BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENERAPAN ELEKTROOSMOSIS UNTUK PENGERINGAN SLUDGE AIR LINDI DARI SAMPAH DAN LUMPUR ENDAPAN PENGOLAHAN AIR MINUM JUNISKA MURIA SARININGPURI A

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Penelitian. 1. Pengembangan Tanah (Swelling) Lempung Ekspansif tanpa Metode Elektrokinetik

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Penelitian

PENGERINGAN SLUDGE LIMBAH CAIR DARI TEMPAT PEMBUANGAN SAMPAH SECARA ELEKTROOSMOSIS PADA SKALA SEMI LAPANG FAQIHNA PIDIN

HASIL DAN PEMBAHASAN

PRODUKSI GAS HIDROGEN MELALUI PROSES ELEKTROLISIS SEBAGAI SUMBER ENERGI

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Penyisihan Besi (Fe) Dalam Air Dengan Proses Elektrokoagulasi. Satriananda *) ABSTRAK

Lampiran 1. Nama unsur hara dan konsentrasinya di dalam jaringan tumbuhan (Hamim 2007)

PENERAPAN ELEKTROOSMOSIS UNTUK PENGERINGAN SLUDGE DARI PENGOLAHAN LIMBAH CAIR

HASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan Pupuk Konvensional dan kombinasi POC 3 l/ha dan Pupuk Konvensional

I.1.1 Latar Belakang Pencemaran lingkungan merupakan salah satu faktor rusaknya lingkungan yang akan berdampak pada makhluk hidup di sekitarnya.

BAB 1 PENDAHULUAN. Sumber daya alam merupakan bagian penting bagi kehidupan dan. keberlanjutan manusia serta makhluk hidup lainnya.

Redoks dan Elektrokimia Tim Kimia FTP

Elektrokimia. Tim Kimia FTP

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara di wilayah tropika basah yang sebagian besar

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Diagram konsumsi energi final per jenis (Sumber: Outlook energi Indonesia, 2013)

Mengubah energi kimia menjadi energi listrik Mengubah energi listrik menjadi energi kimia Katoda sebagi kutub positif, anoda sebagai kutub negatif

Elektrokimia. Sel Volta

Bab V Hasil dan Pembahasan

TINJAUAN PUSTAKA. Logam Logam Berat Tanah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN

TES AWAL II KIMIA DASAR II (KI-112)

Lampiran 1. Standar Kualitas Kompos Menurut Standar Nasional Indonesia

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Terak Baja terhadap Sifat Kimia Tanah

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V PEMBAHASAN. Pada penelitian ini dilakukan pengolahan limbah laboratorium dengan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

3. ELEKTROKIMIA. Contoh elektrolisis: a. Elektrolisis larutan HCl dengan elektroda Pt, reaksinya: 2HCl (aq)

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia mempunyai visi yang sangat ideal, yakni masyarakat Indonesia

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

KIMIA ELEKTROLISIS

Sulistyani, M.Si.

Aplikasi Bahan Amelioran (Asam Humat; Lumpur IPAL Tambang Batu Bara) terhadap Pertumbuhan Tanaman Reklamasi pada Lahan Bekas Tambang Batu Bara

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Ultisol

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. Jenis pupuk. Out line. 1. Definisi pupuk 2. Nutrien pada tanaman dan implikasinya 3. Proses penyerapan unsur hara pada tanaman

PENYERAPAN UNSUR HARA OLEH AKAR DAN DAUN

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Electric Furnace Slag, Silica Gel dan Unsur Mikro terhadap Sifat Kimia Tanah

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Awal Tanah Gambut

APLIKASI REAKSI REDOKS DALAM KEHIDUPAN SEHARI HARI Oleh : Wiwik Suhartiningsih Kelas : X-4

I. PENDAHULUAN. Pemberian bahan organik dapat meningkatkan pertumbuhan dan aktifitas. banyak populasi jasad mikro (fungi) dalam tanah (Lubis, 2008).

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM KIMIA BEDA POTENSIAL SEL VOLTA

HASIL DAN PEMBAHASAN

Review II. 1. Pada elektrolisis larutan NaCl dengan elektroda karbon, reaksi yang terjadi pada katoda adalah... A. 2H 2

FILTER AIR DENGAN METODE ELEKTROLISA

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu komoditi tanaman

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. akumulatif dalam sistem biologis (Quek dkk., 1998). Menurut Sutrisno dkk. (1996), konsentrasi Cu 2,5 3,0 ppm dalam badan

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Contoh Soal & Pembahasan Sel Volta Bag. I

SUNARDI. Jl. Babarsari Kotak Pos 6101 YKBB Yogyakarta Telp. (0274) Abstrak

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BABIV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Media yang digunakan pada penelitian ini adalah tanah penambangan emas dan

Nama Kelompok : Adik kurniyawati putri Annisa halimatus syadi ah Alfie putri rachmasari Aprita silka harmi Arief isnanto.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ultisol merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai

Desti Diana Putri/ I.PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Eva Tresnawati, 2013

PENGARUH KEDALAMAN ELEKTRODA METODE ELEKTROKINETIK TERHADAP PENGEMBANGAN TANAH LEMPUNG EKSPANSIF Rizla Sheila 1, Agus Setyo Muntohar 2

