HASIL DAN PEMBAHASAN M0 9,10 MJ 6,92 MIL 7,31 MILT 12,95 SEM 1.37

dokumen-dokumen yang mirip
HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Konsentrasi NH3. protein dan non protein nitrogen (NPN). Amonia merupakan bentuk senyawa

HASIL DAN PEMBAHASAN 482,91 55, ,01 67,22

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

menjaga kestabilan kondisi rumen dari pengaruh aktivitas fermentasi. Menurut Ensminger et al. (1990) bahwa waktu pengambilan cairan rumen berpengaruh

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar

Gambar 6. Pemberian Obat Pada Domba Sumber : Dokumentasi Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Ransum

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Serat Kasar. Kecernaan serat suatu bahan pakan penyusun ransum akan mempengaruhi

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Devendra dan Burns (1994) menyatakan bahwa kambing menyukai pakan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar. Kecernaan adalah bagian zat makanan dari pakan/ransum yang tidak

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2003). Pemberian total mixed ration lebih menjamin meratanya distribusi asupan

PENDAHULUAN. terhadap lingkungan tinggi, dan bersifat prolifik. Populasi domba di Indonesia pada

I. PENDAHULUAN. masyarakat meningkat pula. Namun, perlu dipikirkan efek samping yang

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 10. Hasil Pengamatan Karakteristik Fisik Silase Ransum komplit

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGANTAR. sangat digemari oleh masyarakat. Sate daging domba walaupun banyak. dipopulerkan dengan nama sate kambing merupakan makanan favorit di

HASIL DAN PEMBAHASAN

Semua perlakuan tidak menyebabkan keadaan ekstrim menghasilkan NH 3 diluar

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan NDF. dengan konsumsi (Parakkasi,1999). Rataan nilai kecernaan NDF pada domba

MATERI DAN METODE. Materi

HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Ransum

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Kandungan Nutrien Silase dan Hay Daun Rami (%BK)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Kacang merupakan kambing lokal Indonesia yang memiliki

PENDAHULUAN. Domba adalah salah satu ternak ruminansia kecil yang banyak. Indonesia populasi domba pada tahun 2015 yaitu ekor, dan populasi

I. PENDAHULUAN. nutrien pakan dan juga produk mikroba rumen. Untuk memaksimalkan

senyawa humat (39,4% asam humat dan 27,8% asam fulvat) sebesar 10% pada babi dapat meningkatkan pertambahan bobot badan dan konversi pakan secara sign

PENDAHULUAN. bagi usaha peternakan. Konsumsi susu meningkat dari tahun ke tahun, tetapi

TINJAUAN PUSTAKA. Jerami Padi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Nutrien

Tyas Widhiastuti. Pembimbing: Dr. Ir. Anis Muktiani, M.Si Dr. Ir. Mukh. Arifin, M.Sc

PENDAHULUAN. yaitu ekor menjadi ekor (BPS, 2016). Peningkatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. antara lain terdapat benjolan sebesar kacang di leher atas, bertubuh kecil, leher

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing PE merupakan hasil persilangan antara kambing Ettawa dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sumber nitrogen pada ternak ruminansia berasal dari non protein nitrogen

HASIL DA PEMBAHASA. Konsumsi Bahan Kering Ransum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tanduknya mengarah ke depan (Rahman, 2007). Sapi FH memiliki produksi susu

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. menyusutnya luas lahan pertanian karena sudah beralih hngsi menjadi kawasan

PEMBAHASAN. Zat Makanan Ransum Kandungan zat makanan ransum yang diberikan selama penelitian ini secara lengkap tercantum pada Tabel 4.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. persilangan antara sapi Jawa dengan sapi Bali (Rokhana, 2008). Sapi Madura

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. ph 5,12 Total Volatile Solids (TVS) 0,425%

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan. Pakan dengan kualitas yang baik, memberikan efek terhadap

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu usaha peternakan. Minat

I. PENDAHULUAN. dilakukan sejak tahun 1995, meliputi pengolahan dan tingkat penggunaan dalam

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pakan. Biaya untuk memenuhi pakan mencapai 60-70% dari total biaya produksi

Lampiran 3. Anova Kecernaan Bahan Kering Konsentrat (%)

HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Ransum Penelitian

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

dengan bakteri P. ruminicola (98-100%), B. fibrisolvens (99%), C. eutactus (99%) dan T. bryantii (94%). Bakteri-bakteri tersebut diduga sering

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memiliki ciri-ciri fisik antara lain warna hitam berbelang putih, ekor dan kaki

PENGARUH BINDER MOLASES DALAM COMPLETE CALF STARTER BENTUK PELLET TERHADAP KONSENTRASI VOLATILE FATTY ACID DARAH DAN GLUKOSA DARAH PEDET PRASAPIH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang tinggi terhadap kondisi alam setempat (Sumardianto et al., 2013). Selain itu

I. PENDAHULUAN. Limbah industri gula tebu terdiri dari bagas (ampas tebu), molases, dan blotong.

PENGANTAR. Latar Belakang. Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) memiliki potensi yang sangat besar

KAJIAN KEPUSTAKAAN. merupakan domba-domba lokal. Domba lokal merupakan domba hasil persilangan

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Diagram Alir Proses Pengolahan Ubi Kayu menjadi Tepung Tapioka Industri Rakyat Sumber : Halid (1991)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Nutrien Pakan Hasil pengamatan konsumsi pakan dan nutrien dalam bahan kering disajikan pada Tabel 7.

