BAB I PENDAHULUAN. tambahan pangan, bahan baku dan bahan lain yang digunakan dalam proses pengolahan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. berbagai bahan makanan. Zat gizi yaitu zat-zat yang diperoleh dari bahan makanan

BAB I PENDAHULUAN. melakukan berbagai upaya sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik

BAB I PENDAHULUAN. melakukan berbagai upaya sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pangan merupakan kebutuhan dasar utama bagi manusia yang harus dipenuhi

BAB I PENDAHULUAN. teknologi pangan dan bahan kimia yang dibutuhkan agar mutunya baik.

BAB I PENDAHULUAN. Makanan atau minuman adalah salah satu kebutuhan dasar manusia.

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak memenuhi syarat, dan terhadap kerugian sebagai akibat produksi,

BAB 1 PENDAHULUAN. aman dapat menimbulkan gangguan kesehatan bahkan keracunan. Penentuan

BAB I PENDAHULUAN. digunakan dalam makanan. Kurangnya perhatian terhadap hal ini telah sering

BAB I PENDAHULUAN. dengan harga yang murah, menarik dan bervariasi. Menurut FAO (Food

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya sasaran pembangunan pangan adalah menyediakan pangan

BAB I PENDAHULUAN. gizi dan mempunyai bentuk yang menarik, akan tetapi juga harus aman dalam arti

BAB I PENDAHULUAN. sendiri. Faktor-faktor yang menentukan kualitas makanan baik, dapat ditinjau dari

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai

I. PENDAHULUAN. setiap orang. Menurut Food and Agriculture Organization (FAO) dalam. terbawa hingga dewasa. Kegemaran masyarakat akan jajan atau

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Menurut WHO, makanan adalah : Food include all substances, whether in a

BAB I PENDAHULUAN. setiap rakyat Indonesia dalam mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas

BAB 1 PENDAHULUAN. Makanan adalah salah satu kebutuhan manusia.dalam kehidupan sehari-hari.

BAB I PENDAHULUAN. makanan makhluk hidup dapat memperoleh zat-zat yang berguna bagi

I. PENDAHULUAN. additive dalam produknya. Zat tambahan makanan adalah suatu senyawa. memperbaiki karakter pangan agar mutunya meningkat.

BAB I PENDAHULUAN. Bakso merupakan makanan jajanan yang paling populer di Indonesia.

memerlukan makanan yang harus dikonsumsi setiap hari, karena makanan merupakan sumber energi dan berbagai zat bergizi untuk mendukung hidup

BAB I PENDAHULUAN. dan pembinaan dari pemerintah. Akibat kemajuan ilmu teknologi pangan di dunia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Makanan merupakan komponen penting bagi kehidupan manusia, karena

PENERAPAN PENGETAHUAN BAHAN TAMBAHAN PANGAN PADA PEMILIHAN MAKANAN JAJANAN MAHASISWA PENDIDIKAN TATA BOGA UPI

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan generasi penerus bangsa. Kualitas anak-anak akan

BAB I PENDAHULUAN. dan merata. Maksudnya bahwa dalam pembangunan kesehatan setiap orang

BAB I PENDAHULUAN. harus aman dalam arti tidak mengandung mikroorganisme dan bahan-bahan kimia

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan harga mutlak bagi setiap orang. Menurut Undangundang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan rancangan cross

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mikrobiologisnya. Secara visual faktor warna yang tampil terlebih dahulu terkadang

BAB I PENDAHULUAN. yang secara alami bukan merupakan bagian dari bahan baku pangan, tetapi

BAB I PENDAHULUAN. mencerdaskan bangsa khususnya pada Program Pendidikan Dasar, anak usia

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan bahan kimia sebagai bahan tambahan pada makanan (food

BAB I PENDAHULUAN. ilmu pengetahuan terpenuhi. Menurut UU No.7 tahun 1996 menyebutkan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. antar seorang perempuan dengan seorang laki-laki dengan tidak menyangkut juga

BAB I PENDAHULUAN. diminati oleh mayoritas masyarakat Indonesia, karena rasanya yang gurih dan

Lampiran 1. A. Karakteristik Responden 1. Nama Responden : 2. Usia : 3. Pendidikan :

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. yang luas wilayahnya 64,79 km atau sekitar 0,58 % dari luas Provinsi Gorontalo.

