BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia 1. Analisis pengukuran..., Gita Dinarsanti, FE UI, 2010.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. siklus hidup dan mengurangi dampak kegagalan dari suatu kondisi yang buruk.

BAB I PENDAHULUAN. sangatlah penting. RS swasta maupun milik organisasi nirlaba (publik/pemerintah)

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era revormasi yang sedang berlangsung dewasa ini, pelaksana

I. PENDAHULUAN. Meningkat pesatnya kegiatan pembangunan serta laju pertumbuhan

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN JALAN DI INDONESIA TAHUN

I. PENDAHULUAN. bertujuan untuk memberdayakan daerah dan mengurangi ketergantungan. daerah terhadap pemerintahan pusat. Dengan demikian pemerintah

BAB 1 PENDAHULUAN. penerapan sistem pertanggung jawaban yang tepat, jelas, terukur, dan legitimate

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG. Di era globalisasi ini, untuk menghadapi persaingan bisnis yang kompetitif,

BAB I PENDAHULUAN. diri dan meningkatkan kinerjanya untuk kelangsungan hidup perusahaan, bahkan

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menganut asas desentralisasi yang memberikan kebebasan dan

PENGUKURAN KINERJA DENGAN MENGGUNAKAN BALANCED SCORECARD PADA KOPERASI SERBA USAHA SINAR MENTARI KARANGANYAR TAHUN 2008

1 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Untuk menghadapi persaingan bisnis yang sangat kompetitif, kinerja

BAB I PENDAHULUAN. berkembang. Kondisi ini memicu perusahaan-perusahaan untuk terus

I. PENDAHULUAN. Akuntabilitas kinerja organisasi sektor publik, khususnya organisasi pemerintah

ALTERNATIF PENERAPAN BALANCED SCORECARD SEBAGAI PENILAIAN KINERJA PEMBERI LAYANAN KESEHATAN

BAB I PENDAHULUAN. termasuk manusia. Tanpa air, manusia akan mengalami kesulitan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Setiap organisasi memiliki visi, misi dan tujuan yang hendak dicapai. Suatu

2.1 Rencana Strategis

I. PENDAHULUAN. Dalam rangka mewujudkan aparatur yang profesional seiring. dengan reformasi birokrasi diperlukan langkah-langkah konkrit dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. datang. Oleh karena itu, sistem kinerja yang sesuai sangat diperlukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. tentang Sumber Daya Air dan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Pemerintah merupakan organisasi sektor publik yang mempunyai tanggung

BAB I PENDAHULUAN. dituntut untuk bekerja secara profesional layaknya organisasi swasta. Sebuah

BADAN PENGELOLAAN KEUANGAN, PENDAPATAN DAN ASSET DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. yang diinginkan dari kinerjanya. Guna mencapai target tersebut perlu adanya

BAB I PENDAHULUAN. Kompleksitas dunia bisnis yang ada sekarang baik dalam produk/jasa yang dihasilkan,

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan pesat terhadap akses yang dapat dilakukan masyarakat untuk. masyarakat akan adanya suatu pengukuran kinerja.

BAB I PENDAHULUAN. bagi pihak-pihak di dalam sektor publik. Reformasi birokrasi muncul karena adanya

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan utama dari organisasi sektor publik adalah bagaimana

BAB I PENDAHULUAN. bisnis yang semakin kompetitif ini, tantangan yang dihadapi oleh organisasi baik yang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat terhadap hak dan kewajibannya sebagai warga negara. Kesadaran tersebut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pengukuran kinerja merupakan salah satu faktor yang sangat penting bagi

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. unggul secara berkelanjutan, tak terkecuali organisasi sektor publik yang bertugas

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Oleh karena itu sumbernya harus dipelihara dan dikelola dengan baik.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN. upaya-upaya secara maksimal untuk menciptakan rerangka kebijakan yang

BAB I PENDAHULUAN. mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas ekonomi dan tugas

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan kebutuhan pokok bagi makhluk hidup di dunia ini termasuk

BAB I PENDAHULUAN. pengadaan kebutuhan mereka. Negara kita adalah salah satu dari Negara-negara di

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Air merupakan sumber kehidupan bagi makhluk hidup di dunia ini termasuk

