BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Novi Pamelasari, 2013

dokumen-dokumen yang mirip
2015 KEARIFAN LOKAL PADA JENIS DAN MOTIF BATIK TRUSMI BERDASARKAN NILAI-NILAI FILOSOFIS MASYARAKAT CIREBON

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Definisi Batik

BAB I PENDAHULUAN. Daerah penghasil batik banyak terdapat di pulau Jawa dan tersebar. di daerah Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.

BAB III METODE PENELITIAN

2015 PENGARUH DIVERSIFIKASI PRODUK DAN PERSAINGAN TERHADAP PENDAPATAN PENGUSAHA BATIK DI CIREBON

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ismi Nurul Huda, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Berkembangnya Islam di Nusantara tidak lepas dari faktor kemunduran

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. terhadap api dan segala bentuk benda tajam. Seni dan budaya debus kini menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Setiap daerah atau kota di Indonesia memiliki kesenian dengan ciri

BAB I PENDAHULUAN. dan budaya. Salah satu yang populer diantaranya, berasal dari bidang fashion

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Batik di Indonesia bukan merupakan sesuatu yang baru. Secara historis, batik

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu benda pakai yang memiliki nilai seni tinggi dalam seni rupa ialah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nurshopia Agustina, 2013

2015 ORNAMEN MASJID AGUNG SANG CIPTA RASA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aprilia Marantika Dewi, 2013

Pembahasan Hasil Penelitian 6

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya kebudayaan. Beberapa kekayaan

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Permasalahan.

BAB I PENDAHULUAN Amalia, 2013

BAB VI KESIMPULAN. Pada dasarnya Keraton Yogyakarta dibangun berdasarkan. kosmologi Jawa, yang meletakkan keseimbangan dan keselarasan

ANALISIS VISUAL MOTIF BATIK KARAWANG

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aini Loita, 2014 Pola Pewarisan Budaya Membatik Masyarakat Sumedang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

2017 DAMPAK MODERNISASI TERHADAP KEHIDUPAN MASYARAKAT KAMPUNG BENDA KEREP KOTA CIREBON TAHUN

, 2015 KOMPLEKS MASJID AGUNG SANG CIPTA RASA DALAM SITUS MASYARAKAT KOTA CIREBON

BAB 1 PENDAHULUAN. diri bangsa. Wujud budaya yang terdiri atas ide, benda, dan aktivitas khususnya

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB. I PENDAHULUAN. wilayah III (Cirebon, Indramayu, Majalengka dan Kuningan) serta dikenal dengan

SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA PERESMIAN ACARA PESONA BATIK PESISIR UTARA JAWA BARAT. Di Hotel Sari Pan Pasific. Tanggal, 19 Mei 2016.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penelitian Bayu Dwi Nurwicaksono, 2013

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pernikahan adalah salah satu peristiwa penting yang terjadi dalam

BAB I PENDAHULUAN. nilai-nilai. Budaya dan nilai-nilai yang dipandang baik dan dijunjung tinggi oleh

Blangkon gaya Yogyakarta ditinjau dari bentuk motif dan makna simbolisnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terkenal sebagai salah satu negeri terbesar penghasil kain tenun tradisional yang

Identifikasi Unsur Visual Bentuk dan Warna yang Menjadi Ciri Khas Ragam Hias Batik Trusmi Cirebon

BAB I PENDAHULUAN. dan dari bahan-bahan tradisional untuk membuat tato (Gumilar, 2005:51).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Payung Geulis Nova Juwita, 2014 Analisis Estetik Payung Geulis Tasikmalaya

BAB I PENDAHULUAN. Struktur karya sastra dibedakan menjadi dua jenis yaitu struktur dalam

Pemberian Hak Cipta Seni Batik Terhadap Perlindungan (IKM) Industri Kecil Menengah Batik

Team project 2017 Dony Pratidana S. Hum Bima Agus Setyawan S. IIP

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. seperti Arab, Melayu, China, Persia, India dan lain sebagainya.

BAB I PENDAHULUAN. pada bab ini adalah latar belakang, perumusan masalah, batasan masalah, keaslian

BAB I PENDAHULUAN. Moses, 2014 Keraton Ismahayana Landak Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. cara yang tepat untuk melakukan sesuatu. Logos artinya ilmu atau pengetahuan.