BAB I PENDAHULUAN. asasi setiap rakyat Indonesia dalam mewujudkan sumber daya manusia yang

BAB 1 PENDAHULUAN. beberapa faktor, seperti cita rasa, tekstur, dan nilai gizinya, juga sifat

BAB I PENDAHULUAN. saing manusia akan meningkat yang berpengaruh terhadap kelanjutan serta kemajuan

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak memenuhi syarat keamanan dan dapat membahayakan kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. akan menimbulkan penyakit bagi yang mengkonsumsinya (Fardiaz, 1993).

BAB 1 PENDAHULUAN. kebanyakan masyarakat. Meskipun memiliki beberapa keunggulan, tetapi

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Seluruh masyarakat merupakan konsumen dari makanan sekaligus

Total. Warung/ Kios. Pedagang Kaki Lima

Kuesioner Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. Kita hidup di dunia ini dilengkapi dengan lima indra yaitu penglihatan,

BAB 1. Di Indonesia, sebagian besar masyarakatnya mempunyai tingkat pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Bahan pangan adalah bahan yang memungkinkan manusia tumbuh dan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Ilotidea, Tualango, Tabumela, Tenggela dan Tilote. Kecamatan Tilango memiliki

BAB 1 PENDAHULUAN. penting. Saat ini minuman dijual dalam berbagai jenis dan bentuk, serta

BAB 1 : PENDAHULUAN. sanitasi. Banyaknya lingkungan kita yang secara langsung maupun tidak lansung. merugikan dan membahayakan kesehatan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Undang-undang Kesehatan No. 36 tahun 2009 pasal 48 telah. kesehatan keluarga, perbaikan gizi, pengawasan makanan dan minuman,

BAB 1 PENDAHULUAN. Kolang-kaling merupakan hasil produk olahan yang berasal dari perebusan

Dewi Ayu Setiawati 1, Nurmaini 2, Indra Chahaya 2. Departemen Kesehatan Lingkungan

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi masalah adalah kebiasaan jajan dikantin atau warung di sekitar

I. PENDAHULUAN. Perkembangan dunia usaha di Indonesia pada saat ini kian pesat, terutama di

BAB 1 PENDAHULUAN. makanan dan kosmetik di berbagai negara. Pangan yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Makanan selalu dikonsumsi dalam kehidupan sehari-hari. Cara penyajian

BAB 1 PENDAHULUAN. ikan laut yang dicampur dengan bahan-bahan, seperti cabe kering yang dihaluskan

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan mental. Pertumbuhan serta perkembangan fisik memiliki. hubungan yang erat dengan status gizi anak dan konsumsi makanan

RINGKASAN Herlina Gita Astuti.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Salah satu prioritas pangan yang menjadi perhatian serius adalah pangan

I. PENDAHULUAN. (Capsicum annum L) atau cabai merah merupakan tanaman musiman yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. diperuntukkan sebagai makanan dan minuman yang dikonsumsi manusia,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

IDENTIFIKASI KANDUNGAN FORMALIN PADA TAHU YANG DIJUAL DI PASAR SENTRAL KOTA GORONTALO. Sriyanti Dunggio, Herlina Jusuf, Ekawaty Prasetya 1

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

ANALISIS PEWARNA BUATAN PADA SELAI ROTI YANG BERMEREK DAN TIDAK BERMEREK YANG BEREDAR DI KOTA MEDAN TAHUN Departemen Kesehatan Lingkungan

Zat Kimia Berbahaya Pada Makanan

BAB I PENDAHULUAN. 2004). Anak membeli jajanan menurut kesukaan mereka sendiri dan tanpa

BAB I PENDAHULUAN. terciptanya struktur ekonomi yang seimbang dan kokoh yang meliputi aspek

BAB I PENDAHULUAN. adanya makanan maka manusia tidak dapat melangsungkan hidupnya. Makanan

yang mengandung bahan-bahan kimia berbahaya, khususnya makanan basah dibutuhkan oleh manusia. Namun, ketika isu formalin dan bahan-bahan kimia

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan bantuan kapang golongan Rhizopus Sp. Menurut Astawan

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan berbasis agroindustri semakin ketat. Selain itu, ketatnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Pesatnya pembangunan Indonesia di bidang ekonomi telah memicu

BAB I PENDAHULUAN. berbahaya di dalam setiap masakan makanan yang akan dimakan. juga sesuai dengan selera mereka masing-masing.