BAB 1 PENDAHULUAN. hambatan dikarenakan tidak adanya batasan antar negara. dasarnya memiliki tujuan yang sama yakni memperoleh laba (Profit oriented),

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA SEKRETARIAT INSPEKTORAT JENDERAL TAHUN 2016

BAB I PENDAHULUAN. memberikan proses pemberdayaan dan kemampuan suatu daerah dalam. perekonomian dan partisipasi masyarakat sendiri dalam pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. sesungguhnya. Seperti dikemukakan oleh Menteri Keuangan Boediono (Sidik et

BAB I PENDAHULUAN. kepercayaan publik melalui peningkatan pelayanan publik.

BAB I PENDAHULUAN. dalam tujuannya yaitu mengentaskan kemiskinan dan juga menjadi industry yang

BAB I PENDAHULUAN. pengelola jasa pelayanan kesehatan. Rumah sakit pemerintah sebagai sarana utama

BAB I PENDAHULUAN. Akuntabilitas kinerja pemerintah merupakan salah satu isu yang terdapat dalam

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan organisasi yang ideal, dan perlu mendapat perhatian dan

BAB I PENDAHULUAN. sistem pengukuran kinerja berdasarkan laporan keuangan ini adalah kurang

BAB 1 PENDAHULUAN. Perusahaan sebagai suatu organisasi pasti mempunyai tujuan yang ingin

BAB I PENDAHULUAN. hasil dari pengukuran kinerja merupakan ukuran apakah sebuah strategi yang

I. PENDAHULUAN. sangat besar. Akan tetapi, potensi ini belum dapat diwujudkan secara optimal di

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Sistem Manajemen Strategik Balanced Scorecard (BSC) : Memonitor dan Meningkatkan Kinerja Strategis Dan Keberhasilan Reformasi Birokrasi

BAB I PENDAHULUAN. di Bekasi, pada awalnya berdiri adalah sebuah lembaga keuangan dengan nama BPR

BAB I PENDAHULUAN. kontribusi penelitian, proses penelitian dan sistematika penelitian.

PERENCANAAN STRATEGIS SISTEM INFORMASI DI UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAWA TIMUR TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. Persaingan bisnis yang semakin kompetitif merupakan tantangan yang harus

BAB II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA

BAB I PENDAHULUAN. berbagai pihak dan secara psikologis membantu proses penyembuhan. Untuk

BAB I PENDAHULUAN. penting yang dilakukan yaitu penggantian sistem sentralisasi menjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. Seiring dengan berkembangnya perekonomian, keikutsertaan berbagai

BAB 1 PENDAHULUAN. menerus dalam dunia usaha. Perubahan ini terjadi karena adanya pergeseran dari

BAB I PENDAHULUAN. termasuk manusia. Tanpa air, manusia akan mengalami kesulitan untuk

PERTEMUAN KE-9 AKUNTANSI PERTANGGUNGJAWABAN BERDASARKAN STRATEGI & AKTIFITAS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada era globalisasi dan era informasi saat ini, organisasi

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu faktor yang penting dalam pembangunan sumber daya

BAB 1 PENDAHULUAN. terpenting dalam perusahaan dengan tujuan untuk memotivasi karyawan dalam

BAB I PENDAHULUAN. melalui Otonomi Daerah. Sejak diberlakukannya Undang-Undang No.22 tahun

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi menjadi tonggak sejarah perubahan dari tatanan kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. sejauh mana pencapaian perusahaan. Selama ini yang umum dipergunakan dalam

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian di Indonesia merupakan bagian integral dari

Laporan Akuntabilitas Kinerja Kantor Camat Tualang Kabupaten Siak Tahun 2016

BAB I PENDAHULUAN. saham, kreditur, karyawan, pemerintah, dan pelanggan. Implikasinya,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan perekonomian dan dunia usaha akhir ini yang disertai

BAB V PERTANGGUNGJAWABAN LURAH

REPUBLIK INDONESIA PEMERINTAH KABUPATEN MUSI RAWAS

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. akuntabel serta penyelenggaraan negara yang bersih dari unsur-unsur KKN untuk

BAB I PENDAHULUAN I-1. Laporan Akuntabilitas Kinerja Direktorat PenangananPelanggaran Tahun 2014

RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) BADAN PERPUSTAKAAN DAN KEARSIPAN DAERAH KABUPATEN GARUT TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan terjadinya penciutan laba yang diperoleh perusahaan-perusahaan yang

BAB I PENDAHULUAN. ekstrim. Persaingan abad industri telah bergeser menjadi persaingan abad

BAB I PENDAHULUAN. dan CV Mavista Technic menyasar instansi dengan jumlah AC minimal 20 unit.

