BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kecap Kecap merupakan pelengkap makanan dan masakan, yang hampir setiap hari

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. varietas unggul dapat mencapai 40-43%. Kebutuhan protein sebesar 55 gram per

PENETAPAN KADAR PROTEIN DENGAN METODE KJELDAHL

PENETAPAN KADAR PROTEIN DENGAN METODE KJELDAHL

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan

BAB 1V HASIL DAN PEMBAHASAN. senyawa lain selain protein dalam bahan biasanya sangat sedikit, maka penentuan

ANALISIS PROTEIN. Free Powerpoint Templates. Analisis Zat Gizi Teti Estiasih Page 1

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimen.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. diketahui kandungan airnya. Penetapan kadar air dapat dilakukan beberapa cara.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Adisarwanto (2005) kedelai merupakan tanaman asli daratan

Protein (asal kata protos dari bahasa Yunani yang berarti "yang paling utama") adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan

I. Tujuan Percobaan menentukan kadar protein yang terdapat dalam sampel dengan metode titrasi formol.

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu. Kadar Abu (%) = (C A) x 100 % B

BAB III METODE PENELITIAN. Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g

PENENTUAN KADAR NITROGEN TOTAL DENGAN METODE KJELDAHL

BAB III BAHAN DAN METODE. Adapun alat yang digunakan dalam percobaan ini terdiri dari: - neraca analitik - Ohauss. alat destruksi Kjeldahl 250ml -

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan termasuk kedalam jenis penelitian eksperimen

BAB III TEKNIK PELAKSANAAN. Kegiatan ini dilaksanakan di Balai POM di Gorontalo, Jalan Tengah, Toto

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Alur penelitian ini seperti ditunjukkan pada diagram alir di bawah ini:

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Bahan kimia : * Asam sulfat pekat 98%, Asam borat 2 % Natrium salisilat, Natrium nitroprusida, Natrium hypokhlorida, Natrium hidroksida, Kalium hidrog

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pangan lain dan bahan tambahan pangan yang diizinkan. fermentasi sehingga menghasilkan bentuk pipih bila dipatahkan dan

PEMBUATAN SUSU DARI BIJI BUAH SAGA ( Adenanthera pavonina ) SEBAGAI ALTERNATIF PENGGANTI NUTRISI PROTEIN SUSU SAPI DAN SUSU KEDELAI

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. hijau atau tauge. Nata yang dihasilkan kemudian diuji ketebalan, diukur persen

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

PENUNTUN PRAKTIKUM KIMIA DASAR II KI1201

Cara uji kimia - Bagian 4: Penentuan kadar protein dengan metode total nitrogen pada produk perikanan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Adisarwanto (2005) pada tahun 1948 telah disepakati bahwa

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. waterbath, set alat sentrifugase, set alat Kjedalh, AAS, oven dan autoklap, ph

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA II KLINIK

Uji Makanan dengan Lugol, Benedict, Biuret, Kertas Minyak

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

Pengertian Bahan Pangan Hewani Dan Nabati Dan Pengolahannya

Bab III Bahan dan Metode

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

GIZI. Pentingnya makanan bagi kesehatan Makanan bergizi Syarat dan Nilai makanan sehat Zat makanan yang mengganggu kesehatan

LAPORAN PENELITIAN PRAKTIKUM KIMIA BAHAN MAKANAN Penentuan Asam Lemak Bebas, Angka Peroksida Suatu Minyak atau Lemak. Oleh : YOZA FITRIADI/A1F007010

Lampiran 1. Prosedur Analisis Rendemen Cookies Ubi Jalar Ungu. 1. Penentuan Nilai Rendemen (Muchtadi dan Sugiyono, 1992) :

BAB III METODE PENELITIAN

Lampiran 1. Perhitungan Nisbah C/N dan Kadar Air

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di industri rumah tangga terasi sekaligus sebagai

BAB III METODE PENELITIAN. mengujikan L. plantarum dan L. fermentum terhadap silase rumput Kalanjana.