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. Sifat dan Ciri Tanah Ultisol. dari 190 juta hektar luas daratan Indonesia. Kelemahan- kelemahan yang terdapat pada

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan dari pertanian organik itu sendiri diantaranya untuk menghasilkan produk

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

SMP kelas 7 - KIMIA BAB 2. UNSUR, SENYAWA, DAN CAMPURAN LATIHAN SOAL

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan

I. PENDAHULUAN. terpenting setelah padi. Sebagai sumber karbohidrat utama di Amerika Tengah

PRISMA FISIKA, Vol. IV, No. 01 (2016), Hal ISSN :

MATERI DAN METODE. Materi

I. PENDAHULUAN. Mentimun (Cucumis sativus L.) merupakan salah satu tanaman sayuran yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Air adalah kebutuhan esensi untuk semua kebutuhan manusia mulai dari air minum, pertanian, dan energi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencuci pakaian, untuk tempat pembuangan kotoran (tinja), sehingga badan air

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merrill.) merupakan salah satu komoditas tanaman

MATERI-10 Evaluasi Kesuburan Tanah

BAB III TATA NAMA SENYAWA DAN PERSAMAAN REAKSI

BAB 8. ELEKTROKIMIA 8.1 REAKSI REDUKSI OKSIDASI 8.2 SEL ELEKTROKIMIA 8.3 POTENSIAL SEL, ENERGI BEBAS, DAN KESETIMBANGAN 8.4 PERSAMAAN NERNST 8

II. TINJAUAN PUSTAKA

Pengaruh Variasi Tegangan pada Pengolahan Limbah Cair Laundry Menggunakan Proses Elektrolisis

MODUL SEL ELEKTROLISIS

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. penyamakan kulit dengan menggunakan Spektrofotometer UV-VIS Mini

No. BAK/TBB/SBG201 Revisi : 00 Tgl. 01 Mei 2008 Hal 1 dari 8 Semester I BAB I Prodi PT Boga BAB I MATERI

BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang B. Tinjauan Pustaka

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Munawar Raharja POLTEKKES BANJARMASIN Jurusan Kesehatan Lingkungan Banjarbaru

TINJAUAN PUSTAKA. Survei dan Pemetaan Tanah. Pemetaan adalah proses pengukuran, perhitungan dan penggambaran

PENDAHULUAN. laut, walaupun jumlahnya sangat terbatas. Dalam kondisi normal, beberapa macam

TINJAUAN PUSTAKA. adalah tanah-tanah bereaksi masam (ph rendah) dan miskin unsur hara, seperti

I. PENDAHULUAN. menyebabkan kerusakan dan kerugian bagi masyarakat di sekitar

Transkripsi:

15 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik sludge 4.1.1. Sludge TPA Bantar Gebang Sludge TPA Bantar Gebang memiliki kadar C yang cukup tinggi yaitu sebesar 10.92% dengan kadar abu sebesar 61.5%. Hal ini dapat disebabkan oleh sumber sampah yang terdapat di TPA Bantar Gebang berasal dari limbah rumah tangga, dimana limbah rumah tangga sebagian besar mengandung senyawasenyawa organik. Parameter lain yang ditetapkan dalam menentukan karakteristik sludge adalah electroconductivity (EC). EC sludge TPA Bantar Gebang bernilai 3.305 ms hal tersebut menunjukkan bahwa sludge yang digunakan banyak mengandung kation. Tabel 3. Karakteristik sludge TPA Bantar Gebang Parameter Satuan Sludge TPA Parameter Satuan Sludge TPA KA % 1239 Zn ppm 24.85 ph 7.83 Ca % 1.75 EC ms 3.305 Mg % 0.24 C % 10.92 Pb ppm 4.38 N % 1.43 Cd ppm 0.15 S ppm 1.12 K % 0.03 Fe % 1.80 Na % 2.36 Mn ppm 339.12 P % 6.36 Cu ppm 3.22 Kadar abu % 61.51 Sludge TPA Bantar Gebang juga memiliki kandungan unsur-unsur hara mikro yaitu Fe sebesar 1.8%, Zn sebesar 24.85ppm, Mn sebesar 339.12ppm, dan Cu sebesar 3.22ppm. Kandungan basa-basa total yaitu Ca, Mg, K dan Na untuk sludge TPA Bantar Gebang memiliki kadar secara berurutan sebesar 1.75%, 0.24%, 0.03%, dan 2.36%. Parameter lain yang diukur ialah kandungan logam berat Pb dan Cd yang terkandung pada sludge. Sludge memiliki kandungan logam Pb sebesar 4.38 ppm, sedangkan kandungan Cd dalam sludge bernilai 0.15 ppm. Dalam sludge ini juga terkandung kadar P. Kadar P menjadi penting diukur sebab

