RELATIONSHIP BETWEEN INTERPERSONAL COMMUNICATION IN THE FAMILY AND UNDERSTANDING MORAL OF YOUTH

dokumen-dokumen yang mirip
Hubungan Antara Komunikasi Interpersonal dalam Keluarga dengan Pemahaman Moral pada Remaja. Sry Ayu Rejeki Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma

HUBUNGAN ANTARA BIMBINGAN SOSIAL DENGAN PERGAULAN KELOMPOK TEMAN SEBAYA PADA PESERTA DIDIK KELAS XI SMAK

BAB I PENDAHULUAN. remaja yang berkisar antara tahun. Hurlock (1980: 206) mengemukakan

PROFIL PENYESUAIAN DIRI REMAJA YANG PUTUS SEKOLAH DENGAN TEMAN SEBAYA DI KAMPUNG KAYU GADANG KECAMATAN SUTERA KABUPATEN PESISIR SELATAN JURNAL

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL PADA REMAJA. Naskah Publikasi. Diajukan kepada Fakultas Psikologi

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah yang sering terjadi pada masa remaja yaitu kasus pengeroyokan

HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA DENGAN PENYESUAIAN DIRI PESERTA DIDIK DI SMA N 16 PADANG JURNAL

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk

HUBUNGAN PERHATIAN ORANG TUA DENGAN KEPRIBADIAN SISWA KELAS TINGGI SD N 1 MUDALREJO TAHUN AJARAN 2014/2015 ARTIKEL JURNAL

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang unik dan terus mengalami perkembangan di

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP PERAN AYAH DENGAN REGULASI EMOSI PADA SISWA KELAS XI MAN KENDAL

HUBUNGAN KEIKUTSERTAAN ORGANISASI DENGAN REGULASI DIRI PADA REMAJA : STUDI KASUS DI SMA N 2 NGAWI

PERBEDAAN KOMPETENSI SOSIAL SISWA BOARDING SCHOOL DAN SISWA SEKOLAH UMUM REGULER

STUDI DESKRIPTIF MENGENAI PENALARAN MORAL PADA REMAJA USIA TAHUN DALAM MELAKUKAN PERILAKU MENYONTEK DI SMA NEGERI X JAKARTA ARFIANTY ANDARYANI

ASERTIVITAS DITINJAU DARI KEMANDIRIAN DAN JENIS KELAMIN PADA REMAJA AWAL KELAS VIII DI SMPN 1 SEMARANG

PERBEDAAN MOTIVASI BELAJAR DITINJAU DARI STATUS EKONOMI KELUARGA PADA MAHASISWA Oleh : Meriam Yuliana Mahasiswi jurusan Psikologi Fakultas Psikologi U

HUBUNGAN EFEKTIVITASS KOMUNIKASI ORANG TUA-ANAK DENGAN PENALARAN MORAL PADA PERIODE ANAK AKHIR DI SEKOLAH DASAR PERCOBAAN NEGERI SABANG BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk sosial,

PERBEDAAN KOMITMEN BERPACARAN ANTARA DEWASA MUDA YANG MEMILIKI SELF-MONITORING TINGGI DAN SELF-MONITORING RENDAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pentingnya perilaku asertif bagi setiap individu adalah untuk memenuhi

PROBLEM PSIKOSOSIAL PADA REMAJA YANG ORANG TUA NYA MERANTAU NASKAH PUBLIKASI. Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta

HUBUNGAN ANTARA TIPE POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KEMANDIRIAN PERILAKU REMAJA AKHIR. Dr. Poeti Joefiani, M.Si

BAB V PENUTUP. maka dapat ditarik kesimpulan bahwa ada hubungan negatif antara. pertimbangan moral dengan moral disengagement pada siswa SMA se-

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. diasuh oleh orangtua dan orang-orang yang berada di lingkungannya hingga

Masa remaja menunjukkan dengan jelas sifat transisi atau peralihan karena remaja belum memperoleh status dewasa dan tidak lagi memiliki status anak (S

HUBUNGAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL DENGAN KEPUASAN KERJA PEGAWAI DINAS PENDIDIKAN PEMUDA DAN OLAHRAGA KOTA BUKITTINGGI

Abstrak. Universitas Kristen Maranatha

TUGAS-TUGAS PERKEMBANGAN SISWA SMP

Abstrak. Kata kunci :Eksperimen Inkuiri, Eksperimen Verifikasi, Tingkat Keaktifan, Hasil Belajar.

