebesar 20,51% dan 8,33%. Pada peningkatan pemahaman sangat tinggi, tidak ada siswa kelas kontrol yang mencapainya, namun untuk kelas eksperimen terdapat satu siswa yang mencapai peningkatan kategori tersebut. 4. Pengembangan Pemahaman Siswa pada Setiap Indikator Pada Tabel 4.7 dapat diperoleh informasi bahwa siswa pada kelas kontrol maupun kelas eksperimen dapat mengembangkan indikator pemahaman menjelaskan, membandingkan dan menafsirkan. Meskipun sama-sama dikembangkan oleh sebagian kecil siswa saja, tetapi terdapat perbedaan persentase gain antara kelas kontrol dan kelas eksperimen yang secara umum diketahui dari data bahwa kelas eksperimen memiliki persentase gain yang lebih besar dibandingkan kelas kontrol. Perbandingan indikator pemahaman siswa yang dikembangkan pada kelas kontrol dan eksperimen disajikan pada Tabel 4.7. 40

Tabel 4.7 Perbandingan Indikator Pemahaman Siswa yang Dikembangkan pada Kelas kontrol dan Eksperimen Indikator Pemahaman Nomor Soal Menjelaskan 1 4 11 12 Membandingkan 2 5 7 8 Menafsirkan 3 6 9 10 Kelas Kontrol % Gain Kelas Eksperimen 16,67 24,31 15,39 25 7,05 15,97 Berdasarkan Tabel 4.7 diperoleh informasi bahwa indikator pemahaman yang paling besar dikembangkan oleh siswa kelas kontrol adalah menjelaskan, sedangkan indikator pemahaman yang paling besar dikembangkan oleh kelas eksperimen adalah membandingkan. Indikator pemahaman menafsirkan paling kecil dikembangkan oleh siswa pada kelas kontrol maupun kelas eksperimen dengan persentase masing-masing secara berurutan sebesar 7,05% dan 15,97%. 5. Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Square a. Keterlaksanaan Pembelajaran Kooperatif Tipe TPSq pada Guru Pada pembelajaran kooperatif tipe TPSq, guru bertindak sebagai fasilitator yang mengarahkan dan memotivasi siswa untuk belajar mandiri. Kegiatan guru dalam proses pembelajaran tipe TPSq berkurang dibandingkan dengan pembelajaran konvensional. Selain mensosialisasikan tahap-tahap pembelajaran TPSq yang dilalui siswa, guru juga berperan penting dalam pengaturan waktu sehingga pembelajaran bisa terlaksana dengan efektif. Hasil observasi keterlaksanaan pembelajaran TPSq pada guru, diperlihatkan pada Tabel 4.8. 41

Tabel 4.8 Hasil Observasi Keterlaksanaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Square No Fase Pembelajaran Pertemuan 1 Pertemuan 2 Obsr Obsr 1 2 Obsr 1 Obsr 2 1. Tahap Pendahuluan a. Memeriksa kehadiran siswa b. Melakukan apersepsi yang sesuai dengan materi c. Memberikan motivasi awal pada siswa agar berminat untuk belajar d. Menyampaikan kompetensi yang harus dicapai X X 2. Tahap THINK a. Membagikan Lembar Kerja Siswa (LKS) tahap THINK kepada setiap siswa b. Memberikan petunjuk pengisian LKS c. Memberikan jawaban terhadap pertanyaan siswa 3. Tahap PAIR a. Menggabungkan siswa dengan teman sebangkunya b. Membagikan LKS tahap PAIR kepada setiap siswa c. Memberikan petunjuk pengisian LKS d. Memberikan jawaban terhadap pertanyaan siswa 4. Tahap SQUARE a. Menggabungkan siswa dengan teman bangku yang lain menjadi 4 orang siswa b. Membagikan LKS tahap SQUARE kepada setiap siswa c. Memberikan petunjuk pengisian LKS d. Memberikan jawaban terhadap pertanyaan siswa 5. Tahap Evaluasi a. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengajukan pertanyaan b. Memberikan penghargaan kepada siswa atau kelompok siswa yang berkerjasama dengan baik. c. Memberikan Tes awal dan Tes akhir Berdasarkan hasil observasi keterlaksanaan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Square pada guru yang ditunjukkan pada Tabel 4.8, secara keseluruhan guru telah melakukan tahapan pelaksanaan pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Square ini dengan baik. Pada awal pembelajaran TPSq pertemuan pertama, guru tidak menyampaikan 42

