BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA A. Pengertian Perjanjian Jual Beli Menurut Black s Law Dictionary, perjanjian adalah suatu persetujuan antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan sebuah kewajiban untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu secara sebagian 15. Inti definisi yang tercantum dalam Black s Law Dictionary adalah kontrak dilihat sebagai persetujuan dari para pihak untuk melaksanakan kewajiban, baik melakukan atau tidak melakukan secara sebagian. Menurut Salim, H.S perjanjian adalah hubungan hukum antara subjek hukum yang satu dengan subjek hukum yang lain dalam bidang harta kekayaan. Perlu diketahui bahwa subjek hukum yang satu berhak atas prestasi dan begitu juga subjek hukum yang lain berkewajiban untuk melaksanakan prestasinya sesuai dengan yang telah disepakatinya 16 15 Salim, H.S, Op.Cit hlm 16 16 Salim H.S, Op.Cit, hlm 17
M. Yahya Harahap, SH, berpendapat bahwa tanpa ada barang yang hendak dijual, tidak mungkin terjadi jual beli. Sebaliknya jika objek jual beli tidak dibayar dengan suatu harga, maka jual beli juga dianggap tidak ada 17. Jual beli merupakan perbuatan hukum yang sering dilakukan masyarakat dalam kehidupan sehari hari. Pada hakikatnya jual beli itu memindahkan hak milik atas suatu barang yang diperjualbelikan karena dalam jual beli pihak penjual wajib menyerahkan barang yang dijualnya itu kepada pihak pembeli sedangkan pihak pembeli mempunyai kewajiban untuk membayar harga dari barang itu kepada pihak penjual. B. Hak Dan Kewajiban Penjual Dan Pembeli Jika ada dua orang yang mengadakan perjanjian, maka masing masing mereka bertujuan untuk memperoleh prestasi dari pihak lawannya. Prestasi tersebut dapat berupa memberi sesuatu, berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu. Perjanjian ini dibuat dengan maksud supaya dilaksanakan dan umumnya memang dilaksanakan. Masing masing pihak harus melaksanakan apa yang disetujui dengan tepat. Menurut Mariam Darus Badrulzaman bahwa suatu perjanjian merupakan suatu peristiwa dimana seseorang berjanji pada seseorang lain berjanji untuk melaksanakan sesuatu 18. Melihat macamnya hal yang dijanjikan untuk dilaksanakan, perjanjian itu dibagi tiga macam, yaitu : 1. Perjanjian untuk memberikan, menyerahkan suatu barang. 17 M. Yahya Harahap, Op. Cit, hlm 181 18 Mariam Darus Badrulzaman, 1982, Pendalaman Materi Hukum Perikatan, Fakultas Hukum USU, Medan, hlm 64
2. Perjanjian untuk berbuat sesuatu. 3. Perjanjian untuk tidak berbuat sesuatu. Hal yang seharusnya dilaksanakan itu disebut prestasi. Dalam menentukan batas antara memberi dan berbuat sering kali menimbulkan keragu-raguan. Walaupun menurut tata bahasa memberi adalah berbuat, akan tetapi pada umumnya yang diartikan dalam memberi adalah menyerahkan hak milik atau memberi kenikmatan atas sesuatu benda. Misalnya penyerahan hak milik atas sebuah rumah atau memberi kenikmatan atas barang yang disewa kepada si penyewa. Adapun yang dimaksud dengan berbuat adalah setiap prestasi yang bersifat positif yang tidak berupa memberi, misalnya melukis. Perjanjian untuk menyerahkan, memberikan sesuatu misalnya : jual beli, tukar menukar, penghibahan ( pemberian ), sewa menyewa, pinjam pakai, dan lain lain. Perjanjian untuk membuat sesuatu misalnya : perjanjian untuk membuat suatu lukisan, perjanjian untuk membuat suatu bangunan, dan lain sebagainya. Menurut R. Setiawan bahwa perjanjian untuk tidak berbuat sesuatu misalnya perjanjian untuk tidak membuat tembok, perjanjian untuk tidak mendirikan suatu perusahaan yang sejenis dengan kepunyaan orang lain dan sebagainya 19. Dalam hukum perjanjian, bagaimana jika salah satu pihak tidak mengerti janjinya, dimana salah satu pihak tidak dapat mewujudkan prestasi yang telah dijanjikan. Mengenai perjanjian untuk menyerahkan sesuatu, tidak terdapat petunjuk dalam undang undang. Sedangkan dalam perjanjian untuk berbuat 19 R. Setiawan, 1997, Pokok Pokok Hukum Perikatan, Bina Cipta, Bandung, hlm 2-3
