ANALISIS TINGKAT EFEKTIVITAS PAJAK HIBURAN DI KABUPATEN PASURUAN TAHUN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. warga negaranya yang memenuhi syarat secara hukum berhak wajib untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BUPATI JEPARA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 19 TAHUN 2017 TENTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Pengertian pajak menurut Undang Undang Nomor 16 Tahun keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

BUPATI NGANJUK PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 06 TAHUN 2013 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TEGAL

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG

Kontribusi Pajak Hiburan Terhadap Penerimaan Pendapatan Daerah Untuk Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah ( PAD ) Kota Malang (Periode )

WALIKOTA GORONTALO PERATURAN DAERAH KOTA GORONTALO NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah adalah perkembangan kondisi di dalam dan luar negri. Kondisi di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009, pajak

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR : 6 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. tidak terlepas dari adanya pembangunan daerah. Saat ini di Indonesia telah

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Umumnya dikenal 2 fungsi pajak yaitu, budgetair dan regulerend. Budgetair

BAB I PENDAHULUAN. 1. Sejarah Berdiri dan Berkembangnya Dinas Pendapatan dan. Pengelolaan Keuangan dan Aset (DPPKA) Kota Surakarta

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan atau dikenal dengan istilah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam rangka meningkatkan kemampuan keuangan daerah agar dapat

WALIKOTA DENPASAR PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK HIBURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA DENPASAR,

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI

WALIKOTA MAGELANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG

BUPATI PATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SAMBAS NOMOR 2 TAHUN 2013

LEMBARAN DAERAH NOMOR 05 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK TENTANG

1 PERATURAN BUPATI SRAGEN NOMOR : 28 TAHUN 2012 TENTANG

BAB II LANDASAN TEORI. (2011), pajak adalah Iuran rakyat pada kas negara berdasarkan undang-undang (yang

ANALISIS PEMUNGUTAN PAJAK HIBURAN DALAM RANGKA PENINGKATAN PENDAPATAN ASLI DAERAH DI KOTA SURABAYA

BIDANG PAJAK DAN RETRIBUSI DAERAH

Mengingat : 1. Pasal 18 Ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

LAJU PERTUMBUHAN PAJAK RESTORAN, HOTEL DAN HIBURAN DALAM PAD KOTA KEDIRI

BAB IV PEMBAHASAN Perkembangan Target dan Realisasi Pajak Hiburan di Kabupaten

BAB II LANDASAN PUSTAKA 1. PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) diperoleh dari sektor pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyatakan bahwa otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2014 NOMOR 12

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK HIBURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BINTAN TAHUN 2011 NOMOR 11

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan pemerintahan dengan memberikan keleluasaan pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Soemohamijaya dalam Diana Sari (2013:22) pengertian pajak

ABSTRACT. Keywords : Effectiveness, contribution, land and building tax ABSTRAKSI

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat untuk penyelenggaraan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. a. Pengertian Pendapatan Asli Daerah (PAD)

BUPATI BULULUKUMBA. PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA Nomor : 7 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK HIBURAN

WALIKOTA PANGKALPINANG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

BUPATI GROBOGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG

WALIKOTATARAKAN PROVINSI KALIMANTANUTARA PERATURANDAERAH KOTATARAKAN NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pemerintah daerah diberi kewenangan yang luas untuk mengurus rumah

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori dan hasil penelitian yang relevan Suatu karya ilmiah harus berbekal pada teori sebab teori berfungsi untuk

BUPATI PURWAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR : 8 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK HIBURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK HIBURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGASEM,

BAB I PENDAHULUAN. mengurus keuangannya sendiri dan mempunyai hak untuk mengelola segala. sumber daya daerah untuk kepentingan masyarakat setempat.

BAB I PENDAHULUAN. tentang Pemerintahan Daerah, pada Pasal 1 ayat (5) disebutkan bahwa otonomi

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABALONG NOMOR 18 TAHUN 2011 T E N T A N G PAJAK HIBURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TABALONG,

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah salah satu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Djajadiningrat (1999) dalam Sari pengertian pajak adalah : Menurut Soemitro (1988) pengertian pajak adalah :

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan peluang dan sekaligus juga sebagai tantangan.

BAB 1 PENDAHULUAN. hak untuk mengurus sendiri rumah tangga daerahnya. Papua merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Otonomi

BAB I PENDAHULUAN. Undang Nomor 23Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK HIBURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG,

ANALISIS PENERIMAAN PAJAK HOTEL, PAJAK RESTORAN, PAJAK HIBURAN SEBAGAI SUMBER PENDAPATAN ASLI DAERAH (Studi Pada Dinas Pendapatan Daerah Kota Malang)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BUPATI SUKABUMI PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKABUMI NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK HIBURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKABUMI,

Isfatul Fauziah Achmad Husaini M. Shobaruddin

GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS lbukota JAKARTA, TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan harus dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat. Pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. dikelola dengan baik dan benar untuk mendapatkan hasil yang maksimal.