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat karena rumah sakit memberikan pelayanan medik dengan tujuan

BAB I PENDAHULUAN. besar dalam hal persaingan, produksi, pemasaran, pengelolaan sumber

1. Berdasarkan analisis tipologi gabungan kinerja sistim agropolitan dan kinerja

BAB I PENDAHULUAN. A. Pandangan Umum

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Munculnya era pasar bebas membawa dampak persaingan bisnis yang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jalan merupakan kebutuhan yang sangat vital sebagai pendukung utama dinamika dan aktivitas ekonomi baik di pusat maupun daerah dan pengembangan wilayah serta sebagai prasarana penunjang yang utama bagi perekonomian nasional. Pembangunan jalan memiliki manfaat strategis yaitu antara lain menciptakan lapangan pekerjaan berskala besar, peningkatan penggunaan sumber daya dalam negeri serta meningkatkan sektor riil dengan menciptakan multiplier effect bagi perekonomian nasional. Pembangunan jalan sebagai prasarana transportasi yang efektif dan handal dalam bentuk sistem transportasi terpadu akan memberikan pelayanan dan manfaat bagi masyarakat luas, pembangunan ekonomi, kemudahan mobilitas manusia, barang, dan jasa yang akan berujung pada meningkatnya daya saing nasional. Peran jalan di atas adalah dengan menghubungkan pusat-pusat ekonomi yaitu pusat produksi, pusat distribusi, dan pusat pemasaran. Departemen Pekerjaan Umum, dalam hal ini Direktorat Jenderal Bina Marga (untuk selanjutnya disebut Ditjen Bina Marga) merupakan organisasi pemerintah yang merupakan organisasi nirlaba yang bertanggung jawab dalam penyelenggaraan infrastruktur jalan di Indonesia. Sebagai organisasi pemerintah yang tidak bersifat kompetitif mencari laba, teknik manajemennya diarahkan pada menciptakan dan mengembangkan kegiatan yang efektif, efisien dan saling mendukung agar keberadaannya memberi manfaat bagi kehidupan bermasyarakat. Dengan kata lain manajemen di organisasi nirlaba tidak berfokus pada mempertahankan dan mengembangkan keberadaan organisasinya tetapi diarahkan pada mendayagunakan keberadaannya agar memberi banyak manfaat kepada masyarakat luas tanpa menimbulkan benturanbenturan kepentingan antara pihak-pihak pengguna jasa (customer) dan penyedia (provider) (Kaplan dan Norton, 1996). 1

