BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aspek Spiritual itu sendiri pada tahun tahun awal praktek keperawatan telah menjadi sentral dari perawatan bahkan lebih dari satu abad yang lalu Florence Nightingale ditahun 1859 telah mengkobinasikan prinsip-prinsip klinik dengan komitmen spiritual pasien dalam merawat pasien. Dengan demikian maka perawatan dan spiritual telah dilaksanakan secara berdampingan dan mengalami hubungan yang luas dimana spiritual telah menjadi konsep yang mencakup banyak aspek keberadaan manusia. (Hamid A.Y, 1999) Pentingnya agama dalam kesehatan dapat dilihat dari batasan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 1984 yang menyatakan bahwa aspek agama (spiritual) merupakan salah satu unsur dari pengertian kesehatan seutuhnya. Bila sebelumnya pada tahun 1947, WHO memberikan batasan sehat hanya dari tiga aspek saja, yaitu sehat dalam arti Fisik (Organobiologik), sehat dalam arti mental (Psikologik) dan sehat dalam arti sosial ;maka sejak tahun 1984 batasan tersebut sudah ditambah dengan aspek agama (spiritual),yang oleh American Psyciatric Assosiation dikenal dengan bio -psyco-socio-spiritual. (Hawari,2002). Perawat meyakini manusia sebagai makhluk bio-psiko-sosio-kultural dan spiritual yang utuh berespons terhadap suatu perubahan yang terjadi antara lain karena gangguan kesehatan dan penyimpangan pemenuhan kebutuhan. Untuk dapat memenuhi kebutuhan secarra holistik dan unik diperlukan pendekatan yang komprehensif dan bersifat individual bagi tiap sistem klien ( Hamid A.Y, 1999).
Perawat sebagai tenaga kesehatan yang professional mempunyai kesempatan yang paling besar untuk memberikan pelayanan kesehatan khususnya pelayanan/asuhan keperawatan yang komprehensif dengan membantu klien memenuhi kebutuhan dasar yang holistik. Perawat memandang klien sebagai makhluk bio-psikososio-kultural dan spiritual yang berespon secara holistik dan unik terhadap perubahan kesehatan atau pada keadaan krisis. Asuhan keperawatan yang diberikan oleh perawat tidak bisa terlepas dari aspek spiritual yang merupakan bagian integral dari interaksi perawat dengan klien. Perawat berupaya membantu memenuhi kebutuhan spiritual klien sebagai bagian dari kebutuhan menyeluruh klien, antara lain dengan memfasilitasi pemenuhan kebutuhan spiritual klien tersebut, walaupun perawat dan klien tidak mempunyai keyakinan spiritual atau keagamaan yang sama (Hamid A.Y, 2000:3). Spiritualitas adalah keyakinan dalam hubungannya dengan yang Maha Kuasa. Sedangkan kebutuhan spiritual adalah kebutuhan untuk mempertahankan atau mengembalikan keyakinan dan memenuhi kewajiban agama, serta kebutuhan untuk mendapatkan maaf atau pengampunan. (Burkhardt, 1993) Kebutuhan spiritual merupakan kebutuhan dasar yang dibutuhkan oleh setiap manusia. Apabila seseorang dalam keadaan sakit, maka hubungan dengan Tuhannya pun semakin dekat, mengingat seseorang dalam kondisi sakit menjadi lemah dalam segala hal, tidak ada yang mampu membangkitkannya dari kesembuhan, kecuali Sang Pencipta. Dalam pelayanan kesehatan, perawat sebagai petugas kesehatan harus memiliki peran utama dalam memenuhi kebutuhan spiritual. Perawat dituntut mampu memberikan pemenuhan yang lebih pada saat pasien akan dioperasi, pasien kritis atau menjelang ajal. Dengan demikian, terdapat keterkaitan antara keyakinan dengan pelayanan kesehatan dimana kebutuhan dasar
manusia yang diberikan melalui pelayanan kesehatan tidak hanya berupa aspek biologis, tetapi juga aspek spiritual. Aspek spiritual dapat membantu membangkitkan semangat pasien dalam proses penyembuhan (Asmadi, 2008:28-29). Masalah yang sering terjadi pada pemenuhan kebutuhan spiritual adalah distress spiritual, yang merupakan suatu keadaan ketika individu atau kelompok mengalami atau beresiko mengalami gangguan dalam kepercayaan atau sistem nilai yang memberikannya kekuatan, harapan dan arti kehidupan, yang ditandai dengan pasien meminta pertolongan spiritual, mengungkapkan adanya keraguan dalam sistem kepercayaan, adanya keraguan yang berlebihan dalam mengartikan hidup, mengungkapkan perhatian yang lebih pada kematian dan sesudah hidup, adanya keputusan, menolak kegiatan ritual dan terdapat tandatanda seperti menangis, menarik diri, cemas dan marah, kemudian ditunjang dengan tandatanda fisik seperti nafsu makan terganggu, kesulitan tidur dan tekanan darah meningkat (Hidayat, 2006: 27). Puskesmas Nusawungu 2 Cilacap merupakan salah satu puskesmas rawat inap di