Okt ,30 75,00 257,00 Nop ,30 80,00 458,00 Des ,10 84,00 345,00 Jumlah 77,70 264, ,00 Rata-rata 25,85 88,30 353,34

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I. PENDAHULUAN. tahun 2005 telah difokuskan antara lain pada upaya swasembada daging 2014

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pengaruh perlakuan terhadap Konsumsi Bahan Kering dan Konsumsi Protein Ransum

FERMENTABILITAS, POPULASI PROTOZOA, ALANTOIN URIN, DAN NERACA NITROGEN DOMBA LOKAL CALON INDUK YANG DIBERI SUMBER ASAM LEMAK TAK JENUH BERBEDA

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 8. Rataan Hasil Pengamatan Konsumsi, PBB, Efisiensi Pakan Sapi PO selama 48 Hari Pemeliharaan

I. PENDAHULUAN. hijauan serta dapat mengurangi ketergantungan pada rumput. seperti jerami padi di pandang dapat memenuhi kriteria tersebut.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Potensi Kambing sebagai Ternak Penghasil Daging

BAB III MATERI DAN METODE. Lokasi yang digunakan dalam penelitian adalah Laboratorium Ilmu Ternak

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kualitas Sabut Kelapa Sawit Fermentasi oleh Pleurotus ostreatus dan Kandungan Ransum Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang terdiri dari oksida rangkap seperti Al 2 O 3, SiO 2, Fe 2 O 3, CaO, dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu

Daftar Pustaka. Leng, R.A Drought Feeding Strategies : Theory and Pactice. The University of New England Printery, Armidale - New South Wales.

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering

Pokok Bahasan: Metabolisme protein ; Bentuk2 nitrogen di dalam rumen, usus halus dan feses

II. TINJAUAN PUSTAKA. Unsur mineral merupakan salah satu komponen yang sangat diperlukan oleh

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Energi Metabolis. makanan dalam tubuh, satuan energi metabolis yaitu kkal/kg.

PENDAHULUAN. karena Indonesia memiliki dua musim yakni musim hujan dan musim kemarau.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pakan Penelitian

(S). Tanpa suplementasi, maka mineral sulfur akan menjadi faktor pembatas pertumbuhan

HASIL DAN PEMBAHASAN Suplementasi Biomineral

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kelinci New Zealand White berasal dari Amerika. Menurut Tambunan dkk.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Kolesterol Daging, Hati dan Telur Puyuh

Pengaruh Penambahan Nitrogen dan Sulfur Pada Ensilase Jerami Jagung Terhadap NH3 dan VFA Rumen Sapi Potong (In Vitro)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Transkripsi:

HASIL DAN PEMBAHASAN Populasi Protozoa Protozoa merupakan jenis mikroorganisme yang menempati populasi kedua terbesar di dalam rumen. Berdasarkan hasil sidik ragam, tidak ada pengaruh yang nyata (P>0,05) antar perlakuan terhadap populasi protozoa dalam rumen. Populasi protozoa yang dihasilkan dari perlakuan dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Populasi Protozoa Dalam Rumen Perlakuan Total Protozoa ( 10 4 sel/ml ) M0 9,10 MJ 6,92 MIL 7,31 MILT 12,95 SEM 1.37 Keterangan: M0 = pakan kontrol (tanpa minyak), MJ = pakan yang mengandung 1,5% minyak jagung, MIL = pakan yang mengandung 1,5% minyak ikan lemuru, MILT = pakan yang mengandung 1,5% minyak ikan lemuru terproteksi. SEM = standard error of mean Populasi protozoa dalam rumen yang tidak berbeda secara nyata menandakan bahwa pemberian minyak yang berbeda sebagai sumber asam lemak tak jenuh pada level 1,5% memiliki pengaruh yang sama terhadap populasi protozoa dalam rumen. Populasi protozoa yang diperoleh pada penelitian ini antara 6,92 12,95 ( 10 4 sel/ml), masih rendah dibandingkan standar populasi protozoa menurut Ogimoto dan Imai (1981) yang menyatakan populasi protozoa optimal adalah 10 5 10 6 sel/ml. Populasi protozoa pada penelitian ini sejalan dengan populasi protozoa yang diperoleh oleh Adawiah et al. (2007), yakni 6,5 10,4 ( 10 4 sel/ml). Hasil yang diperoleh Zain et al. (2008) menunjukkan bahwa penggunaan minyak jagung mampu mengeliminasi protozoa rumen secara signifikan sampai 11,72% dari 1,45 10 5 sel/ml menjadi 1,28 10 5 sel/ml dan mengakibatkan peningkatan populasi bakteri rumen dari 8,80 10 10 koloni/ml menjadi 11,40 10 10 koloni/ml, atau naik sebesar 29,5%. 32

