APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG) DALAM ANALISIS SAWAH DAN TEGALAN BERDASARKAN KARAKTERISTIK FISIK LINDA SARIASIH

dokumen-dokumen yang mirip
III. BAHAN DAN METODE

APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG) DALAM ANALISIS SAWAH DAN TEGALAN BERDASARKAN KARAKTERISTIK FISIK LINDA SARIASIH

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Lahan dan Penggunaan Lahan 2.2 Perubahan Penggunaan Lahan dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE

III. METODOLOGI PENELITIAN GUNUNG DEPOK SINDUR PARUNG RUMPIN CISEENG CIBINONG BOJONG GEDE KEMANG RANCA BUNGUR KOTA BOGOR CIBUNGBULANG CIAMPEA DRAMAGA

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lahan dan Penggunaan Lahan Pengertian Lahan

III. BAHAN DAN METODE

Gambar 2 Peta administrasi DAS Cisadane segmen hulu.

VI. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

DATA UMUM 1. KONDISI GEOGRAFIS

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR FISIK YANG MEMPENGARUHI PRODUKTIVITAS PADI SAWAH DENGAN APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN

BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH KABUPATEN BOGOR

Sekapur Sirih. Jakarta, Agustus 2010 Kepala Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor, Ahmad Koswara, MA

III. METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

ANALISIS SITUASI DAN KONDISI KABUPATEN BOGOR

BAHAN DAN METODE. Gambar 1 Peta Lokasi Penelitian

IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Letak dan Kondisi Fisik Wilayah

Gambar 7. Lokasi Penelitian

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan, Penggunaan Lahan dan Perubahan Penggunaan Lahan

III. METODOLOGI 3.1 Waktu Penelitian 3.2 Lokasi Penelitian

APLIKASI PJ UNTUK PENGGUNAAN TANAH. Ratna Saraswati Kuliah Aplikasi SIG 2

ARAHAN PEMANFAATAN DAYA DUKUNG LAHAN PERTANIAN DI KABUPATEN BOGOR

METODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian

I. PENDAHULUAN. Lahan merupakan salah satu faktor yang penting bagi kehidupan manusia. Lahan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

PEMERINTAH KABUPATEN BOGOR RINGKASAN PERUBAHAN APBD MENURUT URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DAN ORGANISASI TAHUN ANGGARAN 2015

II. TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan

BAB II DAERAH PENELITIAN & BAHAN

PETA SUNGAI PADA DAS BEKASI HULU

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Banjir 2.2 Tipologi Kawasan Rawan Banjir

Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut :

PERATURAN BUPATI TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS PAJAK DAERAH PADA BADAN PENGELOLAAN PENDAPATAN DAERAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pola Spasial Pembangunan Manusia dan Sosial. Sumberdaya Manusia

Gambar. 4 Peta Lokasi Kabupaten Bogor

V. KARAKTERISTIK DAN KEMAMPUAN DAYA BELI MASYARAKAT MISKIN DI KABUPATEN BOGOR. Tabel. 22 Dasar Perwilayahan di Kabupaten Bogor

HASIL DAN PEMBAHASAN Penyebaran Desa IDT

3 METODE. Lokasi dan Waktu Penelitian

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Sistem Infornasi Geografis, atau dalam bahasa Inggeris lebih dikenal dengan Geographic Information System, adalah suatu sistem berbasis komputer yang

METODE. Waktu dan Tempat

LAPORAN PRAKTIKUM PENGINDERAAN JAUH KOMPOSIT BAND CITRA LANDSAT DENGAN ENVI. Oleh: Nama : Deasy Rosyida Rahmayunita NRP :

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kekeringan

BAB III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE

BAB IV KONDISI UMUM WILAYAH

METODE PENELITIAN. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 9. Peta Orientasi Wilayah Kecamatan Beji, Kota Depok

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Cidokom Kecamatan Rumpin. Kecamatan Leuwiliang merupakan kawasan

TINJAUAN PUSTAKA. tujuan penggunaannya harus tinggi. Untuk mencapai kegunaan tersebut perlu

Gambar 9. Peta Batas Administrasi

BAHAN DAN METODE. Tabel 4 Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian

RINGKASAN PROGRAM PENELITIAN HIBAH BERSAING TAHUN ANGGARAN TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN Luas DAS Cileungsi

TABEL 1 Nilai dan Kontribusi Sektor dalam PDRB Kabupaten Bogor Atas Dasar Harga Konstan Tahun

BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN. Secara Geografis Kota Depok terletak di antara Lintang

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH

III. BAHAN DAN METODE

III. METEDOLOGI PENELITIAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. fisik lingkungan yang hampir sama dimana keragaman tanaman dan hewan dapat

II. TINJAUAN PUSTAKA. permukaan lahan (Burley, 1961 dalam Lo, 1995). Konstruksi tersebut seluruhnya

PENDAHULUAN. Lahan merupakan faktor input penting dalam berbagai aktivitas ekonomi

APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) UNTUK ANALISIS POLA SEBARAN DAN PERKEMBANGAN PERMUKIMAN (Studi Kasus Kabupaten Bogor, Jawa Barat)

ANALISIS PERUBAHAN TUTUPAN VEGETASI BERDASARKAN NILAI NDVI DAN FAKTOR BIOFISIK LAHAN DI CAGAR ALAM DOLOK SIBUAL-BUALI SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. Menurut FAO (dalam Arsyad 1989:206) mengenai pengertian lahan, Adapun pengertian dari FAO (1976) yang dikutip oleh Sitorus (1998)

III. BAHAN DAN METODE. Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3 dan Tabel 4.

TUGAS UTS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PEMETAAN DAERAH RAWAN BANJIR DI SAMARINDA

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Masyarakat Adat Kasepuhan

LOGO Potens i Guna Lahan

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi

Jumlah rumah tangga usaha pertanian di Kabupaten Bogor Tahun 2013 sebanyak rumah tangga

Pengertian Sistem Informasi Geografis

TINJAUAN PUSTAKA. lahan dengan data satelit penginderaan jauh makin tinggi akurasi hasil

Tabel 7. Luas wilayah tiap-tiap kabupaten di Provinsi Jawa Barat. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar 2. Peta Batas DAS Cimadur

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Hampir semua sektor pembangunan fisik memerlukan lahan,

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Propinsi Sulawesi Tenggara

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar 1. Lokasi Penelitian

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perubahan penutupan lahan merupakan keadaan suatu lahan yang mengalami

APLIKASI PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI UNTUK KESESUAIAN LAHAN PERMUKIMAN KOTA BEKASI. Dyah Wuri Khairina

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

SISTEM INFORMASI GEOGRAFI. Data spasial direpresentasikan di dalam basis data sebagai vektor atau raster.

MATERI DAN METODE. Prosedur

III. METODOLOGI Waktu dan Lokasi Penelititan

KEADAAN UMUM LOKASI. Gambar 2. Wilayah Administrasi Kabupaten Bogor. tanah di wilayah Kabupaten Bogor memiliki jenis tanah yang cukup subur

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi

V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

Transkripsi:

APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG) DALAM ANALISIS SAWAH DAN TEGALAN BERDASARKAN KARAKTERISTIK FISIK LINDA SARIASIH PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

ii RINGKASAN LINDA SARIASIH. Aplikasi Sistem Informasi Geografi (SIG) dalam Analisis Sawah dan Tegalan Berdasarkan Karakteristik Fisik. Dibawah bimbingan KOMARSA GANDASASMITA dan KHURSATUL MUNIBAH. Pangan merupakan salah satu kebutuhan manusia yang paling mendasar. Sumberdaya dasar pemasok utama pangan berasal dari lahan pertanian, terutama sawah dan tegalan. Penggunaan lahan di Kabupaten Bogor sampai saat ini sebagian besar masih merupakan lahan pertanian. Namun, perkembangan pertanian akan mengalami penurunan. Lahan pertanian cenderung mengalami konversi menjadi penggunaan lahan non-pertanian seperti pemukiman, industri dan sektor-sektor penunjangnya. Terjadinya konversi tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya adalah karakteristik lahan. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari dan menganalisis pola sebaran sawah dan tegalan selama empat titik tahun (1990, 2001, 2004, dan 2008), serta mengetahui pola perubahannya berdasarkan karakteristik lahan seperti kemiringan lereng, elevasi, jenis tanah, fisiografi, curah hujan, dan aksessibilitas. Penelitian dilakukan di Bagian Penginderaan Jauh dan Informasi Spasial. Penelitian ini terdiri dari lima tahap kegiatan yang terdiri dari (1) Tahap persiapan dan pengumpulan data, (2) Tahap pengolahan peta, (3) Tahap pengolahan citra, (4) Tahap pengecekan lapang, dan (5) Tahap analisis data. Sawah menurun pada setiap pengamatan. Pengamatan pada multi waktu ini juga memperlihatkan bahwa penutupan lahan sawah dapat berubah menjadi tegalan dan sebaliknya tergantung musim. Berdasarkan pola sebarannya sawah dan tegalan dijumpai mendominasi kemiringan lereng 15% dan nilai elevasi 250 mdpl. Pola ini terlihat konsisten mulai dari tahun 1990, 2001, 2004, dan 2008. Perubahan sawah dan tegalan meliputi penurunan dan penambahan. Penurunan sawah dan tegalan berdasarkan karakteristik fisik pada setiap periode memiliki pola yang berbeda. Pada periode 1990-2001 dan 2001-2004 penurunan banyak terjadi pada kemiringan lereng 15%, sedangkan pada periode 2004-2008 mengalami pergeseran menjadi 15%-30%. Sedangkan berdasarkan elevasi pada

