BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN. sebagai makhluk sosial (zoon politicon). Melalui interaksi sosial yang selalu

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN. sebagai makhluk sosial (zoon politicon). Melalui interaksi sosial yang selalu"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN F. Pengertian dan Asas-Asas Perjanjian Dinamika perkembangan masyarakat tidak terlepas dari kodrat manusia sebagai makhluk yang saling membutuhkan satu sama lain atau yang dikenal sebagai makhluk sosial (zoon politicon). Melalui interaksi sosial yang selalu dilakukan itulah muncul perjanjian. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, perjanjian adalah persetujuan tertulis atau dengan lisan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing bersepakat akan mentaati apa yang tersebut dalam persetujuan itu. 14 Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya disebut KUH Perdata) dinyatakan perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. 15 Bahwa dalam ketentuan Pasal 1313 KUH Perdata dinyatakan bahwa perjanjian mengakibatkan seseorang mengikatkan dirinya terhadap orang lain. Dalam hal ini dari suatu perjanjian lahir kewajiban atau prestasi dari satu atau lebih orang (pihak) kepada satu atau lebih orang (pihak) lainnya yang berhak atas suatu prestasi tersebut. 14 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Ihktisar Indonesia Edisi Ketiga, (Jakarta, Balai Pustaka, 2005), hal Ahmadi Miru & Sakka Pati, Hukum Perikatan (Penjelasan Makna Pasal 1233 Sampai 1456 KUH Perdata), (Jakarta, Rajawali Pers, 2011), hal

2 15 Abdul Kadir Muhammad menyatakan kelemahan-kelemahan yang dinyatakan Pasal 1313 KUH Perdata adalah sebagai berikut : 1. Hanya menyangkut sepihak saja. Hal tersebut dapat diketahui dari perumusan satu orang atau lebih mengikatkan dirinya pada satu orang atau lebih. Kata mengikatkan diri sifatnya hanya datang dari satu pihak saja, tidak dari kedua belah pihak seharusnya dirumuskan saling mengikatkan diri, jadi ada consensus antara pihak-pihak. 2. Kata perbuatan mencakup juga tanpa consensus. Pengertian perbuatan termasuk juga tindakan melaksanakan tugas tanpa kuasa, tindakan melawan hukum yang tidak mengandung consensus, seharusnya digunakan kata persetujuan 3. Pengertian perjanjian terlalu luas. Pengertian perjanjian dalam pasal tersebut terlalu luas karena mencakup juga pelangsungan perkawinan, yaitu janji kawin yang yang diatur dalam lapangan hukum keluarga. Padahal yang dimaksudkan adalah hubungan antara kreditur dengan debitur dalam lapangan harta kekayaan saja. Perjanjian yang dikehendaki oleh buku III KUH Perdata sebenarnya adalah perjanjian yang bersifat kebendaan, bukan perjanjian yang bersifat personal. 4. Tanpa menyebut tujuan mangadakan perjanjian. Tanpa menyebut tujuan mangadakan perjanjian sehingga pihak-pihak yang mengikatkan diri itu tidak jelas untuk apa. 16 Sedangkan menurut Mariam Darus Badrulzaman kelemahan pengertian perjanjian Pasal 1313 KUH Perdata, yaitu: Pengertian perjanjian yang terdapat dalam ketentuan Pasal 1313 KUH Perdata adalah tidak lengkap dan terlalu luas, tidak lengkap karena yang dirumuskan itu hanya mengenai perjanjian sepihak saja. pengertian itu dikatakan terlalu luas karena dapat mencakup perbuatan-perbuatan di dalam lapangan hukum keluarga, seperti janji kawin yang merupakan perjanjian juga, tetapi sifatnya berbeda dengan perjanjian yang diatur dalam KUH Perdata Buku III, perjanjian yang diatur dalam KUH Perdata Buku III kriterianya dapat dinilai secara materiil, dengan kata lain dinilai dengan uang. 17 Pengertian perjanjian para pakar sarjana hukum memiliki pendapat yang berbeda-beda satu sama lain, ini terjadi karena masing-masing ingin mengemukakan atau memberikan pandangan yang dianggapnya lebih tepat. Beberapa pandangan mengenai perjanjian adalah : 16 Abdul Kadir Muhammad, Hukum Perikatan (Bandung, Citra Aditya, 1992). hal Mariam Darus Badrulzaman, (1) Kompilasi Hukum Perikatan, (Jakarta, Citra Aditya Bakti, 2001) hal. 65.

3 16 Menurut Subekti perjanjian adalah suatu peristiwa di mana ada seorang berjanji kepada seorang lain atau dua orang itu saling berjanji untuk melakukan suatu hal. Dari peristiwa ini timbullah hubungan antara dua orang tersebut yang dinamakan perikatan. Perjanjian itu menerbitkan suatu perikatan antara dua orang pembuatnya. Dalam bentuknya perjanjian berupa suatu rangkaian perkataan yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis. 18 Menurut Syahmin AK, dalam bentuknya perjanjian itu berupa suatu rangkaian perkataan yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis. 19 Menurut Ahmadi Miru, perjanjian merupakan suatu peristiwa hukum di mana seorang berjanji untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. 20 Dari beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya perjanjian adalah proses interaksi atau hubungan hukum dan dua perbuatan hukum yaitu penawaran oleh pihak yang satu dan penerimaan oleh pihak yang lainnya sehingga tercapai kesepakatan untuk menentukan isi perjanjian yang akan mengikat kedua belah pihak. Asas hukum merupakan suatu landasan yang paling luas bagi lahirnya peraturan hukum. Peraturan-peraturan hukum pada akhirnya bisa dikembalikan kepada asas-asas tersebut. Dengan demikian, asas hukum merupakan pikiran dasar yang bersifat umum dan terdapat dalam hukum positif atau keseluruhan peraturan perundang-undangan atau putusan-putusan hakim yang merupakan ciri-ciri umum 18 Subekti, Hukum Perjanjian, Cetakan 19, (Jakarta, Intermasa, 2005), hal Syahmin AK, Hukum Kontrak Internasional, (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2006), hal Ahmadi Miru, Hukum Kontrak dan Perancangan Kontrak, (Jakarta, Rajawali Pers, 2017), hal. 1

4 17 dari peraturan konkrit tersebut. Ada tiga belas asas perjanjian, akan tetapi menurut para sarjana perdata terdapat lima asas yang penting, yaitu: 1. Asas Kebebasan Berkontrak Kehendak para pihak yang diwujudkan dalam kesepakatan adalah merupakan dasar mengikatnya suatu perjanjian dalam hukum kontrak Perancis. Kehendak itu dapat dinyatakan dengan berbagai cara baik lisan maupun tertulis dan mengikat para pihak dengan segala akibat hukumnya (Donald Harris and Dennis Tallon) sebagaimana diketahui Code Civil Perancis mempengaruhi Burgerlijk Wetbook (BW) Belanda dan selanjutnya berdasarkan asas konkordansi maka BW Belanda diadopsi dalam KUH Perdata Indonesia. 21 Latar belakang lahirnya asas kebebasan berkontrak adalah adanya paham individualisme yang secara emberional lahir pada zaman Yunani, yang diteruskan oleh kaum Epicuristen dan berkembang pesat pada zaman renaisance melalui ajaran-ajaran Hugo de Groth, Thomas Hobbes, Jhon Locke dan Rosseau. Menurut paham individualisme, sistem orang bebas untuk memperoleh apa yang dikehendakinya. Dalam hukum kontrak asas ini diwujudkan dalam kebebasan berkontrak 22. Asas kebebasan berkontrak ini bermakna bahwa setiap orang bebas membuat perjanjian dengan siapapun, apapun isinya, apapun bentuknya sejauh tidak melanggar undang-undang, ketertiban umum dan kesusilaan Pasal 1337 dan Pasal 1338 KUH Perdata. Asas kebebasan berkontrak dapat dianalisis dari ketentuan Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata, yang dinyatakan bahwa : semua 21 Suharnoko, Hukum Perjanjian (Teori dan Analisis Kasus), (Jakarta, Kencana, 2014), hal Salim H.S., (1) Hukum Kontrak (Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak), (Jakarta, Sinar Grafika, 2009), hal 9.

5 18 perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya 23. Asas kebebasan berkontrak merupakan salah satu asas yang sangat penting dalam hukum kontrak. Asas kebebasan berkontrak ini oleh sebagian sarjana hukum biasanya didasarkan pada Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata dinyatakan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Demikian pula ada yang mendasarkan pada Pasa 1320 KUH Perdata yang menerangkan tentang syarat sahnya perjanjian. Asas kebebasan berkontrak adalah suatu asas yang memberikan kebebasan bagi para pihak untuk : a. Membuat atau tidak membuat perjanjian. b. Mengadakan perjanjian dengan siapapun. c. Menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya. d. Menentukan bentuk perjanjian, yaitu tertulis atau lisan. 24 Keempat hal tersebut dapat dilakukan dengan syarat tidak melanggar undangundang, ketertiban umum, dan kesusilaan. Asas kebebasan berkontrak merupakan suatu dasar yang menjamin kebebasan orang dalam melakukan kontrak. Hal ini tidak terlepas dari sifat Buku III KUH Perdata yang hanya merupakan hukum yang mengatur sehingga para pihak menyimpanginya (mengesampingkannya), kecuali terhadap pasal-pasal tertentu yang sifatnya memaksa. hal Ibid. 24 Handri Raharjo, Hukum Perjanjian DiIndonesia, (Yogyakarta, Pustaka Yustisia,2002),

6 19 2. Asas Konsensualisme (Persesuaian Kehendak) Pada mulanya, suatu perjanjian atau kesepakatan harus ditegaskan dengan sumpah, namun pada abad ke-13 pandangan tersebut telah dihapus oleh gereja kemudian terbentuklah paham bahwa dengan adanya kata sepakat di antara para pihak, suatu perjanjian sudah memiliki kekuatan mengikat. Asas ini dapat dinyatakan dalam Pasal 1320 KUH Perdata yang mensyaratkan adanya kesepakatan sebagai syarat sahnya suatu perjanjian, meskipun demikian perlu diperhatikan bahwa terhadap asas konsensualisme terdapat pengecualian, yaitu dalam perjanjian riil dan perjanjian formil yang mensyaratkan adanya penyerahan atau memenuhi bentuk tertentu yang disyaratkan oleh undang-undang. 25 Asas konsensualisme dapat disimpulkan dalam Pasal 1320 ayat (1) KUH Perdata 26 dalam pasal itu dinyatakan bahwa salah satu syarat sahnya perjanjian yaitu adanya kesepakatan kedua belah pihak. Asas konsensualisme merupakan asas yang menyatakan bahwa perjanjian pada umumnya tidak diadakan secara formal, tetapi cukup dengan adanya kesepakatan kedua belah pihak. Kesepakatan merupakan persesuaian antara kehendak dan pernyataan yang dibuat oleh kedua belah pihak, ini mengandung makna, suatu perjanjian dianggap telah terjadi pada saat salah satu pihak menyatakan sepakat (menyepakati) pokok perjanjian yang dinyatakan oleh pihak lainnya. Pernyataan tersebutlah yang dijadikan dasar kesepakatan (pernyataan kehendak) dari kedua belah pihak. 25 Herlien Budiono, Ajaran Umum Hukum Perjanjian dan Penerapannya di Bidang Kenotariata, (Bandung, Citra Aditya Bakti, 2010), hal Salim H.S (2), Perkembangan Hukum Kontrak Innominat di Indonesia, (Jakarta, Sinar Grafika, 2014, hal 10

7 20 3. Asas Kepastian Hukum (Pacta Sunt Servanda) Setiap orang yang membuat kontrak, dia terikat untuk memenuhi kontrak tersebut karena kontrak tersebut mengandung janji-janji yang harus dipenuhi dan janji tersebut mengikat para pihak sebagaimana mengikatnya undang-undang. Hal ini dapat dinyatakan pada Pasal 1338 ayat (1) yang dinyatakan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Asas pacta sunt servanda atau disebut juga dengan asas kepastian hukum. berhubungan dengan akibat perjanjian. Asas pacta sunt servanda merupakan asas bahwa hakim atau pihak ketiga harus menghormati substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak, sebagaimana layaknya sebuah undang-undang. Mereka tidak boleh melakukan intervensi terhadap substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak. Asas pacta sunt servanda dapat disimpulkan pada Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata, yang dinyatakan Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya Asas Iktikad Baik (Geode Trouw) Asas iktikad baik merupakan salah satu asas yang dikenal dalam hukum perjanjian. Ketentuan tentang iktikad baik ini dinyatakan dalam Pasal 1338 ayat (3). Begitu pentingnya iktikad baik tersebut sehingga dalam perundingperundingan atau perjanjian antara para pihak, kedua belah pihak akan berhadapan dalam suatu hubungan hukum khususnya yang dikuasai oleh iktikad baik dan hubungan khusus ini membawa akibat lebih lanjut bahwa kedua belah 27 Salim H.S, (1) Loc.Cit.