Jurnal SPIRITS, Vol.5, No.2, Mei ISSN:

GAMBARAN KEMANDIRIAN EMOSIONAL REMAJA USIA TAHUN BERDASARKAN POLA ASUH AUTHORITATIVE NUR AFNI ANWAR LANGGERSARI ELSARI NOVIANTI S.PSI. M.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terdiri dari ayah, ibu, dan anak. Keluarga merupakan sekumpulan orang yang

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan

KEMANDIRIAN PADA ANAK TENGAH DARI LATAR BELAKANG BUDAYA YANG BERBEDA NASKAH PUBLIKASI HALAMAN SAMPUL DEPAN

PERBEDAAN KONSEP DIRI NEGATIF ANTARA REMAJA YANG SEKOLAH DAN REMAJA YANG PUTUS SEKOLAH. Nurul Uliyah Fakultas Psikologi Universitas Yudharta Pasuruan

PERBEDAAN KONTROL DIRI PADA REMAJA YANG BERASAL DARI KELUARGA UTUH DAN KELUARGA BERCERAI SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH DENGAN KENAKALAN REMAJA DI SMAN 5 TAMBUN SELATAN

Piaget (dalam Hurlock, 2000) mengemukakan bahwa masa remaja merupakan masa mencari identitas diri. Oleh karena itu, remaja berusaha mengenali dirinya

PENGARUH PERILAKU PROSOSIAL DAN KEPERCAYAAN DIRI TERHADAP PENERIMAAN TEMAN SEBAYA


SATUAN ACARA PERKULIAHAN FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS GUNADARMA MATA KULIAH : PSIKOLOGI PERKEMBANGAN 2* KODE MATAKULIAH / SKS = MKK

HARGA DIRI DAN INTERAKSI SOSIAL PADA REMAJA PANTI ASUHAN DAN REMAJA YANG TINGGAL BERSAMA KELUARGA DI KABUPATEN PURBALINGGA

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN. A. Orientasi Kancah dan Persiapan

KEMANDIRIAN DITINJAU DARI URUTAN KELAHIRAN DAN JENIS KELAMIN

BAB I PENDAHULUAN. Individu yang memasuki sekolah menengah pertama pada umumnya berada

Selamat membaca, mempelajari dan memahami materi Rentang Perkembangan Manusia II

BAB I PENDAHULUAN. adalah masa remaja. Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja berhubungan dengan perubahan intelektual. Dimana cara

HUBUNGAN INTERAKSI TEMAN SEBAYA DAN MOTIVASI BELAJAR DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA SMP

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN INTENSI PROSOSIAL PADA MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS DIPONEGORO ANGKATAN 2012

SILABI PSIKOLOGI PENDIDIKAN

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN SPIRITUAL DENGAN PERKEMBANGAN MORAL PADA MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA (UMS)

BAB II KAJIAN TEORI. seseorang karena konsep diri merupakan kerangka acuan (frame of reference) dalam

HUBUNGAN ANTARA KETERAMPILAN MENJELASKAN DAN BERTANYA GURU DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA JURNAL. Oleh

ABSTRAK. iii Universitas Kristen Maranatha

HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN DAN PENDAPATAN ORANG TUA TERHADAP HASIL BELAJAR BIOLOGI SISWA KELAS X DI SMA NEGERI 6 BINTAN KABUPATEN BINTAN

HUBUNGAN KEDEWASAAN MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN PROGRAM STUDI KEDOKTERAN UMUM ANGKATAN 2012 UNIVERSITAS SAM RATULANGI TERHADAP CARA BERSOSIALISASI