2 Penyelenggaraan jalan pada hakikatnya merupakan kebijakan ataupun tindakan langsung yang menyentuh masyarakat yang bertujuan untuk menyediakan akses bagi berbagai kegiatan masyarakat termasuk dunia usaha secara efisien. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka seluruh unit yang terlibat di dalam organisasi harus memiliki kinerja yang berkualitas (Kaplan dan Norton, 1996). Sebagai organisasi penunjang pelaksanaan tugas Departemen di bidang infrastruktur jalan dan jembatan, Ditjen Bina Marga diharapkan mampu memberikan kinerja yang optimal. Kinerja Ditjen Bina Marga akan dikategorikan optimal apabila segala kegiatan yang dilaksanakan oleh Ditjen Bina Marga dapat memberikan manfaat sebesar-besarnya, baik manfaat bagi Ditjen Bina Marga itu sendiri maupun bagi stakeholder yang memanfaatkan pelayanan Ditjen Bina Marga. Penilaian masyarakat selaku stakeholder Ditjen Bina Marga terhadap kinerja organisasi Ditjen Bina Marga antara lain seperti disampaikan oleh Ketua Program Studi Manajemen Infrastruktur, Suyono Dikun Bahwa salah satu tujuan desentralisasi adalah mendekatkan pelayanan publik ke masyarakat, termasuk dalam penyediaan infrastruktur dasar. Tetapi yang terjadi justru sebaliknya, kualitas pelayanan infrastruktur menurun dan terjadi kecenderungan disintegrasi fungsi pelayanan jalan. 1 Kondisi tersebut didukung dengan kenyataan bahwa sampai dengan saat ini keutuhan sistem jaringan jalan terutama sistem yang menerus untuk jalan nasional dengan jalan provinsi, dan jalan strategis penghubung daerah industri dan akses yang melayani pelabuhan masih belum terintegrasi Hal ini dipertegas oleh pernyataan dari Dirjen Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum, Hermanto Dardak yang menyatakan pasca otonomi daerah, kuantitas dan kualitas pelayanan jalan provinsi dan kabupaten/kota cenderung menurun. Banyak jalan daerah, khususnya jalan kabupaten, yang tidak terpelihara. 2 1 Hancur Pasca Otonomi Daerah, Kompas, 24 April 2009 2 Ibid

3 Dari catatan Departemen Pekerjaan Umum, panjang jalan nasional memang meningkat 7,15% per tahun pada kurun waktu 2004-2008 dari 26,271 km menjadi 34,628 km, namun panjang jalan propinsi justru menciut 3,62 %. Menurut Hermanto, penciutan ini dikarenakan beberapa daerah mengabaikan pembangunan infrastruktur jalan. Sebelum otonomi daerah, dana pembangunan jalan di daerah diatur oleh pemerintah pusat melalui Inpres Jalan Propinsi atau Inpres jalan Kabupaten Hal serupa juga dikemukakan oleh Ketua Bidang Pengembangan Profesionalisme Himpunan Pengembangan Jalan Indonesia (HPJI) Suhartono. Sekitar 30% jalan nasional di seluruh Nusantara dari total 34 ribu kilometer (km) dalam kondisi rusak. 3 Dari jumlah itu, 90% kerusakan penyebabnya, dilalui kendaraan yang melebihi beban jalan. Sisanya karena faktor alam, seperti longsor, tanah gambut, disamping dana yang tidak memadai. Sesuai dengan Undang-Undang (UU) Jalan tahun 2004, pemerintah pusat hanya memiliki kewenangan dalam pangaturan, pembinaan, dan pengawasan. Sedangkan pembangunan jalan diserahkan ke daerah masing-masing, baik provinsi maupun kabupaten/kota. Pemerintah pusat hanya memiliki kewenangan penuh untuk membangun dan merawat jalan nasional, yaitu jalan-jalan arteri primer yang menghubungkan antarprovinsi. Pusat hanya bisa memberi masukan dan saran jika ada jalan di daerah yang tidak memenuhi standar minimum pelayanan agar mengikuti peraturan yang telah ditetapkan. Hal di atas merupakan pekerjaan rumah bagi Ditjen Bina Marga. Selain itu perubahan kondisi masyarakat yang lebih terbuka dan demokratis membuat sumber daya di Ditjen Bina Marga harus bertindak lebih proffesional agar kinerjanya lebih baik daripada kondisi sebelumnya. Salah satu upaya untuk meningkatkan kinerja Ditjen Bina Marga dibentuklah Balai-Balai atau Unit Pelaksana Teknis (UPT) yang 3 30% Jalan Negara dalam Kondisi Rusak, Media Indonesia, 29 Juni 2010

