BAB I PENDAHULUAN. repository.unisba.ac.id

dokumen-dokumen yang mirip
BAB VI ARAHAN WILAYAH MANAJEMEN KEBAKARAN DAN SEBARAN SARANA HYDRANT

Kabupaten Ponorogo Data Agregat per Kecamatan

DAFTAR ISI. Halaman PRAKATA... vi DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xii

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Bab IV Ulasan Ringkas Disparitas Wilayah 18

Bab IV Ulasan Ringkas Disparitas Wilayah 18

A. Data Pemilih TANDA TANGAN KPU TANDA TANGAN SAKSI PASANGAN CALON KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan aktivitas di kawasan ini menjadi semakin tinggi. Hal ini akan

Jumlah rumah tangga usaha pertanian di Ponorogo Tahun 2013 sebanyak rumah tangga

PEMERINTAH KABUPATEN PONOROGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PONOROGO NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat banyak. Dari data Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2016

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan salah satu properti berwujud (Tangible Property) yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pusat aktivitas dari penduduk, oleh karena itu kelangsungan dan kelestarian kota

PEMERINTAH KABUPATEN PONOROGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PONOROGO NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG

STANDART OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) TATACARA PERMOHONAN CETAK KARTU TANDA PENDUDUK ELEKTRONIK PROGRAM TEKO LANGSUNG CETAK

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PONOROGO NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KECAMATAN DAN KELURAHAN KABUPATEN PONOROGO

39 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya kebutuhan tanah untuk tempat tinggal dan kegiatan aktifitas lainnya.

BAB II EVALUASI PELAKSANAAN RKPD TAHUN LALU

Walikota Tasikmalaya

Hasil Pendaftaran(Listing) Usaha/Perusahaan Sensus Ekonomi 2016

Penanganan Das Bengawan Solo di Masa Datang Oleh : Ir. Iman Soedradjat,MPM

BAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan terjadinya kerusakan dan kehancuran lingkungan yang pada akhirnya

MITIGASI BENCANA ALAM I. Tujuan Pembelajaran

BAB II EVALUASI PELAKSANAAN RKPD TAHUN LALU. 2.1 Analisis Gambaran Umum Kondisi Daerah Aspek Geografi dan Demografi

BAB I PENDAHULUAN. Tahun demi tahun negeri ini tidak lepas dari bencana. Indonesia sangat

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia dengan keadaan geografis dan kondisi sosialnya berpotensi rawan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BERITA RESMI STATISTIK

2016 KESIAPSIAGAAN MASYARAKAT DALAM MENGHADAPI BENCANA KEBAKARAN PADA PERMUKIMAN PADAT PENDUDUK DI KECAMATAN BOJONGLOA KALER

Lampiran perda. Lampiran 4. Tabel Indikasi Program WAKTU PELAKSANAAN RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PONOROGO RPJM -1 ( ) SUMBER DANA

DAFTAR ISI 1. PENDAHULUAN.5 2. MENGENAL LEBIH DEKAT MENGENAI BENCANA.8 5W 1H BENCANA.10 MENGENAL POTENSI BENCANA INDONESIA.39 KLASIFIKASI BENCANA.

BAB I PENDAHULUAN. merupakan bencana banjir dan longsor (Fadli, 2009). Indonesia yang berada di

SENSUS PERTANIAN 2013

Ketentuan Umum Istilah dan Definisi

BAB I PENDAHULUAN. Kota Yogyakarta merupakan kota wisata dan kota pendidikan, d oleh sebab

PEMETAAN POTENSI AIRTANAH DALAM MENGGUNAKAN METODE GEOLISTRIK DI KABUPATEN PONOROGO SEBAGAI ANTISPASI BENCANA KEKERINGAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I LATAR BELAKANG. negara yang paling rawan bencana alam di dunia (United Nations International Stategy

MITIGASI BENCANA BENCANA :

Bencana dan Pergeseran Paradigma Penanggulangan Bencana

Penataan Kota dan Permukiman

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. terhadap penduduk kota maupun penduduk dari wilayah yang menjadi wilayah

BAB I PENDAHULUAN I - 1. Sumber data statistic BPS DKI Jakarta. Dinas Pemadam Kebakaran DKI Jakarta

BAB I PENDAHULUAN. yaitu Lempeng Euro-Asia dibagian Utara, Lempeng Indo-Australia. dibagian Selatan dan Lempeng Samudera Pasifik dibagian Timur.