HUBUNGAN KEBIASAAN BELAJAR KELOMPOK DENGAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN SOSIOLOGI KELAS X DAN XI DI SMA NEGERI 10 MAKASSAR

PENGARUH KONFORMITAS DAN HARGA DIRI TERHADAP KECENDERUNGAN MENJADI KORBAN KEKERASAN (BULLYING VICTIM) PADA REMAJA

POLA ASUH ORANG TUA DAN PERKEMBANGAN SOSIALISASI REMAJA DI SMA NEGERI 15 MEDAN

TAHAP PERKEMBANGAN ANAK USIA TAHUN

Hubungan antara Gaya Pengasuhan Orangtua, Eksplorasi Religius, dan Komitmen Religius Mahasiswa

NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA PERSAHABATAN DENGAN KEPERCAYAAN DIRI PADA MAHASISWA BARU

ANALISIS SIKAP SISWA TERHADAP POLA ASUH ORANG TUA DI SDN 023 SEI GERINGGING TAHUN PELAJARAN 2012/2013

Perbedaan Motivasi Berprestasi Ditinjau Dari Orientasi Pusat Kendali Pada Mahasiswa. Atrie Bintan Lestari. Hendro Prabowo, SPsi

MEMAHAMI PERKEMBANGAN NILAI MORAL KEAGAMAAN PADA ANAK

PENGARUH POLA ASUH ORANGTUA TERHADAP KEDISIPLINAN PESERTA DIDIK KELAS XI DI SMK KESATRIAN PURWOKERTO TAHUN 2011/2012

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam kehidupan remaja, karena remaja tidak lagi hanya berinteraksi dengan keluarga

BAB VI FAKTOR-FAKTOR YANG BERKAITAN DENGAN KOMPETENSI DALAM MENGIKUTI PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA (PKM)

INTUISI Jurnal Ilmiah Psikologi

BAB 4 ANALISIS HASIL. Responden pada penelitian ini adalah mahasiswa jurusan Psikologi Binus

HUBUNGAN DUKUNGAN SOSIAL TEMAN SEBAYA (PEER GROUP) DENGAN MINAT MAHASISWA MENGIKUTI PROGRAM PROFESI NERS DI STIKES AISYIYAH SURAKARTA

STATUS SOSIAL EKONOMI DAN INTENSITAS KOMUNIKASI KELUARGA PADA IBU RUMAH TANGGA DI PANGGUNG KIDUL SEMARANG UTARA. Endang Sri Indrawati.

HUBUNGAN ANTARA MINAT BELAJAR SEJARAH DENGAN PRESTASI BELAJAR SEJARAH SISWA SMA SANTO MIKAEL SLEMAN YOGYAKARTA

NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN PERSEPSI REMAJA TERHADAP POLA ASUH ORANG TUA OTORITER DENGAN KECEMASAN KOMUNIKASI PADA REMAJA

Teori Perkembangan. Rizki Dawanti, M.Psi., Psikolog. Luh Mea Tegawati, M.Psi., Psikolog. Perkembangan. Definisi Teori.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRESTASI BELAJAR MAHASISWA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI FKIP UNIVERSITAS RIAU

PROFIL PERILAKU SOSIAL REMAJA DI RT 02 / RW 04 KELURAHAN LAMBUNG BUKIT KECAMATAN PAUH KOTA PADANG JURNAL

Hubungan antara Parental Discipline dan Intensitas Komunikasi Peer Group dengan Minat Belajar Anak

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN. subjek, yaitu jenis kelamin dan kelas. Subjek penelitian ini adalah siswa-siswi

PERILAKU ANTISOSIAL REMAJA DI SMA SWASTA RAKSANA MEDAN

Hubungan Density Pada Rumah Kos Dengan Motivasi Belajar Mahasiswa

BAB V HASIL PENELITIAN

KONTRIBUSI KECERDASAN EMOSIONAL TERHADAP KEMANDIRIAN MAHASISWA PERGURUAN TINGGI KEDINASAN X

HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA TERHADAP TINGKAH LAKU SOSIAL REMAJA DI NAGARI SUNGAI JANIAH KECAMATAN GUNUNG TALANG KABUPATEN SOLOK.