Volatile Fatty Acid (VFA) Fermentabilitas Pengaruh perlakuan terhadap konsentrasi VFA dalam rumen yang tertera di Tabel 6 menunjukkan bahwa perlakuan berbagai jenis minyak yang digunakan pada penelitian ini sangat nyata mempengaruhi produksi VFA dalam rumen (P<0,01). Rataan produksi VFA pada perlakuan MJ dan MIL sangat berbeda nyata (P<0,01) meningkat dibandingkan dengan M0 dan MILT. Hal ini menggambarkan bahwa pemberian MJ dan MIL dapat meningkatkan efisiensi metabolisme energi di dalam rumen. Menurut Sutardi (1997), penggunaan minyak jagung dalam ransum menghasilkan efisiensi penggunaan energi (VFA) sebesar 81% dan gas CH 4 sebesar 20,8%. Hartati (1998) juga menyatakan konsentrasi VFA total meningkat secara linear apabila ransum mendapat penambahan minyak ikan lemuru. Rataan produksi VFA pada penelitian ini berkisar dari 110,24 171,49 mm. Rataan yang dihasilkan masih berada dalam kisaran normal, sesuai dengan pernyataan Fathul dan Wajizah (2010) yang mengatakan bahwa konsentrasi VFA total yang mencukupi untuk pertumbuhan mikroba rumen adalah 80 180 mm. Tabel 6. Produksi VFA dan NH 3 Dalam Rumen Parameter Perlakuan M0 MJ MIL MILT SEM VFA (mm) 118,59 c 171,49 a 141,42 b 110,24 c 8,40 NH 3 (mm) 6,49 7,48 6,90 5,47 0,48 Rasio VFA/NH 3 18,40 25,66 21,28 21,19 1,53 Keterangan: M0 = pakan kontrol (tanpa minyak), MJ = pakan yang mengandung 1,5% minyak jagung, MIL = pakan yang mengandung 1,5% minyak ikan lemuru, MILT = pakan yang mengandung 1,5% minyak ikan lemuru terproteksi. SEM = standard error of mean Rataan dengan superskrip huruf kecil dalam baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05) Kedua pemberian lemak pada perlakuan MJ dan MIL sangat nyata (P<0,01) meningkatkan VFA dalam rumen domba. Hal tersebut dikarenakan populasi protozoa yang diperoleh pada domba yang diberi perlakuan MJ dan MIL cenderung menurun (Tabel 5). Penurunan jumlah protozoa akibat penambahan minyak sebagai sumber asam lemak tak jenuh diduga akan meningkatkan populasi bakteri dalam 33

rumen. Zain et al. (2008) menyatakan bahwa penggunaan minyak jagung sebagai agen defaunasi mampu mengeliminasi protozoa rumen dari 1,45 10 5 sel/ml menjadi 1,28 10 5 sel/ml dan mengakibatkan peningkatan populasi bakteri rumen dari 8,80 10 10 koloni/ml menjadi 11,40 10 10 koloni/ml, atau naik sebesar 29,5%. Menurut Fathul dan Wajizah (2010), bertambahnya jumlah bakteri rumen sebanyak satu milyar sel/ml akan meningkatkan produk VFA sebanyak 0,1592 mm. Jumlah bakteri mempengaruhi produk VFA sebanyak 85%, sedangkan sebanyak 15% oleh faktor lain. Produksi VFA pada MJ nyata lebih tinggi (P<0,05) daripada VFA yang diproduksi oleh MIL. Tingginya VFA yang diperoleh oleh MJ dibandingkan MIL sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Adawiah et al. (2007), yang mendapatkan nilai VFA pada ransum yang diberi minyak jagung lebih tinggi 10 mm dibandingkan yang diberi minyak ikan ((MJ = 105±28 mm; MIL = 95±23 mm). Lebih tingginya konsentrasi VFA yang dihasilkan oleh MJ dibandingkan MIL diduga disebabkan selain karena populasi protozoa yang dihasilkan perlakuan MIL lebih rendah dari yang dihasilkan perlakuan MJ (Tabel 5), namun dapat juga disebabkan oleh konsumsi pakan domba. Konsumsi bahan kering konsentrat MJ (348,05 g/e/h) cenderung lebih tinggi dibandingkan konsumsi bahan kering konsentrat MIL (336,59 g/e/h) (Ici, 2012). Konsumsi yang cenderung lebih rendah dengan pemberian MIL dibandingkan dengan MJ mungkin disebabkan oleh bau amis dari MIL yang kurang disukai oleh ternak. Lemak juga diketahui mengandung energi yang lebih tinggi daripada karbohidrat atau protein dan menghasilkan panas metabolis yang lebih rendah (Sudarman et al., 2008). Akan tetapi, hal tersebut tidak terjadi pada pemberian pakan yang mengandung minyak ikan lemuru terproteksi (MILT). Produksi VFA pada minyak yang terproteksi (MILT) nyata lebih rendah jika dibandingkan dengan yang tidak terproteksi (MIL) (P<0,01). Produksi VFA MILT tidak berbeda secara nyata dengan perlakuan pakan kontrol (M0) yang tanpa penambahan minyak (P>0,05), bahkan nilainya cenderung mengalami penurunan. Hal tersebut diduga disebabkan oleh proses perlindungan dengan saponifikasi minyak ikan lemuru menjadi garam karboksilat. Proses saponifikasi tersebut ikut berperan dalam melindungi lemak, terutama asam lemak tak jenuh dari proses hidrogenasi di dalam rumen. Dalam 34