Dalam Memperkuat Struktur Bangunan Sekolah

KESIAPSIAGAAN MASYARAKAT DALAM MENGHADAPI ANCAMAN BENCANA KEBAKARAN DI KELURAHAN KAUMAN KECAMATAN PASAR KLIWON KOTA SURAKATA ARTIKEL PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1. Peta Ancaman Bencana Gunung Api Di Indonesia (Sumber : BNPB dalam Website, 2011)

4.2 DATA PEMANFAATAN ENERGI TERBARUKAN

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan salah satu Negara di dunia yang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 SERI D.4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG

STRATEGI PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI KABUPATEN PONOROGO PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENGENDALIAN BAHAYA KEBAKARAN MELALUI OPTIMALISASI TATA KELOLA LAHAN KAWASAN PERUMAHAN DI WILAYAH PERKOTAAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. Samudera Pasifik yang bergerak kearah barat-barat laut dengan kecepatan sekitar 10

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Hal 1. SPP UPT Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kab. Ponorogo

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kondisi ekonomi, sosial dan pertumbuhan pendidikan. menunjang kelancaran pergerakan manusia, pemerintah berkewajiban

PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN RUMAH SUSUN SEDERHANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAKA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Modul tinjauan umum manajemen bencana, UNDRO

BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

KATA PENGANTAR RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN

PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 30 TAHUN 2008 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai risiko bahaya kesehatan, mudah terjangkit penyakit atau

Siaran Pers BNPB: BNPB Menginisiasi Pencanangan Hari Kesiapsiagaan Bencana Selasa, 25 April 2017

BAB I PENDAHULUAN. dalam kegiatan penanggulangan bencana. Penetapan Undang-Undang tersebut

W A L I K O T A P A D A N G PROVINSI SUMATERA BARAT

Nama anggota: ANGGI DWI SAPITRI MARYA ULFA NITTA BELLA SATRIA WIRA BUANA VIENTI MELIANTY

BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD)

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB II KEBIJAKAN DAN STRATEGI

Kriteria Pengembangan Kota Banjarbaru Sebagai Pusat Pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pendekatan Analisis Cluster Dalam Menentukan Karakteristik Pelaku Perceraian di Kabupaten Ponorogo

PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PENANGANAN KAWASAN BENCANA ALAM DI PANTAI SELATAN JAWA TENGAH

BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. Kawasan(PLP2K-BK) 1 Buku Panduan Penanganan Lingkungan Perumahan dan Permukiman Kumuh Berbasis

BAB I PENDAHULUAN. dilakukannya penelitian ini terkait dengan permasalahan-permasalahan

Dinas Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran memiliki visi dan misi sebagai berikut. Visi dan misi Dinas Kebakaran yaitu:

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Banjir adalah peristiwa meluapnya air hingga ke daratan. Banjir juga

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI

ARTIKEL STRATEGI PENANGANAN KEBENCANAAN DI KOTA SEMARANG (STUDI BANJIR DAN ROB) Penyusun : INNE SEPTIANA PERMATASARI D2A Dosen Pembimbing :

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung yang berada dibagian selatan Pulau Sumatera mempunyai alam

BAB I PENDAHULUAN. negara ini baik bencana geologi (gempa bumi, tsunami, erupsi gunung api)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. DKI Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia

BAB 1 : PENDAHULUAN. faktor alam dan/atau faktor non-alam maupun faktor manusia, sehingga

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

Unit : Dinas Pertanian dan Perikanan Kabupaten Ponorogo

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN Pada bab pendahuluan ini akan dibahas mengenai latar belakang, perumusan masalah, maksud tujuan dan sasaran, ruang lingkup, serta sistematika pembahasan, yang menjadi penjelasan dasar dilaksanakannya studi mengenai Aplikasi Wilayah Manajemen Kebakaran dan Intensitas Pemanfaatan Ruang dalam Meminimalkan Potensi Kebakaran di Kabupaten Ponorogo Provinsi Jawa Timur. 1.1 Latar Belakang Artinya : Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdo alah kepada-nya dengan rasa takut dan harapan. Sesungguhnya Allah amat dekat kepada orang yang berbuat baik. (QS. 7 : 56) Al Qur an Surat Al-'A`rāf ayat 56 mengandung makna pentingnya upaya memelihara, memakmurkan, dan melestarikan lingkungan yang dapat menopang secara berkelanjutan pertumbuhan dan perkembangan kegiatan manusia. Allah memerintahkan umat manusia untuk selalu berdoa dengan penuh rasa takut dan harapan kepada-nya, didalam setiap kegiatan yang ditempuh oleh umat manusia untuk mempertahankan keberlangsungan hidup. Dalam sebuah kesatuan lingkungan hidup, tempat tinggal merupakan elemen yang sangat penting dalam mendukung keberlangsungan hidup. Walaupun lingkungan terus mengalami perubahan, tetapi kondisinya harus mampu untuk menopang secara terusmenerus pertumbuhan dan perkembangan, sehingga kelangsungan manusia dapat terjamin pada tingkat mutu hidup yang makin baik. Tempat tinggal yang aman dari berbagai potensi bencana, adalah impian untuk seluruh manusia. Bencana seperti banjir, gempa bumi, tsunami, angin puting beliung, ataupun kebakaran masih meresahkan sebagian masyarakat Indonesia. Bencana kebakaran merupakan salah satu bencana yang tidak dapat diprediksi oleh manusia. Berdasarkan penyebabnya, bencana kebakaran dapat 1

2 dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu faktor alami, akibat ulah manusia, atau kombinasi. Bencana kebakaran karena ulah manusia merupakan peristiwa yang terjadi baik sengaja maupun tidak disengaja karena proses teknologi, interaksi manusia terhadap lingkungannya serta interaksi antara manusia itu sendiri yang dapat menimbulkan dampak negatif terhadap kehidupan dan penghidupan masyarakat. Di samping dapat menimbulkan kerugian materi bagi masyarakat, bencana kebakaran juga dapat mengakibatkan kerugian imaterial bagi kehidupan masyarakat. Negara Indonesia merupakan Negara ke-4 dengan penduduk terbanyak di dunia, dan hampir 65% berada di Pulau Jawa. Pulau Jawa sendiri merupakan pusat pemerintahan nasional sehingga kegiatan sosial, ekonomi, pendidikan, politik dan kependudukan tersebar di Pulau Jawa. Hal tersebut menyebabkan pertumbuhan penduduk yang tidak merata, tumbuhnya permukiman padat penduduk dan kumuh, sehingga potensi untuk bencana alam seperti banjir atau kebakaran dapat terjadi kapan saja. Banyaknya kejadian kebakaran, baik di kawasan perdagangan, kawasan permukiman, hutan dan kawasan lindung, gedung hotel hingga kantor pemerintahan, mengharuskan pemerintah daerah untuk segera memperhatikan bahaya kebakaran dan mekanisme pencegahan dan penanggulangan terhadap bencana kebakaran. Kabupaten Ponorogo merupakan wilayah yang memiliki perkembangan kawasan terbangun sebesar 16% pada tahun 2013. Pembangunan didominasi dengan pengembangan areal pusat-pusat perdagangan, pembangunan ruko, perumahan hingga pusat pemerintahan. Namun dibalik pesatnya perkembangan di Kabupaten Ponorogo sesungguhnya hanyalah merupakan bagian fisik luarnya saja, pembangunan tersebut juga memunculkan dampak negatif seperti menjamurnya permukiman padat dan kumuh, serta perkembangan lain yang tidak sesuai dengan rencana induk pengembangan tata ruang yang ada. Berdasarkan data jumlah rumah beserta luas permukiman, daerah yang rawan terhadap kebakaran dengan tingkat kerentanan kebakaran yang cukup tinggi, diantaranya Kecamatan Ponorogo, Kecamatan Babadan, Kecamatan Sukorejo, Kecamatan Slahung, Kecamatan Sawoo, Kecamatan Jambon, Kecamatan Pulung dan Kecamatan Ngerayun, hal ini disebabkan karena kepadatan penduduk pada kecamatan ini tergolong tinggi, dan kerapatan bangunan pada umumnya rapat.