8 21 pihak itu harus bertindak dengan mengingat kepentingan-kepentingan yang wajar dari pihak lain. Bagi masing-masing calon pihak dalam perjanjian terdapat suatu kewajiban untuk mengadakan penyelidikan dalam batas-batas yang wajar terhadap pihak lawan sebelum menandatangani perjanjian atau masing-masing harus menaruh perhatian yang cukup dalam menutup perjanjian yang berkaitan dengan iktikad baik. 28 Ada dua asas makna iktikad baik, pertama, dalam kaitannya dengan pelaksanaan perjanjian sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata. Dalam kaitan ini iktikad baik atau bonafides diartikan perilaku yang patut dan layak antara dua belah pihak (redelijkheid en billikheid). Pengujian apakah suatu tingkah laku itu patut dan adil didasarkan pada norma-norma objektif yang tertulis. Kedua iktikad baik juga diartikan sebagai keadaan tidak mengetahui adanya cacat, seperti pembayaran dengan iktikad baik sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 1386 KUH Perdata. 29 Asas iktikad baik dapat disimpulkan dari Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata yang dinyatakan bahwa: Suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan iktikad baik. Dengan rumusan iktikad baik adalah bahwa suatu perjanjian yang dibuat hendaknya dari sejak perjanjian ditutup, perjanjian tersebut sama sekali tidak dimaksudkan untuk merugikan kepentingan debitur maupun kreditor, maupun pihak lain atau pihak ketiga lainnya di luar perjanjian Ahmadi Miru, Op.Cit, hal Yahman, Karakteristik Wanprestasi dan Tindak Pidana Penipuan, (Yang Lahir dari Hubungan Kontraktual (Jakarta, Kencana, 2014), hal Gunawan Widjaja dan Kartini Muljadi, (1) Seri Hukum Perikatan (Perikatan yang Lahir dari Perjanjian), (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2003), hal.80.

9 22 Walaupun iktikad baik para pihak dalam perjanjian sangat ditekankan pada tahap pra perjanjian, secara umum iktikad baik harus selalu ada pada tahap perjanjian, sehingga kepentingan pihak yang satu dapat diperhatikan oleh pihak lain. 5. Asas Kepribadian (Personalia) Asas kepribadian merupakan asas yang menentukan bahwa seseoang yang akan melakukan dan/atau membuat perjanjian hanya untuk kepentingan perorangan saja. Hal ini dapat dinyatakan pada Pasal 1315 dan Pasal 1340 KUH Perdata. Asas personalia dinyatakan pada Pasal 1315 KUH Perdata, dinyatakan bahwa Pada umumya tak seorangpun dapat mengikatkan diri atas nama sendiri atau meminta ditetapkannya suatu perjanjian daripada untuk dirinya sendiri. Suatu perjanjian hanya meletakkan hak-hak dan kewajiban-kewajiban antara para pihak yang membuatnya dan tidak mengikat orang lain (pihak ketiga). 31 Intinya ketentuan ini bahwa seseorang yang mengadakan perjanjian hanya untuk penting dirinya sendiri. Pasal 1340 KUH Perdata dinyatakan bahwa perjanjian hanya berlaku antar pihak yang membuatnya. Ini berarti bahwa perjanjian yang dibuat oleh para pihak hanya berlaku bagi mereka yang diintrodusir dalam Pasal 1317 KUH Perdata, yang dinyatakan dapat pula perjanjian diadakan untuk kepentingan pihak ketiga, bila suatu perjanjian yang dibuat untuk diri sendiri atau suatu pemberian orang lain, mengandung suatu syarat semacam itu. Pasal ini mengkonstruksikan bahwa 31 Ibid, hal. 15

10 23 seseorang dapat mengadakan perjanjian untuk kepentingan pihak ketiga, dengan suatu syarat yang ditentukan. Sedangkan pada Pasal 1318 KUH Perdata, tidak hanya mengatur perjanjian untuk diri sendiri, tetapi juga untuk kepentingan ahli warisnya dan untuk orang-orang yang memperoleh hakl daripadanya. 32 Asas kepribadian disimpulkan sebagai asas kepribadian yang berarti bahwa pada umumnya setiap pihak yang membuat perjanjian tersebut untuk kepentingannya sendiri atau dengan kata lain tidak seorangpun dapat membuat perjanjian untuk kepentingan pihak lain. Munir Fuady, beberapa asas lainnya dalam hukum perjanjian, yaitu:. 1. Pasal 1339 KUH Perdata menentukan bahwa suatu kontrak tidak hanya mengikat terhadap isi kontrak tersebut, melainkan mengikat dengan hal-hal yang merupakan kebiasaan. Suatu kontrak dagang misalnya juga mengikat dengan kebiasaan dagang, termasuk kebiasaan menafsirkan katakata dalam kontrak dagang (trade usage), seperti apabila kontrak jual beli satu rim kertas dimana satu rim kertas berisikan 400 lembar kertas, akan tetapi jika ada pembelian satu rim kertas dan satu rim tersebut berisikan 395 lembar, hal tersebut belum bisa dikatakan bahwa pihak penjual telah melakukan wanprestasi dengan mengirim 395 lembar kertas (bukan 400 lembar) sebab menurut kebiasaan dagang (trade usage), kelebihan atau kekurangan 10 lembar dalam satu rim dapat ditoleransi dan biasa dalam bisnis semacam itu. 2. Sutu pembuatan dan pelaksanaan kontrak tidaklah boleh melanggar prinsip kepentingan umum (openbaar orde) karena sesuai dengan prinsip hukum yang universal dan sangat mendasar bahwa kepentingan umum tidak boleh dikalahkan oleh kepentingan pribadi. Oleh karena itu, jika ada kontrak yang bertentangan dengan kepentingan/ketertiban umum, maka kontrak tersebut sudah pasti bertentangan dengan undang-undang yang berlaku yang menurut Pasal 1339 KUH Perdata, hal tersebut tidak dibenarkan. 33 Sedangkan menurut Mariam Darus Badrulzaman, menyatakan beberapa asas lain yang dinyatakan dalam KUH Perdata yaitu: 1. Asas kepercayaan. Seseorang yang mengadakan perjanjian dengan pihak lain menumbuhkan kepercayaan di antara kedua belah pihak itu bahwa satu sama lain akan memegang janjinya, dengan kata lain akan memenuhi prestasinya di belakang hari. Tanpa adanya kepercayaan itu, maka perjanjian itu tidak mungkin akan diadakan oleh para pihak. Dengan kepercayaan ini, kedua pihak 32 Salim H.S (2), Op.Cit, hal Munir Fuady, Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis), (Bandung, Citra Aditya Bakti, 2001), hal

11 24 mengikatkan dirinya dan untuk keduanya perjanjian itu mempunyai kekuatan mengikat sebagai undang-undang. 2. Asas persamaan hukum. Asas ini menempatkan para pihak di dalam persamaan derajat, tidak ada perbedaan, walaupun ada perbedaan kulit, bangsa, kekayaan, kekuasaan, jabatan, dan lain-lain. Masing-masing pihak wajib melihat adanya persamaan ini dan mengharuskan kedua pihak untuk menghormati satu sama lain sebagai manusia ciptaan Tuhan. 3. Asas keseimbangan. Asas ini menghendaki kedua pihak memenuhi dan melaksanakan perjanjian itu. Asas keseimbangan ini merupakan kelanjutan dari asas persamaan. Kreditur mempunyai kekuatan untuk menuntut prestasi dan jika diperlukan dapat menuntut pelunasan prestasi melalui kekayaan debitur, namun kreditur memikul pula beban untuk melaksanakan perjanjian itu dengan iktikad baik. Kedudukan kreditur yang kuat diimbangi dengan kewajibannya untuk memperhatikan iktikad baik sehingga kedudukan kreditur dan debitur seimbang. 4. Asas kepastian hukum. Perjanjian sebagai suuatu fitur hukum harus mengandung kepastian hukum. Kepastian ini terungkap dari kekuatan mengikat perjanjian itu yaitu sebagai undang-undang bagi para pihak. 5. Asas moral. Asas ini terlihat dalam perikatan wajar dimana suatu perbuatan sukarela dari seseorang tidak menimbulkan hak baginya untuk menggugat kontraprestasi dari pihak debitur juga hal ini terlihat di zaman zaakwarneming dimana seseorang yang melakukan suatu perbuatan dengan sukarela (moral) yang bersangkutan mempunya kewajiban (hukum) untuk meneruskan dan menyelesaikan perbuatannya, asas ini terdapat dalam Pasal 1339 KUH Perdata. Faktor-faktor yang memberikan motivasi pada yang bersangkutan melakukan perbuatan hukum itu berdasarkan pada kesusilaan (moral) sebagai panggilan dari hati nuraninya. 6. Asas kepatutan. Asas ini dituangkan dalam Pasal 1339 KUH Perdata, asas kepatutan di sini berkaitan dengan ketentuan mengenai isi perjanjian. Asas kepatutan ini harus dipertahankan karena melalui asas ini ukuran tentang hubungan ditentukan juga oleh rasa keadilan dalam masyarakat. 34 G. Jenis-Jenis Perjanjian Jenis-jenis perjanjian yang dimaksud adalah perjanjian yang bukan merupakan perjanjian yang bersahaja atau perjanjian yang dapat dilaksanakan dengan mudah karena para pihak hanya terdiri atas masing-masing satu orang dan objek perjanjiannya pun hanya satu macam, dan lain-lain yang terkait dengan perjanjian tersebut serba bersahaja Mariam Darus Badrulzaman, (1), Op.Cit, hal Ahmadi Miru, Op.Cit, hal 52.