kompetensi yang akan dicapai pada saat pembelajaran topik minyak bumi ini. Namun, untuk aktivitas yang lain, dapat dilihat dari data hasil observasi bahwa guru yang bersangkutan telah menerapkan pembelajaran dengan menggunakan tipe Think-Pair- Square ini. b. Keterlaksanaan Pembelajaran Kooperatif Tipe TPSq pada Siswa Observasi keterlaksanaan pembelajaran kooperatif tipe TPSq juga dilakukan pada siswa menggunakan lembar observasi (lampiran). Persentase ini diperoleh setelah dilakukan perhitungan rata-rata pada pertemuan I dan pertemuan II. Berdasarkan hasil pengolahan lembar observasi didapat persentase seperti yang tersaji pada Tabel 4.9. Tabel 4.9 Persentase Rata-Rata Pada Keterlaksanaan Tahapan TPSq Persentase Tahapan TPSq Rata-rata Keterlaksanaan Nilai Kategori Think 100 Sangat Baik Pair 95,0 Sangat Baik Square 94,1 Sangat Baik Rata-rata 96,4 Sangat Baik Berdasarkan data pada Tabel 4.9 dapat terlihat keterlaksanaan tahap-tahap TPSq oleh siswa. Secara umum ditunjukkan bahwa keterlaksanaan pembelajaran menggunakan tipe Think-Pair-Square telah dilakukan dengan sangat baik hampir seluruh siswa (96,4%). Tahap Think dapat dilakukan oleh seluruh siswa dengan kategori sangat baik (100%), tahap Pair dilakukan oleh hampir seluruh siswa 43

dengan kategori sangat baik (95,0%) dan tahap Square dilakukan oleh hampir seluruh siswa dengan kategori sangat baik (94,1%). B. Pembahasan 1. Peningkatan Pemahaman Siswa pada Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen Perbandingan peningkatan pemahaman siswa kelas kontrol dan kelas eksperimen diperlihatkan pada Gambar 4.1. Pada masing-masing kelas ditampilkan grafik skor tes awal, tes akhir dan N-gain. Pada grafik ini ditunjukkan skor tes awal kelas eksperimen dan kelas kontrol yang tidak jauh berbeda, namun hasil skor tes akhir menunjukkan perbedaan. Secara keseluruhan dapat disebutkan bahwa pemahaman siswa mengalami peningkatan baik kelas eksperimen maupun kelas kontrol yang ditunjukkan dari hasil uji perbedaan ratarata soal tes awal 5,23 menjadi 6,85 untuk kelas kontrol dan 5,51 menjadi 8,32 untuk kelas eksperimen. Peningkatan pemahaman yang terjadi pada kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol (Tabel 4.6). 44

Gambar 4.1 Perbandingan Skor Pemahaman Siswa pada Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen Kelas eksperimen memiliki skor tes akhir yang lebih besar dibandingkan dengan kelas kontrol dan juga skor rata-rata gain ternormalisasi yang lebih besar. Hal ini disebabkan dengan adanya tahapan pair dan square terjadi lebih banyak diskusi sehingga dapat lebih meningkatkan dan pengoptimalisasian partisipasi siswa dalam kelompok, seperti yang diungkapkan oleh Lie (2002) bahwa dengan penggunaan model pembelajaran tipe Think-Pair-Square memberikan sedikitnya delapan kali lebih banyak kepada siswa untuk dikenali dan menunjukkan partisipasi mereka kepada orang lain. Pada tahapan pair, masing-masing siswa memiliki partner satu orang siswa lain untuk bekerjasama mendiskusikan penyelesaian soal yang dihadapi. Pada tahapan square, masing-masing siswa memiliki partner tiga orang siswa lain untuk bekerjasama mendiskusikan persoalan yang difasilitasi dengan media pembelajaran berupa lembar kerja siswa. Pada tahapan Think, siswa dilatih untuk 45