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dengan judul Produksi Volatil Fatty Acids (VFA), NH 3 dan

BAB I PENDAHULUAN. fosfor, besi atau mineral lain. Protein disusun dari 23 atau lebih unit yang

LAPORAN BIOKIMIA KI 3161 Percobaan 1 REAKSI UJI TERHADAP ASAM AMINO DAN PROTEIN

BAB III METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini digunakan berbagai jenis alat antara lain berbagai

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan berdasarkan bagan alir yang ditunjukkan pada gambar 3.1

METODE PENGUJIAN. 1. Kadar Oksalat (SNI, 1992)

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada 26 Agustus 2015 di Laboratorium Produksi dan

MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2015 dari survei sampai

Asam Amino dan Protein

BAB III METODE PENELITIAN

laporan praktikum penentuan kadar protein metode biuret

Lampiran 1. Prosedur Analisis

PRODUKSI ABON IKAN PARI ( (RAYFISH): PENENTUAN KUALITAS GIZI ABON

LAPORAN PRAKTIKUM II.3 BIOKIMIA (AKKC 223) DENATURASI PROTEIN

R E A K S I U J I P R O T E I N

BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Tanah dan di Laboratorium Limbah

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang efek pemanasan pada molases yang ditambahkan urea

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA DASAR. Percobaan 3 INDIKATOR DAN LARUTAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

dimana a = bobot sampel awal (g); dan b = bobot abu (g)

MATERI DAN METODE. Materi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. fase ini saling mempengaruhi satu sama lain. Misalnya, reakis-reaksi bahan padat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN

Kadar air % a b x 100% Keterangan : a = bobot awal contoh (gram) b = bobot akhir contoh (gram) w1 w2 w. Kadar abu

TITRASI PENETRALAN (asidi-alkalimetri) DAN APLIKASI TITRASI PENETRALAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan

Subhan Aristiadi R

Lampiran 1. Kriteria penilaian beberapa sifat kimia tanah

Protein adalah sumber asam-asam amino yang mengandung unsur-unsur C, H, O, dan N yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat.

BAB III METODE PENELITIAN

PENGARUH PERENDAMAN DALAM LARUTAN GULA TERHADAP PERSENTASE OLIGOSAKARIDA DAN SIFAT SENSORIK TEPUNG KACANG KEDELAI (Glycine max)

REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TEKNIK PELAKSANAAN. Selatan, Bone Bolango Gorontalo selama dua bulan, mulai bulan Maret sampai

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan selama bulan Mei hingga Agustus 2015 dan

Lampiran 1. Prosedur kerja analisa bahan organik total (TOM) (SNI )

I. TOPIK PERCOBAAN Topik Percobaan : Reaksi Uji Asam Amino Dan Protein

Atas kesediaan Bapak/Ibu saya ucapkan terima kasih.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lemak dan minyak adalah golongan dari lipida (latin yaitu lipos yang

BAB I PENDAHULUAN. dapat digunakan sebagai pangan, pakan, maupun bahan baku industri.

PAPER BIOKIMIA PANGAN

TITRASI KOMPLEKSOMETRI

I PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan selama satu bulan, pada 27 Agustus - 26 September 2012

BAB III METODE I II III BKK1 U1 U2 U3 BKH2 U1 U2 U3 BKK3 U1 U2 U3 BKH4 U1 U2 U3 BKK5 U1 U2 U3 BKH6 U1 U2 U3 BKHKK7 U1 U2 U3 BKHKK8 U1 U2 U3

LAMPIRAN. Lampiran 1. Prosedur Analisis Kadar Air dengan Metode Gravimetri

BAB VI REAKSI KIMIA. Reaksi Kimia. Buku Pelajaran IPA SMP Kelas IX 67

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berhubungan melalui atom O (Barrer, 1982). Klasifikasi zeolit dapat didasarkan

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Metode Pembuatan Petak Percobaan Penimbangan Dolomit Penanaman

BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian melalui eksperimen di bidang Ilmu Teknologi Pangan.

BAB I PENDAHULUAN. Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi

Lampiran 1. Prosedur Analisa Karakteristik Bumbu Pasta Ayam Goreng 1. Kadar Air (AOAC, 1995) Air yang dikeluarkan dari sampel dengan cara distilasi