rumen sabun garam karboksilat itu belum mencair karena sabun yang terbentuk berupa kristal padat dan kompak tersebut mudah mencair pada ph 3. Pada kondisi lingkungan yang netral seperti rumen, sabun dapat melewati rumen tanpa mengganggu aktifitas rumen. Saat melewati omasum sampai usus halus (yang memiliki ph 4-3) sabun akan terurai menjadi asam lemak bebas. Selanjutnya asam lemak diserap melalui usus halus untuk digunakan sebagai energi (Joseph, 2007). Penurunan kadar VFA pada lemak yang diproteksi juga dilaporkan oleh Tiven et al. (2011), yang melaporkan terjadinya penurunan terhadap kadar asetat, propionat, butirat, serta total VFA pada perlindungan sumber lemak dari crude palm oil (CPO) dengan formaldehida. Amonia (NH 3 ) Amonia (NH 3 ) merupakan sumber nitrogen utama yang penting untuk sintesis protein mikroba. Pemberian berbagai minyak sebagai sumber asam lemak di pakan yang tertera pada Tabel 6 tidak mempengaruhi konsentrasi NH 3 dalam rumen secara nyata (P>0,05). Hal tersebut menandakan bahwa pemberian minyak yang berbeda sebagai sumber asam lemak tak jenuh pada level 1,5% memiliki pengaruh yang sama dalam proses degradasi protein dalam rumen, sehingga tidak mempengaruhi pasokan nitrogen untuk mikroba rumen. Kadar NH 3 yang dihasilkan oleh domba yang diberi minyak lemuru yang diproteksi cenderung menghasilkan nilai NH 3 yang terendah. Konsentrasi NH 3 pada minyak lemuru terproteksi sejalan dengan yang hasil penelitian Tiven et al. (2011), yang mendapatkan kenaikan level formaldehida sebagai agen perlindungan terhadap CPO menyebabkan kadar amonia mengalami penurunan. Hal tersebut karena partikel minyak dikelilingi oleh ikatan antara protein dengan formaldehida. Ikatan tersebut tidak terpecah pada kondisi ph yang netral (6 7) di dalam rumen, sehingga minyak tidak mengganggu aktivitas fermentasi di dalamnya. Kisaran konsentrasi yang didapat (5,47 7,48 mm) masih berada dalam kisaran normal konsentrasi NH 3, menurut McDonald et al. (2002) yaitu 5 17,65 mm. Walaupun kisaran NH 3 yang dihasilkan masih berada dalam kisaran normal, tetapi konsentrasi NH 3 dari keempat perlakuan ini dapat dikatakan rendah. Adawiah et al. (2007) mendapatkan nilai NH 3 pada perlakuan 1,5% minyak jagung sebesar 8,3 mm dan perlakuan 1,5% minyak ikan sebesar 8,0 mm. Cenderung rendahnya konsentrasi 35

NH 3 tersebut diduga disebabkan sumber protein utama yang dipakai pada penelitian ini adalah bungkil kelapa sebesar 49% 50,50% dari total ransum. Hal tersebut dikarenakan menurut Sampath (1990), bungkil kelapa tergolong sebagai bahan pakan dengan kandungan undegradable dietary protein (UDP) tinggi, yakni 70% 81%, dengan nilai rata-rata yakni 76% dari protein kasar. Protein sulit terdegradasi (UDP) merupakan protein pakan yang tidak terdegradasi dalam rumen sehingga menjadi protein bypass lalu sampai ke usus halus untuk diserap. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan McDonald et al. (2002) yang menyatakan jika protein pakannya sulit didegradasi dalam rumen, maka konsentrasi NH 3 dalam rumen akan rendah. Penelitian ini menggunakan onggok sebagai sumber karbohidrat yang mudah terfermentasi. Ranjhan (1977) menyatakan bahwa peningkatan jumlah karbohidrat yang mudah difermentasi akan mengurangi produksi NH 3, karena terjadi kenaikan penggunaan NH 3 untuk pertumbuhan protein mikroba. Kondisi yang ideal adalah sumber energi tersebut difermentasi sama cepatnya dengan pembentukan NH 3, dengan cara menyediakan karbohidrat nonstruktural atau readily available carbohydrate (RAC) dan nitrogen secara seimbang (Syahrir et al., 2009). Diharapkan pada saat NH 3 terbentuk, terdapat produk fermentasi asal karbohidrat (VFA) yang akan digunakan sebagai sumber kerangka karbon dari asam amino protein mikroba yang prekursor utamanya berasal dari NH 3. Mikroba rumen memiliki kemampuan untuk mengubah urea sebagai sumber non protein nitrogen (NPN) menjadi protein, karena ketika memasuki rumen urea segera dihidrolisis menjadi NH 3 oleh enzim urease dari bakteri (McDonald et al., 2002). Rasio VFA dan Amonia (NH 3 ) Rasio VFA dan NH 3 merupakan perbandingan antara konsentrasi VFA dan konsentrasi NH 3 yang dihasilkan di dalam rumen. Tidak terdapat perbedaan yang nyata (P>0,05) antar sumber asam lemak tak jenuh, baik yang diproteksi maupun yang tidak diproteksi dengan kontrol terhadap rasio VFA dan NH 3. Hal tersebut menandakan bahwa pemberian minyak yang berbeda sebagai sumber asam lemak tak jenuh pada level 1,5% memiliki pengaruh yang sama terhadap produk fermentasi yang terjadi di dalam rumen. Rasio VFA dan NH 3 yang dihasilkan dari perlakuan dapat dilihat pada Tabel 6. 36