mengembangkan pengetahuan yang ada pada dirinya dengan membaca, melihat sumber secara mandiri, sehingga siswa memiliki modal pemahaman yang kemudian dapat ditransfer kepada siswa lain dalam kelompoknya saat tahapan pair dan square. Dari ketiga tahapan tersebut, memberikan banyak pengalaman pada siswa untuk berpikir sekaligus berbagi ide. Senada dengan pendapat Lie (2002) bahwa model pembelajaran TPSq memberikan kesempatan yang lebih untuk melatih pemahaman dalam belajar. Pada model pembelajaran tipe TPSq siswa diberi kesempatan berbicara sekaligus mengkontruksikan ide untuk dikemukakan melalui percakapan, baik pada tahap pair maupun square, siswa akan mengkontruksi sendiri pengetahuannya yang memuat pemahamannya. Aktivitas siswa lebih dominan dibandingkan aktivitas guru dalam menyampaikan informasi dengan berceramah. Hasil ini juga sesuai dengan penelitian Redhana (2003) yang menyatakan bahwa adanya interaksi sosial dengan teman sebaya (tutor sebaya) dapat optimal dalam pembelajaran kooperatif. Oleh karena itu, melalui pembelajaran IPA guru hendaknya dapat mengkondisikan dan memotivasi siswa untuk belajar berpikir (teaching for thinking) bukan mengajarkan untuk berpikir (Costa, 1985). Dengan pembelajaran kooperatif siswa dilatih untuk bertanya, berdiskusi, menjadi tutor sebaya, dalam memahami konsep-konsep yang ada. Disaat berdiskusi aktif tersebut, komunikasi secara lisan dengan hubungan timbal balik antar siswa semakin membantu dalam pematangan pemahaman. Seseorang akan lebih paham dengan sesuatu bila dia mengungkapkan hal tersebut kepada pihak lain terlebih bisa langsung dipraktekkan, dibanding dengan hasil mendengar. Pada 46

pembelajaran kooperatif tipe TPSq ini, siswa mengalami peningkatan pemahaman karena siswa dilatih pula untuk mengkomunikasikan pemahamannya kepada siswa lain, yang berbeda dengan pembelajaran konvensional, dimana siswa hanya mendengar penjelasan guru, tidak terlibat aktif dalam meningkatkan pemahamannya. Hal ini menunjukkan bahwa model pembelajaran tipe Think- Pair-Square merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif yang memberikan kesempatan pada siswa untuk mengembangkan kecakapan sosial dalam proses pembelajaran (Iskandar, 2007). Pendapat ini didukung oleh Hulten & Devries (Kagan, 2000) bahwa kerja kelompok membuat siswa bersemangat untuk belajar, aktif untuk saling menampilkan diri atau berperan dengan teman sebayanya. Pembelajaran yang menyenangkan dan penuh semangat juga diungkapkan siswa pada saat wawancara. Dari analisis skor tes awal kelas kontrol dan eksperimen dengan menggunakan software SPSS 12 Uji Mann-Whitney, terlihat bahwa hasil skor tes awal dinyatakan tidak memiliki perbedaan atau dapat dikatakan pemahaman awal siswa kelas kontrol dan kelas eksperimen adalah sama. Setelah dilakukan pembelajaran, kemudian data yang diperoleh dianalisis menggunakan software SPSS 12 Uji Mann-Whitney, diperoleh hasil bahwa skor tes akhir antara kelas kontrol dan eksperimen adalah berbeda atau dapat dikatakan pemahaman akhir siswa kelas kontrol dan eksperimen berbeda, dengan hasil kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol yang dapat dilihat dari data gain ternormalisasi. Analisis data gain ternormalisasi pada kelas eksperimen dan kelas kontrol memiliki rata-rata 0,46 dengan kriteria sedang sedangkan untuk kelas kontrol 47