iii periode 1990-2001 penurunan banyak terjadi pada elevasi 250 mdpl, sedangkan pada periode 2001-2004 dan 2004-2008 penurunan banyak terjadi pada elevasi 500-750 mdpl. Dan berdasarkan aksessibilitas pada setiap periode penurunan didominasi pada jarak 3 km. Penambahan sawah dan tegalan berdasarkan kemiringan lereng pada setiap periode didominasi pada 15%-30%, sedangkan berdasarkan elevasi penambahan pada periode 2001-2004 banyak dijumpai pada elevasi 250 mdpl, sedangkan pada periode 1990-2001 dan 2004-2008 banyak dijumpai pada elevasi 250-500 mdpl. Berdasarkan aksessibilitas pada periode 1990-2001 dan 2004-2008 penambahan banyak terdapat pada aksessibilitas 6km 9km, sedangkan pada periode 2001-2004 berada pada jarak 3 km- 6km. Perubahan lahan sawah dan tegalan menjadi penggunaan lain dianalisis dengan menggunakan binomial logit. Berdasarkan hasil analisis tersebut diketahui bahwa faktor-faktor yang diduga meningkatkan peluang perubahan sawah dan tegalan adalah faktor kelerengan, yaitu kelas lereng 3 (30% - 50%) dan curah hujan 2879 mm/tahun. Sedangkan faktor yang berpengaruh menurunkan peluang perubahan adalah (1) kelas lereng 1 ( 15%) dan kelas lereng 2 (15% - 30%), (2) curah hujan 3236 mm/tahun, dan (3) kode jarak 4 (9km 12km). Kata kunci : pola perubahan, sawah dan tegalan, karakteristik lahan.

iv SUMMARY LINDA SARIASIH. Application of Geographic Information System (GIS) to Analyze Paddy and Field Based on Physic Characteristic. Under supervision of KOMARSA GANDASASMITA and KHURSATUL MUNIBAH. Food is the most fundamental of human needs. Primarily food resources come from agriculture, mainly paddies and fields. Land in Bogor District is used to agriculture largely until now. However, agriculture development will decline because agricultural lands will be converted become non-agricultural land such as housing, industry, and other sectors. These conversions are influenced by various factors include land s characteristic. The purposes of research are to study and to analyze spreading pattern of paddy and field for four periods (1990, 2001, 2004, and 2008), and to know changing pattern of paddy and field based by land s characteristics such as slope, elevation, soil type, rainfall, and accessibility. Research had conducted at Section of Remote Sensing and Spatial Information. This research consists of five activity steps. Those are (1) preparation and obtain data, (2) Map processing, (3) image processing, (4) field checking, and (5) data analysis. Paddy fields declined in every observation. Observation on multi time also showed that close of paddy fields can be turned become fields and vice versa, depend on season. Based on spreading pattern, paddies and fields dominate slope 15% and elevation value 250 mdpl. These patterns seem consistently started on 1990, 2001, 2004, and 2008. Changing of paddy and field including inclining and declining. Paddy and fields based on the physical characteristics of each period has a different pattern. In the period 1990-2001 and the 2001-2004 decline occurs in many slope 15%, whereas in the period 2004-2008 experienced a shift to 15% -30%. While based on elevation in the period 1990-2001 a decrease occurred in many elevation 250 mdpl, whereas in the period 2001-2004 and the 2004-2008 decline occurs at an elevation 500-750 mdpl. And based on each period accessibility decrease in the distance is dominated 3 km. Incline paddy and fields on the slope based on each period was dominated at 15% -30%, whereas the addition of elevation based on

v the 2001-2004 period are often found at elevations 250 mdpl, whereas in 1990-2001 and 2004-2008 periods are often found at elevations 250-500 mdpl. Accessibility based on the period 1990-2001 and 2004-2008 in addition there are many accessibility 6km - 9 km, while in the period 2001-2004 was at a distance of 3 km-6km. Changes in paddy and fields to use were analyzed using binomial logit. Based on the results of the analysis note that the factors that allegedly increase the chances of paddy and field changes are slope factor, namely the slope class 3 (30% - 50%) and rainfall is 2879 mm / year. Meanwhile, the influential factors reduce the chance of change is (1) slope class 1 ( 15%) and slope class 2 (15% - 30%), (2) rain fall is 3236 mm/ year, and (3) code of distance 4 (9 km - 12km). Keywords: Changing pattern, Paddy and Field, Land s characteristic.

vi APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG) DALAM ANALISIS SAWAH DAN TEGALAN BERDASARKAN KARAKTERISTIK FISIK Linda Sariasih A14052083 Skripsi sebagai Salah Satu Syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTES PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

vii LEMBAR PENGESAHAN Judul Skripsi : Aplikasi Sistem Informasi Geografi (SIG) dalam Analisis Sawah dan Tegalan Berdasarkan Karakteristik Fisik Nama Mahasiswa : Linda Sariasih Nomor Pokok : A14052083 Menyetujui, Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II (Dr. Ir. Komarsa Gandasasmita, M.Sc) (Dr. Ir. Khursatul Munibah, M.Sc) NIP: 19550111 197603 1 001 NIP: 19620515 199003 2 001 Mengetahui, Ketua Departemen (Dr. Ir. Syaiful Anwar, M. Sc.) NIP. 19621113 198703 1 003 Tanggal lulus:

viii RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 16 Maret 1988 sebagai anak keempat dari tujuh bersaudara pasangan Soedaryanto dan Sri Wahyuni. Pendidikan formal yang ditempuh oleh penulis berawal dari SD Negeri 01 Pagi Pasarminggu (1993-1999). Selepas Sekolah Dasar, penulis melanjutkan pendidikan ke SLTP Negeri 41 Jakarta (1999-2002) lalu SMA Negeri 38 Jakarta (2002-2005). Pada tahun 2005, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan pada tahun 2006 penulis diterima di Departemen Ilmu Tanah dan Sumbedaya Lahan. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif mengikuti kegiatan kemahasiswaan diantaranya sebagai staf infokom HMIT (2006-2007), sekretaris HMIT (2007-2008) dan kepanitiaan lain yang diselenggarakan oleh Fakultas Pertanian dan Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan. Penulis juga berkesempatan menjadi asisten praktikum mata kuliah Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra (2007 2008 dan 2009-2010), Agrogeologi (2008-2009), Geomorfologi dan Analisis Lanskap (2008-2009), dan Sistem Informasi Geografi (2008 2009 dan 2009-2010).

ix KATA PENGANTAR Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini. Penelitian ini berjudul Aplikasi Sistem Informasi Geografi (SIG) dalam Analisis Sawah dan Berdasarkan Karakteristik Fisik. Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Bogor dan pengolahan data dilakukan di Bagian Penginderaan Jauh dan Informasi Spasial Depertemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada: 1. Dr. Ir. Komarsa Gandasasmita, M.Sc selaku pembimbing I yang senantiasa sabar dan meluangkan waktu untuk memberikan arahan dan bimbingan selama kegiatan penelitian dan penulisan skripsi. 2. Dr. Ir. Khursatul Munibah, M.Sc selaku pembimbing II yang memberikan motivasi dan masukan bagi penulis dalam kegiatan penelitian dan penulisan skripsi. 3. Dr. M. Ardiansyah selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan bagi penulis dalam penulisan skripsi. 4. Orang tua tercinta Bapak dan Mama, serta ketiga kakak (Mba Tari, Mba Lenny, Mba Sulis) dan ketiga ade (Linna, Ade, Dini) yang senantiasa memberikan do a, restu, kasih sayang, kepercayaan, dan dukungan moral dan spiritual sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan ini. 5. Mba Reni, Mba Agi, dan Mba Nisa, terimakasih atas bantuan yang diberikan. 6. Topan, Rani, dan Rizma terimakasih atas semangat, kebersamanan, dukungan dan bantuan yang telah diberikan. 7. Nana, Reni, Shanty, Yurin, Icul serta teman-teman Pondok Indah terimakasih atas semangat, kebersamanan, dukungan dan bantuan yang telah diberikan.