16 tingginya P dalam suatu media dapat menyebabkan eutrofikasi. Kadar P total dalam sludge ini sebesar 6.36%. 4.1.2. Sludge PDAM Kota Bogor Parameter yang digunakan pada tipe sludge PDAM Kota Bogor sama dengan parameter tipe sludge TPA Bantar Gebang. Keseluruhan karakteristik dari sludge PDAM Kota Bogor disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Karakteristik sludge PDAM Kota Bogor Parameter Satuan Sludge PDAM Endapan 3 hari Endapan 1 minggu KA % 348 583 Ph 6.25 6.43 EC μs 153.6 - C % 0.51 0.52 N % - - S ppm - - Fe % 0.74 1.01 Mn ppm 284.10 418.39 Cu ppm 0.95 0.86 Zn ppm 0.05 0.05 Ca ppm 121.20 105.67 Mg ppm 131.12 226.40 Pb ppm 4.59 0.04 Cd ppm 0.01 0.01 K ppm 35.07 59.43 Na ppm 85.16 144.75 P ppm 3.01 28.41 Kadar abu % - - Sampel sludge PDAM diambil dari dua kolam pengendapan yang berbeda yaitu pengendapan selama tiga hari dan satu minggu. Dari Tabel 4 dapat dilihat bahwa kadar air sludge pada endapan satu minggu memiliki nilai yang lebih tinggi dibanding dengan sludge pada endapan tiga hari. Tingginya nilai kadar air pada endapan satu minggu disebabkan pada saat pengambilan sampel lebih banyak air yang terambil akibat dari proses pemadatan pada sludge sehingga sludge lebih sulit diambil. Nilai ph pada sludge endapan satu minggu juga mengalami

17 peningkatan dari ph 6.25 menjadi 6.43. Unsur-unsur yang terkandung dalam sludge endapan satu minggu juga lebih tinggi dibanding pada endapan tiga hari baik untuk unsur mikro maupun basa-basa total. Kenaikan kandungan unsur-unsur dalam sludge endapan satu minggu disebabkan oleh kenaikan ph pada endapan ini. Semakin tingginya ph akan menyebabkan unsur-unsur kation diikat sebagai hidroksida sehingga mengendap. Nilai EC pada sludge PDAM memiliki nilai jauh lebih kecil jika dibanding nilai EC pada sludge TPA Bantar Gebang Bekasi. Perbedaan EC pada kedua sludge ini disebabkan kandungan kation-kation yang terdapat dalam sludge TPA Bantar Gebang jauh lebih tinggi dibanding dengan sludge PDAM. 4.2. Perubahan arus listrik 4.2.1. Perubahan arus listrik pada sludge TPA Bantar Gebang Seiring dengan berjalannya waktu, arus pada bagian anoda mengalami penurunan bahkan dapat mencapai nol selama proses elektroosmosis. Pada saat itu arus akan berhenti mengalir pada bagian ini, sehingga diperlukan pergeseran anoda ke arah mendekati katoda agar proses pengeringan dengan elektroosmosis dapat terjadi kembali. Terputusnya arus pada bagian ini disebabkan oleh kadar air yang semakin menurun sehingga menyebabkan volume sludge yang semakin menyusut. Bersamaan dengan itu, terdorongnya kation-kation ke arah katoda menyebabkan menurunnya electroconductivity (EC) pada anoda sehingga arus terputus pada bagian ini. Pada perlakuan 20 volt (Gambar 7), elektroosmosis selesai dalam kurun waktu 3420 menit (Lampiran 1). Proses elektroosmosis dikatakan selesai saat arus sudah tidak mengalir lagi pada jarak antar elektroda yang paling dekat (anoda sudah tidak dapat digeser mendekati katoda). Arus maksimum yang dicapai pasangan elektroda grafit dan tembaga sebesar 0.56 A, 0.37 A untuk pasangan elektroda grafit dan stainless steel dan 0.29 A untuk pasangan elektroda grafit dan kasa stainless steel pada menit 2520 (Lampiran 1).

18 Gambar 7. Perubahan arus listrik pada voltase 20 Perubahan arus yang fluktuatif terjadi selama proses elektroosmosis berlangsung. Perubahan arus ini tergantung dari besarnya tegangan (voltase) yang diberikan pada sludge. Semakin tinggi tegangan yang diberikan maka arus yang mengalir selama elektroosmosis juga menjadi semakin tinggi. Hal tersebut nampak pada perlakuan 30 volt (Gambar 8). Pada tegangan 30 volt proses elektroosmosis selesai dalam waktu 2516 menit (Lampiran 2). Pada perlakuan ini, arus maksimal yang dapat dicapai pada pasangan elektroda grafit dan tembaga adalah 0.92 A (Lampiran 2) pada menit ke 997. Arus maksimal yang dicapai pada pasangan elektroda grafit dan stainless steel selama proses pengeringan adalah 0.94 A (Lampiran 2), sedangkan untuk pasangan grafit dan kasa stainless steel arus puncak yang dapat dicapai adalah 1.01 A (Lampiran 2).