ANALISIS EFEKTIVITAS DAN KONTRIBUSI PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN (PBB P2) TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) KABUPATEN JEMBER

BAB I PENDAHULUAN. bersangkutan, sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 32

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN. pemerintah yang bersifat wajib (dapat dipaksakan) berdasarkan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. mayoritas bersumber dari penerimaan pajak. Tidak hanya itu sumber

Menimbang: a. bahwa pajak hiburan merupakan salah satu sum be r pendapatan daerah yang penting guna membiayai

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

EFEKTIVITAS PAJAK RESTORAN UNTUK MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) PADA PEMERINTAH DAERAH KOTA KEDIRI

BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Pajak Pengertian Pajak Prof. Dr. Rochmat. Soemitro, SH Waluyo

WALIKOTA SURAKARTA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR 21 TAHUN 2017 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR : 14 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK HIBURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIGI,

BUPATI BANGKA TENGAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PONTIANAK,

PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. Hal tersebut sesuai dengan ketentuan umum pada Undang-Undang. Nomor 22 Tahun 1999 kemudian direvisi menjadi Undang-Undang Nomor

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 10 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK HIBURAN

Diaz Ardhiansyah Sri Mangesti Rahayu Achmad Husaini Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya Malang

BAB I PENDAHULUAN. daerahnya dari tahun ke tahun sesuai dengan kebijakan-kebijakan yang telah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Peran pemerintah daerah semakin meningkat dengan adanya kebijakan otonomi

Pengaruh Pajak Hiburan Terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Bandung

BAB I PENDAHULUAN. ini tidak terlepas dari keberhasilan penyelenggaraan pemerintah propinsi maupun

lq". '#,, Bangunan Perdesaan dan Perkotaan perlu dilakukan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1959 tentang

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG

WALIKOTA CIREBON PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA CIREBON NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adil dan makmur sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar pembangunan tersebut dibutuhkan dana yang cukup besar.

PEMERINTAH KABUPATEN TANGGAMUS

BAB I PENDAHULUAN. dengan kata lain Good Governance, terdapat salah satu aspek di dalamnya yaitu

LEMBARAN DAERAH KOTA SURAKARTA TAHUN 2011 NOMOR 3 WALIKOTA SURAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK DAERAH

Transkripsi:

1 ANALISIS TINGKAT EFEKTIVITAS PAJAK HIBURAN DI KABUPATEN PASURUAN TAHUN 2009-2013 Manasha Rosatia Sari manashasari@gmail.com Universitas Negeri Surabaya ABSTRACT The Local Genuine Income called PAD is a source of local income which may consist of local tax, local retribution, separated local wealth management, and others. Entertainment Tax is local tax component.entertainment is a potential sector for improvement of Pasuruan local revenue. The objective of research is to understand the contribution, effectiveness and growth rates of entertainment taxes to Local Genuine Income called PAD. This research be expected can provide benefit and input for the local government of Pasuruan.the object of this research is Entertainment Tax acceptance in Pasuruan about 2009-2013. Method data collection who used in this research is secondary data. Method data analyze who used contribution, effectiveness and growth rate. Based of the result, show that the average contribution rate of entertainment tax to Local Genuine Income is 2,07%. The effectiveness rate of Entertainment Tax is 125,24% and the average of growth rate of Entertainment Tax is 35,04%. Keywords: Local Genuine Income, Local Tax, Entertainment Tax, Contribution, Effectiveness, Growth Rate. PENDAHULUAN Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan menganut asas desentralisasi dalam menyelenggarakan pemerintahan, dengan memberikan kesempatan dan keleluasaan kepada daerah umtuk menyelenggarakan otonomi daerah ( Bratakusumah dan Solihin, 2001:1). Otonomi daerah menurut UU No 5 Tahun 1974 adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Yang dimaksud daerah otonom adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas wilayah tertentu yang berhak, berwenang dan berkewajiban mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia, sesuai dengan peraturan