12 25 Perjanjian yang tidak bersahaja yang dimaksud adalah sebagai berikut: 1. Perjanjian Bersyarat Perjanjian bersyarat adalah perjanjian yang digantungkan pada suatu peristiwa yang akan datang dan peristiwa tersebut belum tentu akan terjadi. Perjanjian bersyarat ini dapat dibagi dua, yaitu perjanjian dengan syarat tangguh dan kontak dengan syarat batal. Suatu perjanjian disebut perjanjian dengan syarat tangguh jika untuk lahirnya perjanjian tersebut digantungkan pada suatu peristiwa tertentu yang akan datang dan belum tentu akan terjadi sedangkan suatu perjanjian disebut perjanjian dengan syarat batal jika untuk batalnya atau berakhirnya perjanjian tersebut digantungkan pada suatu peristiwa yang akan datang dan belum tentu akan terjadi. Berkenaan dengan hukum perjanjian, pada asasnya suatu syarat batal selalu berlaku surut hingga saat lahirnya perjanjian. Suatu syarat batal adalah suatu syarat yang apabila terpenuhi, menghentikan perjanjiannya, dan membawa segala sesuatu kembali pada keadaan semula seolah-olah tidak pernah ada suatu perjanjian, demikianlah Pasal 1265 KUH Perdata. Berlaku syarat batal maksudnya adalah syarat yang apabila dipenuhi akan menghentikan atau mengakhiri perjanjiannya, dan membawa segala sesuatu kembali kepada keadaan semula seolah-olah tidak pernah ada suatu perjanjian. Berlakunya syarat batal ini berkaitan dengan adanya perjanjian bersyarat dengan syarat batal, yaitu perikatan yang berdasarkan pada peristiwa yang masih akan datang dan yang masih belum tentu terjadi secara membatalkan perikatan. Dengan demikian, syarat batal itu

13 26 mewajibkan si berpiutang untuk mengembalikan apa yang telah diterimanya, apabila peristiwa yang dimaksudkan itu terjadi Perjanjian dengan Ketetapan Waktu Perjanjian dengan ketentuan waktu dinyatakan dalam Buku III, Bab I, bagian 6 (enam) meliputi Pasal KUH Perdata. Perjanjian dengan ketentuan waktu adalah perjanjian yang berlaku atau hapusnya digantungkan kepada waktu atau peristiwa yang akan terjadi dan pasti terjadi. Pada umumnya jika peristiwanya belum tentu terjadi maka termasuk dalam perjanjian bersyarat. Dalam menentukan apakah sesuatu itu merupakan syarat atau ketentuan waktu, dengan melihat maksud dari para pihak Perjanjian Mana Suka atau Alternatif Perjanjian mana suka atau alternatif diatur dalam Pasal 1272 KUH Perdata sampai dengan Pasal 1277 KUH Perdata. Dalam perjanjian alternatif, debitur dalam memenuhi kewajibannya dapat memilih salah satu di antara prestasi yang telah ditentukan. Di sini alternatif didasarkan pada segi sisi dan maksud perjanjian. 38 Dalam hal terjadi perjanjian mana suka ini, debitur diperkenankan untuk memilih salah satu dari beberapa pilihan yang ditentukan dalam perjanjian. Hak untuk memilih dalam perjanjian mana suka ini selalu dianggap diberikan kepada debitur, kecuali kalau secara tegas hak memilih tersebut diberikan kepada kreditur Subekti, Op.Cit, hal Ahmadi Miru & Sakka Pati, Op.Cit, hal Salim. H.S. (3) Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW), (Jakarta, Sinar Grafika Offset, 2006), hal Ahmadi Miru, Op.Cit, hal 56.

14 27 4. Perjanjian Tanggung Renteng atau Tanggung Menanggung KUH Perdata tidak memberikan satu pengertian atau definisi perjanjian tanggung menanggung atau perjanjian tanggung renteng. 40 Berdasarkan ketentuan Pasal 1278 KUH Perdata dan Pasal 1280 KUH Perdata yang dinyatakan bahwa: Berdasarkan ketentuan Pasal 1278 KUH Perdata dan Pasal 1280 KUH Perdata dinyatakan bahwa suatu perjanjian tanggung-menanggung atau perjanjian tanggung renteng terjadi antara beberapa kreditur, jika dalam bukti persetujuan secara tegas kepada masing-masing diberikan hak untuk menuntut pemenuhan seluruh utang, sedangkan pembayaran yang dilakukan kepada salah seorang di antara mereka, membebaskan debitur meskipun perikatan itu menurut sifatnya dapat dipecah dan dibagi antara para kreditur tadi. 5. Perjanjian yang Dapat Dibagi dan Tak Dapat Dibagi Suatu perjanian, dapat atau tak dapat dibagi, adalah sekedar prestasinya dapat dibagi menurut imbangan, pembagian mana tidak boleh mengurangi hakikat prestasi itu. Soal dapat dibagi atau tidak dapat dibaginya suatu prestasi itu terbawa oleh sifat barang yang tersangkut di dalamnya, tetapi juga dapat disimpulkan dari maksud perikatan itu. Dapat dibagi menurut sifatnya, misalnya suatu perikatan untuk menyerahkan sejumlah barang atau sejumlah hasil bumi. Sebaliknya tak dapat dibagi kewajibannya untuk menyerahkan seekor kuda, karena kuda tidak dapat dibagi-bagi tanpa kehilangan hakikatnya Gunawan Wijaya dan Kartini Muljadi, (2) Penanggungan Utang dan Perikatan Tanggung Menanggung, (Jakarta, RajaGrafindo Persada, 2006), hal Subekti dan Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,(Jakarta, Pradnya Paramita, 2006), hal. 299

15 28 6. Perjanjian dengan ancaman hukuman Ancaman hukuman merupakan suatu klausul kontrak yang memberikan jaminan kepada kreditur bahwa debitur akan memenuhi prestasi, dan ketika debitur tidak memenuhi prestasi tersebut, debitur diwajibkan melakukan sesuatu atau menyerahkan sesuatu. Ancaman hukuman ini boleh diubah oleh hakim manakala debitur telah memenuhi sebagian prestasinya. Pada dasarnya ancaman hukuman adalah ganti kerugian yang ditetapkan lebih dahulu oleh para pihak manakala debitur lalai memenuhi prestasinya sehingga kreditor tidak diperkenankan menuntut prestasi pokok bersama-sama dengan ancaman hukumannya, kecuali kalau ancaman hukuman itu sekedar dijatuhkan terhadap keterlambatan pemenuhan prestasi. 42 Menurut Sutarno, perjanjian dapat dibedakan menjadi beberapa jenis yaitu: a. Perjanjian timbal balik adalah perjanjian yang dibuat dengan meletakkan hak dan kewajiban kepada kedua pihak yang membuat perjanjian. Misalnya perjanjian jual beli Pasal 1457 KUHPerdata dan perjanjian sewa menyewa Pasal 1548 KUH Perdata. Perjanjian jual beli hak dan kewajiban ada di kedua belah pihak. Pihak penjual berkewajiban menyerahkan barang yang dijual dan berhak mendapat pembayaran dan pihak pembeli berkewajiban membayar dan hak menerima barangnya. b. Perjanjian sepihak adalah perjanjian yang dibuat dengan meletakkan kewajiban pada salah satu pihak saja. Seperti perjanjian hibah. Dalam hibah ini kewajiban hanya ada pada orang yang menghibahkan yaitu memberikan 42 Subekti, Op.Cit, hal 2.

16 29 barang yang dihibahkan sedangkan penerima hibah tidak mempunyai kewajiban apapun. Penerima hibah hanya berhak menerima barang yang dihibahkan tanpa berkewajiban apapun kepada orang yang menghibahkan. c. Perjanjian dengan percuma adalah perjanjian menurut hukum terjadi keuntungan bagi salah satu pihak saja. Seperti hibah dan pinjam pakai Pasal 1666 dan 1740 KUH Perdata. d. Perjanjian konsensuil, riil dan formil perjanjian konsensuil adalah perjanjian yang dianggap sah apabila telah terjadi kesepakatan antara pihak yang membuat perjanjian. Perjanjian riil adalah perjanjian yang memerlukan kata sepakat tetapi barangnya harus diserahkan. Seperti perjanjian penitipan barang Pasal 1741 KUH Perdata dan perjanjian pinjam mengganti Pasal 1754 KUH Perdata. Perjanjian formil adalah perjanjian yang memerlukan kata sepakat tetapi undang-undang mengharuskan perjanjian tersebut harus dibuat dengan bentuk tertentu secara tertulis dengan akta yang dibuat oleh pejabat umum notaris atau Pejabat Pembuat Akta Tanah (selanjutnya disebut PPAT). Misalnya jual beli tanah, undang-undang menentukan akta jual beli harus dibuat dengan akta PPAT, perjanjian perkawinan dibuat dengan akta notaris. e. Perjanjian bernama atau khusus dan perjanjian tak bernama perjanjian bernama atau khusus adalah perjanjian yang telah diatur dengan ketentuan khusus dalam KUHPerdata Buku ke tiga Bab V sampai dengan bab XVIII. Seperti perjanjian jual beli, sewa menyewa, hibah dan lain-lain. Perjanjian tak bernama adalah perjanjian yang tidak diatur secara khusus dalam undang-

17 30 undang. Seperti perjanjian pembiayaan, perjanjian keagenan dan distributor, perjanjian kredit. 43 Berdasarkan jenis-jenis perjanjian di atas dapat disimpulkan bahwa semua jenis-jenis perjanjian tersebut di atas masing-masing mempunyai konsekuensi hukum bagi para pihak dalam perjanjian. 44 Jenis perjanjian yang digunakan dalam BPJS Kesehatan adalah perjanjian bersyarat sesuai dengan Pasal 1265 KUHPerdata, yang dinyatakan bahwa Suatu syarat batal adalah syarat yang bila dipenuhi akan menghapuskan perjanjian dan membawa segala sesuatu kembali pada keadaan semula, seolah-olah tidak pernah ada suatu perjanjian. H. Syarat Sahnya Suatu Perjanjian Suatu perjanjian oleh hukum dianggap sah apabila mengikat kedua belah pihak, maka perjanjian tersebut haruslah memenuhi syarat-syarat tertentu dapat dikatakan sebagai suatu perjanjian yang sah dan sebagai akibatnya, perjanjian tersebut akan mengikat sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Oleh karena itu, agar keberadaan suatu perjanjian diakui oleh undang-undang, haruslah sesuai dengan syarat-syarat yang telah ditentukan oleh undang-undang. Syarat sah perjanjian dinyatakan dalam Pasal 1320 KUH Perdata, yaitu: 1. Kesepakatan Syarat yang pertama sahnya suatu perjanjian adalah adanya kesepakatan (konsensus) para pihak. Kesepakatan ini dinyatakan dalam Pasal 1320 ayat (1) 43 Sutarno, Aspek-aspek Hukum Perkreditan Pada Bank, (Bandung, Alfabeta, 2003), hal Munir Fuady, Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis)cetakan kedua, (Bandung, Citra Aditya Bakti, 2007), hal 3

18 31 KUHPerdata. Kesepakatan adalah persesuaian pernyataan kehendak antara satu orang atau lebih dengan pihak lainnya. 45 Adanya kesepakatan para pihak untuk mengikatkan diri artinya bahwa semua pihak menyetujui atau sepakat mengenai materi yang diperjanjikan, dalam hal ini tidak terdapat unsur paksaan ataupun penipuan. Hal ini berdasarkan dalam ketentuan Pasal 1321 yang dinyatakan bahwa tiada sepakat yang sah apabila sepakat itu diberikan karena kekhilafan atau diperolehnya karena paksaan.adanya paksaan dimana seseorang melakukan perbuatan karena takut ancaman Pasal 1324 KUH Perdata, adanya penipuan yang tidak hanya mengenai kebohongan tetapi juga adanya tipu muslihat Pasal 1328 KUH Perdata. Terhadap perjanjian yang dibuat atas dasar sepakat berdasarkan alasan-alasan tersebut, dapat diajukan pembatalan. 2. Kecakapan Kecakapan yang dimaksud dalam Pasal 1320 ayat (2) KUH Perdata syarat kedua yaitu kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum. Kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum diartikan sebagai kemungkinan untuk melakukan perbuatan hukum secara mandiri yang mengikatkan diri sendiri tanpa dapat diganggu gugat. 46 Kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum pada umumnya diukur dari usia dewasa atau cukup umur, dikatakan dewasa bagi mereka yang sudah berumur 21 tahun dengan landasan Pasal 1330 KUH Perdata. Sementara pada sisi lain menggunakan standard usia 18 tahun, sebagai Pasak 47 juncto Pasal 50 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. 45 Salim H.S, (2), Op.Cit, hal Yahman, Op.Cit, hal 58-59