4 merupakan kepanjangan tangan dari Ditjen Bina Marga dalam rangka melaksanakan proyek-proyek atau kegiatan-kegiatan yang didanai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) maupun Pinjaman Hibah Luar Negeri (PHLN). Tujuan ini adalah dalam rangka meningkatkan kinerja Ditjen Bina Marga dengan efisiensi pelaksanaan kegiatan di daerah disamping juga untuk memenuhi kententuan bahwa dana APBN yang dikelola oleh kementrian harus dilaksanakan oleh unit eselon I yang berada di bawahnya, dalam hal ini untuk bidang jalan dikelola oleh Ditjen Bina Marga. Dibentuknya UPT Pemerintah Pusat di daerah yang disebut Balai merupakan kantor wilayah berdasarkan UU No.22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah. UPT bukanlah pengganti proyek-proyek yang ada, melainkan organisasi mandiri dan melaksanakan kegiatan teknis dan operasional maupun kegiatan teknis yang menunjang kegiatan lainnya. Perubahan dan pengembangan struktur dilakukan agar Ditjen Bina Marga dapat meningkatkan kinerjanya dalam menyediakan infrastruktur yang handal di seluruh Indonesia Berpedoman pada hal tersebut maka tidaklah berlebihan jika Ditjen Bina Marga harus dan dituntut untuk lebih meningkatkan kinerja dan akuntabilitas dari penentuan perencanaan sampai dengan penentuan program dan kegiatan serta pelaksanaan kegiatan tersebut. Untuk mengetahui kinerja itu baik atau tidak perlu ada pengukuran. Pengukuran kinerja memegang peranan yang sangat penting, karena kinerja instansi pemerintah tidak dapat dipertanggungjawabkan jika tidak dilengkapi dengan informasi mengenai hasil-hasil yang telah diperoleh. Sementara hasil-hasil yang telah diperoleh oleh setiap instansi pemerintah, kinerjanya harus diukur sampai sejauh mana pencapaiannya melalui pengukuran kinerja. Untuk organisasi berorientasi laba, besaran laba merupakan salah satu ukuran kinerja yang dianggap penting. Sedangkan pada organisasi publik yang tidak berorientasi pada laba, pada umumnya pengukuran kinerja kurang memperoleh perhatian

5 karena luasnya cakupan tugas-tugas organisasi pemerintah tersebut. Namun demikian pengukuran kinerja sesungguhnya penting untuk diperhatikan karena paradigma tentang kualitas suatu pelayanan telah berubah dan mengacu pada kinerja pelayanan yang berkualitas. Namun harus diakui bahwa pengukuran kinerja pada organisasi publik/pemerintah relatif sukar. Pada organisasi publik tujuan dan misi bersifat multi dimensional dan kurang jelas pengukurannya sehingga penetapan indikator kinerja untuk mengukur keberhasilan relatif sukar. Adapun kinerja Ditjen Bina Marga selama ini diukur berdasarkan kinerja keuangan dan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah (AKIP). Kinerja keuangan dalam hal ini apabila penyerapan dana yang digunakan tinggi maka kinerja keuangan dianggap baik dan sebaliknya. Sedangkan laporan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah (LAKIP) 4 memuat tentang penilaian terhadap pencapaian tujuan dan sasaran stratejik organisasi, untuk menilai pencapaian setiap indikator kinerja yang memberikan gambaran tentang keberhasilan dan kegagalan pencapaian tujuan dan sasaran. Pengukuran kinerja disini mencakup: 1) kinerja kegiatan yang merupakan tingkat pencapaian target, dan 2) tingkat pencapaian sasaran instansi pemerintah yang merupakan tingkat pencapaian target dari masing-masing indikator sasaran yang telah ditetapkan sebagaimana dituangkan dalam dokumen rencana kinerja. Pengukuran tingkat pencapaian sasaran didasarkan pada data hasil pengukuran kinerja kegiatan. Dalam LAKIP Ditjen Bina Marga, pengukuran kinerja hanya berdasarkan capaian fisik dan keuangan saja. Sedangkan pengukuran pada aspek lain, misalnya pengukuran kepuasan pegawai dalam pelaksanaan tugas sehari-hari, pengukuran kepuasan pelanggan terhadap kinerja, dan pengukuran aspek lainnya belum pernah dilakukan. Dengan 4 Pengukuran kinerja Ditjen Bina Marga didasarkan pada Inpres No. 7 tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Pemerintah (AKIP). Pada butir keempat Inpres tersebut, Presiden menginstruksikan kepada setiap instansi menyampaikan laporan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah kepada Presiden dan salinannya kepada Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan dengan menggunakan pedoman penyusunan sistem akuntabilitas kinerja setiap akhir tahun anggaran, mulai tahun anggaran 2000/2001.