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha 1

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang kaya akan keanekaragaman budaya. Terdiri

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Yunita, 2014

BAB I PENDAHULUAN. tujuan, manfaat, dan keaslian penelitian yang dilakukan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia yang mempunyai ribuan pulau dengan berbagai

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. objeknya manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fina Lestari, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Bima itu. Namun saat adat istiadat tersebut perlahan-lahan mulai memudar, dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan yang biasanya dilakukan setiap tanggal 6 April (Hari Nelayan)

Kebangkitan Nasional: Keistimewaan Yogyakarta, Peluang atau Ancaman? Sri Mulyani*

BAB I PENDAHULUAN. kebiasaan, dan dari kebiasaan itu yang nantinya akan menjadi kebudayaan.

1.6 Manfaat a. Melestarikan batik sebagai warisan kekayaan budaya indonesia. b. Menambah pengetahuan masyarakat tentang batik.

BAB I PENDAHULUAN. dalamnya tumbuh berbagai Suku, Agama, dan bahasa daerah berbeda sehingga

Ciri Khas Arsitektur Tradisional Pada Rumah Warga di Kecamatan Brangsong Kabupaten Kendal

BAB I PENDAHULUAN. seperti pakaian dan alat-alat rumah tangga. Namun seiring dengan perkembangan

POLA DASAR MOTIF BATIK TAMAN ARUM SUNYARAGI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Patung adalah karya seni rupa 3 Dimensi, bisa dilihat dari sudut mana saja

BAB I PENDAHULUAN. Setiap suku di dunia pasti memiliki kebudayaan. Sebagai hasil cipta

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kota Jakarta pada akhirnya menuntut tersedianya wadah fisik untuk menampung

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia penuh dengan keberagaman atau kemajemukan. Majemuk memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Museum Budaya Dayak Di Kota Palangka Raya Page 1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Innez Miany Putri, 2013

BAB I PENDAHULUAN. memberi makna kepada orang lain sesuai dengan konteks yang terjadi.

MUSEUM BATIK DI YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang sangat kompleks. Didalamnya berisi struktur-struktur yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI

BAB II SENI TARI DAN UNSUR VISUAL

Pendidikan pada hakekatnya merupakan proses pembudayaan dan pemberdayaan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Budaya lokal menjadi media komunikasi di suatu daerah yang dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian

2015 PENANAMAN NILAI-NILAI KESUND AAN MELALUI PROGRAM TUJUH POE ATIKAN ISTIMEWA D I LINGKUNGAN SEKOLAH KABUPATEN PURWAKARTA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha 1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tujuan pendidikan nasional dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. dengan bangsa lainnya. Kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat suatu bangsa

BAB I PENDAHULUAN. Proses modernisasi dan globalisasi menempatkan bangsa Indonesia dalam

I. PENDAHULUAN. menjadi cerminan budaya suatu masyarakat. Tjetjep Rohendi. makanan tradisonal, tertulis dalam paparan Kemasan Tradisional Makanan

BAB I PENDAHULUAN. Arti budaya

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. cara hidup sehari-hari masyarakat. Kesenian tradisional biasanya bersumber pada

BAB I PENDAHULUAN. Ayu Fauziyyah, 2014

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

1.1 BAB I 1.2 PENDAHULUAN

PENCIPTAAN SERAGAM BATIK UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Wilson menyatakan bahwa kebudayaan adalah pengetahuan tentang ditransmisi dan disebarkan secara sosial, baik bersifat eksistensial, normatif maupun simbolis yang tercemin dalam tindakan (act) dan benda-benda hasil karya manusia (artifact) (Sibarani, 2004: 2). Bahasa berperan sebagai alat atau sarana kebudayaan, baik untuk perkembangan, transmisi maupun penginventarisannya. Hubungan antara manusia di dalam suatu masyarakat, diciptakan normanorma yang dikenal dengan cara (usage), kebiasaan (folkways,), tata kelakuan (mores), dan adat istiadat (custome) (Suryani, 1988: 115). Norma-norma tersebut merupakan salah satu aspek dari pandangan hidup yang dimiliki oleh setiap kelompok masyarakat, bahkan semua bangsa di muka bumi ini. Pola hidup, tingkah laku, adat istiadat, cara berpakaian dan unsur-unsur kebudayaan lainnya hanya bisa disampaikan, diterangkan atau ditransmisi melalui bahasa. Dalam konteks kehidupan masyarakat, adanya nama-nama batik yang khas juga menyiratkan hubungan antara bahasa dan kebudayaan terhadap ranah pengetahuan tertentu, yaitu etnolinguistik. Bahasa merupakan hasil kebudayaan yang dipergunakan atau diucapakan oleh suatu kelompok masyarakat adalah refleksi atau cermin keseluruhan kebudayaan masyarakat tersebut (Levi-strauss, 1972: 68). Batik merupakan warisan leluhur yang tidak terpisahkan dari budaya bangsa Indonesia. Batik memberi makna yang sarat akan seni dan representasi budaya dari masing-masing daerah tanah air. Tiap daerah memiliki ciri motif dan cara pembuatan batik yang berbeda-beda. Salah satu karya tersebut adalah batik trusmi. Perkembangan batik di daerah dengan latar belakang budaya yang berbeda tentu akan memberikan pengaruh terhadap batik itu sendiri serta leksikon yang menyertainya. Seperti diketahui, Cirebon merupakan salah satu kota budaya di Pulau Jawa yang terletak di sebelah utara ujung paling timur Provinsi Jawa Barat.