Menurut Prayuwidayati dan Widodo (2007), rasio antara VFA terhadap NH 3 mempengaruhi kecukupan kebutuhan mikroba rumen untuk metabolisme optimal di dalam rumen. Pada penelitian Prayuwidayati dan Widodo (2007), didapatkan rasio VFA dan NH 3 sebesar 9,75 14,55. Rasio antara VFA dan NH 3 yang dihasillkan dari penelitian ini berkisar antara 18,40 25,66. Rasio pada penelitian ini lebih tinggi jika dibandingkan hasil Prayuwidayati dan Widodo (2007). Hal tersebut dikarenakan konsentrasi VFA yang dihasilkan pada penelitian ini (110,24 171,49 mm) lebih tinggi dibandingkan hasil Prayuwidayati dan Widodo (2007) (70,00 90,00 mm), sementara konsentrasi NH 3 yang dihasilkan (5,47 7,48 mm) lebih rendah dibandingkan konsentrasi NH 3 yang dihasilkan Prayuwidayati dan Widodo (2007) yang berkisar antara 5,84 9,36 mm. Konsentrasi VFA yang tinggi sementara konsentrasi NH 3 yang rendah diduga mengurangi efisiensi pembentukan protein mikroba, karena banyak tersedianya kerangka karbon bagi pembentukan protein mikroba tidak diimbangi dengan sumber nitrogen utama bagi sintesis protein mikroba. Alantoin Alantoin dapat digunakan untuk memperkirakan produksi protein mikroba rumen, karena alantoin dikeluarkan oleh ternak dalam jumlah yang lebih konstan dari derivat purin lainnya (Orellana-Boero et al., 2001). Lebih lanjut Chen dan Gomes (1995) menyatakan bahwa dalam 100% derivat purin yang diekskresikan di urin, 85%-nya merupakan senyawa alantoin. Kadar alantoin dalam urin yang dihasilkan dari perlakuan dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Rataan Alantoin Domba Perlakuan Parameter Perlakuan M0 MJ MIL MILT SEM Ekskresi Alantoin (mmol/l) 0,19 0,15 0,17 0,25 0,02 Ekskresi Derivat Purin (mmol/l) 0,22 0,18 0,20 0,30 0,02 Keterangan: M0 = pakan kontrol (tanpa minyak), MJ = pakan yang mengandung 1,5% minyak jagung, MIL = pakan yang mengandung 1,5% minyak ikan lemuru, MILT = pakan yang mengandung 1,5% minyak ikan lemuru terproteksi. SEM = standard error of mean 37

Pada Tabel 7, alantoin yang diekskresikan oleh domba tidak dipengaruhi secara nyata (P>0,05) perlakuan sumber asam lemak tak jenuh yang diberikan. Ekskresi alantoin yang tidak berbeda secara nyata menandakan bahwa pemberian minyak yang berbeda sebagai sumber asam lemak tak jenuh pada level 1,5% masih termasuk dalam level yang aman dan memiliki pengaruh yang sama terhadap proses pembentukan derivat purin pada ternak. Walaupun tidak berbeda secara statistika, namun pemberian sumber asam lemak tak jenuh cenderung menurunkan ekskresi alantoin dibandingkan kontrol. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Jalč et al. (2006) yang menyatakan pemberian lemak yang tinggi dapat membatasi sintesis yang dilakukan oleh mikroba rumen. Asam lemak tidak jenuh memiliki efek toksik bagi bakteri. Nilai kisaran yang didapatkan dari penelitian ini (0,15 0,25 mmol/l) lebih rendah dibandingkan penelitian Nurlaela (2006) yang membandingkan derivat purin antara domba dan kambing lokal, dengan nilai yang diperoleh pada alantoin domba lokal adalah 0,22 0,24 mm. Perbedaan nilai ekskresi alantoin ini diduga karena kecepatan bahan keluar dari rumen, kecepatan absorpsi amonia, kecepatan pemecahan nitrogen pakan, dan jenis fermentasi mikroba berdasarkan jenis pakannya. Besarnya mikroba yang tersedia untuk ternak kemungkinan sangat dipengaruhi oleh tingkat pemberian pakan (Chen et al., 1992). Neraca Nitrogen (N) Konsumsi Nitrogen (N) Hasil pengukuran konsumsi nitrogen (N) dapat dilihat pada Tabel 8. Ransum perlakuan yang diberikan tidak memberikan pengaruh yang nyata (P>0,05), saat nilainya dihitung per gram per ekor per hari maupun per bobot badan metabolis terhadap konsumsi N ternak percobaan. Konsumsi N yang tidak berbeda pada penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian minyak yang berbeda sebagai sumber asam lemak tak jenuh pada level 1,5% memiliki pengaruh yang sama terhadap palatabilitas ternak terhadap bahan pakan. Nilai konsumsi N yang didapatkan pada penelitian ini berkisar antara 11,59 13,56 g/e/h. Pada penelitian yang dilaporkan oleh Khoerunnisa (2006) yang membandingkan metabolisme N pada domba dan kambing lokal, didapatkan hasil 38

konsumsi protein domba lokal betina sebesar 72,87±15,92 g/e/h. Jika konsumsi protein tersebut dikonversikan menjadi konsumsi N, akan dihasilkan nilai konsumsi N sebesar 11,66±2,55 g/e/h. Nilai tersebut serupa dengan yang dihasilkan dari penelitian tersebut. Tabel 8. Nilai Neraca Nitrogen Domba Perlakuan Parameter Konsumsi N Perlakuan M0 MJ MIL MILT SEM g/e/h 13,56 13,16 12,42 11,59 0,86 g/kg BB 0,75 /h 1,62 1,52 1,44 1,45 0,03 Ekskresi N Feses g/e/h 3,77 3,81 3,87 3,19 0,32 g/kg BB 0,75 /h 0,46 0,44 0,44 0,40 0,02 Urin g/e/h 0,79 0,98 1,13 0,88 0,10 g/kg BB 0,75 /h 0,09 0,11 0,13 0,11 0,01 N Tercerna g/e/h 9,78 9,35 8,55 8,40 0,64 g/kg BB 0,75 /h 1,17 1,08 1,00 1,05 0,03 Kecernaan N (%) 71,76 70,99 69,25 72,65 1,45 Retensi N g/e/h 9,00 8,37 7,42 7,52 0,59 g/kg BB 0,75 /h 1,07 0,97 0,86 0,95 0,04 EPN (%) 65,93 63,64 59,87 65,36 1,72 Keterangan: M0 = pakan kontrol (tanpa minyak), MJ = pakan yang mengandung 1,5% minyak jagung, MIL = pakan yang mengandung 1,5% minyak ikan lemuru, MILT = pakan yang mengandung 1,5% minyak ikan lemuru terproteksi. SEM = standard error of mean, EPN = efisiensi pemanfaatan N. Menurut Purbowati et al. (2007), faktor yang mempengaruhi konsumsi protein kasar adalah kandungan protein kasar dalam pakan dan konsumsi bahan kering. Nilai konsumsi N berbanding lurus dengan nilai konsumsi protein, karena 39