x 8. Ai, Tety, Ikhsan, Anter, Benkbenk, teman-teman Lab PPJ dan temanteman Soil 42 lainnya terima kasih atas bantuan yang telah diberikan. 9. Semua pihak yang turut membantu kegiatan penelitian dan penyusunan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu-persatu. Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan pada skripsi ini. Namun penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukannya. Bogor, Februari 2010 Penulis

xi DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN... ii SUMMARY... iv RIWAYAT HIDUP... vii KATA PENGANTAR... ix DAFTAR ISI... xi DAFTAR TABEL... xiii DAFTAR GAMBAR... xiv I. PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Tujuan... 2 II. TINJAUAN PUSTAKA... 3 2.1. Penggunaan Lahan... 3 2.2. Perubahan Penggunaan Lahan dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perubahan Penggunaan Lahan... 3 2.3. Karakteristik Lahan... 4 2.4. Penggunaan Lahan Sawah dan Tegalan... 6 2.5. Lahan Pertanian di Kabupaten Bogor...6 2.6 Sistem Informasi Geografi...7 2.7 Citra Landsat TM...8 III. METODOLOGI PENELITAN... 11 3.1. Waktu dan Tempat Penelititan... 11 3.2. Bahan dan Alat... 11 3.3. Metode Penelitian... 12 3.3.1. Tahap Pengumpulan Data... 12 3.3.2. Tahap Pengolahan Data... 12 3.3.2.1. Tahap Pengolahan Citra...12 3.3.2.2 Tahap Pengolahan Peta...13 3.3.3 Tahap Analisis Data...16 3.3.3.1 Analisis Perubahan Penggunaan Lahan...16

xii 3.3.3.2 Analisis Pola Sebaran Sawah dan Tegalan Berdasarkan Karakteristik Lahan...16 3.3.3.3 Analisis Pola Perubahan Sawah dan Tegalan Berdasarkan Karakteristik Lahan...16 3.3.3.4 Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perubahan Penggunaan Lahan Sawah dan Tegalan...16 IV. KONDISI UMUM LOKASI... 18 4.1. Letak dan Lokasi Kabupaten Bogor... 18 4.2. Topografi... 19 4.3. Iklim... 21 4.4 Tanah... 22 V. HASIL DAN PEMBAHASAN... 24 5.1. Penggunaan Lahan Sawah dan Tegalan di kabupaten Bogor... 24 5.2. Pola Perubahan Sawah dan Tegalan pada Setiap Periode... 27 5.3. Pola Sebaran Sawah dan Tegalan Berdasarkan Karakteristik Fisik... 29 5.3.1 Pola Sebaran Sawah dan Tegalan Berdasarkan Kemiringan lereng... 29 5.3.2 Pola Sebaran Sawah dan Tegalan Berdasarkan Elevasi... 30 5.5.3 Pola Sebaran Sawah dan Tegalan Berdasarkan Jenis Tanah...31 5.5.4 Pola Sebaran Sawah dan Tegalan Berdasarkan Curah Hujan...33 5.5.5 Pola Sebaran Sawah dan Tegalan Berdasarkan Aksessibilitas...34 5.4. Pola Perubahan Sawah dan Tegalan Berdasarkan Karakteristik Fisik...35 5.4.1 Pola Perubahan Sawah dan Tegalan Berdasarkan Kemiringan Lereng...35 5.4.2 Pola Perubahan Sawah dan Tegalan Berdasarkan Elevasi...36 5.4.3 Pola Perubahan Sawah dan Tegalan Berdasarkan Jenis Tanah...37 5.4.4 Pola Perubahan Sawah dan Tegalan Berdasarkan Curah Hujan...38 5.5.5 Pola Perubahan Sawah dan Tegalan Berdasarkan Aksessibilitas...39 5.5 Perubahan Sawah dan Tegalan Menjadi Pemukiman... 40 5.6 Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perubahan Sawah dan Tegalan... 42 VI. KESIMPULAN... 44 DAFTAR PUSTAKA... 46 LAMPIRAN

xiii DAFTAR TABEL No. Teks Halaman Tabel 1. Data Teknis Landsat TM... 9 Tabel 2. Kegunaan masing-masing saluran pada Landsat TM... 10 Tabel 3. Bahan yang digunakan dalam penelitian... 11 Tabel 4. Software yang digunakan dalam penelitian......11 Tabel 5. Kelas Kemiringan Lereng... 13 Tabel 6. Kelas Elevasi... 13 Tabel 7. Buffer Jalan.... 14 Tabel 8. Perubahan Penggunaan/ Penutupan Lahan Pada Setiap Periode... 27 Tabel 9. Pola Tanam dalam Setahun Berdasarkan Ketersediaan Air... 28 Tabel 10. Luas dan Proporsi Sawah dan Tegalan Pada Setiap Tahun... 28 Tabel 11. Proporsi Sawah dan Tegalan Berdasarkan Kemiringan Lereng... 30 Tabel 12. Proporsi Sawah dan Tegalan Berdasarkan Elevasi... 31 Tabel 13. Proporsi Sawah dan Tegalan Berdasarkan Jenis Tanah... 32 Tabel 14. Proporsi Sawah dan Tegalan Berdasarkan Curah Hujan... 34 Tabel 15. Proporsi Sawah dan Tegalan Berdasarkan Aksessibilitas... 35 Tabel 16. Proporsi Perubahan Sawah dan Tegalan Berdasarkan Kemiringan lereng... 36 Tabel 17. Proporsi Perubahan Sawah dan Tegalan Berdasarkan Elevasi... 37 Tabel 18. Proporsi Perubahan Sawah dan Tegalan Berdasarkan Jenis Tanah...38 Tabel 19. Proporsi Perubahan Sawah dan Tegalan Berdasarkan Curah Hujan...39 Tabel 20. Proporsi Perubahan Sawah dan Tegalan Berdasarkan Aksessibilitas...40 Tabel 21. Jumlah Penduduk...41 Tabel 22. Penaksiran Peluang Perubahan Penggunaan Sawah dan Tegalan...42 Tabel 23. Perhitungan goodness of fit peluang perubahan penggunaan lahan sawah dan tegalan........43 Lampiran 1. Data Curah Hujan Setiap Stasiun Tahun 1991-2000...49

xiv DAFTAR GAMBAR No. Teks Halaman Gambar 1. Tahapan Penelitian... 15 Gambar 2. Peta Administrasi Kabupaten Bogor... 19 Gambar 3. Peta Kemiringan Lereng Kabupaten Bogor... 20 Gambar 4. Peta Elevasi Kabupaten Bogor.... 21 Gambar 5. Peta Curah Hujan Kabupaten Bogor... 22 Gambar 6. Peta Jenis Tanah Kabupaten Bogor... 23 Gambar 7. Peta Penggunaan/ Penutupan Lahan Kabupaten Bogor Tahun 1990. 25 Gambar 8. Peta Penggunaan/ Penutupan Lahan Kabupaten Bogor Tahun 2001. 25 Gambar 9. Peta Penggunaan/ Penutupan Lahan Kabupaten Bogor Tahun 2004. 26 Gambar 10.Peta Penggunaan/ Penutupan Lahan Kabupaten Bogor Tahun 2008. 26 Gambar 11.Grafik Proporsi Sawah dan Tegalan Pada Setiap Tahun... 29 Gambar 12.Grafik Proporsi Sawah dan Tegalan Berdasarkan Kemiringan Lereng... 30 Gambar 13.Grafik Proporsi Sawah dan Tegalan Berdasarkan Elevasi... 31 Gambar 14.Grafik Proporsi Sawah dan Tegalan Berdasarkan Jenis Tanah...32 Gambar 15.Grafik Proporsi Sawah dan Tegalan Berdasarkan Curah Hujan...33 Gambar 16.Grafik Proporsi Sawah dan Tegalan Berdasarkan Aksessibilitas...34 Gambar 17.Grafik Proporsi Perubahan Sawah dan Tegalan Berdasarkan Kemiringan Lereng...35 Gambar 18.Grafik Proporsi Perubahan Sawah dan Tegalan Berdasarkan Elevasi...37 Gambar 19.Grafik Proporsi Perubahan Sawah dan Tegalan Berdasarkan Jenis Tanah......38 Gambar 20.Grafik Proporsi Perubahan Sawah dan Tegalan Berdasarkan Curah Hujan...39 Gambar 21.Grafik Proporsi Perubahan Sawah dan Tegalan Berdasarkan Aksessibilitas...40 Gambar 22. Grafik Hubungan Proporsi Sawah dan Tegalan dengan Kerapatan Penduduk...41