19 32 Menurut Pasal 1330 KUH Perdata yang dimaksud tidak cakap untuk membuat suatu perjanjian, yaitu: a. Orang-orang yang belum dewasa. b. Mereka yang dibawah pengampunan. c. Perempuan dalam hal yang ditetapkan oleh undang-undang dan pada umumnya semua orang kepada siapa undang-undang telah melarang membuat persetujuan tertentu. Berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 3 Tahun 1963 ketentuan mengenai kedudukan wanita telah bersuami itu diangkat sama dengan pria, untuk mengadakan perbuatan hukum dan menghadap di depan pengadilan tidak memerlukan bantuan suaminya dengan demikian sub ketiga dari Pasal 1330 KUH Perdata telah dihapus. Pasal 330 KUH Perdata dinyatakan bahwa : Belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap 21 tahun dan tidak kawin sebelum mereka genap 21 tahun, maka mereka kembali berstatus belum dewasa. Mereka yang belum dewasa dan tidak di bawah kekuasaan orang tua berada di bawah perwalian atas dasar dan dengan rasa. Dari uraian tentang usia dewasa dapat disimpulkan bahwa dewasa adalah bagian mereka yang sudah genap umur 21 tahun Suatu Hal Tertentu Suatu hal tertentu berarti bahwa sesuatu yang diperjanjikan atau yang menjadi objek perjanjian harus jelas, dan dapat ditentukan jenisnya. Di dalam berbagai literatur disebutkan bahwa yang menjadi objek perjanjian adalah prestasi (pokok 47 Ibid

20 33 perjanjian). Prestasi adalah apa yang menjadi kewajiban debitur dan apa yang menjadi hak kreditur. Prestasi ini terdiri dari perbuatan positif dan negatif. Prestasi terdiri atas: a. Memberikan sesuatu. b. Berbuat sesuatu, dan c. Tidak berbuat sesuatu Pasal 1234 KUH Perdata 48 Yang menjadi prestasi perjanjian adalah menyerahkan hak atas rumah itu dan menyerahkan uang harga dari pembelian rumah itu. Misalnya dalam perjanjian kerja, maka yang menjadi pokok perjanjian adalah melakukan pekerjaan dan membayar upah. Dalam suatu kontrak objek perjanjian harus jelas dan ditentukan oleh para pihak, objek perjanjian tersebut dapat berupa barang maupun jasa. Hal tertentu ini dalam perjanjian disebut prestasi yang dapat berwujud barang, keahlian atau tenaga, dan tidak berbuat sesuatu. Untuk menentukan barang yang menjadi objek perjanjian, dapat dipergunakan berbagai cara seperti: menghitung, menimbang, mengukur, atau menakar. Sementara itu, untuk menentukan jasa, harus ditentukan apa yang harus dilakukan oleh salah satu pihak Suatu Sebab Yang Halal Sebab adalah suatu yang menyebabkan orang membuat perjanjian, yang mendorong orang untuk membuat perjanjian, yang dimaksud dengan sebab yang halal dalam Pasal 1320 KUH Perdata itu bukanlah sebab dalam arti yang menyebabkan atau yang mendorong orang membuat perjanjian, melainkan sebab 48 Salim HS. (2) Op.Cit, hal Gunawan Wijaya dan Kartini Muljadi, (1) Op. Cit, hal 93

21 34 dalam arti isi perjanjian itu sendiri yang menggambarkan tujuan yang akan dicapai oleh pihak-pihak. 50 Pengertian suatu sebab yang halal ialah bukan hal yang menyebabkan perjanjian, tetapi isi perjanjian itu sendiri. Isi perjanjian tidak boleh bertentangan dengan undang-undang kesusilaan maupun ketertiban umum menurut Pasal 1337 KUH Perdata. 51 Keempat unsur tersebut selanjutnya, dalam doktrin ilmu hukum yang berkembang, digolongkan ke dalam: a. Dua unsur pokok yang menyangkut subjek (pihak) yang mengadakan perjanjian (unsur subjektif), dan; b. Dua unsur pokok lainnya yang berhubungan langsung dengan objek perjanjian (unsur objektif). Unsur subjektif mencakup adanya unsur kesepakatan secara bebas dari para pihak yang berjanji, dan kecakapan dari pihak-pihak yang melaksanakan perjanjian. Sedangkan unsur objektif meliputi keberadaan dari pokok persoalan yang merupakan objek yang diperjanjikan, dan causa dari objek yang berupa prestasi yang disepakati untuk dilaksanakan tersebut haruslah sesuatu yang tidak dilarang atau diperkenankan menurut hukum. Tidak terpenuhinya salah satu unsur dari keempat unsur tersebut menyebabkan cacat dalam perjanjian, dan perjanjian tersebut diancam dengan kebatalan, baik dalam bentuk dapat dibatalkan (jika terdapat pelanggaran terhadap unsur subjektif), maupun batal demi hukum (dalam hal tidak terpenuhinya unsur objektif), dengan 50 Ahmadi Miru, Op. Cit. hal Mariam Darus Badrulzaman, (2) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Buku III Tentang Hukum Perikatan dengan Penjelasan, Edisi II, Cet. I (Bandung, Alumni, 1996), hal 26

22 35 pengertian bahwa perikatan yang lahir dari perjanjian tersebut tidak dapat dipaksakan pelaksanaannya 52 I. Prestasi dan Wanprestasi/Pembelaan Debitur Yang Wanprestasi Wanprestasi atau dikenal dengan istilah ingkar janji, yaitu kewajiban dari dibitur untuk memenui suatu prestasi, jika dalam melaksanakan kewajiban bukan terpengaruh karena keadaan, maka debitur dianggap telah melakukan ingkar janji. Perkataan wanprestasi berasal dari bahasa Belanda, yaitu berarti prestasi buruk (wanbeheer yang berarti pengurusan buruk, wabdadad perbuatan buruk). 53 Pelanggaran hak-hak kontraktual menimbulkan kewajiban ganti rugi berdasarkan wanprestasi sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 1236 KUH Perdata (untuk prestasi memberikan sesuatu) dan Pasal 1239 KUH Perdata (untuk prestasi berbuat sesuatu). Kemudian berkenaan dengan wanprestasi dalam Pasal 1234 BW dinyatakan bahwa penggantian biaya, rugi, dan bunga karena tak dipenuhinya suatu perikatan, abrulah mulai diwajibkan apabila siberutang setelah dinyatakan lalai memenuhi perikatannya, tetap melalaikannya, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dibuatnya, hanya dapat diberikan atau dibuat dalam tenggang waktu yang telah dilampauinya. Menurut Setiawan, 54 dalam praktik sering dijumpai ingkar janji dalam hukum perdata, ada tiga bentuk ingkar janji : a. Tidak memenuhi prestasi sama sekali. b. Terlambat memenuhi prestasi. 52 Gunawan Widjaja dan Kartini Muljadi, (1) Loc. Cit. 53 Subekti, Op.Cit., hal Setiawan, R. Pokok-Pokok Hukum Perikatan, (Bandung, Bina Cipta, 1994), hal 18

23 36 c. Memenuhi prestasi secara tidak baik. Sehubungan dengan perbedaan ingkar janji seperti tersebut diatas, timbul suatu persoalan bagaimana jika debitur yang tidak memenuhi prestasi tepat pada waktunya harus dianggap terlambat atau tidak memenuhi prestasi, maka debitur dapat dikatakan tidak memenuhi prestasi sama sekali. Adapun debitur masih dapat diharapkan memenuhi prestasi. Jika tidak memenuh prestasi secara baik, maka debitur dianggap terlambat memenuh prestasi secara tidak baik. Menurut Subekti, 55 wanprestasi (kelalaian atau kealpaan) seorang debitur dapat berupa empat jenis yaitu : a. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya. b. Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana dijanjikan. c. Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat. d. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya. Sedangkan menurut M. Yahya Harahap 56 secara umum wanprestasi yaitu, pelaksanaan kewajiban yang tidak tepat pada waktunya atau dilakukan tidak menurut selayaknya. Kalau begitu seorang debitur disebutkan dan berada dalam keadaan wanprestasi, apabila dia dalam melakukan pelaksanaan prestasi dalam perjanjian telah lalai, sehingga terlambat dari jadwal waktu yang ditentukan atau dalam melaksanakan suatu prestasi tidak menurut sepatunya atau selayaknya. Dalam membericarakan wanprestasi tidak terlepas dari masalah pernyataan lalai (ingebrekke stelling) dan kelalaian (verzuim). Akibat yang timbul dari wanprestasi ialah keharusan bagi debitur membayar ganti atau dengan 55 Subketi, Op.Cit., hal M. Yahya Harahap, Segi- Segi Hukum Perjanjian, (Bandung, Alumni, 1986), hal. 60.

24 37 adanya wanprestasi salah satu pihak, maka pihak yang lainnya dapat menuntut pembatalan kontrak/perjanjian. 57 Wanprestasi terjadi disebabkan kerena adanya kesalahan, kelalaian, dan kesengajaan. Debitur kewajiban untuk menyerahkan sesuatu barang, tidak ada kewajiban untuk memelihara barang sebagaimana disyaratkan oleh undangundang, bertanggung jawab atas berkurangnya nilai harga barang tersebut karena kesalahan. Yang dimaksud adanya kesalahan, harus dipenuhi syarat-syarat, 58 yaitu sebagai berikut : 1. Perbuatan yang dilakukan harus dapat dihindarkan. 2. Perbuatan tersebut dapat dipersalahkan kepada sipembuat yaitu bahwa ia dapat menduga tentang akibatnya. Suatu akbat itu dapat diduga atau tidak, untuk mengukur atau mengetahui dugaan akibat itu dilihat dari unsur objektif dan subjektif. Objektif, yaitu apabila kondisi normal akibat tersebut sudah dapat diduga, sedangkan unsur subjektif yaitu akibat yang diduga menurut penilaian seorang ahli. Kesalahan mempunyai dua pengertian, yaitu kesalahan dalam arti luas yang meliputi unsur kesengajaan dan kelalaian dalam arti sempit yang menyangkut kelalaian saja. 59 Kesengajaan merupakan perbuatan nyang dilakukan dengan diketahui dan dikehendaki. Oleh karena itu, saat terjadinya kesengajaan tidak diperlukan adanya maksud untuk menimbulkan kerugian kepada orang lain, cukup diketahui dan si pelaku tetap melakukan perbuatan tersebut. Sedangkan kelalaian merupakan 57 Ibid 58 Ibid, hal Ibid, hal 67

25 38 sebuah perbuatan. Dimana seorang pelaku mengetahui akan kemungkinan terjadinya akibat yang merugikan orang lain. Untuk menentukan unsur kelalaian atau kealpaan tidaklah mudah perlu dilakukan pembuktikan, karena seringkali tidak dijanjikan dengan tepat kapan sesuatu pihak diwajibkan melakukan prestasi yang dijanjikan. Misalnya dalam jual beli barang tidak ditetapkan kapan barangnya harus diantar kepada pembeli, atau kapan pembeli harus membayar uang harga barang tadi. Yang paling mudah untuk menetapkan seorang melakukan wanprestasi ialah dalam perjanjian yang bertujuan untuk tidak melakukan suatu perbuatan. Apabila orang itu melakukannya berarti ia melanggar perjanjian, ia dapat dikatakan melakukan wanprestasi. 60 Prestasi adalah suatu hubungan hukum yang lahir karena perjanjian dan senantiasa melibatkan minimal dua pihak, yaitu pihak debitur dan pihak kreditur. Debitur wajib melakukan suatu prestasi, dan prestasi inilah yang dikenal sebagai objek dari perjanjian. 61 Dasar perjanjian adalah kesepakatan para pihak yang akan menimbulkan prestasi, apabila salah satu pihak tidak memenuhi prestasi dalam perjanjian akan menimbulkan ingkar janji (wanprestasi) jika memang dapat dibuktikan bukan karena overmacht atau keadaan memaksa. Perkataan wanprestasi berasal dari bahasa Belanda, yang artinya prestasi buruk. Adapun yang dimaksud wanprestasi 60 Subketi, Op.Cit., hal Arus Akbar Silondae, Andi Fariana, Aspek Hukum dalam Ekonomi dan Bisnis, (Medan, Mitra Wacana Media, 2012), hal 7