ABSTRACT. Keywords: Parenting parenting, School Physical Environment, Emotional Intelligence And Learning Motivation PENDAHULUAN

FACTUM Volume 6, Nomor 1, April 2017 HUBUNGAN ANTARA KOMPETENSI GURU DENGAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN SEJARAH DI SMA NEGERI KOTA BANDUNG

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

PENGARUH KONSEP DIRI TERHADAP KEKERASAN DALAM PACARAN PADA REMAJA DI JAKARTA

BAB III METODE PENELITIAN. Pada bagian ini diuraikan secara lengkap mengenai pendekatan dan metode

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. memiliki arti tersendiri di dalam hidupnya dan tidak mengalami kesepian.

PENGARUH LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK TERHADAP KEDISIPLINAN KERAPIHAN BERSERAGAM PADA SISWA KELAS XII IPS 1 SMA NEGERI 1 COLOMADU TAHUN PELAJARAN

B A B I PENDAHULUAN. di sepanjang rentang hidup. Salah satu tahap perkembangan manusia

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN ORANGTUA DAN MOTIVASI BELAJAR DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS VII MTs AL HIDAYAH KARANGPLOSO. Jauharotul Maknunah

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. kali oleh seorang psikiater asal Inggris bernama John Bowlby pada tahun 1969.

BAB I PENDAHULUAN. artinya ia akan tergantung pada orang tua dan orang-orang yang berada di

TUGAS-TUGAS PERKEMBANGAN

Transkripsi:

RELATIONSHIP BETWEEN INTERPERSONAL COMMUNICATION IN THE FAMILY AND UNDERSTANDING MORAL OF YOUTH Sry Ayu Rejeki, Praesti Sedjo Undergraduate Program, Faculty of Psychology, 2007 Keywords: interpersonal, moral. Gunadarma University http://www.gunadarma.ac.id ABSTRACT: Adolescence is a time of transition from childhood backwards adults, this period is recognized as an important period in the span of life, a time of change, the age at which the individual's troubled search for identity and the threshold of adulthood. Collecting data in this study conducted in high school Citra Nusa Cibinong on December 7 to 10 January 2008, with respondents as much as 70 people, who come back and meet the characteristics of 61 study subjects. From the results of analysis show the correlation coefficient obtained at 0.083 with significance level of 0.524 (p> 0.05). This means showing that there is no relationship between interpersonal communications within the family with moral comprehension in adolescents. Analysis Results also showed that subjects in this study of interpersonal communication in the category average. Principle based on the index, the subjects in this study are in the category of low moral understanding.

HUBUNGAN ANTARA KOMUNIKASI INTERPERSONAL DALAM KELUARGA DENGAN PEMAHAMAN MORAL PADA REMAJA NPM : 10503179 Nama : SRY AYU REJEKI Pembimbing : PRAESTI SEDJO, S. PSI., M.SI Tahun Sidang : 2007 Subjek : KOMUNIKASI INTERPERSONAL DALAM, Judul HUBUNGAN ANTARA KOMUNIKASI INTERPERSONAL DALAM KELUARGA DENGAN PEMAHAMAN MORAL PADA REMAJA Abstraksi