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan salah satu kebutuhan manusia yang paling mendasar. Kebutuhan pangan semakin meningkat seiring dengan laju pertumbuhan penduduk yang semakin tinggi. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Malian dkk (2004) di wilayah Indonesia menunjukkan bahwa kebutuhan pangan meningkat 2,5% - 4% per tahun seiring dengan pertambahan jumlah penduduk. Hal tersebut menyebabkan kebutuhan terhadap lahan pertanian yang dimanfaatkan untuk memproduksi pangan juga meningkat, namun bersamaan dengan itu pertumbuhan penduduk yang tinggi juga menyebabkan peningkatan pemukiman, industri, dan sektor-sektor penunjangnya. Keadaan ini menyebabkan terjadinya persaingan penggunaan lahan antara lahan pertanian dan pemukiman. Dalam persaingan ini lahan-lahan pertanian biasanya berubah fungsi menjadi lahan industri atau sektor lain penunjangnya (Kustiawan, 1997, dalam Gandasasmita, 2001). Perubahan lahan pertanian menjadi pemukiman menyebabkan penyusutan areal pertanian. Menurut Rustiadi (2001) lahan-lahan sawah yang dikonversikan ke berbagai aktivitas urban sangat kecil kemungkinannya untuk dikembalikan lagi menjadi sawah (irreversible). Hal tersebut secara langsung akan menurunkan produktivitas pangan yang pada akhirnya akan mempengaruhi ketahanan pangan. Mengingat hal tersebut maka diperlukan suatu penataan lahan karena sulitnya mencari lahan pengganti yang lebih subur atau minimal sama diluar lahan pertanian yang sudah ada. Salah satu cara untuk mengatasi masalah tersebut yaitu mempelajari pola sebaran sawah dan tegalan sehingga peruntukan lahan-lahan bagi pertanian dapat dipertahankan. Penggunaan dan penutupan lahan di Kabupaten Bogor sampai saat ini sebagian besar adalah pertanian. Namun, pada umumnya perkembangan sektor pertanian akan mengalami penurunan. Oleh karena itu perlu diketahui karakteristik lahan yang mempengaruhi penurunan lahan pertanian agar hal tersebut dapat dikendalikan. Sistem Informasi Geografi (SIG) merupakan sistem berbasis komputer yang mempunyai kemampuan untuk menangani data yang bereferensi geografi

2 yang mencakup pemasukan, manajemen data, manipulasi dan analisis serta pengembangan produk percetakan (Aronof, 1989). Dalam kenyataannya, penggunaan lahan di suatu wilayah selalu di karakterisasikan oleh variasi spasial sehingga Sistem Informasi Geografi (SIG) merupakan perangkat yang dapat membantu menganalisa pola sebaran dan pola perubahan penggunaan lahan seperti sawah dan tegalan. Dalam penelitian, untuk mengetahui penggunaan lahan pertanian digunakan citra landsat. Menurut Martono (2008) salah satu keuntungan dari data citra satelit untuk deteksi dan inventarisasi sumberdaya lahan pertanian adalah setiap lembar (scene) citra ini mencakup wilayah yang sangat luas yaitu sekitar 60 180 km 2 (360.000 3.240.000 ha), sehingga memungkinkan digunakan dalam deteksi penyebaran lahan pertanian serta pengaruh iklim dan topografi terhadap penyebarannya. 1.2 Tujuan Tujuan penelitian ini adalah : 1. Menganalisis pola sebaran sawah dan tegalan selama empat titik tahun (1990, 2001, 2004, dan 2008). 2. Menganalisis pola sebaran dan perubahan sawah dan tegalan berdasarkan karakteristik fisik seperti lereng, elevasi, jenis tanah, curah hujan, dan aksessibilitas. 3. Menganalisis faktor-faktor fisik lahan yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan sawah dan tegalan.

3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penggunaan Lahan Lahan (land) adalah lingkungan fisik yang terdiri dari iklim, relief, tanah, air dan vegetasi serta benda yang ada diatasnya sepanjang ada pengaruhnya terhadap penggunaan lahan (Sitorus, 2003). Menurut Arsyad (2000) penggunaan lahan adalah setiap bentuk intervensi (campur tangan) manusia terhadap lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya baik material maupun spiritual. Sementara menurut Lillesand dan Kiefer (1997), penggunaan lahan berhubungan dengan kegiatan manusia pada sebidang lahan, sedangkan penutup lahan lebih merupakan perwujudan fisik obyek-obyek yang menutupi lahan tanpa mempersoalkan kegiatan manusia terhadap obyek-obyek tersebut. Penggunaan lahan dapat dikelompokan ke dalam dua golongan besar, yaitu penggunaan lahan pertanian dan penggunaan lahan bukan pertanian. Penggunaan lahan pertanian dibedakan atas tegalan, sawah, kebun karet, padang rumput, hutan produksi, padang alang-alang, dan sebagainya. Sedangkan penggunaan lahan bukan pertanian dapat dibedakan ke dalam penggunaan kota atau desa (pemukiman), industri, rekreasi, pertambangan, dan sebagainya (Dit. Landuse, 1967 dalam Arsyad, 2000). 2.2 Perubahan Penggunaan Lahan dan Faktor- faktor yang Mempengaruhi Perubahan Penggunaan Lahan Perubahan penggunaan lahan adalah perubahan penggunaan atau aktivitas terhadap suatu lahan yang berbeda dari aktivitas sebelumnya, baik untuk tujuan komersial maupun industri (Kazaz dan Charles, 2001 dalam Munibah, 2005 ). Sementara menurut Junaedi (2008) perubahan penggunaan lahan dapat diartikan sebagai suatu proses pilihan pemanfaatan ruang guna memperoleh manfaat yang optimum, baik untuk pertanian maupun non-pertanian. Perubahan penggunaan lahan pertanian ke non-pertanian bukanlah semata-mata fenomena fisik berkurangnya luasan lahan pertanian melainkan suatu fenomena dinamik yang menyangkut aspek-aspek kehidupan masyarakat. Perubahan penggunaan lahan pertanian secara agregat berkaitan erat dengan perubahan orientasi ekonomi, sosial, budaya dan politik masyarakat. Arah ini secara langsung maupun tidak

4 langsung akan mempengaruhi kesejahteraan masyarakat, ekonomi nasional dan regional dan tata ruang pertanian wilayah (Winoto, 1995, dalam Junaedi, 2008). Menurut Barlowe (1986), pertambahan jumlah penduduk berakibat pada penambahan kebutuhan terhadap makanan dan kebutuhan lain yang dihasilkan oleh sumberdaya lahan. Permintaan terhadap hasil-hasil pertanian meningkat dengan adanya pertambahan jumlah penduduk, demikian juga permintaan terhadap hasil non-pertanian juga meningkat. Sesuai dengan perkembangan penduduk dan peningkatan material ini, cenderung menyebabkan persaingan dan konflik diantara penggunaan lahan. Adanya persaingan tidak jarang menimbulkan pelanggaran batas-batas penggunaan lahan, seperti lahan pertanian yang digunakan untuk kegiatan non-pertanian. Beberapa kajian dan penelitian telah dilakukan untuk menganalisis faktorfaktor penyebab terjadinya perubahan penggunaan lahan. Nasoetion (1991) menyatakan beberapa hal yang diduga sebagai penyebab proses perubahan penggunaan lahan antara lain : 1. Besarnya tingkat urbanisasi dan lambatnya proses pembangunan di pedesaan 2. Meningkatnya jumlah kelompok golongan berpendapatan menengah hingga atas di wilayah perkotaan yang berakibat tingginya permintaan terhadap pemukiman (komplek-komplek perumahan) 3. Terjadinya transformasi di dalam struktur perekonomian yang pada gilirannya akan mendepak kegiatan pertanian/ lahan hijau khususnya di perkotaan 4. Terjadinya fragmentasi pemilikan lahan menjadi satuan-satuan usaha dengan ukuran yang secara ekonomi tidak efisien. 2.3 Karakteristik Lahan Barlowe (1986) menyatakan bahwa penggunaan lahan dipengaruhi oleh tiga faktor penting, yaitu faktor fisik lahan, faktor ekonomi, dan faktor kelembagaan. Faktor fisik lahan yaitu faktor-faktor yang meliputi keseluruhan sifat fisik lahan seperti iklim, air, topografi, tanah, dan vegetasi. Faktor fisik yang mempengaruhi penggunaan lahan adalah faktor-faktor yang terkait dengan kesesuaian lahannya, meliputi faktor-faktor lingkungan yang secara langsung maupun tidak langsung mempegaruhi pertumbuhan dan budidaya tanaman, kemudahan teknik budidaya ataupun pengelolaan lahan dan kelestarian

