PEMBAHASAN UMUM DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN WILAYAH DENGAN PENDEKATAN AGROPOLITAN

dokumen-dokumen yang mirip
SIARAN PERS KPU KABUPATEN BANYUMAS

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BUPATI BANYUMAS PERATURAN BUPATI BANYUMAS NOMOR 93 TAHUN 2008 TENTANG

BUPATI BANYUMAS PERATURAN BUPATI BANYUMAS NOMOR 70 TAHUN 2008 TENTANG

BUPATI BANYUMAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUMAS,

BUPATI BANYUMAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUMAS,

ANALISIS KOMODITAS UNGGULAN PANGAN KABUPATEN BANYUMAS. Oleh *) Rian Destiningsih

BUPATI BANYUMAS PERATURAN BUPATI BANYUMAS NOMOR 71 TAHUN 2008 TENTANG

Sekapur Sirih. Purwokerto, Agustus 2010 Kepala Badan Pusat Statistik Kabupaten Banyumas. Ir. Suherijatno

ANALISIS KEBUTUHAN RUANG PERMUKIMAN DALAM PEMENUHAN PERUMAHAN UNTUK MASYARAKAT DI KABUPATEN BANYUMAS

BUPATI BANYUMAS PERATURAN BUPATI BANYUMAS NOMOR 75 TAHUN 2008 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. berusaha. Seiring dengan meningkatnya pembangunan nasional terutama dalam

PERATURAN BUPATI BANYUMAS NOMOR 47 TAHUN 2013 TENTANG PEMETAAN APOTEK DI KABUPATEN BANYUMAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUMAS,

1. Berdasarkan analisis tipologi gabungan kinerja sistim agropolitan dan kinerja

Tema: pengelolaan wilayah kelautan, pesisir dan pedalaman ANALISIS TIPOLOGI DAN KETIMPANGAN PEMBANGUNAN ANTAR KECAMATAN DI KABUPATEN BANYUMAS.

HASIL DAN PEMBAHASAN Konfigurasi Spasial Karakteristik Wilayah

REKAPITULASI SEKOLAH PENERIMA DANA BOS DIKMEN KABUPATEN BANYUMAS TAHUN 2016 TAHUN ANGGARAN 2016 JUMLAH NO JENIS SEKOLAH JUMLAH DANA

Jumlah rumah tangga usaha pertanian di Kabupaten Banyumas Tahun 2013 sebanyak rumah tangga

REKAPITULASI SEKOLAH PENERIMA DANA BOS DIKMEN KABUPATEN BANYUMAS TAHUN 2016 TAHUN ANGGARAN 2016 JUMLAH NO JENIS SEKOLAH JUMLAH DANA

DISTRIBUSI KOMODITAS ANDALAN SUBSEKTOR PERIKANAN BERBASIS POTENSI WILAYAH DI KABUPATEN BANYUMAS JAWA TENGAH ABSTRACT

BUPATI BANYUMAS PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI BANYUMAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUMAS, Menimbang

ANALISIS POTENSI RELATIF PEREKONOMIAN WILAYAH KECAMATAN KEDUNGBANTENG KABUPATEN BANYUMAS Oleh: Agustin Susyatna Dewi 1)

HASIL-HASIL PEMILU PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN TAHUN 2014 DI KABUPATEN BANYUMAS

PERATURAN BUPATI BANYUMAS NOMOR 31 TAHUN2013 TENTANG PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS CEPAT TUMBUH KABUPATEN BANYUMAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BANYUMAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PEMBANGUNAN DAN PENATAAN MENARA TELEKOMUNIKASI DI KABUPATEN BANYUMAS

Angka Insidensi T B Tahun 2011 (WHO, 2012)

BAB I PENDAHULUAN. salah satu program percepatan penanggulangan kemiskinan unggulan

APLIKASI SISTEM KOORDINAT BOLA DALAM PENENTUAN PUSAT DAN TINGGI RATA RATA WILAYAH KECAMATAN SE KABUPATEN BANYUMAS DENGAN BANTUAN PROGRAM MATLAB