3 Tabel 1.1 Jumlah Rumah Beserta Luas Permukiman di Kabupaten Ponorogo Tahun 2013 No Kecamatan Jumlah Rumah Lahan (unit) Permukiman (ha) 1 Ngrayun 146.400 1095,113 2 Slahung 214.990 1658,148 3 Bungkal 97.602 1201,115 4 Sambit 48.800 1217,468 5 Sawoo 195.201 1737,067 6 Sooko 35.860 491,981 7 Pudak 129.401 125,808 8 Pulung 140.640 1290,706 9 Mlarak 97.600 1208,159 10 Siman 115.830 1067,813 11 Jetis 117.440 884,528 12 Balong 94.550 1522,800 13 Kauman 117.440 1178,862 14 Jambon 166.240 1316,724 15 Badegan 97.830 779,710 16 Sampung 97.920 1493,302 17 Sukorejo 146.880 1387,493 18 Ponorogo 27.027 978,310 19 Babadan 166.560 1051,130 20 Jenangan 97.920 1255,586 21 Ngebel 48.960 360,357 Jumlah 2.401.091 23302,181 Sumber : Kabupaten Ponorogo Dalam Angka, 2013 Ketika memasuki musim kemarau antara bulan Februari hingga Agustus dengan suhu yang meningkat, menyebabkan potensi kebakaran di kawasan hutan Kecamatan Pudak Kabupaten Ponorogo meningkat dan berbanding lurus dengan kekeringan. Kecamatan Ponorogo memiliki kepadatan penduduk tinggi yaitu 33 jiwa/ha, menyebabkan kawasan tersebut berpotensi menjadi tempat terjadinya kebakaran, sejak tahun 2002 hingga tahun 2013 terdapat 55 kasus kebakaran yang terjadi didaerah tersebut. Perkembangan kawasan yang begitu cepat dan tidak diimbangi dengan peningkatan pelayanan sarana dan prasarana yang memadai seperti sarana dan prasarana listrik yang tidak teratur, dapat menimbulkan arus pendek yang bisa menjadi potensi kebakaran di wilayah padat permukiman penduduk tersebut. Angka kerugian terbesar akibat bencana kebakaran terjadi pada tahun 2009 yakni Rp 50.000.000.000.000,-. terjadi pada kantor pemda Kabupaten Ponorogo, menyebabkan kerusakan terhadap arsip-arsip penting pemerintahan dan properti penting pemerintahan yang memuat data-data penting sehingga kerugian yang terjadi mencapai angka tersebut.