5 lingkungan. Faktor fisik ini meliputi kondisi iklim, sumberdaya air dan kemungkinan pengairan, bentuk lahan dan topografi, serta karakteristik tanah yang secara bersama akan membatasi apa yang dapat dan tidak dapat dilakukan pada sebidang lahan (Sys et al,. 1991 dalam Gandasasmita, 2001). Topografi adalah perbedaan tinggi atau bentuk wilayah suatu daerah, termasuk didalamnya adalah perbedaan kecuraman dan bentuk lereng. Peranan topografi terhadap penggunaan lahan dibedakan berdasarkan unsur-unsurnya adalah elevasi dan kemiringan lereng. Peranan elevasi terkait dengan iklim, terutama suhu dan curah hujan. Elevasi juga berpengaruh terhadap peluang untuk pengairan. Peranan lereng terkait dengan kemudahan pengelolaan dan kelestarian lingkungan. Pengaruh relief akan menghasilkan jenis-jenis tanah yang berbeda pula. Daerah yang berlereng curam mengalami erosi yang terus-menerus sehingga tanah-tanah ditempat ini bersolum dangkal, kandungan bahan organik rendah dan perkembangan horison lambat dibandingkan dengan tanah-tanah didaerah datar yang air tanahnya dalam. Perbedaan lereng juga menyebabkan perbedaan air tersedia bagi tumbuh-tumbuhan sehingga mempengaruhi pertumbuhan vegetasi di tempat tersebut dan seterusnya juga mempengaruhi pembentukan tanah (Hardjowigeno, 1993). Tanah merupakan salah satu faktor penentu yang mempengaruhi penyebaran penggunaan lahan (Barlowe, 1986). Sehubungan dengan fungsinya sebagai sumber hara, tanah merupakan faktor fisik lahan yang paling sering dimodifikasi agar penggunaan lahan yang diterapkan mendapatkan hasil yang maksimal. Tanah merupakan kumpulan benda alam dipermukaan bumi, mengandung gejala-gejala kehidupan, dan menopang atau mampu menopang pertumbuhan tanaman. Tanah meliputi horison-horison tanah yang terletak diatas bahan batuan dan terbentuk sebagai hasil interaksi sepanjang waktu dari iklim, organisme hidup, bahan induk dan relief. Perlu dicatat bahan-bahan di bawah tanah atau bahan induk tanah bukanlah selalu berasal dari batuan yang keras, tetapi dapat juga berasal dari bahan-bahan lunak seperti bahan alluvium, abu volkan, tufa volkan, dan sebagainya (Hardjowigeno, 1993). Iklim merupakan faktor fisik yang sulit dimodifikasi dan paling menentukan keragaman penggunaan lahan. Unsur-unsur iklim seperti hujan,

6 penyinaran matahari, suhu, angin, kelembaban dan evaporasi, menentukan ketersediaan air dan energi, sehingga secara langsung akan mempengaruhi ketersediaan hara bagi tanaman. Penyebaran dari unsur-unsur iklim ini bervariasi menurut ruang dan waktu, sehingga penggunaan lahan juga beragam sesuai dengan penyebaran iklimnya (Mather 1986 dalam Gandasasmita 2001 ). 2.4 Penggunaan Lahan Sawah dan Tegalan Pertanian merupakan kegiatan mengolah tanah dan menanaminya dengan tanaman yang bermanfaat. Kegiatan pertanian memanfaatkan tanah yang subur di dataran rendah. Kegiatan pertanian dibedakan menjadi dua, yaitu pertanian pada lahan basah dan pertanian pada lahan kering (http://www. Google. com/ Kegiatan Ekonomi Berdasarkan Potensi Daerah/ 17 Februari 2009). Menurut Kartono et.al (1989, dalam Gandasasmita 2001) lahan sawah adalah areal pertanian lahan basah atau lahan yang sering digenangi air, serta secara periodik atau terus-menerus ditanami padi. Termasuk dalam hal ini adalah sawah-sawah yang sesekali ditanami tebu, tembakau, rosela atau sayur-sayuran. Berdasarkan sumber air dan ketersediaannya, sawah dibedakan menjadi sawah irigasi dan sawah tadah hujan (IRRI, 1984, dalam Gandasasmita 2001). Tegalan merupakan usaha pertanian tanah kering yang intensitas penggarapannya dilaksanakan secara permanen (www. Dephut. go. id/ 16 Desember 2008). Berbeda dengan sawah yang memerlukan penggenangan, lahan tegalan atau disebut juga areal pertanian lahan kering semusim adalah areal pertanian yang tidak pernah diairi dan secara permanen ditanami dengan jenis tanaman berumur pendek saja, sedang tanaman keras mungkin hanya dijumpai pada pematang. Termasuk juga dalam kategori ini adalah areal pertanaman padi ladang, areal pertanaman sayuran, dan areal kebun campuran. 2.5 Lahan Pertanian di Kabupaten Bogor Pertanian di Kabupaten Bogor terdiri dari pertanian pangan, sayuran dan hortikultura dan perkebunan. Tanaman pangan padi menyebar hampir di semua kecamatan, dengan variasi luasan yang berbeda. Umumnya padi sawah menyebar di wilayah tengah dan utara, dimana sudah tersedia irigasi, seperti di Rumpin, Cigudeg, Sukajaya, Pamijahan, Cibungbulang, Ciampea, Caringin, Jonggol,

7 Sukamakmur, Cariu, dan lainnya. Tanaman padi gogo menyebar hanya di beberapa kecamatan dalam luasan terbatas. Produktivitas tanaman padi sawah adalah berkisar 4-5 ton per ha, sedangkan produktivitas padi gogo 2-3 ton per ha. Produktivitas ini sebenarnya masih dapat ditingkatkan dengan memperbaiki kondisi lingkungan, seperti menekan bahaya banjir, dan lain-lain dan perbaikan manajemen usaha tani seperti pemberian pupuk tepat dosis dan waktu, penyediaan modal, sarana dan prasarana seperti pembangunan pasar, gilingan padi, dan seterusnya. Kendala penting tanaman padi sawah lainnya adalah luasan padi sawah rata-rata adalah 2.500 m 2 per keluarga. Dengan luasan kepemilikan yang rendah ini maka penciptaan usaha selain bertani sawah harus dilakukan terutama dari perikanan atau peternakan. Daerah pertanian hortikultur seperti sayuran dan buah juga menyebar pada hampir semua wilayah, tetapi konsentrasi komoditas tertentu hanya menyebar pada wilayah tertentu. Tanaman jagung menyebar di kecamatan Darmaga, Cisarua, Megamendung, Cileungsi, Klapanunggal, Rancabungur, Cibinong, Ciseeng, Gunung Sindur dan Rumpin. Sedangkan tanaman kedelai menyebar hanya di Tamansari, Kemang, Rancabungur dan Megamendung. Situasi yang sama juga terjadi pada sayuran dan buah. Daerah sayuran mendominasi terbatas pada beberapa kecamatan seperti Cisarua, Darmaga, Leuwisadeng, Cigombong, sedangkan buah berasal dari Tanjungsari, Mekarsari, Jasinga, Tajurhalang, dan lain-lain. Kendala utama dalam komoditas lahan kering (semusim dan tahunan) adalah masih rendahnya produktivitas yang terkait dengan manajemen usaha tani, dan pemasaran. Khususnya untuk tanaman buah, sebenarnya ada varietas lokal yang sudah dikenal tetapi produksi masih rendah. (RPJPD, 2005-2025). 2.7 Sistem Informasi Geografi Sistem Informasi Geografi (SIG) adalah suatu sistem informasi yang dirancang untuk bekerja dengan data yang bereferensi spasial atau berkoordinat geografi. Dengan kata lain, SIG adalah suatu sistem basis data dengan kemampuan khusus untuk data yang bereferensi spasial bersamaan dengan seperangkat operasi kerja (Wiradisastra dan Baba B., 2000). Komponen utama dalam Sistem Informasi Geografi dibagi dalam empat komponen utama, yaitu :