IV. ANALISIS SITUASIONAL DISTRIBUSI PUPUK DI BANYUMAS

BUPATI BANYUMAS PROVINSI JAWA TENGAH

DATA PENCAIRAN DANA BANTUAN OPERASIONAL SEKOLAH (BOS) KABUPATEN BANYUMAS PEMENUHAN KEKURANGAN TRIWULAN 3 & 4 TAHUN 2015

BUPATI BANYUMAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BANYUMAS TAHUN

IDENTIFIKASI KOMODITAS UNGGULAN SEKTOR PERTANIAN TANAMAN PANGAN DI WILAYAH KABUPATEN BANYUMAS

BUPATI BANYUMAS PERATURAN BUPATI BANYUMAS NOMOR 33 TAHUN 2010 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI INSPEKTORAT KABUPATEN BANYUMAS

GAMBARAN UMUM KONDISI WILAYAH KABUPATEN BANYUMAS Keadaan geografis Kabupaten Banyumas merupakan salah satu bagian wilayah Propinsi Jawa Tengah

Purwokerto, Juli 2013 Juni Kepala Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Banyumas. Ir. H. SUGIYATNO, MM NIP

EVALUASI EFISIENSI TEKNIK SEKTOR PUBLIK DI KABUPATEN BANYUMAS

Lampiran 1 Jumlah Penduduk, Kepadatan Penduduk dan Pertumbuhan Penduduk di Wilayah BARLINGMASCAKEB Tahun 2009

MATRIK RENCANA STRATEGIS DINAS KESEHATAN KABUPATEN BANYUMAS TAHUN

KANDUNGAN IODIUM DALAM GARAM TAHUN 2003 DAN 2012 DI KABUPATEN BANYUMAS THE IODINE CONTENT IN SALT IN BANYUMAS DISTRICT ON 2003 AND 2012.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Pembangunan Ekonomi Daerah. Pembangunan merupakan proses perubahan secara terus menerus dan

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Jones (Daldjoeni, 1986 : 9), geografi menelaah aspek-aspek dari

Sebaran Disparitas Antar Daerah di Kabupaten Banyumas

2 TINJAUAN PUSTAKA Konsep Pengembangan Wilayah

BUPATI BANYUMAS PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI BANYUMAS NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG KEBIJAKAN DAN STRATEGI DAERAH PENGEMBANGAN

Kawasan Cepat Tumbuh

BAB I PENDAHULUAN. misalnya di hutan atau pun kebun. Jamur dapat tumbuh di mana mana

POTENSI KABUPATEN BANYUMAS SEBAGAI DAERAH BINAAN BPT-HMT BATURRADEN DALAM MENDUKUNG PENYEDIAAN BIBIT SAN PERAH DI TINGKAT PETERNAKAN RAKYAT

BAB X PEDOMAN TRANSISI DAN KAIDAH PELAKSANAAN. roses pembangunan pada dasarnya merupakan proses yang berkesinambungan,

LAPORAN KINERJA INSTANSI PEMERINTAH ( LKjIP ) DINAS SUMBER DAYA AIR DAN BINA MARGA KABUPATEN BANYUMAS TAHUN ANGGARAN 2016

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari lahan tercakup dalam pemanfaatan lahan (Juhadi,2007:11).

PENATAAN WILAYAH PERTANIAN INDUSTRIAL Kawasan Pertanian Industrial unggul berkelanjutan

RENCANA UMUM PENGADAAN BARANG/JASA DINAS SUMBER DAYA AIR DAN BINA MARGA KABUPATEN BANYUMAS TAHUN ANGGARAN 2014

KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN BANYUMAS 2018

3. Pola hubungan spasial intra-interregional di Kapet Bima dapat diamati dari pergerakan arus barang dan penduduk antar wilayah, yakni dengan

VIII. REKOMENDASI KEBIJAKAN

KEBIJAKAN PEMERINTAH KABUPATEN BANYUMAS DALAM PENGEMBANGAN INDUSTRI KECIL GULA KELAPA

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya;