sesuatu dan perjanjian untuk tidak berbuat sesuatu, maka jika salah satu pihak wanprestasi, perjanjian itu dapat dieksekusi secara riil. Artinya pihak yang lain dapat merealisasikan apa yang menjadi hak menurut perjanjian. Bila para pihak tidak memenuhi perjanjian itu, maka itu batal. Sehingga salah satu pihak yang terikat dalam perjanjian itu tidak terdapat hak untuk merealisasikan apa yang menjadi haknya menurut undang undang. Hal ini menyebabkan si kreditur menurut undang undang boleh dikuasakan supaya dia sendiri yang melaksanakan pelaksanaannya atau si kreditur berhak menuntut penghapusan segala sesuatu yang telah dibuat berlawanan dengan perjanjian, dengan tidak mengurangin haknya untuk ganti kerugian. Misalnya tembok yang didirikan dengan melanggar perjanjian dapat dirobohkan. Dalam mengadakan suatu perjanjian, biasanya orang tidak mengatur atau menetapkan apa saja yang menjadi hak dan kewajiban mereka. Mereka hanya menetapkan hal hal yang pokok saja, jadi untuk melaksanakan suatu perjanjian seharusnya lebih dahulu ditetapkan secara tegas dan cermat apa saja isi perjanjian tersebut. Menetapkan secara tegas hak dan kewajiban masing masing pihak. Dalam perjanjian jual beli maka hak dan kewajiban para pihak tersebut adalah : 1. Penjual a. Hak penjual adalah menuntut harga pembayaran atas barang barang yang diserahkannya kepada pembeli b. Kewajiban penjual :
Kewajiban penjual dapat dijumpai pada Pasal 1474 KUHPerdata, pada pokoknya kewajiban penjual menurut pasal tersebut terdiri dari dua yaitu : 1) Menyerahkan barang kedalam kekuasaan dan kepunyaan si pembeli. 2) Menanggung terhadap barang yang dijual itu. Mengenai menanggung ini lebih lanjut diatur dalam Pasal 1491 KUHPerdata, yang mengatakan penanggungan yang menjadi kewajiban si penjual terhadap si pembeli, adalah untuk menjamin dua hal, yaitu pertama penguasaan benda yang dijual secara aman dan tenteram ; kedua terhadap adanya cacat cacat barang tersebut yang tersembunyi, atau yang sedemikian rupa hingga menerbitkan alasan untuk pembatalan pembeliannya. 2. Pembeli a. Hak pembeli adalah menuntut penyerahan barang yang telah dibelinya dari si penjual. b. Kewajibannya adalah membayar harga pembelian pada waktu dan tempat sebagaimana yang ditetapkan didalam perjanjian mereka. C. Wanprestasi dan Akibat Hukumnya Istilah wanprestasi berasal dari bahasa Belanda wanprestatie, yang berarti tidak memenuhi kewajiban yang telah ditetapkan dalam perikatan, baik perikatan yang timbul karena perjanjian maupun perikatan yang timbul karena undang undang.
Kemungkinan kemungkinan yang dapat mempengaruhi terjadinya wanprestasi atau tidak memenuhi kewajiban tersebut yaitu : 1. Karena kesalahan debitur, baik karena kesengajaan maupun karena kelalaian. 2. Karena keadaan memaksa (force majeure), jadi diluar kemampuan debitur, debitur tidak bersalah 20. Dalam menentukan seorang debitur melakukan wanprestasi atau tidak, maka perlu ditentukan dalam keadaan bagaimana seorang debitur dikatakan sengaja atau lalai tidak melakukan kewajibannya. Keadaan tersebut meliputi : 1. Debitur tidak memenuhi prestasi sama sekali, artinya debitur tidak memenuhi kewajiban yang telah disanggupinya untuk dipenuhi dalam suatu perjanjian, atau tidak memenuhi kewajiban yang ditetapkan undang undang dalam perikatan yang timbul karena undang undang. 2. Debitur memenuhi prestasi, tetapi tidak baik atau keliru. Disini debitur melaksanakan atau memenuhi apa yang ditentukan oleh undang undang, tetapi tidak sebagaimana mestinya menurut kualitas yang ditentukan dalam perjanjian atau menurut kualitas yang ditetapkan undang undang. 3. Debitur memenuhi prestasi, tetapi tidak tepat pada waktunya. Disini debitur memenuhi prestasi tetapi terlambat. Waktu yang ditetapkan dalam perjanjian tidak terpenuhi. 20 Abdul Kadir, 1981, Hukum Perikatan, PT. Alumni, Bandung, hlm 20