26 39 adalah suatu keadaan yang dikarenakan kelalaian atau kesalahannya, debitur tidak dapat memenuhi prestasi seperti yang telah ditentukan dalam perjanjian. 62 Pembelaan debitur yang dituduh lalai untuk membebaskan diri, yaitu: 1. Keadaan memaksa (overmacht atau force majeur). KUHPerdata soal keadaan memaksa dinyatakan dalam Pasal Dua pasal ini terdapat dalam bagian yang mengatur tentang ganti rugi. Dasar pikiran pembuat undang-undang adalah keadaan memaksa yaitu suatu alasan untuk dibebaskan dari kewajiban membayar ganti rugi. Pasal 1244 dinyatakan bahwa jika ada alasan untuk itu, di berhutang harus dihukum mengganti biaya, rugi dan bunga, bila ia tidak membuktikan, bahwa hal tidak dilaksanakan atau tidak pada waktu yang tepat dilaksanakannya perjanjian itu disebabkan karena suatu hal tak terduga, pun tak dapat dipertanggungjawabkan padanya, kesemuanya itu pun jika itikad buruk tidak ada pada pihaknya, Pasal 1245 dinyatakan bahwa tidaklah biaya, rugi dan bunga harus digantinya, apabila karena karena keadaan memaksa atau karena suatu kejadian yang tak disengaja, si berutang berhalangan memberikan atau berbuat sesuatu yang diwajibkan atau karena hal-hal yang sama telah melakukan perbuat yang terlarang. 63 Dari pasal-pasal tersebut di atas dapat dilihat bahwa keadaan memaksa itu adalah suatu kejadian yang tak terduga, tak disengaja dan tak dapat dipertanggungjawabkan kepada debitur serta memaksa dalam arti debitur terpaksa tdak dapat menepati janjinya. 62 Nindyo Pramono, Hukum Komersil (Jakarta, Pusat Penerbitan UT, 2003), hal Subekti, Op.Cit, hal 56

27 40 Dalam pada itu dapat terjadi suatu peristiwa yang tak terduga di luar kesalahan pihak debitur, tetapi segala akibat peristiwa itu harus dipikulkan kepadanya, karena debitur telah menyanggupinya atau karena penanggungan segala akibat itu termaktub dalam sifatnya perjanjian. 2. Mengajukan bahwa si berpiutang (kreditur) sendiri juga telah lalai (Exceptio non adimpleti contractus) Prinsip atau asas hukum merupakan pikiran-pikiran dasar yang terdapat di dalam sistem hukum masing-masing yang dirumuskan dalam aturan perundangundangan dan putusan-putusan hakim. 64 Prinsip hukum diperlukan sebagai dasar pembentukan aturan hukum dan sekaligus sebagai dasar dalam menyelesaikan persoalan hukum yang timbul manakala aturan hukum yang tersedia tidak memadai. Prinsip hukum merupakan metanorma yang dapat dijadikan landasan pembentukan suatu peraturan perundang-undangan dan dapat pula dijadikan dasar bagi hakim di dalam menemukan suatu hukum terhadap kasus-kasus yang sedang dihadapinya untuk diputuskan ketika hakim tidak dapat merujuk kepada aturan hukum positif. 65 Dengan pembelaan ini si debitur yang dituduh lalai dan dituntut membayar ganti rugi itu mengajukan di depan hakim bahwa kreditur sendiri juga tidak menepati janjinya. Dalam setiap perjanjian timbal balik, dianggap ada suatu asas bahwa kedua belah pihak harus sama-sama melakukan kewajibannya. Dalam 64 M. Hadi Shubhan. Hukum Kepailitan Prinsip, Norma, dan Praktik di Peradilan, (Surabaya, Kencana Prenada Media Group, 2008), hal Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, (Yogyakarta, Liberty, 2005), hal. 34

28 41 Pasal 1478 KUH Perdata dinyatakan si penjual tidak diwajibkan menyerahkan barangnya, jika si pembeli belum membayar harganya, sedangkan si penjual tidak mengizinkan penundaaan pembayaran tersebut. Berdasarkan perjanjian timbal balik yang mana kewajiban para pihak berhubungan sangat erat antara satu sama lain, maka kiranya dapat diterima, bahwa jika pihak yang satu menuntut pemenuhan kewajiban dari pihak yang lain, maka pihak tersebut sudah seharusnya melaksanakan kewajiban sebagaimana yang telah disepakati di dalam perjanjian. 3. Mengajukan bahwa kreditur telah melepaskan hak nya unuk menuntut ganti rugi (rechtsverwerking). Alasan lain yang dapat membebaskan debitur yang dituduh melakukan kelalaian dalam melaksanakan prestasi dan memberikan alasan untuk menolak pembatalan perjanjian adalah pelepasan hak atau rechtsverwerking. Maksud dari hal tersebut adalah suatu sikap dari pihak kreditur yang dapat disimpulkan oleh pihak debitur bahwa pihak kreditur tidak akan menuntut ganti rugi dari pihak debitur. J. Berakhirnya Suatu Perjanjian Berakhirnya suatu perjanjian dinyatakan pada Pasal 1381 KUHPerdata. Dengan berakhirnya suatu perjanjian adalah selesainya atau hapusnya sebuah perjanjian yang diadakan oleh dua pihak yaitu kreditur dan debitur tentang sesuatu hal. Pihak kreditur adalah pihak atau orang yang berhak atas suatu prestasi, sedangkan debitur adalah pihak yang berkewajiban untuk memenuhi prestasi. Bisa

29 42 berarti segala perbuatan hukum yang dilakukan oleh kedua pihak, bisa jual beli, utang piutang, sewa menyewa. 66 Pasal 1381 KUHPerdata berakhirnya suatu perjanjian disebabkan: 1. Sebab Pembayaran Pembayaran yang dimaksud pada bagian ini berbeda dari istilah pembayaran yang dipergunakan dalam percakapan sehari-hari karena pembayaran dalam pengertian sehari-hari harus dilakukan dengan menyerahkan uang sedangkan menyerahkan barang selain uang tidak disebut sebagai pembayaran, tetapi pada bagian ini yang dimaksud dengan pembayaran adalah segala bentuk pemenuhan prestasi Sebab Penawaran Pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan atau penitipan, apabila seorang kreditur menolak pembayaran yang dilakukan oleh debitur, debitur dapat melakukan penawaran pembayaran tunai atas utangnya, dan jika kreditur masih menolak, debitur dapat menitipkan uang atau barangnya di pengadilan. Penawaran pembayaran yang diikuti dengan penitipan uang atau barang di pengadilan, membebaskan debitur dan berlaku baginya pembayaran asal penawaran itu dilakukan berdasarkan undangundang, dan apa yang dititipkan itu merupakan atas tanggungan kreditur Sebab Pembaharuan Utang (Novasi) Menurut Pasal 1413 KUHPerdata pembaharuan utang terjadi karena: 66 Salim HS, (2), Op.Cit, hal Ahmadi Miru, Op.Cit, hal Ibid, hal 96.

30 43 a. Apabila antara kedua belah pihak diadakan perjanjian baru untuk mengganti perjanjian lama yang degan ini dihapuskan b. Apabila subjek uang dibebani kewajiban diganti subjek baru dan dengan demikian subjek lama dikeluarkan dari kewajiban c. Apabila subjek yang berhak diganti dengan subjek baru dan dengan demikian subjek lama tidak berhak lagi. 69 Pasal 1415 KUH Perdata menekankan bahwa adanya suatu pembaharuan hutang harus terang ternyata dari perbuatan hukum dari para pihak tidak boleh hanya dianggap saja. 4. Sebab Perjumpaan Utang atau Kompensasi Perjumpaan utang atau kompensasi ini terjadi jika antar dua pihak saling berutang antara satu dengan yang lain sehingga apabila utang tersebut masing-masing diperhitungkan dan sama nilainya, kedua belah pihak akan bebas dari utangnya. Perjumpaan utang ini terjadi secara hukum walaupun hal itu tidak diketahui oleh debitur. Perjumpaan utang hanya dapat terjadi jika utang tersebut berupa uang atau barang habis karena pemakaian yang sama jenisnya serta dapat ditetapkan dan jatuh tempo Sebab percampuran utang (konfusio) Apabila kedudukan kreditur dan debitur berkumpul pada satu orang, utang tersebut hapus demi hukum. Dengan demikian percampuran utang tersebut juga dengan sendirinya menghapuskan tanggung jawab penanggungan utang. Namun, sebaliknya, apabila percampuran utang terjadi pada hal Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Perjanjian, (Bandung, Mandar Maju, 2011), 70 Ahmadi Miru, Op.Cit, hal 102.

31 44 penanggung utang, tidak dengan sendirinya menghapuskan utang pokok. Demikian pula percampuran utang terhadap salah seorang piutang tanggung menanggung tersebut tidak dengan sendirinya menghapus utang kawankawan berutangnya. 71 Percampuran hutang terjadi akibat keadaan bersatunya kedudukan kreditur dan debitur pada satu orang. Dengan bersatunya kedudukan dehitur pada satu orang dengan sendirinya menurut hukum telah terjadi percampuran hutang sesuai dengan Pasal 1435 KUH Perdata. 6. Sebab Pembebasan Utang Pembebasan utang adalah suatu perbuatan yang dilakukan oleh kreditur yang membebaskan debitur dari kewajibannya untuk memenuhi prestasi atau utang berdasarkan pada perikatanya kepada kreditur tersebut. Pembebasan utang menghapuskan perikatan yang melahirkan utang yang sedianya harus dipenuhi atau dilaksanakan oleh debitur tersebut. 72 Namun demikian pembebasan utang tidak dapat terjadi hanya dengan pernyataan, tetapi untuk adanya kepastian hukum dan agar adanya bukti yang kuat maka pernyataan itu harus merupakan tindakan dari kreditur. Misalnya dengan mengembalikan surat piutang kepada debitur. 7. Sebab Musnahnya Barang Yang Terutang Jika suatu barang tertentu yang dijadikan objek perjanjian musnah, tidak dapat lagi diperdagangkan, atau hilang, hapuslah perikatannya, kecuali 71 Ibid, hal Gunawan Widjaya dan Kartini Muljadi (3), Hapusnya Perikatan (Jakarta, RajaGrafindo Persada. 2002), hal 171.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Pasal 1313 KUH Perdata menyatakan Suatu perjanjian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Di dalam Buku III KUH Perdata mengenai hukum perjanjian terdapat dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. Perjanjian menurut pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. Perjanjian menurut pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN A. Perjanjian Dalam istilah perjanjian atau kontrak terkadang masih dipahami secara rancu, banyak pelaku bisnis mencampuradukkan kedua istilah tersebut seolah merupakan

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM

BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM A. Segi-segi Hukum Perjanjian Mengenai ketentuan-ketentuan yang mengatur perjanjian pada umumnya terdapat dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata pada Buku

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS. dapat terjadi baik karena disengaja maupun tidak disengaja. 2

BAB III TINJAUAN TEORITIS. dapat terjadi baik karena disengaja maupun tidak disengaja. 2 BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Wanprestasi 1. Pengertian Wanprestasi Wanprestasi adalah tidak memenuhi atau lalai melaksanakan kewajiban sebagaimana yang ditentukan dalam perjanjian yang dibuat antara kreditur

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. tertulis atau dengan lisan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. tertulis atau dengan lisan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, perjanjian adalah persetujuan tertulis atau dengan lisan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA BAB III TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Perjanjian Dalam Pasal 1313 KUH Perdata, bahwa suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang

Lebih terperinci

istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan Overeenkomst dari bahasa belanda atau Agreement dari bahasa inggris.

istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan Overeenkomst dari bahasa belanda atau Agreement dari bahasa inggris. BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN A.Pengertian perjanjian pada umumnya a.1 Pengertian pada umumnya istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan dari istilah Overeenkomst

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Dari ketentuan pasal di atas, pembentuk Undang-undang tidak menggunakan