BAPPEDA KAB. LAMONGAN

ALUR PIKIR DAN ENAM PILAR PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

KEMENTERIAN PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA

BAB IV LANDASAN PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UMKM

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

Diskribsi Variabel yang Digunakan Dalam Mengukur Kinerja Pembangunan Ekonomi Daerah dan Kinerja Sistim Agropolitan Diskribsi Variabel Keterangan

No. Program Sasaran Program Instansi Penanggung Jawab Pagu (Juta Rupiah)

4.2 Strategi dan Kebijakan Pembangunan Daerah

Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi Jambi

Tabel 5.1 Keterkaitan Visi, Misi, Tujuan, dan Sasaran Kab. Minahasa Selatan MISI TUJUAN SASARAN

STUDI PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP PADA PENAMBANGAN BATUAN (Studi kasus KLHS Pertambangan Batupasir)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT DALAM KONSEP MINAPOLITAN

DATA DASAR PUSKESMAS PROVINSI KEPULAUAN JAWA TENGAH

RANCANGAN: PENDEKATAN SINERGI PERENCANAAN BERBASIS PRIORITAS PEMBANGUNAN PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2017

EVALUASI EFISIENSI TEKNIK SEKTOR PUBLIK DI KABUPATEN BANYUMAS Oleh: Barokatuminalloh 1)

PEMETAAN KETAHANAN PANGAN DI KABUPATEN BANYUMAS

BAB III Visi dan Misi

KONDISI EXISTING 2008 TARGET PENCAPAIAN PROGRAM INDIKASI KEGIATAN INDIKATOR KINERJA PROGRAM STRATEGI PROGRAM SASARAN PROGRAM 1.1. URUSAN PERDAGANGAN

VISI, MISI DAN PORGRAM VISI

BAB VI SASARAN, INISITIF STRATEJIK DAN PROGRAM PEMBANGUNAN KEMENTERIAN KOPERASI DAN UKM

2013, No.6 2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini, yang dimaksud dengan: 1. Pemberdayaan Peternak adalah segala upaya yang dila

BAB V VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN TERWUJUDNYA MASYARAKAT BONDOWOSO YANG BERIMAN, BERDAYA, DAN BERMARTABAT SECARA BERKELANJUTAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN Perbandingan Temuan dengan Proposisi

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


STATISTIK DAERAH KABUPATEN BANYUMAS 2015

AKTIVITAS EKONOMI HULU-HILIR DI PERBATASAN. ARIS SUBAGIYO Halama n

PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG I - 1 LAPORAN AKHIR D O K U M E N

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Tujuan dan Sasaran Tujuan Sasaran

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB I PENDAHULUAN. tidak terpisahkan serta memberikan kontribusi terhadap pembangunan daerah dan

MATRIK 2.3 RENCANA TINDAK PEMBANGUNAN KEMENTERIAN/ LEMBAGA TAHUN 2011

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

LAMBANG DAERAH KABUPATEN BANYUMAS. BPS Kabupaten Banyumas

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Analisis Isu-Isu Strategis

BAB VI STRATEGI PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN. 6.1 Konsep Pengembangan Kawasan Agropolitan

Pengarahan KISI-KISI PROGRAM PEMBANGUNAN KABUPATEN TEMANGGUNG TAHUN 2014

BAPPEDA KAB. LAMONGAN

Transkripsi:

147 PEMBAHASAN UMUM DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN WILAYAH DENGAN PENDEKATAN AGROPOLITAN Pemerintah Kabupaten Banyumas pada tahun 2008 akan mencanangkan pengembangan wilayah dengan pendekatan agropolitan sebagai program unggulan dalam rangka peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani. Pemerintah Daerah Kabupaten Banyumas menyadari bahwa kondisi saat ini menunjukkan ketersediaan sumberdaya di Kabupaten Banyumas yang paling cocok untuk membangun daerah adalah dengan membangun pertanian. Hal ini di dukung oleh kondisi wilayah Kabupaten Banyumas, dimana : (a) sebagian besar penduduknya bekerja dan mendapatkan kehidupan dari sektor pertanian atau yang terkait dengan sektor pertanian, (b) sebagian besar pendapatan kotor daerah Kabupaten Banyumas masih didominasi sektor pertanian. Pengembangan wilayah dengan pendekatan agropolitan sebagai konsep pembangunan pertanian dalam abad moderen sekarang ini tidak bisa lagi secara parsial. Pertanian harus dibangun secara holisitik yaitu dengan membangun semua yang tersedia di perkotaan ke perdesaan. Semua infrastruktur pendukung pembangunan pertanian harus tersedia di perdesaan. Bukan hanya itu, untuk mengurangi urbanisasi, maka semua kemudahan yang ada di perkotaan harus juga tersedia di perdesaan, seperti: fasilitas komunikasi, transportasi, kesehatan, pendidikan, fasilitas pendukung perekonomian / keuangan, dan fasilitas pendukung lainnya harus disediakan. Menurut Rustiadi, dkk. (2006) konsep wilayah nodal didasarkan atas asumsi bahwa suatu wilayah diumpamakan suatu sel hidup yang mempunyai plasma dan inti. Inti adalah pusat-pusat pelayanan/permukiman sedangkan plasma adalah daerah belakang (hinterland) yang mempunyai sifat tertentu dan mempunyai hubungan fungsional. Pusat wilayah berfungsi sebagai : (1) tempat terkonsentrasi penduduk (permukiman), (2) pasar bagi komoditi-komoditi pertanian maupun industri, (3) pusat pelayanan terhadap daerah hinterland, dan (4) lokasi pemusatan industri. Sedangkan hinterland berfungsi sebagai : (1) pemasok (produsen) bahanbahan mentah atau bahan baku, (2) pemasok tenaga kerja, (3) daerah pemasaran barang dan jasa industri.

148 Penentuan hirarki terhadap kecamatan-kecamatan di Kabupaten Banyumas dengan cluster analisis metode k-means terhadap variabel-variabel indikator kinerja infrastruktur dan fasilitas publik ( Lampiran 36) terbukti adanya hirarki di Kabupaten Banyumas. Berdasarkan hasil analisis seperti yang terlihat pada Tabel 45, Kabupaten Banyumas terbagi dalam 3 hirarki. Dikarenakan pola penempatan desadesa di wilayah Kabupaten Banyumas cenderung terpencar-pencar sehingga menyebabkan penyediaan infrastruktur menjadi tidak efesien. Oleh karena itu perlu dibentuk kota-kota kecil dan menengah agar wilayah sekitarnya bisa mengakses. Kemudahan dan luasan jangkauan pelayanan kota-kota kecil dan menengah dapat dilihat dari tingkat pusat-pusat pelayanan yang ada didalamnya, dimana semakin besar pusat pelayanan tersebut maka akan semakin besar dan semakin luas pula jangkauan yang dilayaninya. Pusat-pusat pelayanan tersebut dimaksud untuk meningkatkan peran dan fungsi kota-kota tersebut. Selain itu juga untuk meningkatkan efesiensi dan efektifitas pusat pelayanan dalam melayani daerahdaerah belakangnya. Secara nyata dapat dilihat dari adanya infrastruktur jalan. Aksesibilitas yang tinggi antar kecamatan dapat dilihat dari jalur penghubung yang ada (dalam hal ini jalan antar kecamatan dan fasilitas pelayanan). Berdasarkan hal tersebut maka kecamatan-kecamatan yang ada di hirarki I mempunyai aksesibilitas yang baik di banding kecamatan-kecamatan lainnya (Gambar 35 ). Hirarki I memiliki karakteristik jumlah dan jenis fasilitas yang lebih banyak daripada hirarki II dan hirarki III, seperti: fasilitas perbankan, rumah potong hewan, pasar hewan, sarana kesehatan dan pertokoan. Oleh karena itu hirarki I menjadi pusat pemasaran dan perdagangan. Hirarki II dan hirarki III memiliki karakteristik jumlah dan jenis fasilitas pelayanan yang lebih sedikit daripada hirarki I sehingga menjadi wilayah hinterland yang berfungsi sebagai kawasan produksi untuk disuplai kewilayah hirarki I.