JURNAL PSIKOLOGI Hubungan Antara Komunikasi Interpersonal dalam Keluarga dengan Pemahaman Moral pada Remaja Sry Ayu Rejeki Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma ABSTRAKSI Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak kemasa dewasa, masa ini diakui sebagai masa yang penting dalam rentang kehidupan, suatu masa perubahan, usia bermasalah saat dimana individu mencari identitas dan ambang dewasa. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan di SMA Citra Nusa Cibinong pada tanggal 7 sampai 10 januari 2008, dengan responden sebanyak 70 orang, yang kembali dan memenuhi karakteristik subjek penelitian sebanyak 61. Dari hasil analisis diketahui koefisien korelasi yang diperoleh sebesar 0,083 dengan taraf signifikansi sebesar 0,524 (p > 0,05). Hal ini berarti menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara komunikasi interpersonal dalam keluarga dengan pemahaman moral pada remaja. Hasil anailis juga menunjukkan bahwa subjek dalam penelitian ini memiliki komunikasi interpersonal dalam kategori rata-rata. Berdasarkan indeks Principle, subjek dalam penelitian ini berada dalam kategori pemahaman moral rendah.

Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak kemasa dewasa, oleh karena itu juga disebut sebagai masa pancaroba yang penuh dengan gejolak dan pemberontakan (Munandar, 1996). Pada tahun 2006 kasus kenakalan remaja memiliki persentase 53,52 % paling tinggi dibanding kasus-kasus kejahatan lainnya. Masalah yang muncul dikalangan remaja bukan hanya dirasakan oleh kalangan remaja sendiri, tetapi juga oleh orangtua dan orang lain disekitarnya. Moral berasal dari bahasa latin mos (moris), yang berarti adat istiadat, kebiasaan, peraturan/nilai-nilai atau tata cara kehidupan. Sedangkan moralitas merupakam kemauan untuk menerima dan melakukan peraturan, nilai-nilai atau prinsip-prinsip moral (Yusuf, 2006). Menurut Damon (dalam Zainuddin 2004) banyak faktor yang berhubungan dengan perkembangan pemahaman moral remaja antara lain faktor keluarga, teman sebaya, sekolah, media massa, komunitas, perkembangan kognitif, kepribadian dan lain-lain. Diantara faktor-faktor lingkungan, faktor keluarga adalah faktor yang sangat berpengaruh terhadap pemahaman moral remaja. Pendapat ini diperkuat oleh Yusuf (2006) yang mengatakan bahwa ada beberapa faktor yang berhungan dengan pemahaman moral remaja antara lain konsistensi dalam mendidik, penghayatan dan pengamalan agama yang dianut, sikap konsistensi orangtua dalam menerapkan norma, dan sikap orangtua dalam keluarga. Orangtua merupakan faktor primer bagi perkembangan anak karena yang pertama kali memperkenalkan anak pada hukum dan sistem sosial adalah orangtua, maka orangtua merupakan faktor yang sangat penting dalam perkembangan pemahaman moral anak (Mounts & Steinberg, dalam Papalia 2001). Keluarga merupakan sistem sosialisasi bagi anak, dimana ia mengalami pola disiplin dan tingkah laku afektif. Walaupun seorang anak telah mencapai masa remaja dimana keluarga tidak lagi merupakan pengaruh tunggal bagi perkembangan mereka, keluarga tetap merupakan dukungan yang sangat diperlukan bagi perkembangan kepribadian remaja tersebut. Dengan demikian peran orangtua sangat dibutuhkan, terutama karena bertanggung jawab