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kecap Kecap merupakan pelengkap makanan dan masakan, yang hampir setiap hari dikonsumsi oleh sebagian besar masyarakat di negara kita. Namun, kini kecap semakin populer di dunia, sehingga kecap diproduksi secara komersial baik dalam skala industri rumah tangga, ataupun industri besar. Komposisi kimia kecap pada umumnya terdiri atas 69% protein, 1% lemak, 9% karbohidrat, dan 53% air. Besarnya kadar protein, biasanya digunakan sebagai kriteria penentuan mutu kecap (IKAPI, 2001). Kualitas kecap ditentukan oleh kadar/kandungan proteinnya. Kadar protein di dalam kecap tergantung pada jumlah unsur N pada kedelai yang terurai. Jumlah N yang terurai akan semakin tinggi apabila kelapukan kedelai yang dicapai pada saat fermentasi semakin sempurna (IKAPI, 2005). Kecap biasanya dibuat dari kedelai, selain kedelai kecap dapat dibuat dari air kelapa, ampas tahu. Dalam skala besar kedelai masih menjadi bahan utama yang dipilih dalam pembuatan kecap karena kedelai memiliki sumber protein yang tinggi. Kandungan protein kedelai mencapai hampir 35%, artinya dalam 100 gram biji kedelai terdapat 35 gram protein ini berarti lebih tinggi dari daging, telur ayam, dan ikan segar. Asam amino yang terkandung dalam proteinnya memang tidak selengkap protein hewani, namun penambahan bahan lain seperti wijen, jagung atau menir sangat baik untuk menjaga asam amino tersebut. Selain protein kedelai mengandung lemak, vitamin, dan mineral yang cukup tinggi (Puwandari, 2001).

2.2. Protein Istilah protein berasal dari kata Yunani proteos, yang berarti yang utama atau yang didahulukan. Kata ini diperkenalkan oleh seorang ahli kimia Belanda. Gerardus Mulder (1802-1880), karena ia berpendapat bahwa protein adalah zat yang paling penting pada setiap organisme (Almatsier, 2001). Protein merupakan suatu zat makanan yang amat penting bagi tubuh, Karena zat ini disamping berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh juga berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur dalam tubuh. Protein adalah sumber asam amino yang mengandung unsur-unsur C, H, O, dan N yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat. Dalam setiap sel yang hidup, protein merupakan bagian yang sangat penting (Winarno, 1992). Protein dalam bahan makanan yang dikonsumsi manusia akan diserap oleh usus dalam bentuk asam amino. Kadang-kadang beberapa asam amino yang merupakan peptida dan molekul-molekul protein kecil dapat juga diserap melalui dinding usus, masuk kedalam pembuluh darah. Hal ini yang akan menimbulkan reaksi-reaksi alergik dalam tubuh yang sering kali timbul pada orang yang makan bahan makanan yang mengandung protein seperti susu, ikan laut, udang, telur, dan sebagainya (Winarno, 1992). Protein tersusun dari berbagai asam amino yang masing masing dihubungkan dengan ikatan peptida. Peptida adalah jenis ikatan kovalen yang menghubungkan suatu gugus karboksil satu asam amino. (Lehninger, 1990)

2.2.1 Fungsi Utama Protein Bagi Tubuh a. Untuk Pertumbuhan dan Pemeliharaan Jaringan Protein tubuh berada dalam keadaan dinamis yang konstan. Secara bergantian dipecah-pecah dan diresintesis kembali, sekitar 3% protein tubuh diganti setiap hari. Permukaan usus halus yang diganti setiap empat enam hari, memerlukan sintesis protein sebanyak 70 gram per hari. Untungnya tubuh sangat efisien dalam menghemat protein dan menggunakan kembali asam-asam amino hasil pemecahan suatu jaringan untuk membentuk kembali jaringan yang sama atau jaringan yang lain. b. Pembentukan Senyawa Tubuh yang Esensial Hormon yang diproduksi dalam tubuh, seperti insulin, epinefrin, dan tiroksin, pada dasarnya adalah protein. Sebagai tambahan, setiap sel dalam tubuh mengandung banyak sekali enzim yang berbeda, dan semuanya adalah protein. Enzim ini mengkatalisis banyak sekali perubahan biokimia yang esensial untuk kesehatan sel-sel dan jaringan. c. Regulasi Keseimbangan Air Bila protein darah berkurang, tekanan protein yang menarik kembali ke sirkulasi darah tidak sekuat tekanan osmotik yang menekannya keluar dari aliran darah. Hal ini akan mengakibatkan terjadinya akumulasi cairan dalam jaringan yang membuatnya menjadi lunak dan nampak menggembung. Kondisi ini disebut sebagai oedema (edema), dan dikenal sebagai tanda awal dari defisiensi protein.