2 perundang-undangan yang berlaku. Tanggal 1 Januari Tahun 2001, otonomi daerah mulai diberlakukan di Indonesia. Dengan adanya otonomi, setiap daerah dituntut untuk mencari sumber penerimaan daerahnya sendiri guna membiayai pengeluaran daerah tersebut. Pemerintah daerah memiliki kewenangan untuk melakukan pemungutan terhadap pajak-pajak tertentu, dan melakukan usahausaha tertentu untuk mendapatkan sejumlah pemasukan untuk membiayai pengeluaran daerahnya. Sumber-sumber pembiayaan pelaksanaan daerah otonom berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), dana perimbangan, pinjaman daerah dan lain lain penerimaan yang sah. Salah satu sumber keuangan daerah yang dapat dioptimalkan penggaliannya adalah PAD (Sobandi, 2005). Sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) yaitu hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain PAD yang sah. Pajak daerah adalah salah satu sumber PAD yang memiliki peranan cukup besar. Penerimaan pajak yang tinggi dapat sangat mendukung pembiayaan daerah otonom untuk merealisasikan pembangunan. Adanya Undang-Undang No 28 Tahun 2009 tentang pajak daerah membawa suasana baru dalam pengelolaan keuangan daerah, dimana daerah diberi hak dan kewenangan untuk mengelola keuangannya sendiri, baik pemasukan maupun pengeluarannya. Sehingga pemerintah harus mengetahui dan menggali sektor-sektor paling potensial di daerahnya. Kabupaten Pasuruan adalah kabupaten di Provinsi Jawa Timur yang merupakan salah satu daerah otonom di Indonesia. Sebagai salah satu daerah otonom yang ada di Indonesia. Sudah seharusnya pemerintah kabupaten pasuruan

3 merealisasikan program-program pembangunan untuk mensejahterakan daerah otonominya. Kabupaten Pasuruan kepadatan penduduknya yang mencapai 928,97 jiwa/km 2 memerlukan tersedianya dana yang besar untuk memenuhi pembangunan daerahnya. Lokasinya yang berdekatan dengan Ibu Kota Provinsi serta potensi dan sumber daya alam yang ada di Kabupaten Pasuruan menjadikan Kabupaten Pasuruan sebagai salah satu wilayah dalam pengembangan pariwisata, bisnis, industri, dan perdagangan. Selain itu daerah ini memiliki banyak daya tarik wisata yang menarik, banyak, dan lengkap dengan didukung suhu yang cukup sejuk karena sebagian wilayah terletak di dataran tinggi. Oleh sebab itu, pajak hiburan memiliki peranan penting dalam menyumbang PAD Kabupaten Pasuruan. Semakin tinggi minat wisatawan terhadap fasilitas hiburan yang tersedia di Kabupaten Pasuruan ini maka, semakin tinggi pula pajak yang dipungut atas penggunaan fasilitas hiburan tersebut. Hal ini sangat menguntungkan bagi pemerintahan Kabupaten Pasuruan, karena pajak yang dipungut menjadi pemasukan untuk PAD yang berguna dalam proses pembangunan daerahnya. Jika dilihat tarif pengenaan pajak berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Pasuruan Nomor 2 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah, tarif pajak hiburan mencapai 40% (empat puluh persen) dibandingkan tarif pajak lain seperti tarif pajak hotel sebesar 10% (sepuluh persen), tarif pajak restoran sebesar 10% (sepuluh persen), tarif pajak reklame sebesar 25% (dua puluh lima persen), tarif pajak penerangan jalan sebesar 9% (sembilan persen), tarif pajak mineral bukan logam dan batuan sebesar 25% (dua puluh lima persen), tarif pajak parkir sebesar 25% (dua puluh lima persen), tarif pajak air tanah sebesar 20% (dua puluh

4 persen), tarif pajak sarang burung walet sebesar 10% (sepuluh persen), tarif pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan paling tinggi sebesar 0,2% (nol koma dua persen). Dengan besaran tarif di atas, pajak hiburan merupakan pajak daerah yang pengenaan tarifnya paling besar yaitu 40%, sehingga peranannya penting dalam kontribusinya untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD), namun faktanya sepanjang tahun 2009 sampai tahun 2013, kontribusi pajak hiburan terhadap Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Pasuruan sangat kurang. Berikut data kontribusi pajak hiburan terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD): Tabel 1. Kontribusi Pajak Hiburan Terhadap Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Pasuruan tahun 2009-2013 Tahun Realisasi Pajak Realisasi Pendapatan Prosentase (%) Hiburan (Rp) Asli Daerah (Rp) 2009 1.746.486.000 87.297.870.000 2,00 2010 2.359.652.000 97.485.175.000 2,42 2011 2.707.501.000 143.862.843.000 1,88 2012 4.089.153.000 194.858.675.000 2,10 2013 5.387.565.000 278.165.168.000 1,94 Sumber: Data diolah penulis Kontribusi pajak hiburan terhadap Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Pasuruan selama 5 (lima) tahun berturut-turut dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2013 menunjukkan data yang fluktuatif. Untuk kontribusi pajak hiburan tertinggi pada tahun 2010 sebesar 2,42% dan yang paling rendah tahun 2011