BAB 1 PENDAHULUAN. pewarna sintesis yang digunakan dalam makanan adalah aman. bahan yang diwarnai berwarna merah. Penyalahgunaan Rhodamine B pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Makanan jajanan sekolah merupakan masalah yang perlu menjadi perhatian

ARTIKEL IDENTIFIKASI KANDUNGAN PEMANIS BUATAN SIKLAMAT PADA MINUMAN KEMASAN YANG DIJUAL DI WILAYAH SEKOLAH DASAR DI KECAMATAN MOJOROTO KOTA KEDIRI

DAFTAR PERTANYAAN UNTUK DEPTH INTERVIEW WAWANCARA MENDALAM. 1. Daftar wawancara Kepala Lembaga Pembinaan dan Perlindungan

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah survai yang bersifat deskriptif yaitu menganalisa

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sebanyak 22%, industri horeka (hotel, restoran dan katering) 27%, dan UKM

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Banyak orang mengatakan membuat makanan tradisional sangat repot dan

BAB 2 DATA & ANALISA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Propinsi Gorontalo terdiri dari 1 Kota dan 5 Kabupaten dalam luas wilayah

LKS 01 MENGIDENTIFIKASI ZAT ADITIF DALAM MAKANAN

BAB I PENDAHULUAN. setiap orang. Dalam hal ini yang dimaksud makanan adalah segala sesuatu. pembuatan makanan atau minuman. 1

BAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia memerlukan makanan untuk menunjang kelangsungan hidupnya.

Transkripsi:

1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia. Segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku dan bahan lain yang digunakan dalam proses pengolahan makanan dan minuman (Mahendratta, 2007). Karena itu masalah yang berkaitan dengan pengolahan pangan dari tahap produksi sampai ketahap konsumen harus ditanganin sampai tuntas agar mutu kehidupan manusia terus meningkat. (Pratama et.al, 2015). Undang - Undang Kesehatan RI No.36 Tahun 2009 Pasal 109-111 tentang pengamanan makanan dan minuman menyebutkan setiap orang dan badan hukum yang memproduksi, mengolah, serta mendistribusikan makanan dan minuman yang diperlakukan sebagai makanan dan minuman hasil teknologi rekayasa genetik yang diedarkan harus terjamin agar aman bagi manusia, dan lingkungan (Depkes, 2009). Sejak pertengahan abad ke-20 ini, peranan tambahan pangan semakin penting sejalan dengan kemajuan teknologi produksi bahan tambahan pangan sintesis. Banyaknya bahan tambahan pangan dalam bentuk lebih murni dan tersedia secara komersil dengan harga yang relatif murah akan mendorong meningkatnya pemakaian bahan tambahan pangan yang berarti meningkatkan konsumsi bahan tersebut bagi setiap individu (Cahyadi, 2009). Seiring berkembangnya teknologi, produksi instan sangat digemari oleh masyarakat karena mudah, cepat dan murah. Berkembangnya bahan tambahan pangan

mendorong pula perkembangan makanan hasil olahan pabrik, yakni bertambah aneka ragam jenisnya serta cita rasa dan penampakannya (Saparianto dan Hidayati, 2006). Penggunaan bahan tambah pangan (BTP) banyak digunakan oleh para produsen untuk memberikan daya tarik tersendiri bagi produksi pangan. BTP seperti pewarna mampu menarik mata pembeli. Anak-anak dan orang dewasa pun terkadang sering terjebak oleh tampilan luar dari makanan seperti warna dan bentuk. Hal ini merupakan kelemahan konsumen yang dimanfaatkan oleh produsen. Sehingga konsumen harus cerdas memilih produk yang aman untuk di konsumsi, karena tidak semua bahan tambahan (adiktif) aman bagi tubuh (Aminah dan Himawan, 2009). Berdasarkan Permenkes No. 33 Tahun 2012 tentang bahan tambahan pangan, penggolongan BTP terdapat 27 golongan, beberapa golongan yang biasa menjadi perhatian masyarakat seperti zat pewarna, pemanis dan pengawet (Permenkes RI, 2012). Penggunaan Bahan Tambahan Pangan seperti pewarna dan pemanis buatan sering dilakukan terhadap bahan pangan untuk dikonsumsi sehari-hari. Pada dasarnya penggunaan BTP memiliki persyaratan khusus, yaitu tidak bersifat toksik (racun), tidak digunakan untuk upaya menutupi keadaan buruk yang sesungguhnya, dan penggunaan harus sesuai dengan dosis tertentu untuk menghindari efek keracunan atau alergi yang dapat terjadi (Mahendradatta, 2007). Departemen kesehatan telah memasyarakatkan BTP yang diizinkan dalam proses produksi makanan dan minuman, yang tertuang dalam Permenkes dengan acuan UU No.36 Tahun 2009 tentang kesehatan yang menekankan aspek keamanan. Sedangkan UU No.7 Tahun 1996 tentang pangan, selain mengatur aspek keamanan dan mutu dan gizi, juga