19 Gambar 8. Perubahan arus listrik pada voltase 30 Arus maksimal tertinggi dicapai oleh pasangan elektroda grafit dan kasa stainless steel, namun untuk arus yang dapat dialirkan pada saat pergeseran anoda kearah mendekati katoda ternyata tidak lebih tinggi dari arus yang dialirkan pasangan elektroda grafit dan tembaga serta grafit dan stainless steel. Gambar 9. Perubahan arus listrik pada voltase 35

20 Pada perlakuan 35(Gambar 9) volt proses elektroosmosis selesai dalam waktu 1941 menit. Arus maksimal yang mampu dialirkan pada voltase ini secara umum hampair sama untuk setiap pergeseran anoda ke arah katoda yaitu sebesar 0.6 A untuk pasangan grafit dan tembaga serta 0.65 A untuk pasangan grafit dan stainless steel. Jika dibandingkan dengan dua voltase sebelumnya, perlakuan 35 volt mampu menghantarkan arus yang lebih besar selama proses elektroosmosis. Hal tersebut menunjukkan semakin besar voltase yang diberikan maka proses elektroosmosis menjadi lebih cepat selesai, karena frekuensi pemindahan anoda ke katoda yang lebih intensif akibat terputusnya arus pada bagian ini lebih cepat dari dua perlakuan voltase sebelumnya. Pengamatan terputusnya arus pada bagian anoda menjadi hal penting yang harus diperhatikan selama proses elektroosmosis karena mempengaruhi efesiensi waktu pengeringan dengan elektroosmosis. Oleh sebab itu, pada saat arus sudah mendekati nol diperlukan pengamatan yang lebih intensif pada arus di bagian anoda. Pengamatan seperti ini menjadi kelemahan dari proses pengeringan sludge dengan elektroosmosis, karena belum ada waktu pasti yang dapat ditentukan peneliti untuk menggeser anoda ke arah katoda. Hal yang perlu diperhatikan dalam dewatering dengan menggunakan elektroosmosis adalah pemilihan elektroda yang awet, mudah dalam perawatannya, serta mudah didapatkan. Dari ketiga kombinasi elektroda yang digunakan, terlihat bahwa pasangan elektroda grafit dan tembaga serta pasangan elektroda grafit dan stainless steel memiliki kemampuan yang sama dalam menghantarkan arus namun berbeda halnya dengan pasangan elektroda grafit dan kasa stainless steel, dikarenakan bahan baku dari pembuatan kasa stainless steel yang bercampur dengan bahan lain. Oleh sebab itu pasangan elektroda grafit dan tembaga serta pasangan elektroda grafit dan stainless steel disarankan untuk penelitian serupa selanjutnya. Pemberian arus dengan voltase yang berbeda-beda dapat memberikan informasi mengenai arus yang paling efesien dalam pengeringan dengan elektroosmosis. Dari ketiga perlakuan voltase pada sludge, perlakuan dengan voltase 30 merupakan voltase paling efesien dibandingkan dua voltase lainnya. Hal tersebut dapat dilihat dari waktu yang digunakan untuk proses

21 pengeringan dan kadar air yang mampu diturunkan dari voltase ini (dalam sub bab 4.3.) 4.2.2. Perubahan arus listrik pada sludge PDAM Kota Bogor Perubahan arus yang terjadi pada tipe sludge PDAM Kota Bogor ditunjukkan pada Gambar 10. Gambar 10. Perubahan arus pada sludge PDAM Kota Bogor Perlakuan pengeringan dengan elektroosmosis dilakukan pada sludge PDAM endapan tiga hari. Berdasarkan arus paling efektif yang didapat dari hasil perlakuan pada sludge TPA, arus yang dialirkan pada sludge PDAM dipilih 30 volt dengan elektroda grafit di anoda dan tembaga di katoda. Gambar 9 menunjukkan bahwa arus yang mengalir dalam pengeringan dengan elektroosmosis pada sludge PDAM Kota Bogor jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan sludge TPA. Kandungan unsur-unsur pada sludge PDAM yang relatif lebih kecil jika dibanding dengan kandungan unsur-unsur pada sludge TPA inilah yang menyebabkan arus yang mengalir pada sludge PDAM lebih kecil daripada arus pada sludge TPA. Arus maksimal yang mengalir pada tipe sludge ini hanya sebesar 0.03 A, oleh sebab itu dilakukan penambahan NaCl 0.01M untuk meningkatkan arus yang mengalir pada sludge dengan harapan akan meningkatkan proses elektroosmosis. Pemberian NaCl 0.01M terbukti mampu meningkatkan EC sludge dari 154.1µ/s menjadi 2745µ/s. Namun kenaikan EC ini masih belum mampu meningkatkan pengeringan dengan elektroosmosis. Hal