menciptakan sistem sosialisasi yang baik dan sehat bagi perkembangan moral remaja. Remaja sedang tumbuh dan berkembang, karena itu mereka memerlukan kehadiran orang dewasa yang mampu memahami dan memperlakukannya secara bijaksana (Santrock, 2002). Interaksi sosial awal terjadi di dalam kelompok keluarga. Anak belajar dari orangtua, saudara kandung, dan anggota keluarga lain apa yang dianggap benar dan salah oleh kelompok sosial tersebut. Dari penolakan sosial atau hukuman bagi prilaku yang salah, dan dari penerimaan sosial atau penghargaan bagi perilaku yang benar, anak memperoleh motivasi yang diperlukan untuk mengikuti standar perilaku yang ditetapkan anggota keluarga (Gunarsa, 1991). Dalam hubungan dengan keluarga, hal penting yang dapat membantu perkembangan pemahaman moral anak adalah apabila dalam interaksi orangtua mengajak anak untuk berdialog mengenai nilai-nilai moral. Peningkatan tahap perkembangan pemahaman moral anak dapat terjadi karena pada situasi demikian terjadi alih peran, yaitu adanya pertukaran sudut pandang antara anak dan orangtua (Zainuddin, 2005). Dengan melakukan komunikasi interpersonal dengan baik akan menghasilkan umpan balik yang baik pula. Komunikasi interpersonal diperlukan untuk mengatur tata krama pergaulan antar manusia, sebab dengan melakukan komunikasi interpersonal dengan baik akan memberikan pengaruh langsung pada struktur seseorang dalam kehidupannya (Cangara, 2006). Komunikasi interpersonal dalam keluarga sangat penting karena dengan adanya komunikasi interpersonal antar sesama anggota keluarga maka akan tercipta hubungan yang harmonis dan dapat diketahui apa yang diinginkan dan yang tidak diinginkan oleh salah satu anggota keluarga. Yang dimaksud dengan komunikasi interpersonal dalam keluarga yaitu hubungan timbal balik antara anggota keluarga untuk berbagi berbagai hal dan makna dalam keluarga. Tujuan dari komunikasi interpersonal dalam keluarga yaitu untuk mengetahui dunia luar, untuk mengubah sikap dan prilaku. Oleh karena itu dengan melakukan komunikasi interpersonal yang baik diharapkan perkembangan pemahaman moral akan berjalan baik pada seorang remaja. (Widjaya, 2000).

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keefektivitasan Komunikasi Interpersonal Menurut Widjaja (2000) faktor yang dapat mempengaruhi komunikasi interpersonal agar menjadi lebih efektif adalah : a. Keterbukaan Sifat keterbukaan menunjukkan paling tidak dua aspek tentang komunikasi interpersonal. Aspek pertama yaitu, bahwa kita harus terbuka pada orang-orang yang berinteraksi dengan kita. Dari sini orang lain akan mengetahui pendapat, pikiran dan gagasan kita. Sehingga komunikasi akan mudah dilakukan. Aspek kedua dari keterbukaan merujuk pada kemauan kita untuk memberikan tanggapan terhadap orang lain dengan jujur dan terus terang segala sesuatu yang dikatakannya, demikian sebaliknya. b. Empati Empati adalah kemampuan seseorang untuk menempatkan dirinya pada peranan atau posisi orang lain. Mungkin yang paling sulit dari faktor komunikasi adalah kemampuan untuk berempati terhadap pengalaman orang lain. Karena dalam empati, seseorang tidak melakukan penilaian terhadap perilaku orang lain tetapi sebaliknya harus dapat mengetahui perasaan, kesukaan, nilai, sikap dan perilaku orang lain. c. Perilaku Sportif Komunikasi interpersonal akan efektif bila dalam diri seseorang ada perilaku sportif, artinya seseorang dalam menghadapi suatu masalah tidak bersikap bertahan (defensif). Menurut Widjaya (2000), keterbukaan dan empati tidak dapat berlangsung dalam suasana yang tidak sportif. Menurut Kohlberg (dalam, Santrock 1998), tahapan moral ini berhubungan dengan kemajuan kognitif dan tingkah laku moral. Dalam perkembangan kognitif pada usia 14-15 tahun, kebanyakan remaja sepenuhnya telah mencapai formal thinking atau yang menurut Piaget formal