8 perangkat keras, perangkat lunak, organisasi/ manajemen dan pemakai. Kombinasi yang benar antara keempat komponen utaman tersebut akan menentukan suatu proses pengembangan Sistem Informasi Geogarfi. Dalam hal pengintegrasian data penginderaan jauh ke dalam SIG, hal yang perlu dipahami adalah SIG dapat bekerja dengan dua model data yaitu raster berupa grid atau pixel (picture element) contohnya citra satelit atau gambar/ citra hasil scanning, dan vektor berupa titik, garis, dan poligon yang biasanya merupakan hasil digitasi. Sistem Informasi Geografis (SIG) menyajikan informasi keruangan beserta atributnya terdiri dari beberapa komponen utama ialah (Sutanto, 1995): 1) Masukan data merupakan proses pemasukan data pada komputer (dari peta tematik seperti peta jenis tanah), data statistik, data hasil analisis penginderaan jauh (data hasil pengolahan citra digital peginderaan jauh), dan lain-lain. 2) Penyiapan data dan pemanggilan kembali ialah penyimpanan data pada komputer dan pemanggilan kembali dengan cepat (penampilan pada layar monitor dan dapat ditampilkan/ cetak pada kertas). 3) Manipulasi data dan analisis ialah kegiatan yang dapat melakukan berbagai macam perintah (misalnya overlay antara dua tema peta, dan sebagainya). 4) Pelaporan data adalah dapat menyajikan data dasar (database), data hasil pengolahan data dari model menjadi bentuk peta atau data tabuler. Data yang digunakan untuk pembuatan basis data terdiri dari dua kelompok ialah data spasial dan data atribut. Data spasial adalah data yang berbentuk peta yang menggambarkan suatu daerah atau wilayah yang mengacu pada lokasi geografi. Data ini haruslah bereferensi geografis dan dipresentasikan dengan koordinat-koordinat bumi yang standar (bukan koordinat lokal). Data atribut dapat berupa data statistik (data jumlah penduduk, luas desa, dan sebagainya) atau dapat pula berupa data kualitatif (misalnya data informasi tanah, drainase baik, sedang, terhambat, dan sebagainya). 2.8 Citra Landsat TM Satelit landsat merupakan satelit tak berawak pertama yang dirancang untuk memperoleh data tentang sumberdaya bumi. Satelit Landsat pertama kali diluncurkan pada tanggal 23 Juli 1972 dengan nama ERTS-1, dan tepat sebelum

9 peluncuran ERTS-B pada tanggal 22 Januari 1975 NASA secara resmi mengganti nama program ERTS menjadi program Landsat. Program landsat telah meluncurkan beberapa generasi, yaitu : generasi pertama terdiri dari Landsat 1, Landsat 2, dan Landsat 3, generasi kedua terdiri dari Landsat 4 dan Landsat 5, dan generasi ketiga yang terdiri dari Landsat 6 dan Landsat 7. Citra Landsat MSS (Multi Spectral Scanner) dan citra Landsat TM (Thematic Mapper) merupakan citra hasil Landsat 5 yang diluncurkan pada 1 Maret 1984 dan beroperasi sampai sekarang. Satelit generasi ini mempunyai ketinggian 705 km. Landsat TM merupakan landsat telah mengalami perbaikan dalam hal kualitas sensor. Sensor TM sebenarnya adalah sensor MSS yang jauh lebih maju dengan peningkatan teknis dan geometrik. Perbaikan landsat MSS dalam bentuk resolusi spasial, perolehan data, dan radiometrik (Lillesand dan Kiefer, 1997). Data teknis Landsat TM dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Data Teknis Landsat TM No. Jenis Data Keterangan 1. Ketinggian orbit 705 km 2. Sifat orbit Selaras matahari (sun synchronous) 3. Cakupan satuan citra 185 x 185 km 2 4. Resolusi temporal 16 hari 5. Resolusi spektral 0.45-0.52 µm : saluran satu 0.52-0.60 µm : saluran dua 0.63-0.69 µm : saluran tiga 0.76-0.90 µm : saluran empat 1.55-1.75 µm : saluran lima 2.08-2.35 µm : saluran enam 10.40-12.50µm : saluran tujuh 6. Resolusi spasial Saluran 1-5 dan 7 : 30 x 30 m 2 Saluran 6 : 120 x 120 m 2 7. Resolusi radiometrik 8 bit Sumber : Lillesand dan Kiefer (1997) Resolusi spektral merupakan fungsi dari panjang gelombang yang digunakan dalam perekaman obyek. TM memiliki tujuh saluran spektral yang masing-masing memiliki fungsi yang berbeda. kegunaan masing-masing saluran pada Landsat TM dapat dilihat pada Tabel 2.

10 Tabel 2. Kegunaan masing-masing saluran pada Landsat TM Saluran Spektral Kegunaan 1 Biru Dirancang untuk membuahkan peningkatkan penentrasi ke dalam tubuh air, dan juga untuk mendukung analisis sifat khas penggunaan lahan, tanah, dan vegetasi 2 Hijau Terutama dirancang untuk mengindera puncak pantulan vegetasi pada spektrum hijau yang terletak diantara dua saluran spektral serapan klorofil dengan maksud untuk membedakan vegetasi dan penilaian kesuburan 3 Merah Untuk memisahkan vegetasi, memperkuat kontras antara kenampakan vegetasi, juga menajamkan kontras antar kelas vegetasi 4 Inframerah dekat 5 Inframerah pendek 6 Inframerah thermal 7 Inframerah pendek Untuk mendeteksi sejumlah biomassa vegetasi. Hal ini akan membantu identifikasi tanaman dan memudahkan pembedaan tanah dan tanaman serta lahan dan air Untuk penentuan jenis tanaman, kandungan air pada tanaman dan kondisi kelembaban tanah Untuk klasifikasi vegetasi, analisis gangguan vegetasi, pemisahan kelembaban tanah dan sejumlah gejala lain yang berhubungan dengan panas Untuk memisahkan formasi batuan dan dapat juga untuk pemetaan hidrotermal Sumber : Lillesand dan Kiefer (1997)

11 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan mulai bulan Februari 2009 sampai Januari 2010 yang berlokasi di wilayah administrasi Kabupaten Bogor. Analisis data dilaksanakan di Laboratorium Penginderaan Jauh dan Informasi Spasial, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. 3.2 Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Bahan yang digunakan dalam penelitian No. Data Skala Sumber Fungsi 1. Citra Landsat Tahun 1990, 2001, 2004, dan 2008 2. Peta Topografi Tahun 1999 3. Peta Tanah Analog Tahun 1966 4. Peta Curah Hujan Tahun 1990-2001 5. Peta Administrasi Tahun 2005 Mengetahui penggunaan lahan pada masing-masing tahun 1: 25.000 BAKOSURTANAL Menghasilkan peta kemiringan lereng dan peta elevasi dengan proses DEM 1: 250.000 Puslitanak Mengetahui penyebaran jenis tanah pada daerah penelitian BMG Darmaga Mengetahui penyebaran curah hujan pada daerah penelitian 1: 250.000 BAKOSURTANAL Menentukan batas wilayah Kabupaten Bogor Software yang digunakan dalam penelitian dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Software yang digunakan dalam penelitian No. Software Fungsi 1. Arc View 3.3 Proses DEM, digitasi, query, buffer, overlay 2. Panavue Image Assembler Menyambungkan peta hasil scanning 3. Statistica 8 Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan sawah dan tegalan 4. Microsoft Excel Melakukan pengolahan data atribut peta