d. Mempertahankan Netralisasi Tubuh Protein dalam darah berfungsi sebagai buffer (penyangga) yaitu bahan yang dapat bereaksi baik dengan asam atau basa untuk menetralkannya. Hal ini merupakan fungsi yang sangat penting karena sebagian besar jaringan tubuh tidak dapat berfungsi bila ph nya berubah dari normal. e. Pembentukan Antibodi Kemampuan untuk menghilangkan zat-zat racun dari tubuh dikontrol oleh enzim yang terutama berlokasi dalam hati.dalam keadaan kekurangan protein, kemampuan untuk melawan pengaruh zat racun tersebut menjadi rendah, sehingga individu yang menderita kekurangan protein lebih mudah mengalami keracunan. f. Transport Zat Gizi Protein berperan penting dalam transportasi zat gizi dari usus, menembus dinding usus sampai ke darah, dari darah ke jaringan, dan menembus membran sel ke dalam sel. Sebagian besar zat yang membawa zat gizi tertentu adalah protein (Muchtadi, 2010). 2.2.2 Kebutuhan Protein Pada bayi dan anak-anak yang sedang dalam masa pertumbuhan, pembentukan jaringan baru tersebut terjadi secara besar-besaran, demikian pula pada ibu hamil dan yang sedang menyusui dan orang yang baru sembuh dari sakit. Oleh karena itu, kebutuhan protein bagi golongan ini lebih besar dibandingkan dengan orang dewasa sehat (Muchtadi, 2010).

Kecukupan konsumsi protein per kg berat badan per hari yang dianjurkan yaitu: untuk bayi umur 0-6 bulan dibutuhkan 2,2 g protein untuk setiap kg berat,untuk anak-anak umur 4-6 tahun dibutuhkan 1,5 g protein untuk setiap kg berat, untuk remaja umur 15-18 tahun dibutuhkan 0,9 g protein untuk setiap kg berat, dan untuk dewasa lebih dari 18 tahun dibutuhkan 0,8 g protein untuk setiap kg berat. Kebutuhan akan protein bagi orang dewasa telah dihitung berdasarkan studi mengenai jumlah nitrogen yang hilang dari subyek yang mengkonsumsi makanan yang tidak mengandung protein atau mengandung sedikit sekali protein (Muchtadi, 2010). 2.2.3 Sifat- sifat Karakteristik Protein Protein kebanyakan merupakan senyawa yang amorph, tidak berwarna, dimana tidak mempunyai titik cair atau titik didih yang tertentu. Bila dilarutkan dalam air akan memberikan larutan koloidal. Protein diendapkan dari larutannya bila ditambahkan dengan garam-garam anorganik (Na 2 SO 4, NaCl) dan juga dengan menggunakan zat zat organik yang larut dalam air (Sastrohamidjojo, 2009). Protein sangat cenderung mengalami beberapa bentuk perubahan yang dinyatakan sebagai denaturasi. Perubahan perubahan yang disebabkan karena protein peka terhadap panas, tekanan yang tinggi, alkohol, alkali, urea, KI, asam dan pereaksi-pereaksi tertentu lain (Sastrohamidjojo, 2009).

2.2.4 Siklus Protein Di dalam tubuh manusia terjadi suatu siklus protein, artinya protein dipecah menjadi komponen-komponen yang lebih kecil yaitu asam amino dan peptida. Terjadi juga sintesis protein baru untuk mengganti yang lama. Praktis tidak ada sebuah molekul protein pun yang disintesis untuk dipakai seumur hidup. Semuanya akan dipecahkan atau diganti dengan yang baru atau dengan laju yang berbeda-beda tergantung jenis dan keperluannya dalam tubuh (Winarno, 1992). 2.2.4.1 Asam Amino Asam amino terdiri atas atom karbon yang terikat pada satu gugus karboksil (- COOH), satu gugus amino ( - NH 2 ), satu atom hidrogen (- H) dan satu gugus alkil (- R) atau rantai cabang, sebagaimana pada gambar: COOH (gugus karboksil) H C R (gugus alkil) NH 2 (gugus amino) Struktur asam amino Dari rumus ini dapat dilihat bahwa semua asam amino yang terdapat pada protein mempunyai satu gugus karboksil dan satu gugus amino. Gugus amino terletak pada atom C yang berdamping dengan gugus karboksil, karena itu disebut asam amino-alfa. Tiap asam amino mempunyai gugus R yang sangat khas sifatnya (Almatsier, 2001). Dalam protein terdapat 20 asam amino utama yang berperan sebagai