6 kata lain, Ditjen Bina Marga belum menetapkan standar hasil yang jelas berkaitan dengan pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya (tupoksi), sehingga Ditjen Bina Marga tidak dapat mengetahui kinerja yang optimal. Kondisi ini menjadikan Ditjen Bina Marga tidak mengetahui secara komprehensif tentang kinerja organisasi selama ini. Organisasi perlu untuk melihat dari sudut pandang yang lebih komprehensif dalam menentukan kinerjanya (Pyzdek, 2003). Dalam akuntansi manajemen dikenal alat analisis yang bertujuan untuk menunjang proses manajemen yang dikenal dengan Balanced Scorecard (BSC) yang dikembangkan oleh Norton pada tahun 1996. BSC tidak hanya sekedar alat pengukur kinerja perusahaan tetapi merupakan suatu bentuk transformasi strategik secara total kepada seluruh tingkatan dalam organisasi. Dengan pengukuran kinerja yang komprehensif tidak hanya merupakan ukuran-ukuran keuangan dan non keuangan maka perusahaan dapat menjalankan bisnisnya dengan lebih baik. BSC merupakan salah satu pendekatan untuk mengukur kinerja organisasi dengan melihat dari empat perspektif, yaitu perspektif keuangan, pelanggan, proses bisnis internal, dan perspektif pembelajaran dan pertumbuhan (Kaplan dan Norton, 1996 : 8). Secara metodologis keempat unsur yang ada dalam balanced scorecard tidak dapat dipisahkan karena merupakan satu kesatuan yang saling mendukung. Oleh karena itu, penerapan perspektif tersebut secara utuh akan sangat membantu dalam memahami persoalan-persoalan yang ada baik dalam konteks leading seperti unsur learning and growth dan internal process maupun unsur lagging seperti keuangan dan customer (Kaplan dan Norton, 1996:42) BSC merupakan pendekatan yang telah dianggap tepat untuk mengukur kinerja yang didasarkan dari strategi organisasi. Pengukuran scorecard mempresentasikan suatu pendekatan yang dapat digunakan oleh pimpinan untuk mengkomu.nikasikan kepada karyawan dan eksternal stakeholder tentang outcome dan kinerja yang mana telah

7 ditetapkan berdasarkan misi dan tujuan strategi (paul R.Noven, 2003:14-15) Berdasarkan hal tersebut, dan adanya keinginan untuk dapat menganalisis kinerja Ditjen Bina Marga secara komprehensif, maka peneliti mencoba untuk membuat suatu analisis pengukuran kinerja Ditjen Bina Marga dengan menggunakan pendekatan Balanced Scorecard. 1.2. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut di atas kinerja penyelenggaraan jalan dan jembatan masih menemui beberapa permasalahan, antara lain: dalam hal pengelolaan adanya kecenderungan terjadinya disintegrasi antara pemerintah pusat, propinsi, kabupaten dan kota. Dari segi pelayanan kuantitas dan kualitasnya mengalami penurunan. Ditambah lagi dari sisi internal Direktorat Jenderal Bina Marga, pengukuran kinerja yang dilakukan selama ini belum menggambarkan organisasi secara menyeluruh (komprehensif). Oleh karena itu diperlukan suatu pengukuran kinerja atas Direktorat Jenderal Bina Marga dalam semua aspek melalui pendekatan Balanced Scorecard yang menyangkut empat perspektif penilaian. Sehingga diharapkan adanya peningkatan kinerja Direktorat Jenderal Bina Marga guna meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan infrastruktur untuk masyarakat pada umumnya. 1.3. Pertanyaan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah sebagaimana disebutkan di atas, pertanyaan penelitian yang dikemukakan adalah: 1) Bagaimana kinerja Direktorat Jenderal Bina Marga jika dilihat dari aspek keuangan? 2) Bagaimana kinerja Direktorat Jenderal Bina Marga jika dilihat dari aspek pelanggan?