nilai konsumsi N didapatkan dari hasil perkalian antara konsumsi N dengan 0,16; yang merupakan kandungan N rata-rata dalam protein. Jika dilihat dari kandungan protein kasar hasil analisis laboratorium, pola konsumsi N dalam gram per ekor per hari mengikuti pola kandungan protein kasar ransum, walaupun hasilnya tidak berbeda secara statistika. Konsumsi N tertinggi penelitian ini diperoleh oleh domba kontrol, dengan kandungan protein kasar yang tertinggi. Sementara konsumsi N terendah diperoleh domba MILT, dengan kandungan protein kasar yang terendah. Tidak berbeda nyatanya konsumsi N dapat disebabkan karena tidak berbedanya konsumsi bahan kering yang diperoleh. Rataan konsumsi bahan kering yang didapatkan antara lain M0 458,09 g/e/h; MJ 482,91 g/e/h; MIL 470,48 g/e/h; dan MILT 437,78 g/e/h (Ici, 2012). Nitrogen (N) Feses Perlakuan yang diberikan tidak menimbulkan perbedaan yang nyata (P>0,05) terhadap jumlah N dalam feses dihitung per gram per ekor per hari maupun per bobot badan metabolis ternak (Tabel 8). Ekskresi N dalam feses yang tidak berbeda pada penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian minyak yang berbeda sebagai sumber asam lemak tak jenuh pada level 1,5% memiliki pengaruh yang sama terhadap proses pencernaan nitrogen ternak. Kandungan N dalam feses yang dihasilkan dalam penelitian ini yaitu 3,19 3,87 g/e/h. Kandungan N tersebut masih berada dalam kisaran kadar N yang dikeluarkan dari feses domba lokal betina pada penelitian Khoerunnisa (2006) yang membandingkan metabolisme N antara domba dan kambing lokal, yakni 3,05±1,25 g/e/h. Pengeluaran N melalui feses dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain tipe makanan yang dikonsumsi, tipe saluran pencernaan (Pond et al., 1995), hasil pencernaan oleh mikroba, dan efisiensi pemeliharaan bakteri (Van Soest, 1982). Sehingga tidak berbedanya ekskresi N dalam feses pada penelitian ini mungkin dipengaruhi oleh tidak berbedanya kecernaan N. Van Soest (1982) juga menyatakan bahwa N yang hilang dalam feses ruminansia ±0,6% dari konsumsi bahan kering atau ±4% dari protein ransum. Sementara pada penelitian ini didapatkan hasil N yang hilang dan terkandung dalam feses lebih tinggi dibandingkan pernyataan Van Soest (1982), yakni 0,84% pada perlakuan kontrol, 0,79% pada perlakuan MJ, 0,81% pada 40

perlakuan MIL, dan 0,72% pada perlakuan MILT dari konsumsi bahan kering domba. Hal tersebut diduga karena pemakaian bungkil kelapa sebagai bahan yang sulit didegradasi dalam pakan penelitian ini. Swanson et al. (2000) yang melaporkan adanya kecenderungan untuk kehilangan N melalui feses lebih banyak pada tambahan yang lambat didegradasi dibandingkan dengan tambahan yang cepat didegradasi. Nitrogen (N) Urin Berdasarkan hasil sidik ragam, tidak ada pengaruh yang nyata (P>0,05) terhadap nilai nitrogen (N) urin per gram per ekor per hari atau per bobot badan metabolis dari perlakuan yang diberikan. Ekskresi N dalam urin yang tidak berbeda pada penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian minyak yang berbeda sebagai sumber asam lemak tak jenuh pada level 1,5% memiliki pengaruh yang sama terhadap proses metabolisme nitrogen ternak. Nitrogen yang diekskeresikan dalam urin tertera di Tabel 8. Pengeluaran N melalui urin memiliki korelasi linier dengan tingkat konsumsi ransum dan pengeluaran N feses (Smith et al., 1992). Hasil samping dari proses metabolisme protein di dalam tubuh dikeluarkan di urin dalam bentuk kreatinin, amonia, asam amino, urea, (Banerjee, 1982), dan derivat purin (asam urat, alantoin, xanthine, dan hipoxanthine) (Chen dan Gomes, 1995). Menurut Roy (1970), faktorfaktor yang mempengaruhi kadar N dalam urin antara lain tingkat konsumsi N, penyerapan nitrogen dalam tubuh, sumber N, tingkat protein ransum, koefisen cerna protein, bentuk fisik dan macam bahan pakan, tingkat energi ransum, serta fase pertumbuhan ternak. Nitrogen yang terkandung dalam urin di penelitian ini berkisar antara 0,79 1,13 g/e/h. Jumlah N urin tersebut lebih tinggi jika dibandingkan dengan studi komparatif yang dilakukan Khoerunnisa (2006) yang menghasilkan jumlah N dalam urin domba lokal betina sebesar 0,029±0,013 g/e/h. Hal tersebut diduga disebabkan karena penambahan urea pada pakan. Karena Mehrez dan Ørskov (1978) melaporkan suplementasi urea pada pakan jerami-gandum menghasilkan efek yang sedikit terhadap ekskresi N dalam feses, namun meningkatkan ekskresi N dalam urin, yang dihubungkan dengan degradasi urea yang tinggi dalam rumen. 41