22 tersebut ditunjukkan dengan peningkatan arus yang tidak begitu tinggi yaitu dari 0.03 A menjadi 0.05 A. Rendahnya EC dan arus yang mengalir dalam sludge tipe ini menunjukkan bahwa proses pengeringan dengan elektroosmosis tidak dapat dilakukan pada sludge PDAM. 4.3. Perubahan kadar air Proses pengeringan dengan teknologi elektroosmosis dapat terjadi pada tipe sludge TPA namun tidak pada sludge PDAM. Oleh sebab itu tidak dilakukan analisis lebih lanjut pada sludge PDAM. Kadar air pada sludge diukur saat arus listrik terputus sesaat setelah pemindahan elektroda anoda mendekati elektroda katoda, untuk mengetahui kemampuan pengeringan secara elektroosmosis yang terjadi sampai arus terputus. Kemampuan dewatering secara elektroosmosis ditunjukan dengan penurunan kadar air selama proses elektroosmosis. Kadar air awal ditunjukkan dari grafik garis berwarna merah, dimana pengukurannya dilakukan pada sampel sludge di masing-masing kotak perlakuan sebelum diberi perlakuan elektroosmosis. Penurunan kadar air selama elektroosmosis ditunjukkan oleh grafik batang berwarna biru yang diukur pada bagian yang paling dekat dengan anoda sesaat setelah arus terputus dan terjadi pemindahan anoda ke katoda. Perubahan kadar air pada voltase 20 dengan perlakuan katoda yang berbeda ditunjukan pada Gambar 11. Pada perlakuan ini, terjadi pemindahan elektroda grafit (anoda) kearah katoda sebanyak tiga kali pada jarak antar elektroda 22, 14, dan 9 cm. Penurunan kadar air pada pasangan elektroda grafit dan tembaga (Lampiran 4) di awal pergeseran anoda (jarak antar elektroda 22 cm) mencapai 467% dan meningkat secara signifikan kearah mendekati katoda hingga pada jarak antar elektroda 9 cm dari kadar air awal 1084%. Pada pasangan elektroda grafit dan stainless steel (Lampiran 4) kadar air dapat diturunkan dari 1186% menjadi 415% untuk pemindahan anoda awal pada jarak antar elektroda 22 cm dan pada jarak yang paling dekat dengan katoda pada jarak antar elektroda 9 cm kadar air dapat diturunkan menjadi 542%. Penurunan kadar air pada pasangan elektroda grafit dan kasa stainless steel (Lampiran 4) tidak berbeda jauh dengan dua pasangan di atas yaitu kadar air dapat diturunkan dari kadar air awal 1044%

23 menjadi 422% pada jarak antar elektroda 22cm dan 518% pada jarak antar elektroda 9 cm. Gambar 11. Perubahan kadar air pada perlakuan 20 volt Pada perlakuan 30 volt perubahan kadar air pada tiga pasangan elektroda yang berbeda ditunjukkan pada Gambar 12. Perlakuan 30 volt pada pasangan elektroda grafit dan tembaga (Lampiran 5) mampu menurunkan kadar air sludge dari 1239% menjadi 377% pada jarak antar elektroda 20 cm, namun pada jarak antar elektroda 11 cm kadar air hanya dapat diturunkan hingga 554%. Kadar air naik secara signifikan di setiap pemindahan elektroda anoda hingga ke jarak yang paling dekat dengan katoda yaitu pada jarak antar elektroda 3 cm kadar air turun hanya mencapai 899%. Hal yang sama juga terjadi pada pasangan elektroda grafit dan stainless steel (Lampiran 5) dimana pada pemindahan elektroda pertama (jarak antar elektroda 20 cm) kadar air dapat diturunkan menjadi 361% dari kadar air awal 1276%. Pada jarak antar elektroda 7 cm pasangan elektroda ini kadar air

24 hanya dapat diturunkan menjadi 513%, sedangkan pada jarak antar elektroda 3 cm kadar air hanya dapat diturunkan menjadi 1039%. Gambar 12. Perubahan kadar air pada perlakuan 30 volt Perubahan kadar air yang cukup fluktuatif terlihat pada pasangan elektroda grafit dan kasa stainless steel (Lampiran 5), yaitu pada pergeseran awal katoda (jarak antar elektroda 20 cm) kadar air dapat diturunkan hingga 241% dari kadar air awal 1118%. Namun kadar air pada jarak elektroda 13 cm hanya dapat diturunkan menjadi 579%, dan naik hingga mendekati katoda pada jarak antar elektroda 4 cm menjadi 691%. Perubahan kadar air pada perlakuan arus sebesar 35 volt dengan tiga pasangan elektroda yang berbeda disajikan pada Gambar 13. Perlakuan elektroosmosis dengan voltase 35 volt (Lampiran 6) tersebut ternyata tidak memberikan hasil dewatering yang lebih dari daripada kedua perlakuan di atas. Pada kedua pasangan elektroda baik grafit dan tembaga atau grafit dan stainless

25 steel kadar air hanya dapat diturunkan rata-rata 500-700% dari kadar air awalnya 1200%, dan meningkat secara signifikan mendekati katoda. Gambar 13. Perubahan kadar air pada perlakuan 35 volt Hal tersebut disebabkan oleh pemberian arus yang semakin tinggi mengakibatkan terdorongnya kation-kation kearah mendekati katoda akan semakin kuat sehingga electroconductivity pada anoda akan semakin cepat menurun sehingga arus lebih cepat terputus. Terputusnya arus pada saat dewatering secara elektroosmosis inilah yang menjadi penghambat penurunan kadar air yang lebih maksimal pada proses ini. Meningkatnya kadar air pada sisi katoda dapat disebabkan semakin dekat jarak antar elektroda maka bloking yang terjadi antara ion H+ yang dihasilkan di sisi anoda dan OH yang dihasilkan di sisi katoda akan semakin kuat sehingga terdapat unsur yang tidak dapat terdorong keluar sistem. Penurunan kadar air pada sludge juga terlihat secara visual dari menyusutnya volume sludge serta keluarnya efluen (leachate), namun penurunan kadar air yang lebih maksimal dengan elektroosmosis terhambat karena arus yang terputus pada bagian anoda. Menurunnya kadar air selama elektroosmosis menunjukan bahwa elektroosmosis dapat diterapkan pada sludge yang mengandung bahan organik tinggi, memiliki EC tinggi serta mengandung banyak kation.