149 Tabel 45 : Hirarki Kecamatan di Kabupaten Banyumas Berdasarkan Jangkauan Pelayana Infrastruktur dan Fasilitas Publik No Kecamatan Hirarki Karakteristik wilayah 1 Wangon I - Fasilitas pelayanan pendidikan ( rasio sekolahan 2 Purwokerto Timur I SLTA terhadap murid tinggi, indeks diversitas sara- 3 Sumpiuh I na pendidikan tinggi) 4 Purwokerto Barat I - Fasilitas kesehatan ( rasio rumah sakit terhadap penduduk tinggi, rasio poliklinik terhadap penduduk tinggi, rasio apotik terhadap penduduk tinggi, indeks diversitas sarana kesehatan tinggi) - Fasilitas lembaga keuangan ( rasio bank umum terhadap penduduk tinggi) - Fasilitas komunikasi ( rasio wartel/kiospon/warnet terhadap penduduk tinggi) - Fasilitas pasar modern ( rasio supermarket terhadap penduduk tinggi) - Fasilitas pelayanan pengolahan hasil produk ( rasio rumah potong hewan terhadap penduduk tinggi) 5 Lumbir II - Fasilitas pasar tradisional ( rasio pasar dan pasar 6 Jatilawang II tanpa bangunan permanen terhadap penduduk 7 Kebasen II tinggi ) 8 Tambak II 9 Somagede II 10 Kalibagor II 11 Banyumas II 12 Purwojati II 13 Ajibarang II 14 Gumelar II 15 Cilongok II 16 Baturaden II 17 Sumbang II 18 Kembaran II 19 Sokaraja II 20 Rawalo III - Fasilitas lembaga keuangan ( rasio koperasi non 21 Kemranjen III KUD tinggi) 22 Patikraja III 23 Pekuncen III 24 Karang lewas III 25 Kedungbanteng III 26 Purwokerto Selatan III 27 Purwokerto Utara III Sumber: Data hasil olahan

150 Berdasarkan level Kabupaten, maka wilayah kecamatan di hirarki I merupakan inti sedangkan kecamatan lainnya menjadi hinterland. Secara konseptual antara wilayah inti dan wilayah hinterland merupakan suatu wilayah saling terkait secara sinergis. Wilayah inti berfungsi mendorong dan memfasilitasi perkembangan wilayah hinterland dengan menyediakan fasilitas pelayanan yang dibutuhkan, sedang wilayah hinterland lebih berfungsi sebagai kawasan produksi yang bisa menjadi suplai bagi wilayah lain (Gambar 35 dan Tabel 46). Kedepan, Kabupaten Banyumas tidak bisa lagi mempertahankan pertanian dengan skala yang gurem. Pertanian di Kabupaten Banyumas harus moderen, dan inilah yang disebut pengembangan wilayah dengan pendekatan sistim agropolitan. Selama ini pertanian di Kabupaten Banyumas telah menunjukan perkembangan yang signifikan dan masih banyak yang perlu ditingkatkan.