12 3.3 Metodologi penelitian Penelitian ini terdiri dari beberapa tahap yaitu tahap pengumpulan data, tahap pengolahan data spasial dan tahap analisis data non-spasial. 3.3.1 Tahap Pengumpulan Data Tahap pengumpulan data meliputi pengumpulan data primer dan data sekunder. Data primer mencakup interpretasi dan pembuatan peta kemiringan lereng, sedangkan data sekunder meliputi pengumpulan studi literatur yang berhubungan dengan topik penelitian serta pengumpulan peta dan citra landsat. 3.3.2 Tahap Pengolahan Tahap pengolahan data spasial terdiri dari tahap pengolahan citra dan tahap pengolahan peta. Secara ringkas tahapan penelitian disampaikan pada gambar 1. 3.3.2.1 Tahap Pengolahan Citra Tahap pengolahan citra terdiri dari koreksi geometrik, penajaman citra, interpretasi citra, dan pengecekan lapang. Koreksi geometrik dilakukan agar citra memiliki referensi geografis. Citra dikoreksi dengan cara melakukan stacking layer (layer 1 sampai dengan layer 5) pada citra bagian atas dan bagian bawah. Agar citra memiliki referensi geografis yang sama citra diubah menjadi UTM WGS 84 zona 48 South. Setelah memiliki referensi geografis yang sama bagian atas dan bawah citra digabungkan dengan cara melakukan mosaic. Setelah tergabung citra dipotong dengan acuan peta administrasi Kabupaten Bogor. Penajaman citra dilakukan untuk menguatkan tampak kontras di antara kenampakan di dalam citra. Kombinasi band yang digunakan adalah 542 (RGB), dan standart deviasi 3.0. Penajaman citra dilakukan sebelum melakukan interpretasi citra. Interpretasi Citra merupakan proses mengkaji citra dengan maksud untuk mengidentifikasi obyek. Interpretasi citra terdiri dari deteksi dan digitasi. Deteksi adalah pengamatan keseluruhan atas suatu obyek sedangkan digitasi adalah proses deleniasi langsung pada layar untuk membatasi penggunaan suatu obyek. Obyek yang diidentifikasi yaitu hutan, sawah, tegalan/ kebun cmapuran, pemukiman, dan semak belukar.

13 Pengecekan lapang bertujuan untuk mengetahui kebenaran objek/ penggunaan lahan di lapangan. Tahap ini dilakukan dengan mengambil titik-titik sampel di peta, selanjutnya dilakukan pengecekan dengan GPS (Global Position System) di lapangan. 3.3.2.2 Tahap Pengolahan Peta Tahap pengolahan peta terdiri dari pembuatan peta lereng, peta elevasi, peta curah hujan, peta tanah digital, dan buffer jalan. Peta Lereng dibuat dengan menggunakan proses DEM (Digital Elevation Model). DEM adalah model kuantitatif dari elevasi pada sebagian permukaan bumi dalam bentuk digital. DEM dilakukan berdasarkan peta kontur dengan interval 12.5 meter. Pembuatan peta kemiringan lereng meliputi : DEM perhitungan kemiringan lereng pengkelasan kemiringan lereng filterisasi peta kelas lereng. Kelas lereng dibuat menurut kriteria Desaunettes, Classification of landform and list of Geomorphological Term, FAO (Food and Agriculture Organization), 1975 yaitu : Tabel 5. Kelas Kemiringan Lereng Kelas Lereng Kemiringan Lereng Keterangan 1 15% Datar/Landai 2 15% - 30% Agak curam 3 30% - 50% Curam 4 >50% Sangat curam Peta Elevasi juga dibuat dengan menggunakan proses DEM. Pembuatan peta elevasi meliputi : DEM pengkelasan elevasi generalisasi peta elevasi. Kriteria kelas elevasi disajikan pada Tabel 6. Tabel 6. Kelas Elevasi Kelas Elevasi (mdpl) 1 250 2 250-500 3 500-750 4 750-1000 5 1000-1250 6 1250-1500 7 >1500

14 Peta Curah Hujan dibuat dengan menggunakan metode poligon Thiessen. Metode ini dilakukan dengan menggunakan extensions bapedal tools sehingga menghasilkan peta curah hujan yang akan digunakan untuk mengetahui informasi penyebaran curah hujan di daerah penelitian. Polygon Thiessen mendefinisikan individu area yang dipengaruhi oleh sekumpulan titik yang terdapat disekitarnya. Polygon ini merupakan pendekatan terhadap informasi titik yang diperluas (titik menjadi poligon) dengan asumsi bahwa informasi yang terbaik untuk suatu lokasi yang tanpa pengamatan adalah informasi yang terdapat pada titik terdekat dimana hasil pengamatannya diketahui (Aronoff, 1989 dalam Prahasta, 2001). Dalam pembuatan peta ini digunakan sembilan titik yang mewakili daerah penelitian diantaranya, Kebun Raya Bogor, Kecamatan Ciawi, Citeko, Gunung Mas/ Tugu Selatan, UPTD penyuluhan pertanian Cibinong, Atang Sandjaja, Perkebunan Cikopomayak, Dayeuh, dan DAM Cianten yang diambil dalam periode sepuluh tahun (tahun 1991-2000). Data curah hujan setiap stasiun dapat dilihat pada lampiran 1. Peta Tanah Digital dibuat dengan melakukan scanning peta tanah analog, kemudian agar mempunyai koordinat geografis dilakukan koreksi geometri dan kemudian dilakukan digitasi. Peta tanah digunakan untuk menentukan satuan peta tanah (SPT) di daerah penelitian, sehingga akan diperoleh informasi mengenai bentuk lahan, jenis tanah, bahan induk, dan fisiografi. Buffer jalan diperoleh dengan menghitung jarak setiap poligon sawah dan tegalan terhadap jalan. Peta jalan diperoleh dari peta topografi dan jalan yang digunakan dalam penelitian adalah jalan arteri/utama, jalan kolektor, dan jalan tol nasional. Selanjutnya jarak yang telah diperoleh dibuat selang, selang jarak jalan disajikan pada Tabel 7. Tabel 7. Buffer Jalan Selang Jarak Kode Jarak Keterangan 3km 1 Sangat Dekat 3km - 6km 2 Dekat 6km - 9km 3 Sedang 9km - 12km 4 Jauh >12 km 5 Sangat Jauh

15 Peta Satuan Lahan Homogen (SLH) diperoleh dengan melakukan proses tumpang tindih (overlay) antara peta lereng, peta elevasi, peta tanah, peta curah hujan, dan buffer jalan. Peta Satuan Lahan homogen digunakan untuk menentukan satuan lahan dengan karakteristik lereng, elevasi, jenis tanah, curah hujan, dan aksessibilitas relatif seragam. Citra Landsat 1990, 2001, 2004, 2008 Peta Tanah Analog Peta Kontur Data Curah Hujan Koreksi Geometrik Koreksi Geometrik DEM Metode Poligon Thiessen Interpretasi Citra Digitasi Peta Lereng Peta Elevasi Peta Curah Hujan Digitasi Pengecekan Lapang Peta Tanah Digital Penggunaan Lahan Sementara Buffer Jalan Tumpang Tindih (overlay) Penggunaan Lahan Akhir Peta Satuan Lahan Homogen (SLH) Analisis pola perubahan penggunaan lahan sawah dan tegalan Tumpang Tindih (overlay) Peta Administrasi Peta Penggunaan Lahan pada Setiap SLH Analisis pola sebaran sawah dan tegalan berdasarkan karakteristik lahan Analisis pola perubahan sawah dan tergalan berdasarkan karakteristik lahan Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan sawah dan tegalan Gambar 1. Tahapan Penelitian

16 3.3.3 Analisis Data 3.3.3.1 Analisis Pola Sebaran Sawah dan Tegalan Berdasarkan Karakteristik Lahan Untuk mengetahui pola sebaran sawah dan tegalan berdasarkan masingmasing karakteristik lahan, maka pada peta penggunaan lahan akhir pada masingmasing tahun dilakukan proses query untuk mendapatkan penggunaan lahan sawah dan tegalan. Selanjutnya dilakukan overlay (union) antara penggunaan lahan sawah dan tegalan tahun 1990, 2001, 2004, dan 2008 dengan peta Satuan Lahan Homogen. 3.3.3.2 Analisis Perubahan Penggunaan Lahan Untuk mengetahui perubahan penggunaan lahan tahun 1990-2001 maka dilakukan proses overlay (union) antara peta penggunaan akhir tahun 1990 dan tahun 2001. Untuk mengetahui perubahan penggunaan lahan tahun 2001-2004 maka dilakukan proses overlay (union) antara peta penggunaan akhir tahun 2001 dan tahun 2004. Untuk mengetahui perubahan penggunaan lahan tahun 2004-2008 maka dilakukan proses overlay (union) antara peta penggunaan akhir tahun 2004 dan tahun 2008. 3.3.3.3 Analisis Pola Perubahan Sawah dan Tegalan Berdasarkan Karakteristik Lahan Untuk mengetahui pola perubahan sawah dan tegalan berdasarkan masingmasing karakteristik lahan, maka peta perubahan penggunaan lahan (1990-2001, 2001-2004, dan 2004-2008) di overlay (union) dengan peta Satuan Lahan Homogen. 3.3.3.4 Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perubahan Penggunaan Lahan Sawah dan Tegalan Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan sawah dan tegalan dilakukan analisis statistik dengan menggunakan metode binomial logit. Faktor-faktor yanag mempengaruhi perubahan penggunaan lahan sawah dan tegalan akan berwarna merah dan memiliki nilai p-level < 0.005. Variabel respon pada regresi logistik adalah variabel binary. Variabel bebas yang ditunjukan oleh X dan variabel respon Y, dimana Y mempunyai dua kemungkinan nilai yaitu 0 dan 1. Nilai Y = 1 menyatakan bahwa penggunaan lahan sawah dan tegalan mengalami perubahan

