Heri Hartanto - FH UNS

dokumen-dokumen yang mirip
KEWENANGAN PENGADILAN NIAGA DALAM MENYELESAIKAN PERMOHONAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG. Oleh : Linda Firdawaty * Abstraksi

Syarat DEBITOR Pailit (Psl 2 (1) UU 37/2004)

Copyright (C) 2000 BPHN

Per June 2009 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGADILAN NIAGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I. PENDAHULUAN. perusahaan harus dijalankan dan dikelola dengan baik. Pengelolaan perusahaan

Apakah Pailit = Insolvensi? Heri Hartanto, Hukum Acara Peradilan Niaga (FH-UNS)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1990 TENTANG PEMBENTUKAN PENGADILAN TINGGI TATA USAHA NEGARA JAKARTA, MEDAN, DAN UJUNG PANDANG

TINJAUAN PUSTAKA. sebagai kata sifat. Istilah failliet sendiri berasal dari Perancis yaitu faillite yang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1993 TENTANG PEMBENTUKAN PENGADILAN TINGGI TATA USAHA NEGARA SURABAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang TUJUAN KEPAILITAN TUJUAN KEPAILITAN. 22-Nov-17

Penundaan kewajiban pembayaran utang

BAB VIII KEPAILITAN. Latar Belakang Masalah

MEDIASI. Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kepailitan secara etimologis berasal dari kata pailit. 6 Istilah pailit berasal dari

BAB IV ANALISIS Putusan Majelis Hakim Pengadilan Niaga dalam kasus PT. Indo Plus dengan PT. Argo Pantes Tbk.

BAB III PEMBAHASAN. A. Akibat Hukum terhadap Jabatan Notaris yang Dinyatakan Pailit Menurut UUJN DAN UU Kepailitan.

PENGURUSAN HARTA PAILIT PEMBERESAN HARTA PAILIT TUGAS KURATOR. Heri Hartanto, Hukum Acara Peradilan Niaga (FH-UNS)

PENUNJUK Undang-undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

1905:217 juncto Staatsblad 1906:348) sebagian besar materinya tidak

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Gejolak ekonomi di Negara Republik Indonesia yang ditandai dengan

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Proses Penyelesaian Kepailitan Melalui Upaya Perdamaian Berdasarkan UU No. 37 Tahun 2004

PENAGIHAN SEKETIKA SEKALIGUS

BAB I PENDAHULUAN. lembaga Pengadilan dalam penyelesaian sengketa, di samping Pengadilan

Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Istilah Kepailitan 9/4/2014

I. PENDAHULUAN. melahirkan perkembangan usaha yang dapat menunjang perekonomian suatu

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

TUGAS DAN WEWENANG HAKIM PENGAWAS DALAM PERKARA KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG OLEH: LILIK MULYADI 1

KEWENANGAN PENYELESAIAN SENGKETA KEPAILITAN YANG DALAM PERJANJIANNYA TERCANTUM KLAUSUL ARBITRASE

BAB III UPAYA PENYELESAIAN SENGKETA WANPRESTASI ATAS OBJEK FIDUSIA BERUPA BENDA PERSEDIAAN YANG DIALIHKAN DENGAN JUAL BELI

BAB I PENDAHULUAN. Kepailitan merupakan suatu sitaan umum atas harta kekayaan debitor yang

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengakhiri atau menyelesaikan suatu perkara atau sengketa antara para

I. PENDAHULUAN. kebutuhannya begitu juga dengan perusahaan, untuk menjalankan suatu perusahaan

HPI PEMAKAIAN HUKUM ASING PERTEMUAN XIII, XIV & XV. By Malahayati, SH, LLM

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG TENTANG KEPAILITAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UU 37/2004, KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG *15705 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDINESIA (UU) NOMOR 37 TAHUN 2004 (37/2004)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dasar hukum bagi suatu kepailitan (Munir Fuady, 2004: a. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU;

(SKRIPSI) Oleh: Anik Suparti Ningsih

BAB I PENDAHULUAN. penundaan kewajiban pembayaran utang yang semula diatur dalam Undang-

KEDUDUKAN KREDITUR SEPARATIS DALAM HUKUM KEPAILITAN

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan dan perkembangan ekonomi Indonesia pada umumnya. tidak dapat dipisahkan dari pertumbuhan dan perkembangan pelaku-pelaku

PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN. Karakteristik Pengadilan Negeri. Penyelesaian Sengketa Melalui Litigasi 11/8/2014

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1992 TENTANG PEMBENTUKAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA DI BANDUNG, DI SEMARANG, DAN DI PADANG

BAB I PENDAHULUAN. Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 37 tahun 2004,

1. Latar Belakang Lahirnya Pengadilan Niaga. Yang mendasari dan melatar belakangi lahirnya Pengadilan Niaga adalah

BAB I PENDAHULUAN. tumbangnya perusahaan-perusahaan skala kecil, menengah, besar dan

BAB I PENDAHULUAN. yang melanda dunia usaha dewasa ini, dan mengingat modal yang dimiliki oleh

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tah

Oleh : A.A. Nandhi Larasati Ni Gusti Ayu Dyah Satyawati Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Udayana

II. TINJAUAN PUSTAKA. Bahasa Perancis, Bahasa Belanda, Bahasa Inggris, Bahasa Latin serta Bahasa

KEPPRES 41/1992, PEMBENTUKAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA DI PONTIANAK, BANJARMASIN, DAN MANADO

AKIBAT HUKUM PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG TERHADAP PERJANJIAN SEWA MENYEWA MENURUT UNDANG-UNDANG No. 37 TAHUN 2004 SKRIPSI

IMPLEMENTASI PENGATURAN JAKSA PENGACARA NEGARA DALAM PENANGANAN PERKARA KEPAILITAN DI KEJAKSAAN NEGERI BANJARMASIN. Abstrak

WEWENANG KURATOR DALAM PELAKSANAAN PUTUSAN PAILIT OLEH PENGADILAN

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan perikatan yang lahir dari undang-undang yang. mewajibkan seseorang yang telah memenuhi syarat yang ditentukan dalam

PELAKSANAAN TUGAS KURATOR DALAM MENGURUS HARTA PAILIT BERDASARKAN PASAL 72 UNDANG UNDANG NO

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan sekarang tidak terlepas dari suatu krisis moneter yang melanda hampir

BAB I PENDAHULUAN. kepentingannya dalam masyarakat dapat hidup dan berkembang secara. elemen tidak dapat hidup sendiri-sendiri, tetapi

Kepailitan. Miko Kamal. Principal, Miko Kamal & Associates

KOMPETENSI PENGADILAN NIAGA DALAM MENYELESAIKAN PERKARA KEPAILITAN YANG MEMUAT KLAUSULA ARBITRASE SKRIPSI

dengan hukum atau yang tidak dapat dilaksanakan atau yang memuat iktidak tidak baik (Pasal 17 ayat 3).

KESIMPULAN. saja Kesimpulan dapat membantu hakim dalam menjatuhkan Putusan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1995 TENTANG PEMBENTUKAN PENGADILAN TINGGI AGAMA DI BENGKULU, DI PALU, DI KENDARI, DAN DI KUPANG

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009

BAB I PENDAHULUAN. Setiap debitur yang berada dalam keadaan berhenti membayar dapat dijatuhi

PERAN PENGADILAN NIAGA SEBAGAI LEMBAGA PENYELESAIAN PERKARA KEPAILITAN

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalankan bisnisnya, suatu perusahaan pasti ingin mendapatkan

BAB III KOMPETENSI PENGADILAN YANG BERWENANG MENYELESAIKAN PERSELISIHAN JUMLAH UTANG PAJAK DEBITOR PAILIT

BAB I PENDAHULUAN. Sengketa merupakan suatu hal yang sangat wajar terjadi dalam kehidupan ini.

kemungkinan pihak debitor tidak dapat melunasi utang-utangnya sehingga ada

TANGGUNG JAWAB KURATOR PADA KEPAILITAN PT. ARTA GLORY BUANA TERHADAP PARA KREDITOR

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan sebagai makhluk sosial yang berarti bahwa manusia

ORGANISASI PERUSAHAAN DAN KEPAILITAN WISHNU KURNIAWAN SEPTEMBER 2007

BAB II TINJAUAN HUKUM KEPAILITAN. sekarang ini tidak mungkinterisolir dari masalah-masalah lain. Suatu perusahaan

Hukum Acara Perdata Pertemuan Ke-2

BAB I PENDAHULUAN. luar biasa sehingga mengakibatkan banyak sekali debitor tidak mampu membayar utangutangnya.