151

152 Kebijakan-kebijakan yang perlu diperhatikan dalam pengembangan wilayah dengan pendekatan agropolitan di Kabupaten Banyumas sehingga dapat mendorong kinerja pembangunan ekonomi daerah antara lain : 1. Kebijakan yang harus dilakukan dalam mendorong kinerja sektor pertanian dan perdagangan : a. Meningkatkan produktifitas sektor pertanian di wilayahnya sendiri melalui : Peningkatan kualitas sumberdaya manusia, seperti: peningkatan jumlah jaringan dan kualitas puskesmas, peningkatan kualitas dan kuantitas tenaga kesehatan, dan peningkatan menejemen pelayanan pendidikan pembangunan infrastruktur transportasi darat dalam rangka memperkuat aksesibilitas masyarakat melalui upaya : peningkatan status seluruh ruas jalan kabupaten menjadi jalan propinsi dan seluruh ruas jalan desa menjadi jalan kabupaten, memantapkan/menyempurnakan jalan-jalan poros desa yang menjadi sentra-sentra transportasi antar desa kecamatan - kabupaten dan provinsi, mendorong/mengembangkan partisipasi masyarakat perdesaan dalam hal membantu memelihara/merawat jalan-jalan yang sudah ada dan mengatasi setiap permasalahan yang berkait dengan aktivitas transportasi di desa masingmasing, sesuai kemampuan sumberdaya yang dimiliki, dan memantapkan dan menyempurnakan rencana tata ruang di bidang transportasi dengan berbagai implikasinya. Kecamatan-kecamatan yang perlu mendapat perhatian, antara lain: Kecamatan Wangon, Kecamatan Jatilawang, Kecamatan Kemranjen, Kecamatan Sumpiuh, Kecamatan Tambak, Kecamatan Somegede, Kecamatan Purwojati, Kecamatan Pekuncen, Kecamatan Baturaden, Kecamatan Banyumas, Kecamatan Kedungbanteng dan Kecamatan Purwokerto Selatan b. Kerjasama antar kecamatan melalui interaksi sosial, seperti: kebiasaan berkunjung antar warga kecamatan, berkumpul bersama dalam acara kegiatan budaya sehingga akan mengurangi konflik antar wilayah dan tercipta pengembangan pusat kegiatan. Kecamatan- kecamatan yang perlu mendapat perhatian, antara lain : Kecamatan Rawalo, Kecamatan Kebasen,

153 Kecamatan Kalibagor, Kecamatan Patikraja, Kecamatan Ajibarang, Kecamatan Sumbang, Kecamatan Kembaran, Kecamatan Sokaraja, Kecamatan Purwokerto Timur, Kecamatan Purwokerto Barat dan Kecamatan Purwokerto Utara. 2. Kebijakan yang harus dilakukan terhadap aktifitas ekonomi di wilayahnya sendiri (intensitas populasi ternak dan produktifitas perikanan di wilayah sendiri) yang dapat menghambat laju pertumbuhan ekonomi kecamatan melalui perbaikan sistim pemasaran, seperti : Penguatan pasar dalam daerah yang diikuti dengan tingkat proteksi yang memadai; Pengembangan infrastruktur pemasaran (sarana dan kelembagaan pasar); Pengembangan jejaring pemasaran berbasis supply chain management ; pengembangan sistem informasi pemasaran; pengembangan pasar keluar daerah serta penguatan negosiasi dan lobby di forum regional. Pemerintah Daerah Kabupaten Banyumas harus melakukan pembinaan dan koordinasi dengan pengusaha pedagang pengumpul, pedagang besar dalam mempertahankan tingkat harga yang layak agar petani tetap tertarik melakukan usahanya di bidang pertanian. Pemerintah Daerah Kabupaten Banyumas harus melakukan inisiasi dalam promosi dan kerja sama dengan pengusaha diluar daerah. Kecamatan-kecamatan yang perlu diperhatikan, antara lain: Kecamatan Lumbir, Kecamatan Rawalo, Kecamatan Somagede, Kecamatan Banyumas, Kecamatan Ajibarang, Kecamatan Gumelar, Kecamatan Pekuncen, Kecamatan Cilongok, Kecamatan Sumbang. 3. Kebijakan dalam meningkatkan pertumbuhan sektor keuangan dan persewaan : a. Melakukan kerjasama antar wilayah kecamatan dalam mendorong pertumbuhan sektor industri di wilayah sekitarnya melalui upaya meningkatkan daya saing industri dengan mengembangkan pola jaringan rumpun industri (industrial cluster) sebagai fondasinya, berdasarkan prinsip :