17 menjadi penggunaan non-pertanian dan sebaliknya jika Y = 0 menyatakan bahwa sawah dan tegalan tidak mengalami perubahan. Adapun persamaan umum logit model adalah sebagai berikut : Pi/r = R-1 exp (β0r + βjrxj) r=1 R-1 q 1 + exp (β0r + βjrxj) r=1 j=1 Keterangan : Pi/r = peluang lahan ke-i berubah menjadi penggunaan lahan jenis ke-r peluang sawah dan tegalan berubah menjadi penggunaan non-pertanian Β0r = parameter intersept untuk perubahan menjadi penggunaan jenis ke-r parameter intersept untuk perubahan menjadi penggunaan non-pertanian Βjr = parameter koefisien variabel ke-j untuk perubahan menjadi penggunaan jenis ke-r parameter koefisien variabel bebas untuk perubahan menjadi penggunaan non-pertanian r = 1,2,3,...R-1 pemukiman dan semak belukar j = 1,2,3,...q kemiringan lereng, elevasi, curah hujan, dan aksessibilitas X n j = variabel bebas.

18 VI. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Letak dan Lokasi Kabupaten Bogor Kabupaten Bogor adalah sebuah kabupaten di Provinsi Jawa Barat, Indonesia. Ibukotanya adalah Cibinong. Kabupaten Bogor dengan luas wilayah ± 298.838,304 Ha terletak antara 6º18 0-6º47 10 Lintang Selatan dan 106º23 45-107º13 30 Bujur Timur. Wilayah Kabupaten Bogor berbatasan dengan : Sebelah Utara : Kota Depok dan DKI Jakarta Sebelah Barat : Kabupaten Lebak (Provinsi Banten) Sebelah Barat Daya : Kabupaten Tanggerang Sebelah Timur : Kabupaten Karawang Sebelah Timur Laut : Kabupaten Bekasi Sebelah Selatan : Kabupaten Sukabumi Sebelah Tenggara : Kabupaten Cianjur Secara administratif, Kabupaten Bogor terdiri dari 411 desa dan 17 kelurahan (428 desa/kelurahan), 3.639 RW dan 14.403 RT yang tercakup dalam 40 kecamatan. Jumlah kecamatan sebanyak 40 tersebut merupakan jumlah kumulatif setelah adanya hasil pemekaran 5 (lima) kecamatan di tahun 2005, yaitu Kecamatan Leuwisadeng (pemekaran dari Kecamatan Leuwiliang), Kecamatan Tanjungsari (pemekaran dari Kecamatan Cariu), Kecamatan Cigombong (pemekaran dari kecamatan Cijeruk), Kecamatan Tajurhalang (pemekaran dari Kecamatan Bojonggede) dan Kecamatan Tenjolaya (pemekaran dari kecamatan Ciampea). Peta Administrasi Kabupaten Bogor dapat dilihat pada gambar 2. Kecamatan yang mempunyai luasan terbesar adalah kecamatan Cigudeg yaitu dengan luas 17.760 ha (6%), sedangkan yang memiliki luasan terkecil adalah Kecamatan Ciomas dengan luasan 1.990 ha (0.6%).

19 6 4 7 '4 8 " 6 3 5 '3 6 " 6 2 3 '2 4 " 6 1 1 '1 2 " 1 0 6 2 4 '2 4 " 1 0 6 2 4 '2 4 " 1 0 6 3 6 '3 6 " 1 0 6 3 6 '3 6 " 1 0 6 4 8 '4 8 " 1 0 6 4 8 '4 8 " 1 0 7 1 '0 0 " 1 0 7 1 0 7 1 0 7 1 '0 0 " W N S E 1012 Kilometers 1 0 7 1 3 '1 2 " 1 0 7 1 3 '1 2 " Gambar 2. Peta Administrasi Kabupaten Bogor 6 1 1 '1 2 " 6 2 3 '2 4 " 6 3 5 '3 6 " 6 4 7 '4 8 " Legenda: Jalan Arteri/Utama Jalan Kolektor Jalan Tol Nasional Sungai Kecamatan: BABAKAN MADANG BOJONG GEDE CARINGIN CARIU CIAMPEA CIAWI CIBINONG CIBUNGBULANG CIGOMBONG CIGUDEG CIJERUK CILEUNGSI CISARUA CISEENG CITEUREUP DRAMAGA GUNUNG PUTRI GUNUNG SINDUR JASINGA JONGGOL KELAPA NUNGGAL KEMANG LEUWILIANG LEUWISADENG MEGAMENDUNG NANGGUNG PAMIJAHAN PARUNG PARUNG PANJANG RANCABUNGUR RUMPIN SUKAJAYA SUKAMAKMUR SUKARAJA TAJURHALANG TAMANSARI TANJUNGSARI TENJO TENJOLAYA CIOMAS 4.2 Topografi Di wilayah Kabupaten Bogor terdapat 6 (enam) Daerah Aliran Sungai (DAS) yang posisinya membentang dan mengalir dari daerah pegunungan di bagian selatan ke arah utara, yaitu : DAS Cidurian, DAS Cimanceuri, DAS Cisadane, DAS Ciliwung, DAS Kali Bekasi dan DAS Citarum Hilir. Kabupaten Bogor merupakan wilayah daratan dengan tipe morfologi wilayah yang bervariasi, dari dataran yang relatif rendah di bagian utara hingga daratan tinggi di bagian selatan, sehingga membentuk bentangan lereng yang menghadap ke utara. Peta Kemiringan Lereng dan Peta Elevasi dapat dilihat pada Gambar 3 dan Gambar 4. Klasifikasi morfologi wilayah serta persentasinya sebagai berikut : a. Dataran rendah (15-100 m dpl) sekitar 29,28% merupakan kategori ekologi hilir. b. Dataran bergelombang (100-500 m dpl) sekitar 42,62% merupakan kategori ekologi tengah.

20 c. Pegunungan (500-1000 m dpl) sekitar 19,53% merupakan kategori ekologi hulu. d. Pegunungan tinggi (1000-2000 m dpl) sekitar 8,43% merupakan kategori ekologi hulu. e. Puncak-puncak gunung (2000-2500 m dpl) sekitar 0,22% merupakan kategori ekologi hulu. 1 0 6 2 4 '2 4 " 1 0 6 3 6 '3 6 " 1 0 6 4 8 '4 8 " 1 0 7 1 '0 0 " 1 0 7 1 0 7 1 3 '1 2 " 6 3 5 '3 6 " 6 2 3 '2 4 " 6 2 3 '2 4 " 6 3 5 '3 6 " 1 0 7 1 0 6 2 4 '2 4 " 1 0 6 3 6 '3 6 " 1 0 6 4 8 '4 8 " 1 0 7 1 '0 0 " 1 0 7 1 3 '1 2 " Legenda: Jalan Arteri/Utama Jalan Kolektor Jalan Tol Nasional Sungai Kelas lereng: <= 15% 15%-30% 30%-50% > 50% N W E S 1012 Kilometers Sumber Data: Peta Topografi Skala 1: 25.000 Tahun 1999 BAKOSUTANAL Gambar 3. Peta Kemiringan Lereng Kabupaten Bogor Kabupaten Bogor didominasi oleh kemiringan lereng 15% yaitu sebesar 173.970 ha (58,2%), sedangkan untuk kemiringan lereng 15%-30%, 30%-50%, dan > 50% masing- masing sebesar 66.900 ha (22,4%), 30.860 ha (10,3%), dan 26.930 ha (9%). Berdasarkan elevasi, ketinggian 250 mdpl merupakan yang dominan dengan luas sebesar 158.040 (53%), 250 500 mdpl sebesar 61.090 ha (20,5 %), 500 750 mdpl sebesar 37.240 ha (12,5%), 750 1000 mdpl sebesar 20.070 ha (6,7%), 1000 1250 mdpl sebesar 12.390 ha (4,2%), 1250 1500 mdpl sebesar 6.670 ha (2,2%), dan > 1500 mdpl sebesar 2.930 ha (1%).