pembangun. Masing masing asam amino berbeda satu dengan yang lain pada rantai samping atau gugus R. Asam amino yang dapat disintesis sendiri oleh makhluk hidup disebut asam amino non esensial, sedangkan asam amino yang tidak dapat disintesis sendiri dan harus diperoleh dari makan disebut asam amino esensial (Toha, 2001). 2.2.4.2 Peptida Suatu peptida ialah suatu amida yang dibentuk dari dua asam amino atau lebih. Ikatan amida antara suatu gugus α-amino dari suatu asam amino dan gugus karboksil dari asam amino lain disebut ikatan peptida. (Fessenden, 1986). Gambar : H O H H O O O H 2 N C C + N C C H 2 N CH C CH C R 1 OH H R 2 OH R 1 NH R 2 OH Ikatan Peptida 2.2.5 Denaturasi Protein Kebanyakan protein hanya berfungsi akftif biologis pada daerah ph dan suhu yang terbatas. Jika ph dan suhu berubah melewati batas batas tersebut, protein akan mengalami denaturasi. Kebanyakan denaturasi terjadi sekitar suhu 50 60 dan 10 15. Sebagai contoh denaturasi

putih telur. Denaturasi protein adalah perubahan struktur sekunder, tertier, dan kuartener tanpa diikuti oleh struktur primer (Anonim, 2012). 2.2.6 Struktur Protein Secara teoritik dari 21 jenis asam amino yang ada di alam dapat dibentuk protein dengan jenis yang tidak terbatas. Namun diperkirakan hanya sekitar 2.000 jenis protein yang terdapat di alam. Para ahli pangan sangat tertarik pada protein, karena struktur dan sifatnya yang dapat diamankan untuk berbagai keperluan. Struktur protein ternyata dapat dibagi menjadi beberapa bentuk yaitu struktur primer, sekunder, tersier, dan kuarterner (Winarno, 1992). 2.2.6.1 Struktur Primer Susunan linier asam amino dalam protein merupakan struktur primer. Susunan tersebut merupakan suatu rangkaian unik dari asam amino yang menentukan sifat dasar dari berbagai protein, dan secara umum menentukan bentuk struktur sekunder dan tersier. Bila protein mengandung banyak asam amino dengan gugus hidrofobik, daya kelarutannya dalam air kurang baik dibandingkan dengan protein yang banyak mengandung asam amino dengan gugus hidrofil (Winarno, 1992). 2.2.6.2 Struktur Sekunder Struktur sekunder protein adalah struktur dua dimensi dari protein. Pada struktur ini terjadi lipatan beraturan, seperti α-heliks dan β-sheet,

akibat adanya ikatan hidrogen di antara gugus-gugus polar dari asam amino dalam rantai protein (Girindra, 1986). 2.2.6.3 Struktur Tersier Dalam hal ini rantai polipeptida cenderung untuk membelit atau melipat membentuk struktur yang kompleks. Kestabilan struktur ini bergantung pada gugus R pada setiap asam amino yang membentuknya, dan distabilkan oleh ikatan hidrogen, ikatan disulfida, dan interaksi hidrofobik (Girindra, 1986). 2.2.6.4 Struktur Kuarterner Molekul protein ini terbentuk dari beberapa tersier dan biasa terdiri dari protomer yang sama atau protomer yang berlainan. Protein yang dibentuk oleh protomer yang sama disebut homogenus, jika terdiri dari protomer berlainan disebut heterogenus. Protein yang dibentuk oleh protomer-protomer ini disebut oligiprotomer (Girindra, 1986). 2.2.8 Sumber Protein Sumber protein bagi manusia dapat digolongkan menjadi dua macam, yaitu sumber protein konvensional dan non-konvensional. Sumber protein kovensional adalah yang berupa hasil-hasil pertanian pangan serta produkproduk hasil olahannya. Berdasarkan sifatnya, sumber protein konvensional ini dibagi lagi menjadi dua golongan yaitu sumber protein nabati seperti bibi-bijian (serealia), dan kacang-kacangan, dan sumber protein hewani seperti daging, ikan, susu dan telur (Muchtadi, 2010).