Pada prinsipnya asas pada Hukum Acara Perdata juga berlaku di PA Asas Wajib Mendamaikan Asas Persidangan Terbuka Untuk Umum, kec.

KOMPETENSI PENGADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM SISTEM PERADILAN DI INDONESIA

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Alasan Permohonan Kasasi atas Putusan Pernyataan Pailit Pengadilan Niaga

BAB I PENDAHULUAN. pelunasan dari debitor sebagai pihak yang meminjam uang. Definisi utang

BAB II AKIBAT PUTUSAN PAILIT MENURUT UNDANG-UNDANG NO.37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG

PERMASALAHAN HUKUM ACARAPERDATA SECARA HOLISTIK OLEH : H. DJAFNI DJAMAL, SH., MH. HAKIM AGUNG REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Krisis ekonomi yang telah berlangsung mulai dari tahun 1997, cukup

BAB I PENDAHULUAN. globalisasi yang melanda dunia usaha dewasa ini telah menimbulkan banyak

SEKITAR EKSEKUSI. (oleh H. Sarwohadi, S.H., M.H. Hakim Tinggi PTA Bengkulu)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Penelitian. Dalam utang-piutang, kreditor bersedia menyerahkan sejumlah uang

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2007 tentang waralaba (selanjutnya disebut PP No. 42 Tahun 2007) dalam

BAB II GAMBARAN UMUM INSTANSI. RI No. II/MPR/1983 tentang GBHN. Dengan demikian peradilan TUN

PROFIL DAN PERKEMBANGAN HUKUM BALAI HARTA PENINGGALAN.

Rencana Aksi Pokja Koordinasi Kemudahan Berusaha. Mahkamah Agung Republik Indonesia [SK KMA NO.43/KMA/SK/II/2017]

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan ekonomi tersebut. Modal yang dimiliki oleh para pengusaha

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

SUSUNAN KEANGGOTAAN SUB TIM KOORDINASI KERJASAMA PARIWISATA INDONESIA-SINGAPURA

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET BAHAN KULIAH KD 3 HUKUM ACARA PERDATA. Hukum Acara Perdata, FH UNS

MAHKAMAH AGUNG. memeriksa permohonan Peninjauan kembali telah mengambil putusan sebagai berikut dalam perkara kepailitan dari;

Transkripsi:

1

Kekuasaan Kehakiman Psl 13 UU 14/1970 Jo. UU 4/2004 ttg Kekuasaan Kehakiman : memungkinkan di bentuk peradilan khusus di dalam peradilan Umum. Psl 8 UU 2/1986 Jo. UU 8/2004 ttg Peradilan Umum : Di dlm Peradilan Umum dpt diadakan pengkhususan yg diatur oleh UU. 2

PENGADILAN NIAGA Di bentuk berdasarkan PERPU 1/1998 Jo. UU 4/1998 UU 37 / 2004 Wewenang memeriksa perkara Kepailitan, PKPU dan Perkara lain yg ditentukan UU. 3

SISTIM PERADILAN DI INDONESIA 4

KOMPETENSI PENGADILAN NIAGA Kompetensi Absolut Kompetensi Relatif 5

KOMPETENSI ABSOLUT Kewenangan atau kekuasaan mengadili antar badan peradilan Kompetensi Absolut menjawab pertanyaan badan peradilan mana yg berwenang memeriksa & mengadili suatu sengketa 6

Kompetensi Absolut Pengadilan Niaga (Pasal 300 UU 37/2004) Permohonan Pernyataan Pailit Permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Perkara lain yg ditentukan oleh UU, yaitu : Paten, Merek, Desain Industri, Cipta, Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu 7

P A I L I T 8

Pengertian (Pasal 1 angka 1 UU 37/2004) Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan Debitor Pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas 9

Syarat DEBITOR Pailit (Psl 2 (1) UU 37/2004) Debitor yang mempunyai dua atau lebih Kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan Pengadilan, baik atas permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih kreditornya. 10

Syarat Debitor Pailit : 1. Debitor memiliki minimal 2 orang Kreditor 2. Debitor tidak membayar lunas sedikitnya 1 utangnya 3. Minimal ada 1 utang sudah jatuh tempo dan dapat ditagih 11