2 Batik trusmi sangat kental dengan makna simbolis yang berkaitan dengan kosmologi Cirebon. Leksikon batik Cirebon umumnya menyampaikan sebuah kearifan lokal, yakni sistem nilai masyarakat keraton pada masa itu. Beberapa leksikon batik Cirebon yang tergolong ke dalam batik keraton Cirebon di antaranya adalah Taman Arum Sunyaragi, Patran Kangkung, Mega Mendung, Ayam Alas, Supit Urang, Taman Teratai, Paksinaga Liman, Singa Payung, Singa Barong, Sawat Penganten, Wadasan, dan Simbar Menjangan. Jenis leksikon batik Pesisiran Cirebon antara lain leksikon motif Kapal Kompeni, Putri Cina, Parang, Kawung, Kapal Keruk,dan Kapal Kandas. Batik sebagai salah satu warisan budaya memerlukan pemaknaan ulang untuk ditransformasikan kepada generasi muda. Batik tidak cukup hanya dihadirkan secara fisik atau material sehingga dapat dijumpai di mana-mana karena dipakai oleh semua kalangan masyarakat. Namun, yang tidak kalah penting adalah menggali dan menilik nilai-nilai filosofis atau nonmaterial yang terkandung di dalamnya untuk dimanfaatkan bagi kehidupan masyarakat. Menurut Rohaedi (1986: 28), kearifan lokal adalah adanya unsur-unsur atau ciri-ciri tradisional yang mampu bertahan dan bahkan memiliki kemampuan untuk mengakomodasikan unsur-unsur budaya dari luar serta mengintegrasikannya dalam kebudayaan asli. Kandungan nilai kearifan lokal yang terdapat dalam leksikon batik trusmi di antaranya terdapat pada motif taman arum sunyaragi yang menunjukkan tradisi rekreatif sekaligus spiritual dari keluarga sultan yang disimbolkan ke dalam keharuman taman. Menurut sejarahnya, para keluarga keraton Cirebon senang membuat taman sebagai media untuk mendekatkan diri kepada sang Khalik atau disebut Manunggaling Kawulo Gusti. Taman ini sering kali dijadikan tempat menyepi serta semedi bagi para sultan keraton. Leksikon batik trusmi taman arum sunyarangi memiliki dimensi yang mencerminkan kearifan lokal terhadap hubungan vertikal manusia dengan Tuhan. Pada kedudukannnya Tuhan berada pada peringkat paling tinggi, dan semua manusia yang ada di dunia, termasuk raja harus berbakti kepada-nya (Warnaen, 1987). Dari pernyataan itu, tersirat bahwa Tuhan itu adalah Zat yang harus diberi