mendorong terciptanya perdagangan yang jujur dan bertanggung jawab serta terwujudnya tingkat kecukupan pangan yang terjangkau sesuai kebutuhan masyarakat (Cahyadi, 2009). Walaupun pemerintah sudah menetapkan peraturan mengenai penggunaan BTP, masih saja produsen yang menggunakan BTP yang dilarang yang dapat membahayakan kesehatan manusia. Seperti hasil penelitian BPOM yang telah dilakukan di 18 provinsi pada Tahun 2008 diantaranya Jakarta, Surabaya, Semarang, Bandar Lampung, Denpasar dan Padang terhadap 861 contoh makanan terbukti bahwa 39,95% (344 sampel) tidak memenuhi syarat keamanan pangan. Terdapat 10,45% mengandung Rhodamin B dan Metanil Yellow (BPOM, 2008) Penelitian juga dilakukan Badan POM terhadap Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) yang diambil dari 886 Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah yang tersebar di 30 kota di Indonesia. Selama Tahun 2011 telah diambil sebanyak 4.808 sampel PJAS terdapat 1.705 (35,46%) sampel diantaranya tidak memenuhi syarat kemanan dan mutu pangan (BPOM, 2011). Hasil pengujian terhadap parameter uji bahan tambahan pangan yang dilarang yaitu boraks dan formalin pada 3.206 sampel terdiri dari mie basah, bakso, kudapan dan minuman ringan, diketahui bahwa 94 (2,93%) sampel mengandung boraks dan 43 (1,43%) formalin. Untuk pewarna yang dilarang pada 3.925 sampel terdiri dari minuman berwarna merah, sirup, jelly, dan makanan ringan diketahui 40 sampel mengandung Rhodamin B. Disamping itu dari 3.925 sampel produk PJAS juga ditemukan 421 (10,73%) sampel mengandung pemanis siklamat, 52 (1,32%) sakarin, 10 (0,25%) asesulfam yang melebihi batas persyaratan. Dan 32 (0,82%) sampel mengandung pengawet benzoate, 4 (0,10%) sorbat yang juga melebihi batas persyaratan (BPOM, 2011).

Penggunaan bahan tambahan makanan yang dinyatakan terlarang pada produk makanan atau penggunaan yang melebihi batas ketentuan aman, masih sering ditemukan dipasaran. Produk makanan yang kurang sehat berasal dari industri kecil dan industri rumah tangga atau bahkan juga tanpa disadari masih selalu muncul dikeluarga. Sehingga penggunaan pewarna makanan sering menimbulkan kontroversi khususnya terhadap resiko kesehatan (Pitojo dan Zumiati, 2009). Penelitian tahun 2011 yang telah dilakukan Badan POM terhadap pemeriksaan 4.946 sarana distribusi pangan, 1,752 (35,42%) sarana distribusi ditemukan tidak memenuhi ketentuan karena menjual produk pangan rusak, pangan kadaluarsa, pangan Tanpa Izin Edar (TIE) dan pangan Tidak Memenuhi Ketentuan (TMK) label. Dari hasil intensifikasi pengawasan dicurigai pada sarana distribusi ditemukan 164.529 kemasan pangan memenuhi syarat. 4.155 (2,53%) pangan dalam keadaan rusak, 49.433 (30,04%) pangan kadaluarsa, 80.442 (48,89%) pangan TIE, dan 30.499 (18,45%) pangan TMK (BPOM, 2011). Banyaknya kasus keracunan makanan yang terjadi dimasyarakat mengindikasikan adanya kesalahan yang dilakukan masyarakat dalam mengolah dan mengawetkan bahan makanan yang dikonsumsi. Problematika mendasar pengolahan makanan dilakukan masyarakat lebih disebabkan budaya pengolahan pangan yang kurang berorientasi terhadap nilai gizi. Serta keterbatasan pengetahuan sekaligus desakan sehingga masalah pemenuhan dan pengolahan bahan pangan terabaikan (Pratama et.al, 2015). Hasil penelitian juga di lakukan oleh Ayuningtias pada jajanan roti di Kecamatan Binjai Kota dan Binjai Utara tahun 2014 terhadap zat pewarna, zat pemanis dan zat pengawet menunjukkan dari 20 roti isi selai terbukti menggunakan zat pewarna, 2 (16,7%) jajanan roti menggunakan zat pewarna Methanyl yellow dan 3 (37,5%) jajanan roti