4 Dalam operasional kegiatan dan pembagian wilayah menyebabkan perlu adanya pengaturan lokasi sistem proteksi kebakaran untuk setiap kegiatan perkotaan secara perwilayahan dan keruangan, berupa Wilayah Manajemen Kebakaran. Rencana Tata Ruang Wilayah ataupun Rencana Detail Tata Ruang merupakan salah satu cara untuk mengurangi masalah-masalah penataan ruang, didalam dokumen tersebut diatur mengenai rencana penggunaan lahan suatu wilayah, menetukan kegiatan sesuai Struktur Ruang dan Pola Ruang wilayah, mengatur kawasan perumahan/permukiman penduduk, kawasan pendidikan, kesehatan, dsb; sehingga masyrakat yang hidup di wilayah tersebut merasa aman dari bahaya bencana dan terpenuhi segala kebutuhannya. Upaya untuk mengurangi potensi kebakaran adalah dengan memuat perkiraan angka rencana Intensitas Pemanfaatan Ruang yang berisis koefisien dasar bangunan (KDB) dan koefisien lantai bangunan (KLB). Pencegahan dan penanggulangan bahaya kebakaran sudah selayaknya dilakukan oleh pemerintah bersama dengan seluruh lapisan masyarakat mengingat penanganan terhadap timbulnya bahaya bencana kebakaran masih belum menjadi prioritas utama untuk pembangunan, serta Dinas Kebakaran masih menjadi tumpuan utama masyakarat untuk menangani kebakaran yang terjadi. Cara yang dapat ditempuh adalah melalui penanggulangan secara pasif dan aktif. Bangunan gedung harus terintegrasi secara pasif (perencanaan bangunan dan lingkungan) dan aktif (penyediaan perlengkapan pemadaman) terhadap sistem proteksi kebakaran kota. Penanggulangan bahaya kebakaran dimulai dari penanggulangan pasif yaitu sejak dari perencanaan bangunan, lingkungan, infrastruktur kota yang telah mengantisipasi bahaya kebakaran dan pemberdayaan masyarakat. Dilanjutkan dengan penanggulangan aktif yaitu penyediaan perlengkapan dan peralatan pemadaman kebakaran dan pelatihan sumberdaya manusia untuk pemadaman kebakaran. Ada beberapa hal yang dapat disimpulkan dari uraian diatas, adalah sebagai berikut : Tingginya tingkat frekuensi dan risiko kebakaran menyebabkan tingginya nilai potensi kerugian yang diderita oleh suatu daerah dan dapat berdampak kepada stabilitas pembangunan daerah tersebut. Penyelenggaraan proteksi kebakaran belum mempunyai landasan kebijakan dalam skala pemerintah daerah yang terintegrasi dan dibakukan dalam rangka mengantisipasi terjadinya bahaya kebakaran, dokumen Rencana

5 Tata Ruang Wilayah dan Rencana Detail Tata Ruang belum dapat memeberikan arahan mengenai proteksi kebakarna di suatu wilayah, menyebabkan tingginya resiko yang terpaksa ditanggung oleh pemerintah daerah dan masyarakatnya. Minimnya sarana dan prasarana proteksi kebakaran di perkotaan Minimnya kesadaran masyarakat terkait dengan masalah proteksi kebakaran. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah yang akan dibahas dalam studi ini adalah bagaimana menentukan Wilayah Manajemen Kebakaran dan Intensitas Pemanfaatan Ruang dalam meminimalkan potensi kebakaran di Kabupaten Ponorogo Provinsi Jawa Timur? 1.3 Maksud dan Tujuan Maksud dari studi Aplikasi Wilayah Manajemen Kebakaran dan Intensitas Pemanfaatan Ruang dalam Meminimalkan Potensi Kebakaran di Kabupaten Ponorogo Provinsi Jawa Timur adalah sebagai arahan pengendalian kegiatan proteksi kebakaran berdasarkan pada data kepadatan bangunan sehingga dapat mewujudkan keselamatan dan keamanan terhadap bahaya kebakaran. Sedangkan tujuan yang ingin dicapai oleh penulis adalah terwujudnya implementasi Wilayah Manajemen Kebakaran dan Intensitas Pemanfaatan Ruang dalam meminimalkan potensi kebakaran. 1.4 Ruang Lingkup Ruang lingkup terdiri dari pembahasan ruang lingkup wilayah dan ruang lingkup materi. 1.4.1 Ruang Lingkup Wilayah Wilayah studi meliputi administrasi Kabupaten Ponorogo, yang mempunyai luas 1.414,092 km² yang terletak antara 111 17-111 52 Bujur Timur dan 07 49-08 20 Lintang Selatan, yang b erbatasan dengan: - Sebelah Utara Kabupaten Madiun, Magetan dan Nganjuk. - Sebelah Timur Kabupaten Tulungagung dan Trenggalek. - Sebelah Selatan Kabupaten Pacitan. - Sebelah Barat Kabupaten Pacitan dan Wonogiri (Jawa Tengah).