154 Pengembangan rantai nilai tambah dan inovasi, di mana yang paling diperhatikan adalah pilihan terhadap arah pola pengembangan yang ditetapkan pada suatu periode tertentu. Penguatan (perluasan dan pendalaman) struktur rumpun industri dengan membangun keterkaitan antara industri dengan setiap aktifitas ekonomi yang terkait (sektor primer, sekunder dan tersier). Pembangunan fondasi ekonomi mikro (lokal) agar terwujud lingkungan usaha yang kondusif, melalui penyediaan berbagai infrastruktur dan peningkatan kapasitas kolektif (teknologi, mutu, peningkatan kemampuan tenaga kerja dan infrastruktur fisik) serta penguatan kelembagaan ekonomi. Lingkungan usaha yang kondusif ini dapat menjamin bahwa peningkatan interaksi, produktivitas dan inovasi yang terjadi melalui persaingan sehat, dapat secara nyata meningkatkan daya saing perekonomian secara berkelanjutan. Peningkatan efisiensi, modernisasi dan nilai tambah sektor pertanian yang dikelola dengan pengembangan agribisnis yang dinamis dan efisien, dengan melibatkan partisipasi aktif petani. Kecamatan- kecamatan yang perlu mendapat perhatian, antara lain : Kecamatan Lumbir, Kecamatan Wangon, Kecamatan Rawalo, Kecamatan Jatilawang, Kecamatan Somagede, Kecamatan Cilongok, Kecamatan Banyumas, Kecamatan Purwojati, Kecamatan Kalibagor, Kecamatan Gumelar, Kecamatan Karanglewas. b. Terjadinya peningkatan angkatan kerja menganggur di wilayah sekitarnya dapat menghambat pertumbuhan sektor keuangan dan persewaan sehingga perlu di lakukan upaya-upaya kerjasama antar wilayah kecamatan dalam hal Menciptakan peluang usaha dengan mendorong pengembangan usaha mikro Meningkatkan kualitas sumberdaya manusia Kecamatan- kecamatan yang perlu mendapat perhatian, antara lain : Kecamatan Lumbir, Kecamatan Wangon, Kecamatan Rawalo, Kecamatan Jatilawang, Kecamatan Somagede, Kecamatan Cilongok, Kecamatan

155 Banyumas, Kecamatan Purwojati, Kecamatan Kalibagor, Kecamatan Gumelar, Kecamatan Karanglewas. c. Melakukan kerjasama antar wilayah kecamatan dalam mengelola infrastruktur jalan dan jembatan yang dapat menghambat pertumbuhan sektor keuangan dan persewaan melalui upaya : memantapkan /menyempurnakan jalan-jalan poros desa yang menjadi sentra-sentra transportasi antar desa kecamatan - kabupaten dan provinsi. Kecamatan- kecamatan yang perlu mendapat perhatian, antara lain : Kecamatan Lumbir, Kecamatan Rawalo, Kecamatan Kebasen, Kecamatan Tambak, Kecamatan Somagede, Kecamatan Kalibagor, Kecamatan Purwojati, Kecamatan Pekuncen, Kecamatan Baturaden, Kecamatan Sumbang, Kecamatan Kembaran dan Kecamatan Purwokerto Timur. 4. Kebijakan dalam meningkatkan pertumbuhan sektor industri melalui upaya kerja sama antar wilayah kecamatan dalam mengelola infrastruktur jaringan jalan dan jembatan di wilayah yang berbatasan langsung sehingga antara sumber-sumber produksi, pasar dan konsumen dapat berinteraksi dengan baik. Kecamatan- kecamatan yang perlu mendapat perhatian, antara lain : Kecamatan Banyumas, Kecamatan Patikraja, Kecamatan Purwokerto Selatan, Kecamatan Sokaraja. 5. Kebijakan dalam menekan laju angkatan kerja menganggur melalui peningkatan kerjasama antar wilayah kecamatan dalam menyusun anggaran belanja rutin sehingga kebutuhan-kebutuhan antar wilayah yang saling terkait dapat terakomodasi dengan baik sehingga problem-problem angkatan kerja menganggur yang ada di wilayah kecamatan dapat diselesaikan atau anggaran belanja kecamatan sudah tepat sasaran. Kecamatan- kecamatan yang perlu mendapat perhatian, antara lain : Kecamatan Lumbir, Kecamatan Wangon, Kecamatan Rawalo, Kecamatan Jatilawang, Kecamatan Kemranjen, Kecamatan Tambak, Kecamatan Sumbang, Kecamatan Kebasen, Kecamatan Baturaden, Kecamatan Kembaran dan Kecamatan Sokaraja, Kecamatan Kedung Banteng.