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Dari ketentuan pasal di atas, pembentuk Undang-undang tidak menggunakan BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA A. Pengertian Perjanjian Dalam Pasal 1313 KUH Perdata bahwa perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. 11

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. 11 BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA A. Pengertian Perjanjian Dalam Pasal 1313 KUH Perdata bahwa perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN WANPRESTASI. Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst,

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN WANPRESTASI. Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst, BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN WANPRESTASI A. Pengertian Perjanjian Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst, Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata)

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG PERJANJIAN

BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG PERJANJIAN BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Dalam Pasal 1313 KUH Perdata, bahwa suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA. antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan sebuah kewajiban untuk

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA. antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan sebuah kewajiban untuk BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA A. Pengertian Perjanjian Jual Beli Menurut Black s Law Dictionary, perjanjian adalah suatu persetujuan antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. terwujud dalam pergaulan sehari-hari. Hal ini disebabkan adanya tujuan dan

BAB II PERJANJIAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. terwujud dalam pergaulan sehari-hari. Hal ini disebabkan adanya tujuan dan BAB II PERJANJIAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA A. Pengertian Perjanjian Hubungan antara manusia yang satu dengan manusia yang lainnya selalu terwujud dalam pergaulan sehari-hari. Hal ini disebabkan

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS. Dalam Pasal 1233 KUH Perdata menyatakan, bahwa Tiap-tiap perikatan dilahirkan

BAB III TINJAUAN TEORITIS. Dalam Pasal 1233 KUH Perdata menyatakan, bahwa Tiap-tiap perikatan dilahirkan BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Pengertian Perjanjian Dalam Pasal 1233 KUH Perdata menyatakan, bahwa Tiap-tiap perikatan dilahirkan baik karena persetujuan, baik karena undang-undang, ditegaskan bahwa setiap

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA. 2.1 Pengertian Perjanjian Kerjasama dan Tempat Pengaturannya

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA. 2.1 Pengertian Perjanjian Kerjasama dan Tempat Pengaturannya 36 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA 2.1 Pengertian Perjanjian Kerjasama dan Tempat Pengaturannya Perjanjan memiliki definisi yang berbeda-beda menurut pendapat para ahli yang satu dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN. dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN. dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN A.Pengertian Perjanjian Suatu perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, WANPRESTASI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, WANPRESTASI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, WANPRESTASI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN 2.1 Perjanjian 2.1.1 Pengertian Perjanjian Definisi perjanjian diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Selanjutnya

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI. undang-undang telah memberikan nama tersendiri dan memberikan

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI. undang-undang telah memberikan nama tersendiri dan memberikan A. Pengertian Perjanjian Jual Beli BAB II PERJANJIAN JUAL BELI Jual beli termasuk dalam kelompok perjanjian bernama, artinya undang-undang telah memberikan nama tersendiri dan memberikan pengaturan secara

Lebih terperinci

BAB II PENGERTIAN PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Manusia dalam hidupnya selalu mempunyai kebutuhan-kebutuhan atau

BAB II PENGERTIAN PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Manusia dalam hidupnya selalu mempunyai kebutuhan-kebutuhan atau BAB II PENGERTIAN PERJANJIAN PADA UMUMNYA Manusia dalam hidupnya selalu mempunyai kebutuhan-kebutuhan atau kepentingan-kepentingan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Manusia di dalam memenuhi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan tentang Perjanjian Pada Umumnya 1. Pengertian dan Dasar Hukum Perjanjian Pengertian perjanjian di dalam Buku III KUH Perdata diatur di dalam Pasal 1313 KUH Perdata,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst, mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst, mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teori 2.1.1. Pengertian Perjanjian dan Wanprestasi Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst, Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN 21 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian dan Jenis-jenis Perjanjian Definisi perjanjian telah diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) Pasal 1313, yaitu bahwa

Lebih terperinci

ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN BAKU 1 Oleh: Dyas Dwi Pratama Potabuga 2

ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN BAKU 1 Oleh: Dyas Dwi Pratama Potabuga 2 ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN BAKU 1 Oleh: Dyas Dwi Pratama Potabuga 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian adalah untuk mengetahui bagaimana ketentuan hukum mengenai pembuatan suatu kontrak

Lebih terperinci

URGENSI PERJANJIAN DALAM HUBUNGAN KEPERDATAAN. Rosdalina Bukido 1. Abstrak

URGENSI PERJANJIAN DALAM HUBUNGAN KEPERDATAAN. Rosdalina Bukido 1. Abstrak URGENSI PERJANJIAN DALAM HUBUNGAN KEPERDATAAN Rosdalina Bukido 1 Abstrak Perjanjian memiliki peran yang sangat penting dalam hubungan keperdataan. Sebab dengan adanya perjanjian tersebut akan menjadi jaminan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA A. Pengertian perjanjian Istilah perjanjian tanpa adanya penjelasan lebih lanjut menunjuk pada perjanjian obligator, yaitu

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS. landasan yang tegas dan kuat. Walaupun di dalam undang-undang tersebut. pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata:

BAB III TINJAUAN TEORITIS. landasan yang tegas dan kuat. Walaupun di dalam undang-undang tersebut. pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata: BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Tinjauan Umum Perjanjian Kerja 1. Pengertian Perjanjian Kerja Dengan telah disahkannya undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UUKK) maka keberadaan perjanjian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Suatu perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak untuk menuntut sesuatu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN. Kata perjanjian berasal dari terjemahan overeenkomst dan

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN. Kata perjanjian berasal dari terjemahan overeenkomst dan BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Kata perjanjian berasal dari terjemahan overeenkomst dan verbintenis, yang diterjemahkan dengan menggunakan istilah perjanjian maupun persetujuan.

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015 PEMBERLAKUAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK MENURUT HUKUM PERDATA TERHADAP PELAKSANAANNYA DALAM PRAKTEK 1 Oleh : Suryono Suwikromo 2 A. Latar Belakang Didalam kehidupan sehari-hari, setiap manusia akan selalu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN KREDIT. Perjanjian kredit merupakan salah satu jenis perjanjian yang segala

BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN KREDIT. Perjanjian kredit merupakan salah satu jenis perjanjian yang segala BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN KREDIT A. Perjanjian Kredit Perjanjian kredit merupakan salah satu jenis perjanjian yang segala ketentuan umumnya didasarkan pada ajaran umum hukum perikatan yang terdapat

Lebih terperinci

Hukum Perjanjian menurut KUHPerdata(BW)

Hukum Perjanjian menurut KUHPerdata(BW) Hukum Perjanjian menurut KUHPerdata(BW) Pengertian Perjanjian Pasal 1313 KUHPerdata: Suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Oleh: Nama

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS. ataulebih. Syarat syahnya Perjanjian menurut pasal 1320 KUHPerdata :

BAB III TINJAUAN TEORITIS. ataulebih. Syarat syahnya Perjanjian menurut pasal 1320 KUHPerdata : BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Pengertian Perjanjian Perjanjian menurut pasal 1313 KUHPerdata adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikat dirinya terhadap satu orang ataulebih. Syarat

Lebih terperinci

Asas asas perjanjian

Asas asas perjanjian Hukum Perikatan RH Asas asas perjanjian Asas hukum menurut sudikno mertokusumo Pikiran dasar yang melatar belakangi pembentukan hukum positif. Asas hukum tersebut pada umumnya tertuang di dalam peraturan

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan dari

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan dari BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA A. Pengertian Perjanjian Istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan dari kata ovreenkomst dalam bahasa Belanda atau istilah agreement dalam bahasa Inggris.

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. tentang Pembuktian dan Kadaluwarsa/Bewijs en Verjaring.

BAB II PERJANJIAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. tentang Pembuktian dan Kadaluwarsa/Bewijs en Verjaring. 28 BAB II PERJANJIAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA A. Pengertian Perjanjian Hukum perjanjian diatur dalam Buku III KUH Perdata sebagai bagian dari KUH Perdata yang terdiri dari IV buku. Buku

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUH PERDATA

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUH PERDATA BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUH PERDATA Perjanjian jual beli diatur dalam Pasal 1457-1540 Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Dalam Pasal 1457 KUH Perdata pengertian jual beli adalah suatu persetujuan

Lebih terperinci

HUKUM PERJANJIAN & PERIKATAN HUBUNGAN BISNIS ANDRI HELMI M, SE., MM.

HUKUM PERJANJIAN & PERIKATAN HUBUNGAN BISNIS ANDRI HELMI M, SE., MM. HUKUM PERJANJIAN & PERIKATAN HUBUNGAN BISNIS ANDRI HELMI M, SE., MM. PERIKATAN & PERJANJIAN Perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang berdasarkan mana yang satu berhak menuntut hal dari

Lebih terperinci

Common Law Contract Agreement Agree Pact Covenant Treaty. Civil Law (Indonesia) Kontrak Sewa Perjanjian Persetujuan Perikatan

Common Law Contract Agreement Agree Pact Covenant Treaty. Civil Law (Indonesia) Kontrak Sewa Perjanjian Persetujuan Perikatan Common Law Contract Agreement Agree Pact Covenant Treaty Civil Law (Indonesia) Kontrak Sewa Perjanjian Persetujuan Perikatan 2 Prof. Subekti Perikatan hubungan hukum antara 2 pihak/lebih, dimana satu pihak

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN SEWA-MENYEWA DAN PENGATURAN HUKUM DALAM KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. A. Pengertian Bentuk-bentuk dan Fungsi Perjanjian

BAB II PERJANJIAN SEWA-MENYEWA DAN PENGATURAN HUKUM DALAM KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. A. Pengertian Bentuk-bentuk dan Fungsi Perjanjian 19 BAB II PERJANJIAN SEWA-MENYEWA DAN PENGATURAN HUKUM DALAM KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA A. Pengertian Bentuk-bentuk dan Fungsi Perjanjian Perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan perikatanperikatan

Lebih terperinci

BAB II KEDUDUKAN CORPORATE GUARANTOR YANG TELAH MELEPASKAN HAK ISTIMEWA. A. Aspek Hukum Jaminan Perorangan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

BAB II KEDUDUKAN CORPORATE GUARANTOR YANG TELAH MELEPASKAN HAK ISTIMEWA. A. Aspek Hukum Jaminan Perorangan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata 29 BAB II KEDUDUKAN CORPORATE GUARANTOR YANG TELAH MELEPASKAN HAK ISTIMEWA A. Aspek Hukum Jaminan Perorangan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Istilah jaminan merupakan terjemahan dari bahasa Belanda,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan segala macam kebutuhan. Dalam menghadapi kebutuhan ini, sifat

BAB I PENDAHULUAN. dengan segala macam kebutuhan. Dalam menghadapi kebutuhan ini, sifat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia kodratnya adalah zoon politicon, yang merupakan makhluk sosial. Artinya bahwa manusia dikodratkan untuk hidup bermasyarakat dan saling berinteraksi.