6 1.4.2 Ruang Lingkup Materi Ruang lingkup materi dari studi Aplikasi Rencana Tata Ruang dalam Meminimalkan Potensi Kebakaran di Kabupaten Ponorogo Provinsi Jawa Timur dibatasi hanya mengenai Wilayah Manajemen Kebakaran dan Fasilitas Hydrant yang mengacu pada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 25/PRT/M/2008 tentang Pedoman Teknis Penyusunan Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran. 1.5 Kerangka Pemikiran Kerangka pemikiran dalam penyusunan studi ini diawali oleh latar belakang mengenai isu potensi kebakaran yang muncul dan identifikasi permasalahan penyebabnya, sehinggan muncul arahan untuk mengaplikasikan rencana tata ruang dalam meminimalkan potensi kebakaran Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 1.1 Gambar 1.1 Kerangka Pemikiran Sumber : Hasil Pemikiran Penulis

7 1.6 Sistematika Pembahasan Adapun sistematika penyajian pada penyusunan Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut : BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini diuraikan mengenai latar belakang studi, rumusan masalah, tujuan, sasaran, dan manfaat studi, ruang lingkup studi, serta sistematika pembahasan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bab ini berisi tentang rencana struktur ruang dan pola ruang Kabupaten Ponorogo, tinjauan kebijakan terkait bencana kebakaran, tinjauan teori wilayah manajemen kebakaran dan mengenai intensitas pemanfaatan ruang dan tata massa bangunan, juga berisiskan definisi operasional. BAB III METODOLOGI Pada bab ini berisi mengenai metode - metode yang digunakan dalam melakukan proses penelitian, yang terdiri atas metode pendekatan studi, metode pengumpulan data dan metode analisis. BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI Bab ini berisi tentang kondisi umum Kabupaten Ponorogo, berupa kondisi kependudukan, kondisi fisik, dan kondisi penggunaan lahan. Didalam bab ini dijelaskan juga mengenai kejadian kebakaran yang terjadi selama 5 tahun terakhir. BAB V ANALISIS Bab ini berisi tentang Analisis Permasalahan, Analisis Potensi Kebakaran, Analisis Intensitas Pemanfaatan Ruang, Analisis Kebutuhan Sarana Hydrant Proteksi Kebakaran, dan Analisis Waktu Tanggap. BAB VI ARAHAN WILAYAH MANAJEMEN KEBAKARAN DAN SEBARAN SARANA HYDRANT Pada Bab ini akan dibahas mengenai hasil penarikan kesimpulan dari studi yang dilakukan, kemudian dipaparkan juga arahan dalam hal penanggulangan proteksi kebakaran di Kabupaten Ponorogo.

8 BAB I PENDAHULUAN 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Rumusan Masalah... 5 1.3 Maksud dan Tujuan... 5 1.4 Ruang Lingkup... 5 1.4.1 Ruang Lingkup Wilayah... 5 1.4.2 Ruang Lingkup Materi... 6 1.5 Kerangka Pemikiran... 6 1.6 Sistematika Pembahasan... 7