menggunakan Rhodamine B. Dari 20 roti isi selai terdapat 9 (45%) jajanan roti mengunakan zat pemanis siklamat. Dari 60 jajanan roti seluruhnya menggunakan zat pengawet potassium bromated (Ayuningtias, 2014). Sejumlah zat aditif berdampak buruk pada sistem pencernaan, saraf, pernapasan, dan kulit. Gangguan pada pencernaan berupa diare dan nyeri. Gangguan pada saraf berupa hipereaktivitas, insomnia dan iritasi. Gangguan pernapasan berupa sinusitis. Sementara gangguan pada kulit berupa urtikaria, gatal, asma, rhinitis, dan kemerahan dan pembengkakan (Arisman, 2009). Salah satu jenis produk makanan yang biasanya menggunakan bahan tambahan makanan adalah selai. Selai buah merupakan salah satu produk pangan semi basah yang cukup dikenal dan disukai masyarakat. Food and Drug Administration (FDA) mendefinisikan selai sebagai produk olahan buah-buahan, baik berupa buah segar, buah beku, buah kaleng maupun campuran ketiganya, pemanfaatan buah menjadi produk selai dapat mendatangkan keuntungan yang cukup. Selai yang dihasilkan juga dapat disimpan dalam waktu relatif lama (Fachruddin, 1997). Penelitian Agustina pada produk selai yang beredar dibeberapa pasar tradisional Kota Medan tahun 2013, diketahui dari 12 sampel selai yang diperiksa (selai bermerek dan tidak bermerek) ditemukan dari 6 selai roti bermerek yang diperiksa 4 sampel mengandung zat pewarna yang diizinkan dan 6 sampel selai roti tidak bermerek yang diperiksa 3 sampel mengandung zat pewarna yang diizinkan yaitu Amaranth dan Tartrazine. Kadar yang terdapat pada 12 sampel selai roti bermerek terdapat 2 sampel yang tidak memenuhi syarat yaitu 346 mg/kg, 205 mg/kg dan 1 sampel selai roti tidak bermerek tidak memenuhi syarat yaitu 295 mg/kg (Agustina, 2013).

Banyaknya produk selai dengan merek yang berbeda dipasaran membuat para produsen rumah tangga bersaing meningkatkan daya tahan penyimpanan serta penampilan pada selai dengan menambahkan berbagai bahan tambahan makanan (BTM), diantaranya yang digunakan seperti bahan zat pemanis, zat pewarna dan zat pengawet. Banyaknya selai dalam kemasan yang berasal dari produksi rumah tangga yang penambahan BTM tidak dicantumkan berupa kadar BTM, sehingga dimungkinkan kadar yang ditambahkan melebihi batas maksimum yang telah ditetapkan (Pratama et.al, 2015). Pada dasarnya pasar tradisional mempunyai fungsi untuk menyediakan kebutuhan hidup masyarakat sehingga pasar menjadi tempat yang sangat ramai dikunjungi oleh masyarakat di Kota Medan. Pasar tradisional banyak menyediakan berbagai produk pangan berupa kebutuhan primer maupun sekunder seperti beras, sayur mayur, ikan, daging, buah-buahan, pakaian, sepatu dan lain-lain. Jumlah pasar tradisional yang ada di Kota Medan terdiri dari lima puluh tiga jenis pasar baik yang berskala kecil maupun berskala besar. Segala sesuatu yang dibutuhkan masyarakat dengan mudah dapat ditemukan dalam pasar yang menyediakan segalanya yang dibutuhkan (Carolina,2013). Hasil survei pendahuluan peneliti di beberapa pasar tradisional yang ada di kota Medan seperti Pasar Helvetia, Pasar Setia Budi, Pasar Kampung Lalang, Pasar Simpang Limun dan Pasar Aksara. Pasar ini dipilih sebagai lokasi penelitian dikarenakan pasar-pasar ini yang hanya menjual produk selai buah tidak bermerek dengan banyak variasi rasa seperti rasa strawberry, blueberry, nanas, coklat dan selai lainnya seperti srikaya, kacang dan pandan. Variasi rasa dari selai banyak diminati oleh masyarakat, baik itu untuk dikonsumsi sendiri (35%) dan digunakan ke dalam produk makanan untuk dijual (75%) berdasarkan wawancara oleh produsen selai buah yang tidak bermerek.