Kecamatan Nusawungu. Puskesmas ini memiliki kapasitas 2 ruangan rawat inap dengan tiap ruang terdiri dari 3 tempat tidur, pasien didukung oleh 10 orang perawat dengan rincian Perawat PNS berjumlah 4 (40%), sedangkan Perawat Wiatabakti berjumlah 6 (60%). Didapatkan jumlah pasien rawat inap pada tahun 2011 adalah 409 pasien. Pasien yang menggunakan Jamkesmas 282 (63%), PHB 16 (3%) dan pasien umum sejumlah 151 (34%). Peneliti telah melakukan studi pendahuluan dengan melakukan wawancara terhadap perawat, Salah satu perawat mengatakan : Saya kadang hanya memberi suatu dukungan rohani pada saat pasien cemas atau dalam keadaan gawat saja. Saya tahu bahwa semua pasien membutuhkan pendampingan rohani. Selain itu peneliti melakukan survey di ruang
perawatan dan menemukan data-data sebagai berikut : ketika ada pasien sedang dalam keadaan kritis, perawat lebih banyak melakukan observasi keadaan umum pasien, tidak mengajak untuk berdoa. Karena berlebihnya beban kerja Petugas Puskesmas dan dari jumlah perawat tersebut peneliti menemukan bahwa pemberian asuhan keperawatan khususnya pelayanan terhadap kebutuhan spiritual pasien masih belum memuaskan.. Berdasarkan hasil wawancara dengan salah seorang pasien yang dirawat di ruang rawat inap puskesmas nusawungu 2 didapatkan bahwa pemenuhan kebutuhan spiritual pada pasien di ruangan telah dilakukan oleh beberapa perawat tetapi belum maksimal dilaksanakan sepenuhnya. Penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Hubungan Pemenuhan Aspek Spiritualitas Perawat dan Pelaksanaan Kebutuhan Spiritual Pada Pasien Rawat Inap di Puskesmas Nusawungu 2 Cilacap karena asuhan keperawatan spiritual adalah salah satu tugas seorang perawat dan ada beberapa perawat yang belum memenuhi kebutuhan spiritual kepada pasiennya. Dengan dilakukannya penelitian ini agar dapat memberikan kesadaran bagi perawat tentang pentingnya kebutuhan spiritual pada pasien sehingga diharapkan perawat berusaha untuk mengoptimalkan perannya dalam memberikan asuhan keperawatan spiritual pada pasien. B. Rumusan Masalah Adapun perumusan masalahnya adalah sebagai berikut : Adakah Hubungan Pemenuhan Aspek Spiritualitas Perawat dengan Pelaksanaan Kebutuhan Spiritual Pada Pasien Rawat Inap di Puskesmas Nusawungu 2 Cilacap? C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum Untuk Mengetahui Hubungan Pemenuhan Aspek Spiritualitas Perawat dengan Pelaksanaan Kebutuhan Spiritual Pada Pasien Rawat Inap di Puskesmas Nusawungu 2 Cilacap. 2. Tujuan khusus a. Untuk Mengidentifikasi Pemenuhan Aspek Spiritualitas Perawat di Puskesmas Nusawungu 2 Cilacap b. Untuk Mengidentifikasi Pelaksanaan Kebutuhan Spiritual Pada pasien rawat Inap di Puskesmas Nusawungu 2 Cilacap D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Peneliti Sebagai suatu pengalaman dan dapat mengembangkan daya fikir agar lebih peka terhadap berbagai permasalahan yang dihadapi pasien terutama yang berkaitan dengan pelayanan spiritual. Selain itu juga agar meningkatkan motivasi perawat untuk lebih meningkatkan pengetahuannya sehingga dapat diterapkan dalam praktek keperawatan yang komprehensif. 2. Bagi Institusi Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi penekanan mahasiswa sehingga dimasa yang akan datang perawat tidak lagi mengabaikan kebutuhan spiritual pasien. 3. Bagi Pengembangan Ilmu Pengetahuan a. Untuk meningkatkan informasi demi pengembangan profesi keperawatan
b. Sebagai masukan bagi profesi keperawatan pada lahan penelitian terkait untuk menentukan kebijakan dalam rangka peningkatan mutu pelayanan kesehatan individu. 4. Bagi Klien Untuk membantu klien dalam pemulihan dan peningkatan kemampuan dirinya melalui tindakan pemenuhan kebutuhan klien secara komprehensif dan berkesinambungan. 5. Bagi Puskesmas a. Sebagai bahan kajian tingkat kebutuhan pelayanan spiritual pada pasien. b. Sebagai bahan pertimbangan untuk penyediaan sarana dan prasarana pelayanan spiritual. c. Peningkatan mutu pelayanan keperawatan komprehensif yang meliputi bio -psikososial-spiritual E. Keaslian Penelitian Penelitian tentang Hubungan Penerapan Aspek Spiritualitas Perawat dengan Pemenuhan Kebutuhan Spiritual Pada Pasien rawat Inap merupakan hal yang pertama kali dilakukan di Puskesmas Nusawungu 2 Cilacap, penelitian yang sejenis juga pernah dilakukan diantaranya : 1. Penelitian Sumiati, 2010, dengan judul Pemahaman perawat terhadap Kebutuhan Spiritual Klien Pada pasien Lansia di RSU Mardi Lestari Kabupaten Sragen.