8 3) Bagaimana kinerja Direktorat Jenderal Bina Marga jika dilihat dari aspek bisnis internal? 4) Bagaimana kinerja Direktorat Jenderal Bina Marga jika dilihat dari aspek pertumbuhan dan pembelajaran? 5) Bagaimana meningkatkan kinerja Ditjen Bina Marga berdasarkan hasil pengukuran kinerja dengan pendekatan Balanced Scorecard? 1.4. Tujuan Penelitian Tujuan yang akan dicapai melalui penelitian ini adalah: 1) Mendeskripsikan kinerja Direktorat Jenderal Bina Marga dari aspek keuangan, kepuasan pelanggan, proses bisnis internal dan pertumbuhan/pembelajaran. 2) Mengidentifikasi faktor-faktor apa saja yang dapat meningkatkan kinerja Direktorat Jenderal Bina Marga sesuai dengan hasil pengukuran kinerja dengan pendekatan Balanced Scorecard.. 1.5. Manfaat Penelitian 1.5.1. Manfaat Teoritis Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah penelitian yang sudah ada sebelumnya khususnya yang berkaitan dengan pendekatan balanced scorecard. Selain itu, penelitian ini dapat menjadi referensi bagi berbagai pihak untuk melakukan penelitian yang sejenis, atau dapat dijadikan sebagai bahan refensi dalam pengembangan ilmu pengetahuan khususnya berkaitan dengan pengukuran kinerja dengan balanced scorecard. 1.5.2. Manfaat Praktis Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan oleh Direktorat Jenderal Bina Marga untuk mengetahui tingkat kinerjanya ditinjau dari 4 (empat) aspek dalam BSC. Selanjutnya pengetahuan tentang kinerja ini diharapkan dapat

9 dimanfaatkan oleh Direktorat Jenderal Bina Marga sebagai dasar dalam menetapkan strategi peningkatan kinerja. 1.6. Keterbatasan Penelitian Penelitian ini memiliki sejumlah keterbatasan, yaitu: 1. Belum adanya indikator baku dari Ditjen Bina Marga yang digunakan sebagai dasar untuk mengukur kinerja berdasarkan aspek pelanggan, proses bisnis internal dan pertumbuhan /pembelajaran. Sehingga dalam penelitian ini indikator yang digunakan ditetapkan sendiri oleh peneliti. 2. Mengingat keterbatasan waktu dan tenaga, maka sampel dari populasi dibatasi. Untuk karyawan Ditjen Bina Marga hanya dibatasi pada karyawan Ditjen Bina Marga yang berada di pusat. Dan untuk konsultan atau mitra kerja dibatasi hanya untuk mereka yang berdomisili di Jakarta dan turut serta dalam proyek pengadaaan barang dan jasa dalam penyelenggaraan jalan dan jembatan selama 2 tahun terakhir. 1.7. Sistimatika Penulisan Tesis ini terdiri dari 6 (enam) bab dan masing-masing bab nantinya akan terdiri dari beberapa sub bab yang penjelasannya adalah sebagai berikut: Bab I : Bab ini merupakan bab pendahuluan yang di dalamnya menguraikan mengenai latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, keterbatasan penelitian dan sistematika penulisan. Bab II : Bab ini merupakan kerangka teori yang menguraikan tentang teori-teori yang mendukung penulisan tesis ini seperti teori tentang visi dan misi sebagai dasar pengukuran kinerja, kinerja, pengukuran kinerja, Balanced Scorecard, dan perspektif dalam Balanced Scorecard. Bab ini juga menyajikan beberapa hasil penelitian yang

10 terdahulu. Bab III : Bab ini berisi gambaran umum Direktorat Jenderal Bina Marga Bab IV : Bab yang berisi tentang metode penelitian mencakup jenis data dan teknik pengumpulan data, populasi dan sampel, skala pengukuran dan instrumen penelitian, model analisis pengukuran kinerja, analisis data penelitian serta validitas dan reliabilitas. Bab V : Bab mengenai hasil dan pembahasan yang berisi analisa kinerja Ditjen Bina Marga dengan pendekatan Balanced Scorecard. Mengupas tentang aspek keuangan, aspek kepuasan pelanggan, aspek proses bisnis internal, aspek pembelajaran dan pertumbuhan dan uji validitas dan reliabilitas atas hasil kuesioner Bab VI : Kesimpulan dan Saran