3 pembaktian atau pengabdian oleh semua manusia. Tegasnya, kepada Tuhanlah manusia harus memiliki kekuasaan yang mutlak, karena Dia dapat melihat segala perbuatan manusia di dunia. Selain pada motif mega mendung yang biasanya berupa gambar awan berarak-arak. Motif ini secara visual memiliki kedekatan dengan motif awan pada ragam hias Cina. Hal ini membuktikan bahwa dalam kebudayaan Cirebon terdapat pula perbauran budaya dengan kebudayaan Cina. Salah satunya ditunjukkan dengan bukti pernikahan Sunan Gunung Jati dengan salah satu putri Cina bernama Ong Tien Nio dari Negeri Tar-Tar (Cina) Pada leksikon batik mega mendung memiliki dimensi cerminan kearifan lokal yang berhubungan vertikal antara manusia dan Tuhan dengan adanya peralihan agama, dari Hindu ke Islam (Warnaen, 1987: 185), semata-mata harus dilihat dari segi sikap hidup masyarakat yang konsisten terhadap adanya kekuasaan Tuhan yang mahakuasa dan pada leksikon batik mega mendung ini juga terkandung dimensi cerminan kearifan lokal hubungan horizontal manusia dengan manusia bahwa tatacara mengambil perempuan untuk dijadikan istri harus dijalankan dengan sebaik-baiknya, bahwa suami harus memiliki rasa tanggungjawab terhadap istrinya (Warnaen, 1987: 171). Masuknya syiar islam dan berakulturasi dengan kebudayaan Cirebon diwakilkan dengan motif ayam alas (Sawung galing) yakni motif ayam jago sedang berkokok. Motif ini merupakan simbol sikap keberanian. Leksikon ayam alas memiliki dimensi yang mencerminkan hubungan horizontal antara manusia dan manusia ini sudah mempunyai aturan yang harus dijalankan oleh semua anggota masyarakat (Warnaen, 1987: 174). Amat kentara pula, betapa besar peranan raja dan pemuka agama terhadap rakyat pada saat itu. Sementara itu, sikap kepasrahan pada sang Khalik yang juga ditemukan dalam ajaran meditasi zikir khas Cirebon, dapat dilihat dalam motif patran kangkung. Leksikon ini memiliki dimensi yang mencerminkan hubungan vertikal antara manusia dan Tuhan. Kepercayaan akan keesaan Tuhan pada leksikon patran kangkung bercampur dengan kepercayaan bahwa manifestasi kekuatan Tuhan itu terdapat pada benda-benda atau tempat-tempat yang kongkret, sehingga

4 kesan adanya pantheisme terasa sekali. Berdasarkan hal tersebut, terlihat dalam leksikon di atas mempunyai suatu kristalisasi dari nilai-nilai yang dimiliki oleh bangsa itu sendiri, yang diyakini kebenarannya dan menimbulkan tekad pada bangsa itu untuk mewujudkan. Penelitian tentang batik telah dilakukan oleh beberapa ahli. Salah satunya adalah kajian tentang perwujudan budaya belajar seni rupa masyarakat Jawa Barat oleh Suryatna (2010). Dalam penelitian tersebut, diungkap studi perwujudan budaya belajar seni gambar entitas masyarakat Jelekong-Bandung, seni batik Trusmi-Cirebon, dan seni keramik Anjun-Purwakarta. Temuan penelitian menunjukkan bahwa (1) gejala perwujudan budaya belajar tiga entitas masyarakat tersebut memiliki lingkungan yang berbeda, baik alam, sosial, budaya maupun pembelajarannya; (2) budaya belajar diwujudkan karena memiliki kepentingan yang sama, yakni tetap terpiliharanya keteraturan dan keseimbangan kehidupan bersama. Berdasarkan uraian di atas, banyak hal yang dapat diamati dari keberadaan leksikon batik trusmi, khususnya dari sudut pandang kajian seni rupa. Akan tetapi, kajian tentang batik trusmi yang menggunakan pendekatan etnolinguistik belum dilakukan oleh peneliti sebelumnya. Dengan demikian, kajian tersebut sangat menantang untuk dilakukan. Melalui studi etnolinguistik, ada beberapa hal penting yang dapat diungkap berkenaan dengan leksikon batik trusmi: klasifikasi dan deskripsi leksikon batik trusmi, dimensi nilai kearifan lokal pada leksikon batik trusmi yang mencerminkan hubungan vertikal manusia dengan Tuhan; dimensi nilai kearifan lokal yang mencerminkan hubungan horizontal manusia dengan manusia; dan dimensi nilai kearifan lokal yang mencerminkan hubungan horizontal manusia dengan alam. Penelitian ini dapat memberikan gambaran kepada masyarakat Trusmi akan pentingnya nilai-nilai yang terdapat dalam leksikon batik trusmi. Inilah yang menjadikan topik ini menarik dan penting untuk diteliti.