26 4.4. Karakteristik sludge setelah elektroosmosis Sludge yang telah diberi perlakuan elektroosmosis diukur karakteristik kimianya untuk mengetahui sifat-sifat kimia sludge setelah proses elektroosmosis. Karakteristik kimia sludge awal ditunjukkan oleh grafik garis berwarna merah, dimana pengukurannya dilakukan satu kali pada sludge yang belum diberi perlakuan elektroosmosis. Perubahan karakteristik sludge setelah elektroosmosis ditunjukkan oleh grafit batang berwarna biru, dimana pengukurannya dilakukan di tiap segmen pada sludge dengan dua kali ulangan untuk mengetahui pergerakan unsur-unsur selama proses elektroosmosis berlangsung. Perubahan ph (Lampiran 7) setelah proses elektroosmosis ditunjukkan pada Gambar 14. Dari Gambar tersebut dapat dilihat ph pada segmen 1 menurun hingga ph 4.4 dari ph awalnya 7.8 dan meningkat di segmen 6 hingga ph 10. Penurunan ph di bagian anoda dan kenaikannya di bagian katoda disebabkan oleh proses elektrolisis yang terjadi selama proses elektroosmosis dengan reaksi sebagai berikut: Anoda : 2H₂O 4e ₂+ 4H+ Katoda : 2H₂O + 2e H+ + 2OH Di anoda, terjadi oksidasi H₂O menghasilkan oksigen dan H+ yang bergerak menuju katoda. Ion H+ yang dihasilkan pada bagian inilah yang membuat ph turun pada bagian dekat dengan anoda. Sebaliknya di katoda, hidrogen meningkat secara bertahap dan menghasilkan ion hidroksil (OH ) yang sehingga ph pada bagian paling dekat katoda naik secara signifikan. Gambar 14. Perubahan ph setelah proses elektroosmosis

27 Pada proses elektroosmosis akan terjadi proses elektromigrasi yaitu pergerakan kation dan anion karena pengaruh listrik pada sistem tersebut (Acar dan Alshawabkeh, 1993). Dimana ion positif (kation) akan bergerak ke katoda dan ion negatif (anion) akan bergerak kearah anoda. Perpindahan kation maupun anion ini akan mempengaruhi EC pada sludge. Perubahan ini ditunjukkan pada Gambar 15. Nilai EC pada sludge (Lampiran 8) mengalami penurunan di setiap segmen pada sludge. Hal tersebut dikarenakan terdorongnya kation-kation ke arah katoda menyebabkan jumlahnya pada bagian anoda berkurang. Nilai EC pada segmen yang paling dekat dengan katoda meningkat, bahkan mendekati EC awal yaitu mencapai 3.07 ms. Peningkatan EC pada katoda disebabkan karena terjadinya bloking antara ion H+ dan OH sehingga unsur-unsur yang lain tidak dapat bergerak keluar sistem pada segmen ini, dimana pada segmen ini jarak antara elektroda anoda dan katoda berada pada jarak terdekat. Gambar 15. Perubahan EC setelah proses elektroosmosis Gambar 16 menunjukkan penurunan kadar Fe, Mn, Zn dan Cu dalam sludge (Lampiran 10) terlarut air di akhir proses elektoosmosis. Kadar Fe, Mn, Zn, dan Cu yang terukur dengan ekstrak air menunjukan kandungan unsur-unsur tersebut pada sludge yang larut air. Secara umum, Fe, Mn, Zn, dan Cu mengalami penurunan selama proses elektroosmosis. Kadar Fe terlihat menurun sangat tinggi pada segmen satu hingga empat dari kadar Fe di sludge awal dan meningkat di segmen lima dan enam yaitu segmen paling dekat katoda. Kadar Cu juga

28 mengalami penurunan dari segmen satu hingga segmen tiga dan meningkat tinggi pada segmen empat hingga enam. Kadar unsur Mn dan Zn juga mengalami penurunan pada proses elektroosmosis ini. Penurunan kadar pada Mn dan Zn lebih fluktuatif dibanding penurunan pada Fe dan Cu. Penumpukan unsur mikro di katoda berkaitan dengan proses elektrolisis pada bagian ini, dimana peningkatan ph mengakibatkan kation yang terdorong ke katoda diikat oleh OH sebagai hidroksida dan mengendap pada bagian ini. Gambar 16. Perubahan kadar Fe, Mn, Cu, Zn terekstrak air Gambar 17 menunjukkan perubahan kadar Fe, Mn, Cu, Zn terekstrak HCl 25%. Ekstrak HCl 25% menunjukkan jumlah total unsur yang terdapat dalam sludge tersebut (Lampiran 11). Dengan ekstrak HCl 25% terlihat bahwa kadar Fe, Mn, dan Zn masih cukup tinggi di seluruh segmen sludge. Hal tersebut menunjukkan bahwa ada beberapa unsur yang tidak berpindah selama proses