sebesar 0,19 dengan kriteria sangat rendah. Berdasarkan hasil uji t terhadap skor gain ternormalisasi siswa yang belajar menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TPSq memiliki pemahaman lebih baik dibandingkan dengan siswa yang belajar menggunakan pembelajaran konvensional. Dengan demikian, model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Square dapat meningkatkan pemahaman siswa. Kondisi ini sejalan dengan pendapat Hanson dan Wolfskill (Redhana, 2003) bahwa pemecahan masalah melalui kerja tim dapat meningkatkan keterampilan siswa dalam berpikir kritis, mengurangi miskonsepsi, mencari informasi dan mengkontruksi pemahaman secara aktif. 2. Pemahaman yang dikembangkan Siswa pada Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen pada setiap Indikator Berdasarkan data dari Tabel 4.5 diperoleh perbedaan pemahaman yang dikembangkan siswa pada kelas kontrol dan eksperimen pada indikator pemahaman menjelaskan, membandingkan dan menafsirkan yang secara rinci disajikan pada Gambar 4.2. Pada masing-masing indikator disajikan perbandingan persentase gain dari kelas eksperimen dan kelas kontrol. 48

Keterangan : 1. Indikator Pemahaman Menjelaskan 2. Indikator Pemahaman Membandingkan 3. Indikator Pemahaman Menafsirkan Gambar 4.2 Perbandingkan Peningkatan Pemahaman Siswa untuk Setiap Indikator Gambar 4.2 menunjukkan perbandingan sebaran persentase pemahaman pada kelas kontrol dan eksperimen berdasarkan tiga indikator pemahaman yaitu: menjelaskan, membandingkan dan menafsirkan. Persentase indikator yang dikembangkan pada kelas kontrol adalah menjelaskan sebesar 16,67%, membandingkan sebesar 15,39%, dan menafsirkan sebesar 7,05%. Indikator yang paling baik dikembangkan adalah menjelaskan. Indikator menjelaskan pada nomor soal 1 (proses pembentukan minyak bumi), nomor 4 (Prinsip dasar penyulingan minyak bumi), nomor 11 dan 12 (dampak pembakaran bahan bakar). Pada kelas eksperimen indikator yang paling banyak dikembangkan adalah membandingkan (25%), sedangkan tidak jauh dari persentase indikator 49

membandingkan, siswa mampu mengembangkan indikator menjelaskan (24,31%) kemudian indikator menafsirkan (15,97) yang paling sedikit dikembangkan siswa. Pada umumnya, keterampilan menjelaskan lebih mampu dikembangkan siswa, baik itu kelas kontrol maupun kelas eksperimen. Meskipun untuk kelas eksperimen persentase membandingkan (25%) lebih tinggi, namun perbedaan persentase dengan indikator menjelaskan (24,31%) tidak memiliki selisih besar. Kemungkinan hal ini disebabkan karena untuk menjawab soal-soal dengan indikator menjelaskan, siswa tidak memerlukan informasi baru artinya informasi yang sudah diterima bisa digunakan untuk menjawab soal-soal dengan indikator menjelaskan, berbeda dengan indikator membandingkan yang memerlukan kecermatan untuk medeteksi perbedaan dan persamaan yang dimiliki dua obyek, sehingga bila kurang cermat mengamati salah satu obyek, bisa jadi indikator membandingkan ini kurang mampu dikembangkan. Terlebih lagi dengan indikator menafsirkan, siswa harus terlebih dahulu mampu mengetahui sebuah informasi awal yang diberikan sebelum siswa dapat mengubah informasi awal tersebut menjadi menjadi informasi lain sehingga apabila siswa tidak mampu mengetahui informasi awal, dia pun kurang mampu melihat hubungan-hubungan dengan informasi selanjutnya yang berarti indikator ini kurang mampu dikembangkan. Pembahasan lebih lanjut tentang masing-masing indikator disajikan dalam penjelasan berikut: 50