5 B. Masalah Pada bagian masalah ini dibahas identifikasi masalah, batasan masalah, dan rumusan masalah. Semua hal itu dipaparkan sebagai berikut. 1. Identifikasi Masalah Masalah dari penelitian ini dapat diidentifikasi sebagai berikut. 1) Batik merupakan kebudayaan Indonesia yang terancam eksistensinya karena adanya klaim dari pihak asing. 2) Khazanah ilmu pengetahuan tentang batik tersimpan dalam leksikon perbatikan karena tersimpan ilmu pengetahuan atau kearifan lokal yang melekat pada leksikon perbatikan tersebut. 3) Leksikon batik trusmi merupakan identitas dan jatidiri masyarakatnya sehingga masing-masing individu dapat melekatkan diri dengan batik sebagai simbol kultural dan bahkan dalam skala nasional akan memupuk rasa nasionalisme dalam diri setiap masyarakat. 4) Nilai-nilai budaya dalam leksikon batik trusmi yang ada di masyarakat Trusmi sudah bergeser. 2. Pembatasan Masalah Agar masalah dapat terfokus dan tidak melebar, penelitian ini akan dibatasi pada hal-hal berikut ini. 1) Kandungan nilai pada leksikon batik trusmi yang menjadi fokus penelitian ini berlokasi di Desa Trusmi Kulon, Kecamatan Plered, Kabupaten Cirebon. 2) Penelitian ini menganalisis klasifikasi dan deskripsi leksikon batik trusmi, dimensi nilai kearifan lokal pada leksikon batik trusmi yang mencerminkan hubungan vertikal manusia dengan Tuhan, dimensi kearifan lokal yang mencerminkan hubungan horizontal manusia dengan manusia, dan dimensi kearifan lokal yang mencerminkan hubungan manusia dengan alam.

6 3) Sumber data akan diperoleh dari berbagai referensi yang berkaitan dengan leksikon batik trusmi dan narasumber yang bisa memberikan keterangan tentang berbagai leksikon yang digunakan dalam bidang batik di Trusmi. 4) Penelitian ini menggunakan pendekatan etnografi komunikasi kajian etnolinguistik. 3. Perumusan Masalah Penelitian ini akan difokuskan pada berbagai kandungan nilai kearifan lokal dalam leksikon batik trusmi. Masalah tersebut dapat dijabarkan ke dalam rumusan masalah sebagai berikut. 1) Bagaimana klasifikasi dan deskripsi leksikon batik trusmi? 2) Bagaimana dimensi nilai kearifan lokal pada leksikon batik trusmi yang mencerminkan hubungan vertikal manusia dengan Tuhan? 3) Bagaimana dimensi nilai kearifan lokal pada leksikon batik trusmi yang mencerminkan hubungan horizontal manusia dengan manusia? 4) Bagaimana dimensi nilai kearifan lokal pada leksikon batik trusmi yang mencerminkan hubungan horizontal manusia dengan alam? C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan hal-hal sebagai berikut: 1) klasifikasi dan deskripsi leksikon batik trusmi; 2) dimensi nilai kearifan lokal pada leksikon batik trusmi yang mencerminkan hubungan vertikal manusia dengan Tuhan; 3) dimensi nilai kearifan lokal pada leksikon batik trusmi yang mencerminkan hubungan horizontal manusia dengan manusia; 4) dimensi nilai kearifan lokal pada leksikon batik trusmi yang mencerminkan hubungan horizontal manusia dengan alam.

7 D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, baik secara teoretis maupun secara praktis. Adapun uraiannya adalah sebagai berikut. 1) Secara teoretis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan analisis bagi perkembangan disiplin ilmu etnolinguistik. 2) Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: a) sebagai salah satu usaha pelestarian bahasa dan budaya yang merupakan identitas budaya yang dimiliki oleh Cirebon; b) sebagai salah satu upaya untuk memberikan kemudahan kepada produsen dan konsumen batik dalam memahami istilah perbatikan. E. Sistematik Penulisan Hasil penelitian ini dilaporkan dalam bentuk skripsi sehingga tata tulisnya harus mengikuti sistematik penulisan yang standar. Adapun sistematik penulisan yang digunakan dalam laporan ini adalah sebagai berikut. Pada Bab I diuraikan latar belakang munculnya permasalahan, rumusan masalah, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian. Bab II memaparkan tinjauan pustaka dan kerangka teori, yaitu mencakup teori-teori yang digunakan untuk membedah permasalahan yang ada. Selanjutnya, pada Bab III dijelaskan metode penelitian yang meliputi pendekatan penelitian yang memaparkan metode yang digunakan dalam penelitian dan penentuan lokasi penelitian, definisi operasional, kemudian, dipaparkan data, serta strategi pengumpulan data, teknik seleksi data,dan instrumen penelitian. Pada Bab IV dibahas klasifikasi dan deskripsi pada leksikon batik trusmi, dimensi nilai kearifan lokal pada leksikon batik trusmi yang mencerminkan hubungan vertikal manusia dengan Tuhan, dimensi nilai kearifan lokal pada leksikon batik trusmi yang mencerminkan hubungan horizontal manusia dengan manusia, dan dimensi nilai kearifan lokal pada leksikon batik trusmi yang

8 mencerminkan hubungan horizontal manusia dengan alam. Adapun Bab V terdiri dari simpulan dan saran.