5 sebesar 1,88%. Rata-rata kontribusi pajak hiburan terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) yaitu 2,07%, dimana terdapat hasil kontribusi yang berada diatas rata-rata yaitu pada tahun 2012 sebesar 2,10% dan pada tahun 2010 merupakan pencapaian kontribusi tertinggi yaitu sebesar 2,42%. Rata-rata pajak hiburan tersebut menunjukkan hasil yang sangat kurang berkontribusi dengan Pendapatan Asli Daerah, jika merujuk pada peraturan Depdagri Tahun 1996 karena dibawah 10%. Dengan pengenaan tarif pajak hiburan 40%, ternyata rata-rata kontribusi yang dihasilkan hanya sebesar 2,07% terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD). Sedangkan potensi Kabupaten Pasuruan di sektor hiburan cukup banyak, seperti tersedianya fasilitas pertunjukan hiburan, permainan billyard, diskotik, kelab malam, lapangan golf, pacuan kuda dan jumlah dari masing-masing fasilitas tersebut tidak sedikit karena didukung oleh geografis Kabupaten Pasuruan yang sebagian adalah kawasan pegunungan. Jika dibandingkan dengan tarif pajak hiburan sebesar 40% maka terbilang kurang memuaskan jika rata-rata kontribusi yang diberikan hanya 2,07% sedangkan sektor hiburan sangat berpotensial untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Pasuruan. Dari uraian di atas, peneliti ingin menggali seberapa besar tingkat efektivitas pajak hiburan sehingga berhubungan dengan besar kecilnya kontribusi terhadap PAD. Maka judul yang diangkat penulis ANALISIS TINGKAT EFISIENSI PAJAK HIBURAN DI KABUPATEN PASURUAN TAHUN 2009-2013. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka penulis mencoba untuk mengidentifikasikan permasahan sebagai bahan yang diteliti dan dianalisis sebagai berikut:

6 Bagaimana tingkat efektivitas pajak hiburan di Kabupaten Pasuruan sepanjang tahun 2009 sampai 2013? Tujuan Penelitian Berdasarkan masalah yang diteliti maka tujuan penelitian adalah untuk mengetahui dan menganalisis tingkat efektivitas pajak hiburan di Kabupaten Pasuruan. KAJIAN PUSTAKA Otonomi Daerah Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Pasal 1 ayat 5 menyebutkan bahwa konsep Otonomi Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Beberapa aturan perundang-undangan yang berhubungan dengan pelaksanaan otonomi daerah adalah: 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah; 2. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah; 3. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah; 4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah; 5. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah;

7 6. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Pemerintah Daerah; 7. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Pasal 22 menyebutkan, dalam menyelenggarakan otonomi, daerah mempunyai kewajiban: 1. Melindungi masyarakat, menjaga persatuan, kesatuan dan kerukunan nasional, serta keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia; 2. Meningkatkan kualitas kehidupan, masyarakat; 3. Mengembangkan kehidupan demokrasi; 4. Mewujudkan keadilan dan pemerataan; 5. Meningkatkan pelayanan dasar pendidikan; 6. Menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan; 7. Menyediakan fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak; 8. Mengembangkan sistem jaminan sosial; 9. Menyusun perencanaan dan tata ruang daerah; 10. Mengembangkan sumber daya produktif di daerah; 11. Melestarikan lingkungan hidup; 12. Mengelola administrasi kependudukan; 13. Melestarikan nilai sosial budaya; 14. Membentuk dan menerapkan peraturan perundang-undangan sesuai dengan kewenangannya; dan 15. Kewajiban lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.

8 Yang dimaksud undang-undang tersebut adalah menjadikan daerah lebih mandiri, kreatif dan masyarakat diharapkan lebih sejahtera, karena menurut Rancangan Undang-Undang Republik Indonesia telah disebutkan bahwa hakekat otonomi daerah adalah untuk menyejahterakan masyarakat daerah, Pemerintah Daerah harus fokus pada pelaksanaan dua kelompok urusan pemerintahan. Pertama, urusan pemerintahan wajib dan khususnya terkait dengan pelayanan dasar. Kedua, urusan pilihan yang terkait dengan pengembangan sektor unggulan daerah yang bersangkutan. Pendapatan Asli Daerah Sumber-sumber keuangan daerah menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Pasal 31: 1. Pendapatan Asli Daerah (PAD) a. Pajak daerah b. Retribusi c. Laba perusahaan daerah d. Pendapatan lain-lain yang sah 2. Perimbangan keuangan a. Bagian dari PBB b. Bagian dari BPHTP c. Bagian dari pendapatan sumberdaya alam d. Dana Alokasi Umum (DAU) e. Dana Alokasi Khusus (DAK) 3. Pinjaman daerah 4. Pendapatan lain-lain