Sumber protein non-konvensional merupakan sumber protein baru, yang dikembangkan untuk menutupi kebutuhan penduduk dunia akan protein. Sumber protein non-konvensional berasal dari mikroba (bakteri, khamir atau kapang), yang dikenal sebagai protein sel tunggal (single cell protein), tetapi sampai sekarang produknya belum berkembang sebagai bahan pangan untuk dikonsumsi manusia (Muchtadi, 2010). Bahan makanan hewani kaya dalam protein bermutu tinggi, tetapi hanya merupakan 18,4% konsumsi protein rata-rata penduduk Indonesia. Bahan makanan nabati yang kaya dalam protein adalah kacang-kacangan. Kontribusinya rata-rata terhadap konsumsi protein hanya 9,9%. Sayur dan buah-buahan rendah dalam protein, kontribusinya rata-rata terhadap konsumsi protein adalah 5,3%. Gula, sirop, lemak, dan minyak murni tidak mengandung protein (Almatsier, 2001). 2.2.9 Kekurangan Protein Kekurangan protein banyak terdapat pada masyarakat sosial ekonomi rendah. Kekurangan protein murni pada stadium berat menyebabkan kuashiorkor pada anak-anak di bawah lima tahun. Kekurangan protein sering ditemukan secara bersamaan dengan kekurangan energi yang menyebabkan kondisi yang dinamakan marasmus. a. Kuashiorkor Kekurangan konsumsi protein pada anak-anak kecil dapat menyebabkan terganggunya pertumbuhan badan si anak. Pada orang dewasa kekurangan protein mempunyai gejala yang kurang spesifik,

kecuali pada keadaan yang telah sangat parah seperti busung lapar. Kuashiorkor adalah istilah yang pertama kali digunakan oleh Cecily Williams bagi gejala yang sangat ekstrem yang diderita oleh bayi dan anak-anak kecil akibat kekurangan konsumsi protein yang parah, meskipun konsumsi energi atau kalori telah mencukupi kebutuhan. Gejala dari kuashiorkor yang spesifik adalah adanya oedem, ditambah dengan adanya gangguan pertumbuhan serta terjadinya perubahan-perubahan psikomotorik (Winarno, 1992). b. Marasmus Marasmus pada umumnya merupakan penyakit bada bayi, karena terlambat diberi makanan tambahan. Penyakit ini dapat terjadi karena penyapihan mendadak, formula pengganti ASI terlalu encer dan tidak higienis atau sering kali terkena infeksi terutama gastroenteritis. Marasmus merupakan penyakit kelaparan dan terdapat banyak di antara kelompok sosial ekonomi rendah di sebagian besar negara sedang berkembang, gejalanya adalah pertumbuhan terhambat, lemak di bawah kulit berkurang serta otot-otot berkurang dan melemah (Almatsier, 2001) 2.2.10 Kelebihan Protein Protein secara berlebihan tidak menguntungkan tubuh. Makanan yang tinggi protein biasanya tinggi lemak sehingga dapat menyebabkan obesitas. Diet protein tinggi yang sering dianjurkan untuk menurunkan berat badan kurang beralasan. Kelebihan asam amino memberatkan ginjal dan hati yang harus memetabolisme dan mengeluarkan kelebihan nitrogen.

Kelebihan protein akan menimbulkan asidosis, dehidrasi, diare, kenaikan amonia darah, kenaikan ureum darah, dan demam (Almatsier, 2001). 2.2.11 Isolat dan Konsentrat Protein Isolat protein adalah suatu produk berbentuk tepung halus yang hampir bebas dari karbohidrat, serat, dan lemak. Produk ini merupakan bentuk protein yang paling murni, yaitu minimal mengandung 90% protein berdasarkan berat kering. Konsentrat protein kedelai adalah produk lanjut dari tepung kedelai, yang pada prinsipnya dibuat dengan membuang setengah karbohidratnya dan sebagian mineralnya. Menurut defenisinya, konsentrat protein adalah produk yang telah diproses agar mengandung minimum 70% protein berdasarkan berat kering (Anonim, 2012). 2.3 Penetapan Kadar Protein Dengan Metode Kjeldahl 2.3.1 Metode Kjeldahl Cara kjeldahl digunakan untuk menganalisis kadar protein kasar dalam bahan makanan secara tidak langsung, karena yang dianalisis dengan cara ini adalah kadar nitrogennya. Dengan mengalikan hasil analisis tersebut dengan angka konversi 6,25, diperoleh nilai protein dalam bahan makanan itu. Untuk beras, kedelai, gandum angka konversi berturut-turut sebagai berikut: 5,95, 5,71, dan 5,83. Angka 6,25 berasal dari angka konversi serum albumin yang biasanya mengandung 16% nitrogen. Prinsip cara analisis Kjeldahl adalah sebagai berikut: mula-mula bahan didestruksi dengan asam sulfat pekat menggunakan katalis selenium