Lebih terperinci

BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA

BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA 25 BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA A. Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Hukum perjanjian

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS. bantuan dari orang lain. Untuk itu diperlukan suatu perangkat hukum demi

BAB III TINJAUAN TEORITIS. bantuan dari orang lain. Untuk itu diperlukan suatu perangkat hukum demi BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Pengertian Perjanjian Dalam menjalankan bisnis pada dasarnya manusia tidak bisa melakukannya dengan sendiri, tetapi harus dilakukan secara bersama atau dengan mendapat bantuan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI TENTANG PERJANJIAN PADA UMUMNYA DAN PERJANJIAN UTANG PIUTANG

BAB II KAJIAN TEORI TENTANG PERJANJIAN PADA UMUMNYA DAN PERJANJIAN UTANG PIUTANG BAB II KAJIAN TEORI TENTANG PERJANJIAN PADA UMUMNYA DAN PERJANJIAN UTANG PIUTANG A. Perjanjian Pada Umumnya 1. Pengertian Perjanjian Pengertian perjanjian menurut pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS. menjadi sebab lahirnya suatu perikatan, selain sumber lainya yaitu undangundang.jika

BAB III TINJAUAN TEORITIS. menjadi sebab lahirnya suatu perikatan, selain sumber lainya yaitu undangundang.jika 1 BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Pembahasan tentang perjanjian kiranya tidak dapat dilepaskan dari pembahasan tentang perikatan, hal tersebut disebabkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN A. Pengertian dan Syarat Sahnya Perjanjian 1. Pengertian perjanjian Perjanjian secara umum diatur dalam Buku III KUHPerdata tentang Perikatan. Dalam KUHPerdata Buku

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PERJANJIAN ANTARA AGEN DENGAN PEMILIK PRODUK UNTUK DI PASARKAN KEPADA MASYARAKAT. Deny Slamet Pribadi

PELAKSANAAN PERJANJIAN ANTARA AGEN DENGAN PEMILIK PRODUK UNTUK DI PASARKAN KEPADA MASYARAKAT. Deny Slamet Pribadi 142 PELAKSANAAN PERJANJIAN ANTARA AGEN DENGAN PEMILIK PRODUK UNTUK DI PASARKAN KEPADA MASYARAKAT Deny Slamet Pribadi Dosen Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Samarinda ABSTRAK Dalam perjanjian keagenan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP WANPRESTASI. bahwa salah satu sumber perikatan yang terpenting adalah perjanjian sebab

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP WANPRESTASI. bahwa salah satu sumber perikatan yang terpenting adalah perjanjian sebab BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP WANPRESTASI Menurut ketentuan pasal 1233 KUH Perdata, perikatan bersumber dari perjanjian dan undang-undang. Dari kedua hal tersebut maka dapatlah dikatakan bahwa salah satu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN JUAL BELI. 2.1 Pengertian dan Pengaturan Perjanjian Jual Beli

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN JUAL BELI. 2.1 Pengertian dan Pengaturan Perjanjian Jual Beli BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN JUAL BELI 2.1 Pengertian dan Pengaturan Perjanjian Jual Beli Sebelum membahas tentang pengertian dan pengaturan juali beli, terlebih dahulu perlu dipahami tentang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. tidak ada dirumuskan dalam undang-undang, tetapi dirumuskan sedemikian rupa

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. tidak ada dirumuskan dalam undang-undang, tetapi dirumuskan sedemikian rupa 16 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN A. Hukum Perikatan Pada Umumnya 1. Pengertian Perikatan Hukum perikatan diatur dalam buku III KUH Perdata. Definisi perikatan tidak ada dirumuskan dalam undang-undang,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN, JAMINAN DAN GADAI. politicon). Manusia dikatakan zoon politicon oleh Aristoteles, sebab

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN, JAMINAN DAN GADAI. politicon). Manusia dikatakan zoon politicon oleh Aristoteles, sebab BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN, JAMINAN DAN GADAI 2.1 Perjanjian 2.1.1 Pengertian Perjanjian Masalah perjanjian itu sebenarnya merupakan adanya ikatan antara dua belah pihak atau antara 2 (dua)

Lebih terperinci

KLASIFIKASI PERJANJIAN KELOMPOK I DWI AYU RACHMAWATI (01) ( )

KLASIFIKASI PERJANJIAN KELOMPOK I DWI AYU RACHMAWATI (01) ( ) PENGERTIAN PERJANJIAN KLASIFIKASI PERJANJIAN KELOMPOK I DWI AYU RACHMAWATI (01) (166010200111038) FANNY LANDRIANI ROSSA (02) (166010200111039) ARLITA SHINTA LARASATI (12) (166010200111050) ARUM DEWI AZIZAH

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan perikatan. Perikatan yang berasal dari perjanjian dikehendaki oleh dua orang atau

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN (KONTRAK) masyarakat. Istilah perjanjian berasal dari bahasa Inggris, yaitu contracts.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN (KONTRAK) masyarakat. Istilah perjanjian berasal dari bahasa Inggris, yaitu contracts. BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN (KONTRAK) A. Pengertian Perjanjian Istilah perjanjian sudah lazim dipergunakan dalam lalu lintas hidup masyarakat. Istilah perjanjian berasal dari bahasa Inggris,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. ketentuan Buku III Kitab Undang Undang Hukum Perdata, dengan menyatakan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. ketentuan Buku III Kitab Undang Undang Hukum Perdata, dengan menyatakan 17 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN A. Perjanjian Pada Umumnya Ketentuan Pasal 1233 Kitab Undang Undang Hukum Perdata mengawali ketentuan Buku III Kitab Undang Undang Hukum Perdata, dengan menyatakan

Lebih terperinci

BAB IV PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN SEWA BELI KENDARAAN BERMOTOR. A. Pelaksanaan Perjanjian Sewa Beli Kendaraan Bermotor

BAB IV PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN SEWA BELI KENDARAAN BERMOTOR. A. Pelaksanaan Perjanjian Sewa Beli Kendaraan Bermotor BAB IV PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN SEWA BELI KENDARAAN BERMOTOR A. Pelaksanaan Perjanjian Sewa Beli Kendaraan Bermotor Menurut sistem terbuka yang mengenal adanya asas kebebasan berkontrak

Lebih terperinci

ASAS-ASAS DALAM HUKUM PERJANJIAN

ASAS-ASAS DALAM HUKUM PERJANJIAN ASAS-ASAS DALAM HUKUM PERJANJIAN Selamat malam semua Bagaimana kabarnya malam ini? Sehat semua kan.. Malam ini kita belajar mengenai Asas-asas dalam Hukum Perjanjian ya.. Ada yang tahu asas-asas apa saja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya jaminan dalam pemberian kredit merupakan keharusan yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya jaminan dalam pemberian kredit merupakan keharusan yang tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi yang dilaksanakan pada masa sekarang diarahkan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dan mengatasi ketimpangan ekonomi guna mencapai kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Koperasi secara etimologi berasal dari kata cooperation, terdiri dari kata

BAB II LANDASAN TEORI. Koperasi secara etimologi berasal dari kata cooperation, terdiri dari kata BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Uraian Teori 2.1.1. Pengertian Koperasi Koperasi secara etimologi berasal dari kata cooperation, terdiri dari kata co yang artinya bersama dan operation yang artinya bekerja

Lebih terperinci

A. Pengertian Perjanjian. C. Unsur-unsur Perjanjian. B. Dasar Hukum Perjanjian 26/03/2017

A. Pengertian Perjanjian. C. Unsur-unsur Perjanjian. B. Dasar Hukum Perjanjian 26/03/2017 PERIKATAN YANG BERSUMBER DARI PERJANJIAN DAN DARI UNDANG-UNDANG 1. FITRI KHAIRUNNISA (05) 2. JULI ERLINA PRIMA SARI (06) 3. ABDILBARR ISNAINI WIJAYA (14) 4. SHIRLY CLAUDIA PERMATA (18) 5. NADYA FRIESKYTHASARI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disanggupi akan dilakukannya, melaksanakan apa yang dijanjikannya tetapi tidak

BAB I PENDAHULUAN. disanggupi akan dilakukannya, melaksanakan apa yang dijanjikannya tetapi tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam Pasal 1234 KHUPerdata yang dimaksud dengan prestasi adalah seseorang yang menyerahkan sesuatu, melakukan sesuatu, dan tidak melakukan sesuatu, sebaiknya dianggap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sedang pihak lain menuntut pelaksanaan janji itu. 1. perjanjian dalam Pasal 1313 KUHPerdata adalah Suatu perjanjian adalah

BAB I PENDAHULUAN. sedang pihak lain menuntut pelaksanaan janji itu. 1. perjanjian dalam Pasal 1313 KUHPerdata adalah Suatu perjanjian adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perjanjian pada hakikatnya sering terjadi di dalam masyarakat bahkan sudah menjadi suatu kebiasaan. Perjanjiaan itu menimbulkan suatu hubungan hukum yang biasa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN KOPERASI. Perikatan-Perikatan yang dilahirkan dari Kontrak atau Perjanjian,

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN KOPERASI. Perikatan-Perikatan yang dilahirkan dari Kontrak atau Perjanjian, 23 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN KOPERASI 2.1 Pengertian Perjanjian Kredit Pasal 1313 KUHPerdata mengawali ketentuan yang diatur dalam Bab Kedua Buku III KUH Perdata, dibawah judul Tentang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN MENGENAI KONTRAK SECARA UMUM. Istilah kontrak berasal dari bahasa Inggris, yakni contract yang

BAB II TINJAUAN MENGENAI KONTRAK SECARA UMUM. Istilah kontrak berasal dari bahasa Inggris, yakni contract yang BAB II TINJAUAN MENGENAI KONTRAK SECARA UMUM A. Pengertian kontrak Istilah kontrak berasal dari bahasa Inggris, yakni contract yang bermakna perjanjian. Dalam bahasan belanda kontrak dikenal dengan kata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan eksistensinya di dunia. Naluri self preservasi selalu. mengatasi bahaya-bahaya yang dapat mengancam eksistensinya.

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan eksistensinya di dunia. Naluri self preservasi selalu. mengatasi bahaya-bahaya yang dapat mengancam eksistensinya. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia memiliki naluri self preservasi yaitu naluri untuk mempertahankan eksistensinya di dunia. Naluri self preservasi selalu berhadapan dengan berbagai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WANPRESTASI KARENA FORCE MAJEURE DALAM PERJANJIAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WANPRESTASI KARENA FORCE MAJEURE DALAM PERJANJIAN 20 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WANPRESTASI KARENA FORCE MAJEURE DALAM PERJANJIAN 1.1 Wanprestasi 2.1.1 Pengertian Dan Dasar Hukum Wanprestasi Perkataan wanprestasi berasal dari Bahasa Belanda yang artinya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Subekti, perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Subekti, perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Menurut Subekti, perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada orang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendesak para pelaku ekonomi untuk semakin sadar akan pentingnya

BAB I PENDAHULUAN. mendesak para pelaku ekonomi untuk semakin sadar akan pentingnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini, globalisasi ekonomi guna mencapai kesejahteraan rakyat berkembang semakin pesat melalui berbagai sektor perdangangan barang dan jasa. Seiring dengan semakin

Lebih terperinci

BAB II FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA TUNTUTAN PEMBATALAN AKTA PERJANJIAN BANGUN BAGI DI KOTA BANDA ACEH

BAB II FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA TUNTUTAN PEMBATALAN AKTA PERJANJIAN BANGUN BAGI DI KOTA BANDA ACEH BAB II FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA TUNTUTAN PEMBATALAN AKTA PERJANJIAN BANGUN BAGI DI KOTA BANDA ACEH A. Pengertian Perjanjian dan Perjanjian Bangun Bagi Hukum perjanjian merupakan bagian dari hukum perikatan,

Lebih terperinci

PERJANJIAN DAN PERIKATAN BAB I PENDAHULUAN. (Burgerlijk Wetboek) menggunakan istilah overeenkomst dan contract untuk pengertian yang

PERJANJIAN DAN PERIKATAN BAB I PENDAHULUAN. (Burgerlijk Wetboek) menggunakan istilah overeenkomst dan contract untuk pengertian yang PERJANJIAN DAN PERIKATAN BAB I PENDAHULUAN Istilah kontrak atau perjanjian terkadang masih dipahami secara rancu. BW (Burgerlijk Wetboek) menggunakan istilah overeenkomst dan contract untuk pengertian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini

BAB I PENDAHULUAN. adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu alat transportasi yang banyak dibutuhkan oleh manusia adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini menjadi salah satu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN. Istilah perjanjian secara etimologi berasal dari bahasa latin testamentum,

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN. Istilah perjanjian secara etimologi berasal dari bahasa latin testamentum, 19 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN 2.1 Perjanjian Pembiayaan Konsumen 2.1.1 Pengertian Perjanjian Pembiayaan konsumen Istilah perjanjian secara etimologi berasal dari bahasa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM PERJANJIAN/PERIKATAN. Perjanjian berasal dari terjemahan overeenkomst yang diterjemahkan