a. Indikator pemahaman menjelaskan Indikator menjelaskan lebih dikembangkan siswa yang belajar dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Square dibandingkan menggunakan model pembelajaran konvensional. Indikator menjelaskan dapat dikembangkan oleh siswa dengan persentase kelas eksperimen (24,31%) lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol (16,67%) yang akan disajikan pada Gambar 4.3 Gambar 4.3 Persentase Pemahaman Menjelaskan pada Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen Hasil dari kelas eksperimen yang lebih tinggi menunjukkan adanya respon terhadap indikator pemahaman menjelaskan yang berarti siswa dapat menjelaskan karena telah memahami dengan jelas. Model pembelajaran kooperatif sebagai media tutorial bagi siswa yang kurang pandai dalam memahami materi. Pada proses tutorial tahapan pair dan square, siswa dapat meningkatkan pemahamannya karena terjadi proses komunikasi antar anggota. Selain itu pada tahapan think, saat siswa berpikir mandiri untuk berlatih menyelesaikan soal, dia 51

menggali informasi yang telah dimilikinya, sehingga ketika tahap pair dan square, informasi awal yang dimilikinya menajdi modal untuk diberikan pada siswa lain dalam satu kelompoknya. Dimulai dari pair, dengan hanya memiliki satu tutor sebaya, kemudian square, memiliki tiga tutor sebaya, kemungkinan untuk menginformasikan dan menerima informasi dari kelompoknya lebih besar, sehingga ketika dihadapkan pada soal-soal menjelaskan, siswa lebih mampu memecahkan dibandingkan dengan siswa yang belajar konvensional, karena hanya penjelasan dari guru (satu sumber) yang didapatkannya. Hal ini senada dengan teori kontruktivisme (Arifin, 2000) bahwa belajar merupakan konteks sosial yang menstimulasi untuk mendapat kejelasan. b. Indikator pemahaman membandingkan Persentase gain indikator membandingkan lebih tinggi pada kelas eksperimen (25%) dibandingkan kelas kontrol (15,39%). Hal ini menunjukkan bahwa indikator pemahaman membandingkan lebih mampu dikembangkan siswa setelah belajar menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Square dibandingkan dengan pembelajaran konvensional yang secara rinci ditunjukkan pada Gambar 4.4 52

Gambar 4.4 Persentase Pemahaman Membandingkan pada Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen Ketika siswa mengerjakan soal seorang diri, siswa tidak bisa mempertimbangkan jawaban dengan pihak lain, sehingga hasil yang diperoleh benar-benar merupakan pengetahuannya, sedangkan pada model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Square, siswa diberi kesempatan berbagi ide dan bekerjasama untuk menentukan jawaban terbaik yang merupakan himpunan pendapat dari masing-masing anggota. Bila dihubungkan dengan indikator membandingkan, dibutuhkan kecermatan untuk melihat dari banyak sisi sehingga bisa mendeteksi persamaan dan perbedaan dari suatu obyek. Siswa yang sudah terbiasa mengetahui sudut pandang orang lain ketika mendeteksi persamaan dan perbedaan, pembelajaran proses melihat dan mengamati bagaimana jalan berpikir orang lain, hasil tutor sebaya ini yang kemudian membuat siswa lebih mampu mengembangkan indikator membandingkan. Hal ini sesuai dengan pendapat Kagan (Lie, 2002) bahwa teknik model pembelajaran kooeperatif tipe Think Pair 53

Square memberikan kesempatan pada siswa untuk bekerjasama saling membagikan ide untuk mempertimbangkan jawaban yang paling tepat. c. Indikator pemahaman menafsirkan Indikator menafsirkan memperoleh persentase yang paling kecil dibandingkan dua indiaktor yang lain yaitu menjelaskan dan membandingkan, terutama untuk soal nomor tiga tentang pembentukan minyak bumi yang disajikan lebih jelas pada Gambar 4.5 yang berisi perbandingan pengambangan pemahaman membandingkan siswa kelas kontrol dan kelas eksperimen. Gambar 4.5 Grafik Persentase Pemahaman Menafsirkan pada Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen Pada hasil Tes akhir untuk kelas kontrol, hanya 5 orang yang mampu menjawab benar, sedangkan untuk kelas eksperimen hanya 6 orang yang mampu menjawab benar. Salah satu hal yang mempengaruhi hasil tersebut adalah daya pembeda dan tingkat kesukaran soal, dari hasil analisis tingkat kemudahan (lampiran), diperoleh bahwa untuk soal nomor 3 memiliki kategori sulit. Namun 54