9 Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundangundangan. Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan salah satu indikator yang menentukan derajat kemandirian suatu daerah. Semakin tinggi kontribusi Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap total pemasukan daerah maka semakin mandiri daerah tersebut. Pajak Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2009 Pasal 1 menyebutkan pajak adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemampuan rakyat. Manfaat pajak sendiri adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan. Pajak Daerah Marsyahrul dalam Priskila (2013) menyatakan, pajak daerah adalah pajak yang dikelola oleh pemerintah daerah (baik pemerintah daerah TK.I maupun pemerintah daerah TK.II) dan hasil di pergunakan untuk membiayai pengeluaran rutin dan pembangunan daerah. Jenis pajak daerah menurut Peraturan Daerah Kabupaten Pasuruan Nomor 2 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah Pasal 2 meliputi: 1. Pajak Hotel;

10 2. Pajak Restoran; 3. Pajak Hiburan; 4. Pajak Reklame; 5. Pajak Penerangan Jalan; 6. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan; 7. Pajak Parkir; 8. Pajak Air Tanah; 9. Pajak Sarang Burung Walet; 10. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan; dan 11. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan. Pajak Hiburan Pajak hiburan berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Pasuruan Nomor 2 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah adalah pajak atas penyelenggaraan hiburan. Hiburan disini adalah semua jenis tontonan, pertunjukkan, permainan, dan/ atau keramaian yang dinikmati dengan dipungut bayaran. Sama halnya dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Pasal 1 angka 24 dan 25, pajak hiburan adalah pajak atas penyelenggaraan hiburan. Dasar hukum pemungutan Pajak Hiburan pada suatu kabupaten atau kota adalah: 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah 2. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000, yang merupakan perubahan atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

11 3. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah Peraturan daerah kabupaten/kota yang mengatur tentang Pajak Hiburan, dan Keputusan bupati/ walikota yang mengatur tentang Pajak Hiburan sebagai aturan pelaksana peraturan daerah tentang Pajak Hiburan pada kabupaten/kota yang dimaksud. Peraturan Daerah Kabupaten Pasuruan Nomor 2 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah yang dimaksud subjek Pajak Hiburan adalah orang pribadi atau Badan yang menikmati Hiburan. Wajib Pajak Hiburan adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan hiburan. Objek pajak hiburan adalah jasa penyelenggaraan hiburan dengan dipungut bayaran. Hiburan sebagaimana yang dimaksud adalah: 1. Tontonan film; 2. Pagelaran kesenian, musik, tari, dan/ atau busana; 3. Kontes kecantikan, binaraga, dan sejenisnya; 4. Pameran; 5. Diskotik, karaoke, klab malam, dan sejenisnya; 6. Sirkus, akrobat, dan sulap; 7. Permainan billyard, golf, dan bowling; 8. Pacuan kuda, kendaraan bermotor, dan permainan ketangkasan; 9. Pusat kebugaran (fitness center), refleksi, mandi uap/spa; 10. Pertandingan olahraga. Dasar Pengenaan, Tarif, dan Cara Perhitungan Pajak Hiburan Menurut Peraturan Daerah Kabupaten Pasuruan Nomor 2 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah Pasal 22, dasar pengenaan pajak hiburan adalah jumlah uang yang diterima atau yang seharusnya diterima oleh penyelenggara hiburan.

12 Adapun besarnya tarif pajak hiburan ditetapkan sebagai berikut: tontonan fil ditetapkan sebesar 10% (sepuluh persen); pagelaran kesenian, musik dan tari ditetapkan sebesar 25% (dua puluh lima persen); pagelaran kesenian, musik dan/ atau tari yang bersifat tradisional yang perlu dilindungi dan dilestarikan karena mengandung nilai-nilai tradisi yang luhur dan kesenian yang bersifat kreatif yang bersumber dari kesenian tradisional dikenakan pajak 5% (lima persen); kontes kecantikan, binaraga, pameran busana dan sejenisnya ditetapkan sebesar 25% (dua puluh lima persen); pameran ditetapkan sebesar 12% (dua belas persen); diskotik, karaoke, klab malam, pub dan sejenisnya ditetapkan sebesar 40% (empat puluh persen); sirkus, akrobat, dan sulap ditetapkan sebesar 15% (lima belas persen); permainan billyard, golf, dan bowling ditetapkan sebesar 25% (dua puluh lima persen); pacuan kuda, kendaraan bermotor, dan permainan ketangkasan ditetapkan sebesar 15% (lima belas persen); refleksi, mandi uap/spa ditetapkan 25% (dua puluh lima persen); pusat kebugaran (fitness center) dikenakan pajak sebesar 15% (lima belas persen); pertandingan olahraga ditetapkan sebesar 15% (lima belas persen). Cara penghitungan pajak hiburan adalah besaran pokok pajak hiburan yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif dengan dasar pengenaan pajak sebagaimana yang dimaksud dalam Peraturan Daerah Kabupaten Pasuruan Nomor 2 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah Pasal 22. Efektivitas Efektivitas merupakan perbandingan antara realisasi suatu pendapatan dengan target yang ditetapkan. Dengan kata lain efektivitas berarti tingkat pencapaian hasil program kerja dengan target yang ditetapkan, juga bisa dikatakan