29 elektroosmosis. Unsur Cu terlihat menurun cukup tinggi di segmen satu hingga lima dan meningkat pada segmen enam (paling dekat katoda). Menurut Darmono (1995) Fe, Cu, dan Zn merupakan unsure hara esensial yang diperlukan oleh tanaman untuk proses fisiologisnya, oleh karena itu penurunan Fe, Zn,Mn dan Cu dalam sludge menjadi sisi negatif dari penelitian ini. Kadar Fe, Zn, Mn, dan Cu yang menurun mengakibatkan ketersedian di dalam sludge berkurang, akibatnya untuk aplikasi pada bidang pertanian diperlukan penelitian lebih lanjut terkait dengan penyediaannya dalam sludge. Gambar 17.Perubahan kadar Fe, Mn, Cu, Zn terekstrak HCl 25% Penurunan juga terjadi pada unsur Ca, Mg, K dan Na. Secara umum, pada ekstrak air (Lampiran 12) kandungan Ca, Mg, K dan Na menurun dari kadar awalnya. Penurunan yang terjadi pada Mg terlihat sangat fluktuatif di tiap segmennya. Penurunan kandungan Ca terekstrak air justru menumpuk di sisi

30 anoda, hal tersebut sebenarnya berlawanan dengan teori elektromigrasi yang ada, karena seharusnya kation-kation bergerak menuju katoda bukan menumpuk di anoda. Kandungan K dan Na juga mengalami penurunan yang cukup tinggi dari segmen satu hingga segmen lima, namun pada segmen paling dekat dengan katoda kandungan K dan Na meningkat bahkan melebihi kandungan awalnya. Hal tersebut disebabkan kedua fraksi tersebut terdorong kearah katoda dan mengendap sebagai hidroksida di dekat katoda. Penurunan kadar unsur-unsur ini disajikan pada Gambar 18 untuk ekstrak air dan Gambar 19 untuk ekstrak HCl 25% (Lampiran 13). Gambar 18. Perubahan kadar Ca, Mg, K, dan Na terekstrak air Kandungan Ca, Mg, K dan Na terekstrak HCl 25% menunjukkan kandungan total unsur-unsur tersebut dalam sludge. Kandungan Ca terekstrak HCl 25% terlihat menurun di setiap segmen pada sludge, namun tidak terlalu tinggi. Hal tersebut menunjukkan bahwa kandungan Ca dalam sludge masih cukup tinggi

31 walaupun mengalami penurunan dari kadar awalnya. Kandungan Mg, K dan Na dengan ekstrak HCl 25% mengalami penurunan yang cukup tinggi dari kadar awalnya, dan masih menumpuk pada bagian katoda akibat dari proses elektrolisis yang terjadi selama elektroosmosis. Menurunnya kadar basa-basa dalam sludge merupakan salah satu kekurangan dari teknologi ini, sebab baik Ca, Mg, K dan Na memiliki peranan penting dalam pembentukan jaringan meristematik dalam tanaman Oleh sebab itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai penurunan hara essensial dalam sludge dan penyediaanya untuk kebutuhan pertanian. Gambar 19. Perubahan kadar Ca, Mg, K, dan Na terekstrak HCl 25% Keuntungan lain dari teknologi ini adalah mampu menurunkan kadar logam berat. Logam berat non esensial meliputi beberapa logam berat yang belum diketahui kegunaannya, maupun yang dalam jumlah relatif sedikit dapat

32 menyebabkan keracunan, misalnya Hg, Pb, Cd, dan As (Darmono, 1995). Perlakuan elektroosmosis terbukti mampu menurunkan kadar logam-logam berat pada sludge TPA Bantar Gebang (Lampiran 14). Perubahan kadar logam berat Pb dan Cd baik terekstrak air ataupun HCl 25% ditunjukkan pada Gambar 20. (a) (b) (c) (d) Gambar 20. Perubahan kadar Pb dan Cd terekstrak air (a,b) dan terekstrak HCl 25% (c,d) Pada Gambar 20 dapat dilihat bahwa kandungan Pb dalam sludge menurun dibanding dengan sludge awal baik pada ekstrak air maupun HCl 25%. Kandungan unsur Cd masih terlihat menumpuk pada sisi katoda (ekstrak HCl 25% dan air). Hal tersebut dapat dikarenakan pada sisi katoda Cd terdorong secara elektroosmosis dan mengendap sebagai hidroksida pada segmen yang paling dekat dengan katoda (Suryaningtyas et al, 2005). Penelitian Korolev (2006) menunjukkan bahwa ion Cd, Pb, dan Zn dapat dipindahkan dengan elektrokinetik