Selai buah rasa strawberry, blueberry dan nanas dipilih sebagai sampel penelitian nantinya karena selai rasa ini lebih diminati masyarakat Kota Medan disamping harga yang relatif murah dan memiliki karakteristik yang berbeda dari selai lainnya seperti aroma yang khas, rasa yang manis dan warna yang menarik serta mempunyai daya simpan yang cukup lama dan mudah untuk diaplikasikan ke berbagai produk makanan. Biasanya selai buah paling banyak digunakan untuk isi roti bakar yang ada dijual di beberapa jalan yang ada di Kota Medan. Selain itu selai juga digunakan untuk aneka kue, cemilan dan isi roti pedagang keliling. Selai ini mudah dijumpai ditoko roti dan ditoko makanan di beberapa pasar tradisional di Kota Medan, selai ini dikemas rapat dengan berbagai jenis ada selai bermerek dan tidak bermerek yang berasal dari produksi lokal maupun import dari luar negri. Peneliti disini hanya memfokuskan pada selai buah yang tidak bermerek yang dipasarkan dibeberapa pasar tradisional Kota Medan, dijual dalam bentuk kemasan plastik ukuran seperempat dan setengah kilogram dengan harga yang relatif murah sehingga dikhawatirkan terjadinya penyimpangan dalam jenis dan kadar penggunaan bahan tambahan pangan seperti zat pewarna, pemanis dan pengawet pada selai tersebut. Berdasarkan survei awal yang telah dilakukan peneliti tertarik untuk menganalisis jenis dan kadar penggunaan bahan tambah pangan seperti zat pewarna, pemanis dan pengawet pada selai buah yang tidak bermerek. 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian adalah mengetahui jenis dan kadar zat pemanis, pewarna dan pengawet pada selai buah tidak bermerek yang dijual dibeberapa Pasar Tradisional di Kota Medan pada Tahun

2016 dan penggunaanya akan disesuai dengan persyaratan Permenkes RI Nomor 33 Tahun 2012 tentang Bahan Tambahan Pangan, yang menyatakan bahwa bahan tambah pangan boleh digunakan jika tidak melebihi batas maksimum penggunaan dalam kategori pangan. 1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini untuk mengetahui jenis dan kadar zat pemanis, zat pewarna dan zat pengawet yang digunakan dalam selai buah tidak bermerek yang dijual di beberapa Pasar Tradisional Kota Medan kemudian disesuaikan dengan Permenkes RI Nomor 33 Tahun 2012 tentang Bahan Tambahan Pangan. 1.4 Manfaat Penelitian 1. Sebagai informasi bagi masyarakat selaku konsumen untuk berhati-hati dalam memilih makanan khususnya produk selai buah dijual dibeberapa Pasar Tradisional di Kota Medan. 2. Sebagai bahan masukan bagi Dinas Kesehatan dan Badan POM untuk mengadakan pengawasan terhadap penggunaan bahan tambah pangan seperti zat pewarna, pemanis dan pengawet pada selai buah yang ada dibeberapa Pasar Tradisional di Kota Medan. 3. Menambah pengetahuan bagi peneliti dan pembaca terutama mengenai penggunaan zat pewarna, pemanis dan pengawet pada selai buah yang dijual di pasar tradisional Kota Medan.