Dengan tujuan : (1) untuk mengetahui pemahaman perawat tentang pengertian kebutuhan spiritual pada pasien lansia, (2) mengetahui tentang intervensi asuhan keperawatan spiritual yang diberikan, (3) mengetahui tentang bagaimana seharusnya memberi perlakuan terhadap lansia. Desain penelitian : Metode penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi, data diperoleh dengan cara diskusi kelompok terarah. Hasil Penelitian Sumiati, kebutuhan spiritual adalah suatu kebutuhan dasar manusia yang harus dipenuhi. Kebutuhan spiritual mengandung arti suatu keyakinan, pendekatan, harapan dan kepercayaan pada Tuhan serta kebutuhan untuk menjalankan agama yang dianut, kebutuhan untuk dicintai dan diampuni oleh Tuhan yang seluruhnya dimiliki dan harus dipertahankan oleh seseorang sampai kapanpun agar memperoleh pertolongan, ketenangan, keselamatan, kekuatan, penghiburan serta kesembuhan. Dalam memberikan intervensi asuhan keperawatan spiritual ternyata kurang optimal karena ada faktor penghambat. Perbedaan pelaksanaan ritual pasien lansia di rumah sakit dipengaruhi oleh faktor agama yang dianut. Perlakuan terhadap lansia ditunjukkan dalam sikap dengan dasar alasan: kesadaran diri terhadap lansia, ajaran agama dan teori Maslow. Kesimpulan penelitian dari Sumiati, adalah bahwa pemahaman perawat terhadap pemenuhan kebutuhan spiritual pada pasien lansia di RSU Mardi Lestari Kabupaten Sragen kurang optimal. Perawat diharapkan memperhatikan dan berusaha memenuhi kebutuhan spiritual pasien lansia agar mutu pelyanan perawatan meningkat. Persamaan : sama sama mengungkapkan kebutuhan spiritual.
Perbedaan : Peneliti menggunakan metode deskriptif korelasi dengan pendekatan cross sectional, tempat, sampel,populasi penelitiandan variabel. 2. Penelitian Wahyuningsih, 2010, dengan judul Persepsi keluarga tentang pelayanan keperawatan spiritual pada pasien yang di rawat di ruang ICU/ICCU RSUD Kebumen. Dengan tujuan : (1) gambaran persepsi keluarga pasien tentang pelayanan keperawatan spiritual pada pasien yang di rawat di ruang ICU/ICCU RSUD Kebumen, (2) gambaran praktek pelayanan spiritual pada pasien yang dirawat di ruang ICU/ICCU RSUD Kebumen, (3) gambaran respon keluarga tentang pelayanan spiritual. Desain penelitian : Menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan survey, dengan menggunakan Random Sampling dengan jumlah 62 responden. Hasil Penelitian Wahyuningsih, Persentase gambaran persepsi pasien tentang pelayanan spiritual pada pasien yang dirawat di ruang ICU/ICCU RSUD Kebumen tertinggi sebesar 54,80%, dan terendah sebesar 4,80%. Menurut gambaran praktek pelayanan yang diberikan persentase terbesar yaitu sebesar 54,80% dan tidak ada yang menyatakan kurang tentang pelayanan yang diberikan. Menurut gambaran respon keluarga tentang pelayanan keperawatan spiritual 33 responden memberikan jawaban tertinggi pada jawaban yang cukup memuaskan. Kesimpulan penelitian Wahyuningsih, RSUD Kebumen khususnya diruang ICU/ICCU telah melaksanakan keperawatan spiritual dengan hsil sudah cukup memuaskan dalam memberikan pelayanannya.
Persamaan : pada jenis penelitian sama sama menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan cross sectional. Perbedaan : tempat, sampel,populasi penelitian dan variabel