Kecernaan Nitrogen (N) Nilai nitrogen (N) tercerna per gram per ekor atau per bobot badan metabolis serta nilai kecernaan N yang diperoleh pada penelitian ini tidak berbeda nyata (P>0,05). Hal tersebut menandakan bahwa pemberian minyak yang berbeda sebagai sumber asam lemak tak jenuh pada level 1,5% memiliki pengaruh yang sama terhadap proses pencernaan nitrogen ternak. Kecernaan N dipengaruhi oleh ransum perlakuan yang diberikan, karena McDonald et al. (2002) menyebutkan bahwa kecernaan protein tergantung pada banyaknya kandungan protein di dalam pakan. Secara lengkap nilai N yang tercerna dan persentase kercernaan N disajikan pada Tabel 8. Dari tabel tersebut diketahui bahwa nilai kecernaan N berkisar antara 69,25% 72,65%. Hasil tersebut serupa dengan yang dilaporkan oleh Khoerunnisa (2006), yang menyatakan bahwa kecernaan protein pada domba lokal betina memiliki nilai 69,45%±6,53%. Retensi Nitrogen (N) Retensi nitrogen N merupakan selisih perhitungan antara N yang dikonsumsi dengan N yang diekskresikan melalui feses dan urin. Perhitungan retensi N dapat digunakan untuk menilai kualitas pakan yang diberikan, apakah pakan tersebut telah memenuhi kebutuhan hidup pokok bagi ternak ataukah ternak harus merombak N yang berada di jaringan tubuhnya untuk menutupi kekurangan dari pakan. Pengaruh ransum perlakuan terhadap retensi N disajikan pada Tabel 8, yang menunjukkan ransum perlakuan berpengaruh tidak nyata (P>0,05) mempengaruhi N yang teretensi dalam tubuh ternak. Retensi N yang tidak berbeda pada penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian minyak yang berbeda sebagai sumber asam lemak tak jenuh pada level 1,5% memiliki pengaruh yang sama terhadap proses pemanfaatan nitrogen dalam tubuh ternak. Retensi N yang tidak berbeda dapat disebabkan karena tidak terjadi perbedaan tingkat konsumsi N dan tingkat ekskresi N dalam feses dan urin pada keempat ransum. Peningkatan laju deposisi protein (N) dalam jaringan pada ternak sangat dipengaruhi oleh suplai protein (N) ransum (Rimbawanto dan Iriyanti, 2000), dengan hubungan yang positif (Melaku et al., 2004). Walaupun tidak terdapat perbedaan secara statistika, tetapi nilai retensi N domba yang diberi perlakuan asam lemak tak jenuh cenderung turun dibandingkan nilai retensi N kontrol. Hal tersebut 42

mungkin dapat menjadi suatu indikator bahwa level 1,5% penambahan sumber asam lemak tak jenuh masih kurang untuk kebutuhan ternak. Tidak berbedanya nilai retensi N menandakan defisiensi tersebut tidak terlalu besar. Menurut McDonald et al. (2002), defisiensi asam lemak tak jenuh dalam pakan dapat menurunkan nilai retensi nitrogen dalam tubuh. Hal tersebut dikarenakan MJ yang banyak mengandung asam linoleat dan asam linolenat serta MIL yang banyak mengandung asam arakhidonat, merupakan prekursor dari prostaglandin yang berfungsi dalam penyerapan nutrien (Adawiah et al., 2006). Khoerunnisa (2006) mendapatkan nilai retensi N bagi ternak domba lokal berjenis kelamin betina yakni 8,00±1,23 g/e/h. Pada penelitian ini didapatkan nilai retensi N domba yang diberi perlakuan tidak berbeda dari retensi N yang diperoleh Khoerunnisa (2006), yakni antara 7,42 9,00 g/e/h. Pemberian minyak sebagai sumber asam lemak tak jenuh dalam pakan dapat digunakan untuk menilai efisiensi penggunaan N. Pemberian lemak yang tinggi kalorinya akan meningkatkan kandungan energi di dalam pakan. Jika energi yang terdapat dalam pakan telah cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok dan produksi ternak, maka ternak dapat mendepositkan nitrogen dan nutrien lainnya ke dalam jaringan tubuh. Namun jika energi dalam pakan masih kurang untuk memenuhi kebutuhan ternak, kemungkinan ternak akan merombak protein tubuhnya menjadi sumber energi. Pemberian sumber asam lemak tak jenuh berbeda ke dalam pakan domba perlakuan menghasilkan nilai retensi N yang positif. Jumlah retensi N yang positif menunjukkan banyaknya N yang tertahan di dalam tubuh ternak karena dimanfaatkan oleh ternak (Prayuwidayati dan Widodo, 2007). Hermon (2009) menyatakan jika energi dari karbohidarat dan lemak cukup tersedia dalam tubuh, asam amino akan ditimbun dalam tubuh yang dikenal dengan retensi N. Tetapi jika suplai energi dari karbohidat dan lemak kurang, maka asam amino akan dioksidasi dan kadar asam amino plasma darah akan meningkat (Hermon, 2009). Nilai retensi N yang dihasilkan pada keempat perlakuan bernilai positif, maka dalam penelitian ini mengindikasikan adanya pengaruh yang positif dari perlakuan sumber asam lemak tak jenuh yang berbeda. Hal tersebut juga menandakan bahwa N dalam pakan yang diberikan sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan ternak, sehingga ternak tidak 43