UTANG (Psl. 1 angka 6 UU 37/2004) Utang adalah kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam jumlah uang baik dalam mata uang Indonesia maupun mata uang asing, baik secara langsung maupun yang akan timbul di kemudian hari atau kontinjen, yang timbul karena perjanjian atau undang-undang dan yang wajib dipenuhi oleh Debitor dan bila tidak dipenuhi memberi hak kepada Kreditor untuk mendapat pemenuhannya dari harta kekayaan Debitor. 12

Permasalahan : Apakah utang selalu ada jaminannya? Apa saja jenis jaminan kebendaan? Mengapa Debitur Pailit harus memiliki minimal 2 Kreditor? 13

Setiap Utang yg Jatuh tempo, belum tentu dapat ditagih Force Majeur Rechts Verwerking / pelepasan hak Kreditor Exceptio non ad impleti contractus Even of Defaults 14

1131 KUH Perdata : Segala barang-barang bergerak dan tak bergerak milik debitur, baik yang sudah ada maupun yang akan ada, menjadi jaminan untuk perikatanperikatan perorangan debitur itu. 1132 KUH Perdata : Barang-barang itu menjadi jaminan bersama bagi semua kreditur terhadapnya hasil penjualan barang-barang itu dibagi menurut perbandingan piutang masing-masing kecuali bila di antara para kreditur itu ada alasan-alasan sah untuk didahulukan. 15

TUJUAN PENGATURAN KEPALITAN Menghindari perebutan harta debitor jika dalam waktu yg sama ada beberapa kreditor yg menagih piutangnya kepada debitor Menghindari adanya kreditor pemegang hak jaminan kebendaan yg menuntut haknya dengan cara menjual barang milik debitor tanpa memperhatikan kepentingan debitor atau kreditor lain Menghindari kecurangan cari salah satu kreditor atau debitor sendiri 16

LANDASAN HUKUM Stb. 1905 No. 217 Jo. Stb. 1906 No. 348, Jo. Perpu No. 1 / 1998 Jo. UU No. 4 / 1998 UU 37/2004 ttg Kepailitan dan PKPU Herzeine inlandsch Reglement (HIR) untuk jawa dan madura dan Recht Reglement Buitengewijsten (RBg) untuk luar jawa dan madura. UU No.14/1985 Jo. UU No.5/2004 Jo. UU No.3/2009 tentang MA UU No. 14/2001 tentang PATEN 17

UU No.15/2001 tentang MEREK UU No.19/2002 tentang HAK CIPTA UU No.31/2001 tentang DESAIN INDUSTRI UU No.30/2000 tentang DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU 18

KEDUDUKAN HUKUM PENGADILAN NIAGA Pengadilan Niaga berada dalam lingkungan Peradilan Umum (Psl. 280 (1) Perpu 1/1998 Jo. Psl. 1 angka 7 UU 37/2004) Pasal 15 (1) UU 4/2004 : Pengadilan Khusus hanya dapat dibentuk dalam salah satu lingkungan peradilan sebagaimana dimaksud psl. 10 yg diatur dgn UU. Pengadilan Niaga termasuk salah 1 badan peradilan khusus yg berada dilingkungan peradilan umum 19

KOMPETENSI RELATIF Kewenangan atau kekuasaan mengadili antar Pengadilan Niaga. Kompetensi Relatif menjawab permasalahan pengadilan niaga mana yg berwenang mengadili 20

Keputusan Presiden No. 97 Tahun 1999 Pengadilan Niaga Jakarta Pusat Pengadilan Niaga Ujung Pandang Pengadilan Niaga Medan Pengadilan Niaga Surabaya Pengadilan Niaga Semarang 21

Pasal 2 KEPPRES 97/1997 Daerah hukum Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Ujung Pandang meliputi Wilayah Propinsi Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, Maluku, dan Irian Jaya. Daerah hukum Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Medan meliputi Wilayah Propinsi Sumatera Utara, Riau, Sumatera Barat, Bengkulu, Jambi, dan Daerah Istimewa Aceh. Daerah hukum Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Surabaya meliputi Wilayah Propinsi Jawa Timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, dan Timor Timur. Daerah hukum Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Semarang meliputi Wilayah Propinsi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta. 22