demikian, dari persentase secara keseluruhan, kelas eksperimen lebih mampu mengembangkan indikator menafsirkan dibandingkan dengan kelas kontrol. Serupa dengan kemungkinan proses pengembangan pada indikator yang lain, indikator menafsirkan dapat dikembangkan lebih baik oleh siswa karena pada proses pembelajaran menggunakan model kooperatif tipe Think Pair Square, siswa dilatih untuk melihat dan mengamati bagaimana cara tutor sebayanya menafsirkan sebuah obyek dengan komunikasi verbal. Hal ini kemudian bisa dijadikan contoh atau ditiru sehingga lebih membantunya untuk memahami. Hal ini senada dengan kogut (Hariyanto, 2001) bahwa beberapa kegiatan diskusi dapat meningkatkan pemahaman siswa terhadap suatu isi materi. 3. Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Square a. Keterlaksanaan Pembelajaran Kooperatif Tipe TPSq pada Guru Berdasarkan data hasil observasi aktivitas guru selama pembelajaran berlangsung, diperoleh informasi bahwa hampir keseluruhan aktivitas guru dilakukan selama proses pembelajaran. Pada pertemuan pertama, Guru tidak menyampaikan kompetensi yang harus dicapai, sedangkan pada pertemuan kedua, guru mampu memperbaiki aktivitas pembelajaran sehingga tahapan ini terlaksana. Tidak ada kendala besar dalam pengkondisian siswa, tempat maupun waktu selama proses pembelajaran. Meskipun model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Square terhitung baru dikenal dan digunakan, tapi guru mampu melaksanakan tahapan-tahapannya dan terlihat ada perbaikan dari pertemuan pertama ke pertemuan ke dua. 55

b. Keterlaksanaan Pembelajaran Kooperatif Tipe TPSq pada Siswa Berdasarkan data hasil observasi siswa, pada tahapan think, 84% siswa melaksanakan tahapan-tahapannya, dan 100% siswa berada dalam kelompoknya, dengan artian masing-masing siswa berusaha secara mandiri mengerjakan soalsoal yang diberikan. Pada tahapan square terjadi peningkatan partisipasi siswa dalam mengemukakan pendapatnya kepada teman satu kelompoknya dibandingkan pada tahapan pair. Hal ini kemungkinan dipengaruhi oleh pengalaman tahap sebelumnya (pair), sehingga pada tahapan square siswa lebih mampu aktif dalam kelompoknya. Selain itu juga, pada tahapan square, teman untuk berdiskusi lebih banyak sehingga mampu menarik siswa menjadi lebih aktif berdiskusi. Pada tahap pair, diperoleh persentase 79% dari rata-rata aktivitas siswa, sedangkan pada tahap think, justru diperoleh persentase yang lebih besar yaitu 84%. Hal ini kemungkinan dipengaruhi oleh tingkat kesukaran soal pada tahap pair lebih tinggi dibandingkan tahap think, dan juga memang beberapa tahapan pair tidak ada pada tahapan think, seperti dalam tahap mengemukakan pendapat yang pada teman satu kelompoknya, yang tidak terdapat pada tahapan think, sehingga dalam hal ini, walaupun diperoleh persentase yang lebih kecil, tidak berarti secara kasar disimpulkan bahwa pada tahapan pair, siswa tidak aktif. Karena ketika dibandingkan dengan tahapan square, terjadi peningkatan aktivitas siswa, yang dapat dilihat bahwa tahapan pair dan square memiliki aktivitas yang sama, yang lebih bisa untuk dibandingkan hasilnya. 56