oksiklorida atau butiran Zn. Amonia yang terjadi ditampung dan dititrasi dengan bantuan indikator. Cara analisis tersebut akan berhasil baik dengan asumsi nitrogen dalam bentuk ikatan N-N dan N-O dalam sampel tidak terdapat dalam jumlah besar. Kekurangan cara analisis ini ialah bahwa purina, pirimidina, vitamin-vitamin, asam amino besar, kreatina, dan kreatinina ikut teranalisis dan terukur sebagai nitrogen protein. Walaupun demikian, cara ini kini masih digunakan dan dianggap masih cukup teliti untuk pengukuran kadar protein dalam bahan makanan (Winarno, 1992). Analisis kadar protein kasar secara semi-makro kjeldahl, meliputi proses destruksi, destilasi, titrasi. Ketiga proses ini dilakukan untuk memecah molekul-molekul protein menjadi molekul terkecil (asam amino) yang mengandung unsur-unsur C, H, O, dan N (Ibnu, 2000). 2.3.1.1 Proses Destruksi Tahap pertama penentuan kadar protein ini yaitu destruksi, destruksi protein meliputi gangguan dan kerusakan yang mungkin terjadi pada struktur sekunder dan struktur tersier protein. Destruksi merupakan proses pengubahan N protein menjadi ammonium sulfat. Proses ini berlangsung selama sampel ditambah dengan katalisator direaksikan dengan H 2 SO 4 pekat dan didihkan di atas pemanas labu Kjeldahl. Penambahan asam sulfat dilakukan dalam ruang asam untuk menghindari S yang berada di dalam protein terurai menjadi SO 2 yang sangat berbahaya. Setelah penambahan asam sulfat larutan menjadi keruh. Asam sulfat berfungsi untuk mendestruksi protein menjadi unsur-unsurnya, sedangkan katalisator

berfungsi untuk mempercepat proses destruksi dan menaikkan titik didih asam sulfat. Dari proses ini semua ikatan N dalam bahan pangan akan menjadi ammonium sulfat (NH 4 SO 4 ). Ammoniak dalam asam sulfat terdapat dalam bentuk ammonium sulfat. Pada tahap ini juga menghasilkan CO 2, H 2 O, dan SO 2 yang terbentuk adalah hasil reduksi dari sebagian asam sulfat dan menguap. Proses pemanasan dilakukan ± 2 jam sampai larutan jernih. Larutan yang jernih menunjukkan bahwa semua partikel padat yang tersisa. Larutan jernih yang telah mengandung senyawa (NH 4 ) 2 SO 4 ini kemudian didinginkan supaya suhu sampel sama dengan suhu luar sehingga penambahan perlakuan lain pada proses berikutnya dapat memperoleh hasil yang diinginkan. Berikut reaksi kimia yang terjadi pada proses destruksi : Protein + H 2 SO 4 (NH 4 ) 2 SO 4 + SO 2 + CO 2 (Anonim, 2012). 2.3.1.2 Proses Destilasi Pada tahap destilasi, ammonium sulfat dipecah menjadi ammonia (NH 3 ). Prinsip destilasi adalah memisahkan cairan atau larutan berdasarkan perbedaan titik didih. Dari hasil destruksi protein, labu destruksi didinginkan kemudian dilakukan pengenceran dengan penambahan aquades. Pengenceran dilakukan untuk mengurangi kehebatan reaksi bila ditambah larutan alkali. Larutan dijadikan basa dengan menambahkan 10 ml NaOH 60%, lalu corong ditutup dan ditambah aquades ± setengah bagian. Sampel harus dimasukkan terlebih dahulu kedalam alat destilasi sebelum NaOH, karena untuk menghindari terjadinya superheating. Fungsi penambahan NaOH adalah untuk memberikan suasana basa karena reaksi tidak dapat