Wilayah Hukum Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat meliputi : Jakarta, Jawa Barat, Lampung, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat. 23

Permohonan Kepailitan diajukan pada : (Pasal 3 UU 37/2004) 1. Permohonan Kepalitan diajukan pada Pengadilan Niaga yg mewilayahi tempat kedudukan hukum Debitor 2. Jika Debitor meninggalkan wilayah RI, permohonan pailit diajukan pada Pengadilan Niaga yg daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan hukum terakhir debitor 24

3. Apabila Debitornya Firma,perseroan, permohonan pailit diajukan pada Pengadilan Niaga yg mewilayahi kedudukan hukum firma/perseroan tersebut 4. Apabila Debitor tidak berkedudukan di Indonesia, tapi menjalankan usahanya di Indonesia, permohonan pailit diajukan di Kantor pusat Debitor menjalankan usahanya di Indonesia 5. Jika Debitor adalah badan hukum, tempat kedudukannya adalah sebagaimana dimaksut dlm anggaran dasarnya 25

SIFAT KHUSUS HUKUM ACARA PERADILAN NIAGA 1. Beracara dengan tulisan/surat Beracara dipengadilan niaga dengan surat/tulisan. Berbeda dgn beracara dipengadilan negeri dapat diajukan scr lisan (120 HIR) 2. Kewajiban dengan bantuan ahli/advokat (Psl. 7 UU 37/2004) UU Kepalitan mewajibkan menggunakan bantuan Advokat dlm mengajukan permohonan pailit, krn proses pemeriksaan kepailitan memerlukan pengetahuan hukum dan kecakapan teknis, (berbeda dgn Acara perdata di PN tidak diwajibkan menggunakan jasa Advokat.) 26

3. Tidak terikat Prosedur Mediasi Menurut Psl 130 HIR dan PERMA 1/2016 setiap perkara Perdata harus dilakukan upaya perdamaian dgn cara Mediasi. Kecuali perkara yg diperiksa di Pengadilan Niaga, Pengadilan Hubungan Industrial, Keberatan atas putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen, keberatan atas Putusan KPPU 27

4. Pembuktian secara Sederhana (Pasal 8 (4) UU 37/2004) UU mensyaratkan agar permohonan pailit dapat dibuktikan dengan fakta/keadaan yg terbukti scr sederhana. Yg dibuktikan scr sederhana syarat pailit : Ada 2 / lebih kreditor Minimal 1 hutang tidak dibayar lunas Minimal 1 hutang sudah jatuh tempo dan dapat ditagih 28

5. Waktu Pemeriksaan (sidang) Tenggang waktu penerimaan permohonan dan pemeriksaan kepalitan telah diatur scr tegas sbg pelaksanaan asas peradilan yang sederhana, cepat dan biaya ringan. Penggilan Sidang dgn surat kilat tercatat nimimal 7 hari sebelum sidang (pls 8 (2) UU37/2004). Perkara kepalitan harus sudah diputus dlm waktu 60 hari sejak permohonan didaftarkan (psl.8(5)uu37/2004) Perkara Paten, harus sudah diputus dlm waktu 180 hari sejak pendaftaran gugatan (psl.121 UU14/2001) Perkara merek, harus sudah diputus dlm waktu 90 hari sejak pendaftaran gugatan (psl. 80 (8) UU15/2001) 29

6. Putusan Bersifat Serta Merta (Uit Veerbaar Bij Vooraad) (psl. 8 (7) UU 37/2004) 7. Perkara Kepalitan dgn klausula Arbitrase Pengadilan Niaga tetap berwenang memeriksa perkara kepailitan dari para pihak yg terikat perjanjian yg memuat klausula arbitrase (Psl 303 UU 37/2004). Apakah hal ini bertentangan dgn UU 30/1999? 30

8. Upaya Hukum Pengadilan Niaga memeriksa perkara kepailitan, hanya dapat diajukan upaya hukum kasasi kepada Mahkamah Agung (Psl. 11 (1) UU 37/2004) Terhadap Putusan PKPU tidak ada upaya hukum (psl.293 (1) UU 37/2004) Terhadap putusan pengadilan niaga yg telah berkekuatan hukum tetap, dapat diajukan upaya hukum Peninjauan Kembali (PK), Kecuali PKPU (Psl. 14 (1) Jo. 295 UU 37/2004) 31