13 merupakan perbandingan antara outcome dengan output. Outcome adalah tujuan atau target yang ditetapkan (Abdul Halim, 2007). Berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 690.900-327 Tahun 1994 tentang Pedoman Penilaian dan Kinerja Keuangan, Standarisasi Tingkat Efektivitas ditetapkan sebagai berikut (medi, 1996 dalam Lilik Yunanto, 2010): 1. Koefisien efektivitas bernilai diatas 100% berarti sangat efektif; 2. Koefisien efektivitas bernilai antar 90% - 100% berarti efektif; 3. Koefisien efektivitas bernilai antar 80% - 90% berarti cukup efektif; 4. Koefisien efektivitas bernilai antar 60% - 80% berarti kurang efektif; 5. Koefisien efektivitas bernilai dibawah 60% berarti tidak efektif. METODE PENELITIAN Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Tujuan yang ingin dicapai penulis dalam penelitian ini adalah memberikan penjelasan deskripsi yang akurat tentang fakta-fakta dari pengaruh pajak hiburan terhadap Pendapatan Asli Daerah yang pelaksanaannya dilakukan oleh Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah Kabupaten Pasuruan. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Pasuruan dengan pertimbangan bahwa Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kabupaten Pasuruan selama periode waktu tahun 2009 hingga tahun 2014 yang secara umum terus meningkat dan

14 pajak hiburan sebagai salah satu komponen Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebagai salah satu komponen relatif penting terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) kabupaten Pasuruan. Objek Penelitian Objek dari penelitian ini yaitu pajak hiburan, karena pajak hiburan merupakan salah satu pendapatan daerah yang memiliki peran relatif penting terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD). Selain itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kontribusi penerimaan pajak hiburan terhadap Pendapatan Asli Daerah, serta tingkat efektivitas pajak hiburan dan untuk mengetahui laju pertumbuhan pajak hiburan di Kabupaten Pasuruan rentang tahun 2009 hingga tahun 2014. Sumber dan Teknik Pengumpulan Data Sumber yang digunakan untuk penelitian ini diperoleh langsung dari Badan Pusat Statistik Surabaya, Jalan Kendangsari Industri No. 43-44 Surabaya. Sedangkan pelaksanaan penelitian dan pengambilan data dilakukan pada bulan Februari 2015. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini melalui interview dengan staf dibidang pajak hiburan dari Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Pasuruan, dan dokumentasi berupa data-data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Pasuruan yang berupa data realisasi PAD serta targer dan realisasi pajak hiburan, serta juga melalui studi pustaka yaitu memperoleh data atau

15 informasi yang sifatnya tertulis (data sekunder) berupa teori-teori yang memiliki relevansi dengan permasalahan penelitian ini. Metode Analisis Data Penelitian ini menggunakan teknik analisis dengan pendekatan kualitatif. Analisa kualitatif merupakan suatu metode yang memberikan gambaran secara sistematis, faktual dan akrual mengenai fakta-fakta, dengan menganalisis setiap aspek-aspek yang dibutuhkan dalam penelitian ini, yaitu kontribusi, tingkat efektivitas dan laju pertumbuhan Pajak hiburan terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD). HASIL Tabel 2. Data terkait Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Pasuruan tahun 2009-2013 Tahun Target (Rp) Realisasi (Rp) 2009 72.300.416.000 87.297.870.000 2010 87.686.378.000 97.485.175.000 2011 125.426.507.000 143.862.843.000 2012 152.010.251.000 194.858.675.000 2013 198.792.757.000 278.165.168.000 Sumber: Badan Pusat Statistik

16 Tabel 3. Data terkait Pajak Hiburan Kabupaten Pasuruan Tahun 2009-2013 Tahun Target (Rp) Realisasi (Rp) 2009 1.282.400.000 1.746.486.000 2010 2.006.500.000 2.359.652.000 2011 2.586.500.000 2.707.501.000 2012 3.000.000.000 4.089.153.000 2013 4.100.000.000 5.387.565.000 Sumber: Badan Pusat Statistik PEMBAHASAN Efektivitas Pajak Hiburan Menghitung tingkat efektivitas Pajak Hiburan dapat dihitung melalui rumus berikut (Halim, 2001): Efektivitas= x 100% Tabel 4. Tingkat Efektivitas Pajak Hiburan Kabupaten Pasuruan tahun 2009-2013 Tahun Realisasi Pajak Target Pajak Hiburan Prosentase (%) Hiburan (Rp) (Rp) 2009 1.746.486.000 1.282.400.000 136,19