33 pada tanah liat yang menunjukkan interaksi antara logam berat dengan tanah mineral liat di bawah pengaruh arus listrik, dimana konsentrasi logam berat dapat diturunkan sebesar 50-90%. Kandungan senyawa-senyawa yang mengendap sebagai hidroksida pada sisi katoda menjadi fenomena baru yang muncul akibat elektroosmosis, sebab pada bagian ini unsur-unsur (baik yang dibutuhkan tanaman ataupun yang dapat meracuni tanaman) menumpuk dan mengendap sebagai hidroksida akibat kenaikan ph dari proses elektrolisis yang terjadi. Oleh sebab itu penanganan sludge pada sisi katoda masih perlu diteliti dan ditangani lebih lanjut agar sludge memiliki kadar yang aman untuk dilepas ke lingkungan. Gambar 21 menunjukan kadar P sebelum dan setelah proses elektroosmosis (Lampiran 9). Kadar P menjadi penting untuk dianalisis karena unsur P pada sludge yang dipakai diperkirakan mengandung fosfat yang cukup tinggi. Bahan yang memiliki fosfat cukup tinggi akan berbahaya bagi lingkungan, sebab kandungan fosfat yang tinggi dapat menimbulkan eutrofikasi. Kadar P dianalisis dengan menggunakan metode Vanado molibdate untuk melihat kandungan P total dalam sludge. Setelah proses elektroosmosis selesai, kadar P menurun sebesar setengah dari kadar P sludge awal. Berbeda dengan unsur lain, kadar P menurun hampir sama rata di seluruh segmen sludge. Bentuk dari unsur P yang menurun akibat perlakuan elektroosmosis perlu diteliti lebih lanjut, sebab tanaman membutuhkan P dalam bentuk H₂PO₄ dan HPO₄² untuk pertumbuhan biji dan akar pada tanaman. Gambar 21. Kadar P setelah proses elektroosmosis

34 4.5. Karakteristik efluen Remediasi limbah dari IPAL yang berupa sludge dengan elektroosmosis ternyata masih meninggalkan residu (efluen) berupa air leacheat. Efluen ini keluar dari outlet yang terletak pada ujung kotak akrilik di bagian paling dekat dengan katoda. Efluen yang keluar dari sludge kemudian dianalisis kimia untuk mengetahui besarnya unsur-unsur yang mampu dipindahkan dari pengeringan secara elektroosmosis. Kadar unsur-unsur dalam efluen dari sludge disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Kadar unsur-unsur dalam efluen dari sludge Parameter Satuan Konsentrasi Nilai maksimal (*) ph 12 5-9 Besi (Fe) ppm 11.98 - Mangan (Mn) ppm 0.07 2 Tembaga (Cu) ppm 0.24 0.2 Seng (Zn) ppm 0.05 2 Kalsium (Ca) ppm 0.05 - Magnesium (Mg) ppm 0.02 - Timbal (Pb) ppm 0.23 1 Kadmium (Cd) ppm 0.01 0.01 Kalium (K) % 0.83 - Natrium (Na) % 0.66 60 Asam Humik % 0.43 - Keterangan (*) : Ambang batas maksimal air limbah domestik untuk kebutuhan pertanian menurut PP No 20 Tahun 1990 Tentang Pengendalian Pencemaran Air. Efluen memiliki ph yang sangat tinggi yaitu 12. Tingginya ph pada efluen sludge disebabkan oleh peristiwa elektrolisis yang terjadi pada bagian katoda sludge sehingga menyebabkan kenaikan ph pada bagian ini akibatnya efluen yang keluar dari sludge juga memiliki ph yang tinggi. Ion-ion yang tidak mengendap pada bagian katoda kemudian keluar bersama efluen (leacheat). Secara umum, unsur-unsur yang terdorong secara elektroosmosis pada efluen lebih kecil jika dibanding dengan kandungan yang terdapat pada segmen paling dekat katoda (segmen 6). Hal tersebut disebabkan unsur-unsur pada proses elektroosmosis sebagian besar mengendap pada bagian katoda karena pada bagian ini terjadi

35 kenaikan ph sludge akibat peristiwa elektrolisis sehingga unsur-unsur tersebut banyak yang mengendap pada bagian ini dan tidak keluar ke efluen. Keberadaan unsur-unsur dalam efluen memberi informasi mengenai ketersediaannya dalam efluen untuk aplikasi pada lingkungan. Mengacu pada PP No 20 Tahun 1990 Tentang Pencemaran Air, kandungan ion yang terdapat dalam efluen secara umum masih di bawah ambang batas. Hal tersebut menunjukkan bahwa efluen hasil elektroosmosis cukup aman untuk aplikasi ke lingkungan dengan memperhatikan kontrol ph yang cukup tinggi pada efluen. Didukung dengan keberadaan asam humik sebesar 0.43% dalam efluen menunjukkan efluen dapat dijadikan alternatif untuk bahan pupuk cair. Asam humik merupakan bagian dari asam humat yang tidak larut dalam pengendapan dengan larutan asam. Keberadaan asam humik memiliki peranan penting dalam tanah antara lain dapat menggemburkan tanah, perantara transportasi nutrisi mikro dari tanah ke tanaman, meningkatkan kemampuan tanah menahan air, meningkatkan pertumbuhan kecambah, dan mampu menjadi bahan stimulan berkembangnya mikroflora dalam tanah (Mendez et al., 2004).