4. Debitur melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya 21. Wanprestasi memiliki akibat hukum yang penting bagi debitur, oleh karena itu perlu diketahui sejak kapan debitur diakatakan sengaja atau lalai dalam mememenuhi kewajibannya. Untuk itu, perlu diperhatikan apakah dalam perikatan tersebut ditentukan tenggang waktu pelaksanaan pemenuhan prestasi atau tidak. Ada 4 akibat yang dapat terjadi jika salah satu pihak melakukan wanprestasi yaitu : 1. Membayar kerugian yang diderita oleh pihak lain berupa ganti rugi. 2. Dilakukan pembatalan perjanjian. 3. Peralihan resiko 4. Membayar biaya perkara jika sampai berperkara dimuka hakim D. Saat Terjadinya Perjanjian Jual Beli Ketentuan didalam Pasal 1457 menggariskan bahwa pihak pihak yang membentuk persetujuan jual beli masing masing mengikatkan dirinya secara timbal balik (wederkering). Penjual mengikatkan dirinya kepada pembeli untuk menyerahkan obyek jual beli. Pembeli mengikatkan dirinya kepada penjual untuk membayar harga obyek jual beli. Meskipun jual beli telah tercipta, pemindahan hak milik atas kebendaan yang menjadi objek persetujuan hanya sah setelah dipenuhi ketentuan tentang hak milik atas benda yang bersangkutan 22. 21 Ibid
Berpedoman kepada tindakan mengikatkan diri yang mengakibatkan lahir beban kewajiban kepada kedua belah pihak, dapat ditarik kesimpulan bahwa ada dua persetujuan didalam lembaga jual beli, yaitu : 1. Persetujuan tentang kewajiban menyerahkan benda yang menjadi objek jual beli kepada yang berhak, yaitu pembeli. 2. Persetujuan tentang kewajiban membayar harga benda yang menjadi objek jual beli kepada yang berhak, yaitu penjual. Sifat konsensual dari jual beli ditegaskan dalam Pasal 1458 KUHPerdata yang berbunyi Jual beli dianggap sudah terjadi antara kedua belah pihak seketika setelah mereka mencapai sepakat tentang barang dan harga, meskipun barang itu belum diserahkan maupun harganya belum dibayar. Konsensualisme sendiri berasal dari perkataan consensus yang berarti kesepakatan. Dengan kesepakatan dimaksudkan bahwa diantara pihak pihak yang bersangkutan tercapai suatu persesuaian kehendak, artinya apa yang dikehendaki oleh yang satu adalah pula yang dikehendaki oleh yang lain. Kedua kehendaknya itu bertemu dalam sepakat tersebut. Tercapainya sepakat ini dinyatakan oleh kedua belah pihak dengan mengucapkan arti perkataan perkataan, misalnya setuju, accord, oke, dan lain lain sebagainya ataupun dengan bersama sama menaruh tanda tangan dibawah pernyataan pernyataan tertulis sebagai tandanya ( bukti ) bahwa kedua belah pihak telah menyetujui segala apa yang tertera diatas tulisan itu 23. 22 Basrah, Perikatan Jual Beli dan Pembahasan Kasus ( Buku Ketiga KUHPerdata), fakultas Hukum USU, Medan, 1981, hlm 3 23 R. Subekti, 1995, Aneka Perjanjian Cet. Kesepuluh, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm 5
Bahwa apa yang dikehendaki oleh yang satu itu adalah juga yang dikehendaki oleh orang lain atau bahwa kehendak mereka adalah sama, sebenarnya tidak tepat. Yang betul adalah bahwa yang mereka kehendaki adalah sama dalam kebalikannya. Misalnya : yang satu ingin melepaskan hak miliknya atas suatu barang asal diberi sejumlah uang tertentu sebagai gantinya, sedang yang lain ingin memperoleh hak milik atas barang tersebut dan bersedia memberikan sejumlah uang sebagai gantinya kepada si pemilik barang. Sebagaimana diketahui, hukum perjanjian dari BW menganut asas konsensualisme. Artinya hukum perjanjian dari BW itu menganut suatu asas bahwa untuk melahirkan perjanjian cukup dengan sepakat saja dan bahwa perjanjian itu ( dan dengan demikian perikatan yang ditimbulkan karenanya) sudah dilahirkan pada saat atau detik tercapainya konsensus sebagaimana dimaksudkan diatas. Pada detik tersebut perjanjian sudah jadi dan mengikat, bukannya pada detik detik lain yang kemudian atau yang sebelumnya.