17 2010 2.359.652.000 2.006.500.000 117,60 2011 2.707.501.000 2.586.500.000 104,68 2012 4.089.153.000 3.000.000.000 136,31 2013 5.387.565.000 4.100.000.000 131,40 Sumber: Data diolah penulis Tingkat efektivitas pajak hiburan Kabupaten Pasuruan faktanya tidak berbeda dengan kontribusi pajak hiburan terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang telah ditampilkan sebelumnya, yaitu hasil datanya fluktuatif, mengalami penurunan pada tahun 2010 dan 2011 sebesar 117,60% dan 104,68% dari tahun 2009 yang tingkat efektivitasnya sebesar 136,19%, lalu meningkat tahun pada tahun 2012 menjadi sebesar 136,31, kemudian menurun kembali di tahun 2013 menjadi 131,40%. Dari data tersebut, presentase tertinggi ada di tahun 2012 sebesar 136,31 dan yang tertendah pada tahun 2011 sebesar 104,68%, rata-rata tingkat efektivitas pajak hiburan rentang tahun 2009 sampai dengan tahun 2013 yaitu sebesar 125,24%. Meskipun setiap tahunnya di lapangan sektor hiburan selalu membaik, tetapi jika dihitung dalam angka ternyata hasilnya menunjukkan data yang fluktuatif artinya pajak yang diterima Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah masih belum maksimal, sehingga hasilnya tidak selalu meningkat tiap tahunnya.

18 Grafik 1. Tingkat efektivitas pajak hiburan tahun 2009-2013 6,000,000,000 5,000,000,000 4,000,000,000 3,000,000,000 Series1 Series2 Series3 2,000,000,000 1,000,000,000 0 1 2 3 4 5 Sumber data: BPS, data statistik Kabupaten Pasuruan 2009-2013 (data diolah) Grafik di atas menggambarkan peningkatan dan penurunan tingkat efektivitas pajak hiburan sepanjang tahun 2009 hingga 2013, prosentase paling tinggi terdapat di tahun 2009 sebesar 136,19% dan tahun 2012 sebesar 136,31%, selanjutnya tahun 2011 merupakan titik terendah tingkat efektivitas pajak hiburan dengan persentase sebesar 104,68%. Hal ini dikarenakan perubahan tarif pajak dari 35% mengacu pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah menjadi 40% berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Pasuruan No. 2 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah. Kenaikan sebesar 5% dianggap membebani wajib pajak, sehingga hal ini

19 berdampak pada banyak pelanggaran pajak seperti wajib pajak pada tahun tersebut tidak membayar kewajiban pajaknya, akibatnya tahun 2011 efektivitas pajak hiburan menurun. Kenaikan dan penurunan efektivitas pajak hiburan juga berimbas pada laju pertumbuhan. Hasil data sebelumnya menunjukkan bahwa tingkat efektivitas pajak hiburan Kabupaten Pasuruan mengalami fluktuasi, sehingga laju pertumbuhan pajak hiburan Kabupaten Pasuruan sewajarnya juga akan menunjukkan data yang fluktuatif, berikut perhitungan laju pertumbuhan pajak hiburan periode tahun 2009 sampai tahun 2013 dengan menggunakan rumus berikut (Halim, 2001): Gn = ( 1) ( 1) x 100% Keterangan: Gn = laju pertumbuhan pajak hiburan pertahun Xn = Realisasi penerimaan pajak hiburan tahun tertentu X(n-1) = Realisasi penerimaan pajak hiburan tahun sebelumnya Tabel 5. Laju Pertumbuhan Pajak Hiburan Periode 2009-2013 Tahun Realisasi Tahun Akhir Realisasi Tahun Awal Prosentase (Rp) (Rp) (%) 2009 1.746.486.000 1.225.046.742 42,56

20 2010 2.359.652.000 1.746.486.000 35,11 2011 2.707.501.000 2.359.652.000 14,74 2012 4.089.153.000 2.707.501.000 51,03 2013 5.387.565.000 4.089.153.000 31,75 Sumber: Data diolah penulis Berdasarkan tabel laju pertumbuhan pajak hiburan, dapat diketahui laju pertumbuhan pajak hiburan di Kabupaten Pasuruan per tahun, dari tahun 2009 sampai tahun 2013. Laju pertumbuhan pajak hiburan tertinggi pada tahun 2012 yaitu sebesar 51,03%. Dan laju pertumbuhan pajak hiburan terendah ada pada tahun 2011 sebesar 14,74%. Rata-rata laju pertumbuhan pajak hiburan adalah 35,04%. Sama halnya denagn tingkat efektivitasnya, data laju pertumbuhan juga mengalami fluktuasi dan paling rendah terjadi pada tahun 2011 dikarenakan perubahan kebijakan daerah terkait dengan tarif pengenaan pajak daerah. Upaya Dinas Pendapatan Daerah untuk meningkatkan penerimaan Pajak Hiburan Kinerja perpajakan Dinas Pendapatan Daerah pada sektor pajak daerah adalah berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 43 Tahun 1999 tentang Sistem dan Prosedur Administrasi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Selama ini pelaksanaan dalam menjalankan kinerjanya, staff Dinas Pendapatan Daerah dari setiap sub-sub bagian diawasi langsung oleh Kepala Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Pasuruan sesuai dengan sistem birokrasi yang ada. Sistem pengawasan yang yang diterapkan Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten

21 Pasuruan adalah Sistem Pengawasan Melekat atau Sistem Pengawasan Atasan Langsung. Dalam hal ini, Kepala Dinas dalam melakukan pengawasannya adalah dengan pengawasan langsung ke sub-sub seksi. Selanjutnya, evaluasi atas pelaksanaan pengawasan langsung tersebut dilakukan oleh Kepala Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Pasuruan setelah seluruh proses/ tahapan pengawasan dan pemeriksaan selesai dikerjakan. Tindakan tersebut dilakukan dengan harapan mengurangi kebocoran pajak yang dilakukan oleh pejabat pajak di Kabupaten Pasuruan, sehingga pajak yang dicatat sama dengan jumlah pajak yang diterima. SIMPULAN Kesimpulan Tingkat efektivitas pajak hiburan dalam kurun waktu 5 (lim) tahun periode 2009-2013 berturut-turut yaitu 136,19%, 117,60%, 104,68%, 136,31%, dan 131,40%. Rata-rata efektivitas pajak hiburan yaitu sebesar 125,24%. Persentase efektivitas menunjukkan tingkat efektivitas berada pada kriteria sangat efektif karena setiap tahun menunjukkan angka diatas 100%. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah Kabupaten Pasuruan sudah sangat efektif dalam melakukan pemungutan pajak. Sementara itu, laju pertumbuhan rata-rata pajak hiburan dari tahun 2009 sampai tahun 2013 adalah sebesar 35,04%. Saran 1. Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Pasuruan sebaiknya menyelenggarakan even atau kegiatan yang bertujuan menjalin hubungan

22 yang harmonis dengan kalangan masyarakat maupun kalangan pengusaha guna meningkatkan kesadaran wajib pajak dalm meningkatkan Pendapatan Asli Daerah. 2. Pemerintah Kabupaten Pasuruan seharusnya meningkatkan fasilitas dan memudahkan birokrasi dalam penyetoran pajak, supaya Wajib Pajak merasa nyaman dalam melakukan penyetoran pajaknya. 3. Pemerintah Kabupaten Pasuruan seharusnya mengevaluasi sistem penerimaan pajak supaya lebih efektif dan mereview lagi standart efektivitasnya sesuai dengan potensi yang ada di Kabupaten Pasuruan. 4. Penelitian selanjutnya diharapkan tidak hanya dilakukan di sektor pajak Kabupaten Pasuruan, tetapi diperluas pada kabupaten-kabupaten lain, terutama kabupaten atau kota yang memiliki Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang tinggi agar diperoleh gambaran yang lebih luas tentang pajak daerah dan pengawasan yang dilakukan. DAFTAR PUSTAKA Badan Pusat Statistik (BPS), 2009-2013. Surabaya Dalam Angka. Bratahkusumah, Deddy Supriady dan Dadang Solihin, 2001. Otonomi Penyelenggara Pemerintahan Daerah. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama Halim, Abdul. 2001. Bunga Rampai Manajemen Keuangan Daerah. Yogyakarta: UPP AMP YKPN Halim, Abdul. 2007. Bunga Rampai Manajemen Keuangan Daerah. Yogyakarta: UPP AMP YKPN Lumentah, Yulia Priskilia. 2013. Analisis Penerapan Sistem Pemungutan Pajak Hiburan di Kota Manado. Peraturan Daerah Kabupaten Pasuruan No. 2 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah. Rohmah, Fauziyatur. 2013. Analisis Penerapan Corporate Social Responsibility (CSR) terhadap Profitabilitas Peusahaan (Studi Kasus PT Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk). Jurnal Universitas Negeri Surabaya Sobandi, Baban. 2005. Strategi Optimalisasi PAD(PAD): Kasus Kota Banjarmasin.

Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Undang-Undang Republik Indonesia No. 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Yunanto, Lilik. 2010. Analisis Potensi, Upaya Pajak, Efisiensi, Efektivitas dan Elastisitas Pajak Hotel di Kabupaten Klaten. Tesis. Program Pascasarjana, Universitas Negeri Sebelas Maret. Surakarta. 23