BAB II TINJAUAN UMUM PERJANJIAN/PERIKATAN. Perjanjian berasal dari terjemahan overeenkomst yang diterjemahkan BAB II TINJAUAN UMUM PERJANJIAN/PERIKATAN A. Pengertian Perjanjian/Perikatan Perjanjian berasal dari terjemahan overeenkomst yang diterjemahkan dengan menggunakan istilah perjanjian maupun persetujuan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Hal janji adalah suatu sendi yang amat penting dalam Hukum

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Hal janji adalah suatu sendi yang amat penting dalam Hukum BAB I PENDAHULUAN Hukum perjanjian adalah bagian dari Hukum Perdata yang berlaku di Indonesia. Hal janji adalah suatu sendi yang amat penting dalam Hukum Perdata, karena Hukum Perdata banyak mengandung

Lebih terperinci

Undang-Undang Merek, dan Undang-Undang Paten. Namun, pada tahun waralaba diatur dengan perangkat hukum tersendiri yaitu Peraturan

Undang-Undang Merek, dan Undang-Undang Paten. Namun, pada tahun waralaba diatur dengan perangkat hukum tersendiri yaitu Peraturan KEDUDUKAN TIDAK SEIMBANG PADA PERJANJIAN WARALABA BERKAITAN DENGAN PEMENUHAN KONDISI WANPRESTASI Etty Septiana R 1, Etty Susilowati 2. ABSTRAK Perjanjian waralaba merupakan perjanjian tertulis antara para

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjanjian pengalihan..., Agnes Kusuma Putri, FH UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjanjian pengalihan..., Agnes Kusuma Putri, FH UI, Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan Undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, dinyatakan bahwa Indonesia merupakan negara hukum (rechtsstaat) yang bersumber pada Pancasila dan bukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kehadiran bank sebagai penyedia jasa keuangan berkaitan dengan kepentingan

I. PENDAHULUAN. Kehadiran bank sebagai penyedia jasa keuangan berkaitan dengan kepentingan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehadiran bank sebagai penyedia jasa keuangan berkaitan dengan kepentingan masyarakat yang akan mengajukan pinjaman atau kredit kepada bank. Kredit merupakan suatu istilah

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. IV/No. 6/Juli/2016

Lex Privatum, Vol. IV/No. 6/Juli/2016 PENERAPAN PRINSIP-PRINSIP PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN DALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN INDONESIA (UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999) 1 Oleh: Aristo Yermia Tamboto 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian

Lebih terperinci

BAB VI PERIKATAN (VERBINTENISSEN RECHT)

BAB VI PERIKATAN (VERBINTENISSEN RECHT) BAB VI PERIKATAN (VERBINTENISSEN RECHT) A. DASAR-DASAR PERIKATAN 1. Istilah dan Pengertian Perikatan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tidak memberikan rumusan, definisi, maupun arti istilah Perikatan.

Lebih terperinci

BAB II PROSEDUR PERALIHAN HAK GUNA USAHA MELALUI PERIKATAN JUAL BELI SEKALIGUS ALIH FUNGSI PENGGUNAAN TANAH

BAB II PROSEDUR PERALIHAN HAK GUNA USAHA MELALUI PERIKATAN JUAL BELI SEKALIGUS ALIH FUNGSI PENGGUNAAN TANAH BAB II PROSEDUR PERALIHAN HAK GUNA USAHA MELALUI PERIKATAN JUAL BELI SEKALIGUS ALIH FUNGSI PENGGUNAAN TANAH A. Pengaturan tentang Perikatan Jual Beli Pasal 1233 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (selanjutnya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perikatan merupakan hubungan hukum yang tercipta karena adanya peristiwa

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perikatan merupakan hubungan hukum yang tercipta karena adanya peristiwa 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perjanjian dan Syarat Sah Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Perikatan merupakan hubungan hukum yang tercipta karena adanya peristiwa hukum antara para pihak yang melakukan perjanjian.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. yaitu Verbintenis untuk perikatan, dan Overeenkomst untuk perjanjian.

II. TINJAUAN PUSTAKA. yaitu Verbintenis untuk perikatan, dan Overeenkomst untuk perjanjian. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Pada kenyataannya masih banyak orang yang dikacaukan oleh adanya istilah perikatan dan perjanjian. Masing-masing sebagai

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN ATAS JUAL BELI SAHAM DALAM PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA. dapat dengan mudah memahami jual beli saham dalam perseroan terbatas.

BAB II PENGATURAN ATAS JUAL BELI SAHAM DALAM PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA. dapat dengan mudah memahami jual beli saham dalam perseroan terbatas. BAB II PENGATURAN ATAS JUAL BELI SAHAM DALAM PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA A. Tinjauan Umum tentang Jual Beli 1. Pengertian Jual Beli Sebelum membahas mengenai aturan jual beli saham dalam perseroan

Lebih terperinci

A. Pengertian dan Akibat Hukum Dari Suatu Perjanjian Pada Umumnya. lain dalam memenuhi kebutuhan hidup. Hubungan ini tentunya tidak selamanya dengan

A. Pengertian dan Akibat Hukum Dari Suatu Perjanjian Pada Umumnya. lain dalam memenuhi kebutuhan hidup. Hubungan ini tentunya tidak selamanya dengan A. Pengertian dan Akibat Hukum Dari Suatu Perjanjian Pada Umumnya Kehidupan manusia tidak dapat terlepas dari hubungan kausal dengan manusia lain dalam memenuhi kebutuhan hidup. Hubungan ini tentunya tidak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PENITIPAN BARANG DAN PERJANJIAN MELAKUKAN JASA TERTENTU

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PENITIPAN BARANG DAN PERJANJIAN MELAKUKAN JASA TERTENTU BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PENITIPAN BARANG DAN PERJANJIAN MELAKUKAN JASA TERTENTU A. Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, perjanjian adalah persetujuan

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN KERJASAMA PENJUALAN VOUCHER HOTEL ANTARA PT. EKA SUKMA TOUR DENGAN HOTEL JW MARRIOT MEDAN

BAB II PERJANJIAN KERJASAMA PENJUALAN VOUCHER HOTEL ANTARA PT. EKA SUKMA TOUR DENGAN HOTEL JW MARRIOT MEDAN 32 BAB II PERJANJIAN KERJASAMA PENJUALAN VOUCHER HOTEL ANTARA PT. EKA SUKMA TOUR DENGAN HOTEL JW MARRIOT MEDAN A. Perjanjian Kerjasama dalam Praktek Travel 1. Perjanjian Kerjasama Perjanjian merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN, SEWA MENYEWA DAN WANPRESTASI

BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN, SEWA MENYEWA DAN WANPRESTASI BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN, SEWA MENYEWA DAN WANPRESTASI 2.1. Perjanjian 2.1.1. Pengertian Perjanjian Istilah perjanjian berasal dari bahasa inggris yaitu contract, sebelumnya perlu diketahui pengertian

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN PENGADAAN BARANG DAN JASA PEMERINTAH MENURUT KETENTUAN HUKUM PERDATA DAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG BERLAKU DI INDONESIA

BAB II PERJANJIAN PENGADAAN BARANG DAN JASA PEMERINTAH MENURUT KETENTUAN HUKUM PERDATA DAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG BERLAKU DI INDONESIA BAB V : Kesimpulan dan Saran. Merupakan bab dari seluruh rangkaian bab-bab sebelumnya, yang berisikan kesimpulan yang dibuat berdasarkan uraian skripsi ini, yang dilengkapi dengan saran-saran. BAB II PERJANJIAN

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1.Uraian Teori Beberapa teori akan dipakai sebagai acuan dalam penelitian ini, yaitu pengertian perjanjian, pembiayaan leasing dan teori fidusia. 2.1.1. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PEMBORONGAN KERJA. 1. Perjanjian untuk melakukan jasa-jasa tertentu; 2. Perjanjian kerja/perburuhan dan;

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PEMBORONGAN KERJA. 1. Perjanjian untuk melakukan jasa-jasa tertentu; 2. Perjanjian kerja/perburuhan dan; BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PEMBORONGAN KERJA A. Pengertian Pemborongan Kerja Undang-undang membagi perjanjian untuk melakukan pekerjaan dalam tiga macam yaitu : 1. Perjanjian untuk melakukan jasa-jasa

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA TEORI. Undang Hukum Perdata tentang Perikatan. Mempunyai sifat sistem terbuka,

BAB III KERANGKA TEORI. Undang Hukum Perdata tentang Perikatan. Mempunyai sifat sistem terbuka, 1 BAB III KERANGKA TEORI A. Perjanjian Hukum tentang Perjanjian diatur dalam buku III Kitab Undang- Undang Hukum Perdata tentang Perikatan. Mempunyai sifat sistem terbuka, maksudnya dalam hukum perikatan/perjanjian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khusus (benoemd) maupun perjanjian umum (onbenoemd) masih berpedoman

BAB I PENDAHULUAN. khusus (benoemd) maupun perjanjian umum (onbenoemd) masih berpedoman 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sampai sekarang pembuatan segala macam jenis perjanjian, baik perjanjian khusus (benoemd) maupun perjanjian umum (onbenoemd) masih berpedoman pada KUH Perdata,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WANPRESTASI, PERJANJIAN. KERJASAMA, dan DEVELOPER

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WANPRESTASI, PERJANJIAN. KERJASAMA, dan DEVELOPER BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WANPRESTASI, PERJANJIAN KERJASAMA, dan DEVELOPER 2.1 Wanprestasi 2.1.1 Pengertian Wanprestasi Wanprestasi berasal dari istilah aslinya dalam bahasa Belanda wanprestatie yang

Lebih terperinci

Hukum Perikatan Pengertian hukum perikatan

Hukum Perikatan Pengertian hukum perikatan Hukum Perikatan Pengertian hukum perikatan Perikatan dalam bahasa Belanda disebut ver bintenis. Istilah perikatan ini lebih umum dipakai dalam literatur hukum di Indonesia. Perikatan dalam hal ini berarti

Lebih terperinci

BAB II MENGENAI PERJANJIAN JUAL BELI YANG DIATUR DALAM BUKU III KUH PERDATA

BAB II MENGENAI PERJANJIAN JUAL BELI YANG DIATUR DALAM BUKU III KUH PERDATA BAB II MENGENAI PERJANJIAN JUAL BELI YANG DIATUR DALAM BUKU III KUH PERDATA A. Tinjauan Perjanjian 1. Definisi Perjanjian Perjanjian dalam KUHPerdata diatur dalam Buku III tentang Perikatan, Bab Kedua,

Lebih terperinci

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X Prosiding Ilmu Hukum ISSN: 2460-643X Akibat Hukum dari Wanprestasi yang Timbul dari Perjanjian Kredit Nomor 047/PK-UKM/GAR/11 Berdasarkan Buku III KUHPERDATA Dihubungkan dengan Putusan Pengadilan Nomor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun selalu hidup bersama serta berkelompok. Sejak dahulu kala pada diri manusia terdapat hasrat untuk berkumpul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari digerakan dengan tenaga manusia ataupun alam. mengeluarkan Peraturan Perundang-undangan No. 15 Tahun 1985 tentang

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari digerakan dengan tenaga manusia ataupun alam. mengeluarkan Peraturan Perundang-undangan No. 15 Tahun 1985 tentang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Listrik merupakan kebutuhan manusia yang sangat penting. Sejak adanya listrik manusia mengalami kemajuan yang sangat pesat dalam berbagai bidang, yang menonjol adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, PERJANJIAN BAKU DAN KREDIT BANK Pengertian Perjanjian dan Dasar Hukumnya

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, PERJANJIAN BAKU DAN KREDIT BANK Pengertian Perjanjian dan Dasar Hukumnya 16 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, PERJANJIAN BAKU DAN KREDIT BANK 2.1 Perjanjian 2.1.1 Pengertian Perjanjian dan Dasar Hukumnya Dalam bahasa Belanda, perjanjian disebut juga overeenkomst dan

Lebih terperinci