perlu merombak jaringan tubuh untuk memenuhi kebutuhannya sebagai konsekuensi atas kehilangan pada proses pencernaan (Purbowati, 2001). Ternak mengalami penyimpanan protein di dalam jaringan, yang ditandai dengan adanya peningkatan bobot badan harian pada domba perlakuan sebagai akibat dari penambahan urat daging atau deposit lemak tubuh, serta mengalami pertumbuhan jaringan baru. Melaku et al. (2004) melaporkan adanya hubungan antara N yang dikonsumsi gram per hari dengan N yang teretensi gram per hari dalam tubuh. Pada penelitiannya tersebut, didapatkan hasil hubungan tersebut memiliki korelasi yang positif, dengan nilai koefisien korelasi (R) sebesar 0,89 dengan nilai persamaan garis regresi adalah NR (Nitrogen Retention) = -1,38 + 0,49 NI (Nitrogen Intake). Pada penelitian ini didapatkan pula korelasi yang positif antara konsumsi N, yang dianggap sebagai faktor yang independen, dengan retensi N tubuh (faktor dependen). Korelasi positif bermakna jika terjadi peningkatan pada nilai konsumsi N, maka nilai N yang teretensi dalam tubuh pun akan ikut meningkat, begitu pula sebaliknya. Korelasi tersebut memiliki nilai koefisien korelasi (R) sebesar 0,922, atau dengan kata lain 92,2% jumlah N yang tersimpan dalam jaringan tubuh berhubungan dengan jumlah N yang dikonsumsi. Menurut Hasan (2003), nilai korelasi antara 0,90 <1,00 memiliki kekuatan nilai korelasi yang sangat tinggi atau kuat sekali. Korelasi tersebut sangat signifikan pada level 0,01 (P<0,01). Persamaan garis regresi yang dihasilkan adalah Y = 0,632 X + 0,070, atau NR = 0,632 NI + 0,070. Regresi antara retensi N dengan konsumsi N ditampilkan pada Gambar 9. 44

Y Y = 0,632 X + 0,070 Retensi N (g/e/h) X Gambar 9. Regresi dari Retensi N dan N Konsumsi Kemapuan ternak untuk meretensi N ke dalam jarimgan tubuh dipengaruhi oleh pasokan protein dan energi dalam pakan. Adanya proses deposisi nutrien ke dalam jaringan tubuh merupakan suatu indikator terjadinya pertumbuhan ternak yang ditandai dengan adanya pertambahan bobot badan harian (PBBH). Adawiah et al. (2006) melaporkan adanya peningkatan bobot badan yang disebabkan oleh peningkatan retensi N ternak dan efisiensi penggunaan lemak. Nilai PBBH yang dihasilkan dari penelitian ini antara lain 84,98 g/e/h (M0); 88,64 g/e/h (MJ); 82,05 g/e/h (MIL); dan 81,32 g/e/h (MILT) (Nopita, data belum dipublikasikan). Walaupun hasil pengujian statistika menunjukkan pengaruh yang tidak nyata (P>0,05) baik terhadap nilai N yang teretensi ataupun PBBH ternak, namun terdapat kecenderungan tidak terdapat pola hasil yang sama antara retensi N dengan PBBH. Perlakuan yang cenderung memiliki nilai retensi N tertinggi (MJ) tidak menghasilkan PBBH yang tertinggi, dan perlakuan yang cenderung memiliki nilai retensi N terendah (MIL) tidak lantas menghasilkan PBBH yang terendah pula. Hal tersebut diduga disebabkan oleh perbedaan kebutuhan energi dan protein untuk keperluan hidup pokok. Nutrien yang dibutuhkan untuk keperluan produksi dapat dimanfaatkan jika keperluan nutrien untuk hidup pokoknya sudah terpenuhi. Purbowati (2001) menyatakan bahwa hasil pengurangan N dalam pakan dengan N 45

yang hilang selama pencernaan merupakan N yang tersedia untuk hidup pokok dan produksi. Adanya nitrogen yang tersimpan dalam tubuh dapat menghasilkan pertambahan bobot badan yang akan mempercepat bobot dewasa kelamin. Hasil penelitian dari Puastuti (2005) menunjukkan bahwa nilai retensi yang positif, antara 9,2 11,8 g/e/h menghasilkan pertambahan bobot badan harian sebesar 92 151 g/e/h. Efisiensi Penggunaan Nitrogen (Efficiency N Utilization/EPN) Nilai efisiensi penggunaan nitrogen (EPN) merupakan persentase antara nitrogen yang teretensi dalam tubuh per nitrogen yang dikonsumsi oleh ternak. Rataan nilai EPN yang dihasilkan dalam penelitian ini tidak berbeda secara nyata (P>0,05) antar perlakuan yang diberikan. Efisiensi penggunaan N yang tidak berbeda pada penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian minyak yang berbeda sebagai sumber asam lemak tak jenuh pada level 1,5% memiliki pengaruh yang sama terhadap efisiensi penggunaan N oleh ternak.kisaran EPN yang didapatkan, yakni 59,87% 65,93% lebih tinggi dibandingkan kisaran yang diperoleh oleh Puastuti (2005), yaitu 44,1% 56,3%. 46