berlangsung dalam keadaan asam. Ammonia yang dibebaskan selanjutnya akan ditangkap oleh larutan asam standar. Untuk menampung NH 3 yang keluar, digunakan asam borat dalam erlenmeyer sebanyak 15 ml dan telah ditambahkan indikator Toshiro (Metil Merah + Metil Biru), menghasilkan larutan berwarna biru tua. Indikator ini digunakan untuk mengetahui asam dalam keadaan berlebih. Hasil destilasi (uap NH 3 dan air) ditangkap oleh larutan H 3 BO 3 yang terdapat dalam labu erlenmeyer dan membentuk senyawa (NH 4 ) 3 BO 3. Senyawa ini dalam suasana basa akan melepaskan NH 3. Agar kontak antara asam dan ammonia lebih baik maka diusahakan ujung tabung destilasi tercelup sedalam mungkin dalam asam borat. Penyulingan dihentikan jika semua N sudah tertangkap oleh asam borat dalam labu erlenmeyer atau hasil destilasi tidak merubah kertas lakmus merah serta menghasilkan larutan berwarna hijau jernih. Ujung selang dibilas dengan aquades, agar tidak ada ammonia yang tertinggal di selang. Berikut reaksi kimia yang terjadi pada proses destilasi : (NH 4 ) 2 SO 4 + NaOH (NH 4 OH) + Na 2 SO 4 NH 4 OH NH 3 + H 2 O NH 3 + HCl NH 4 Cl + HCl HCl + NaOH NaCl + H 2 O (Anonim, 2012). 2.3.1.3 Proses Titrasi Titrasi merupakan tahap akhir pada penentuan kadar protein dalam bahan pangan ini. Apabila penampung destilat digunakan asam klorida maka sisa asam klorida yang bereaksi dengan ammonia dititrasi dengan NaOH standar (0,1 N). Akhir titrasi ditandai dengan tepat perubahan warna

larutan menjadi merah muda dan tidak hilang selama 30 detik bila menggunakan indikator PP. Apabila penampung destilasi digunakan asam borat maka banyaknya asam borat yang bereaksi dengan ammonia dapat diketahui dengan titrasi menggunakan asam klorida 0,1 N dengan indikator (BCG + MR). Akhir titrasi ditandai dengan perubahan warna larutan dari biru menjadi merah muda. Setelah diperoleh %N, selanjutnya dihitung kadar proteinnya dengan mengalikan suatu faktor. Besarnya faktor perkalian N menjadi protein ini tergantung pada persentase N yang menyusun protein dalam suatu bahan. Berikut reaksi kimia yang terjadi pada proses titrasi : HCl + NaOH NaCl + H 2 O (Ibnu,2000) 2.3.2 Keuntungan dan Kerugian Metode Kjeldahl a. Keuntungan : 1. Metode Kjeldahl digunakan secara luas di seluruh dunia dan masih merupakan metode standar dibanding metode lain. 2. Sifatnya yang universal,presisi dan reprodusibilitas baik membuat metode ini banyak digunakan untuk penetapan kadar protein. b. Kerugian : 1. Metode ini tidak memberikan pengukuran protein sesungguhnya, karena tidak semua nitrogen dalam makanan bersumber dari protein. 2. Protein yang berbeda memerlukan faktor koreksi yang berbeda karena susunan residu asam amino yang berbeda.

3. Penggunaan asam sulfat pada suhu tinggi berbahaya, demikian juga beberapa katalis. 4. Teknik ini membutuhkan waktu lama (Anonim, 2012). 2.3.3 Titrimetri Titrasi langsung adalah perlakuan terhadap suatu senyawa yang larut (titran) dalam suatu bejana yang sesuai dengan larutan yang sesuai yang sudah dibakukan (titran), dan titik akhir ditetapkan dengan instrument atau secara visual menggunakan bantuan indikator yang sesuai. Titran ditambahkan dari buret yang dipilih sedemikian hingga sesuai dengan kekuatannya (normalitas), dan volume yang ditambahkan adalah antara 30% dan 100% kapasitas buret. Titrasi dilakukan dengan cepat tetapi hati-hati, dan mendekati titik akhir titran ditambahkan setetes demi setetes dari buret agar tetes akhir yang ditambahkan tidak melewati titik akhir. Jumlah senyawa yang dititrasi dapat dihitung dari volume dan faktor normalitas atau molaritas titran dan faktor kesetaraan untuk senyawa, yang tertera pada masing-masing monografi (Dirjen POM., 2010).