operation yaitu yang memungkinkan para remaja berfikir sistematis dan dapat menalarkan secara objektif pemikiran-pemikirannya sehingga ia dapat menerapkan prinsip-prinsip umum pada situasi tertentu yang dihadapinya. Rest (1994) mengggambarkan perkembangan pemahaman moral sebagai peningkatan kemampuan memahami dan mengaplikasikan prinsip untuk memutuskan keadilan (fairness). Rest berpendapat bahwa cara terbaik untuk menggambarkan enam tahap perkembangan penalaran moral kohlberg adalah dengan melihatnya sebagai enam konsep cara bagaimana berhubungan dengan orang lain. Konsep tentang cara bagaimana berhubungan dengan orang lain membantu individu menyaring berbagai detail untuk mengidentifikasi aspekaspek yang paling penting dalam situasi tertentu. Konsep tersebut menyediakan suatu jalan untuk menghubungkan masing-masing pihak dan suatu strategi untuk memutuskan pertimbangan apa yang paling penting untuk menghasilkan tindakan yang benar secara moral. Berikut adalah enam tahap pemahaman moral menurut Rest yaitu: Tahap 1. The morality of obedience Pada tahap ini individu dipengaruhi oleh kekuatan orang lain. Individu menyadari bahwa ketidak patuhan dapat membuatnya mendapat hukuman. Cara untuk dapat hidup bersama orang lain adalah dengan melakukan atau mematuhi perkataan orang lain. Pada tahap ini, yang dianggap baik dan benar adalah mematuhi tuntutan atau perkataan orang yang lebih berkuasa. Tahap 2. the morality of egoism and simple exchange Pada tahap ini, individu menyadari bahwa tiap orang memiliki minat dan keinginan masing-masing, termasuk dirinya sendiri. Pada tahap ini, melakukan sesuatu yang baik berarti melakukan sesuatu yang memuaskan bagi saya, tidak melakukan apa yang orang lain minta. Walaupun pada tahap 2 ini memandang setiap individu sebagai selfcentered, tapi masih terdapat konsep tentang bagaimana individu dapat bekerjasama. Individu dapat saling membuat perjajian jangka

pendek, dan saling memberi kebaikan. Kerjasama merupakan pertukaran kebaikan yang sederhana. Tahap 3. The morality of interpersonal concordance Pada tahap ini, individu menyadari bahwa hubungan dengan individu lain tidak hanya membuat perjanjian jangka pendek, tetapi juga hubungan jangka panjang, yang terdiri dari kesetiaan, rasa terima kasih, dan saling perhatian satu sama lain. Dalam hubungan tersebut, individu tidak hanya mementingkan balas budi (siapa berhutang apa pada siapa), tapi lebih pada komitmen dan kesetiaan terhadap hubungan tersebut. Inti dari konsep kerjasama pada tahap ini adalah mempertahankan hubungan dengan individu lain. Tahap tiga ini juga mencakup reciprocal role taking, yaitu individu berusaha mengambil sudut pandang peran individu lain, dan begitu pula individu lain mengambil sudut pandang peran individu tersebut. Jadi pada tahap ini, individu berusaha membangun dan mempertahankan persahabatan dengan cara menunjukkan kesetiaan, perhatian, dan baik budi. Tahap 4. The morality of low and duty to social order Pada tahap 4, melihat kekurangan dari tahap 3 yang hanya menyediakan dasar untuk bekerjasama dengan teman atau sekutu. Tahap 4 sudah menyediakan dasar untuk bekerjasama dengan masyarakat secara umum, tidak hanya dengan teman dan sekutu tapi juga dengan orang asing, saingan dan musuh. Untuk bekerjasama dengan orang, seseorang membutuhkan hukum (law). Masyarakat dapat diataur oleh hukum formal yang umum dan melalui sistem aturan formal yang diterapkan oleh institusi sekunder (seperti universitas dan bisnis). Hukum bersifat umum, yang harus diketahui oleh setiap orang dalam masyarakat dan diaplikasikan pada setiap orang pula, setiap orang diatur oleh hukum. Dengan demikian kita mengharapkan setiap orang untuk berprilaku sesuai hukum. Tahap 5. The morality of concensus building procedure

Tahap 5 dikenal sebagai suatu pendekatan politik untuk mendefinisikan moralitas. Tahap ini ditandai dengan mekanisme politik (pemilihan, poling, voting) untuk membuat keputusan yang ditujukan untuk mencapai kesepakatan kelompok. Apa yang benar adalah apa yang diputuskan bersama. Tahap 6. The morality of non arbitrary social cooperation Tahap 6 menampilkan pandangan akan suatu masyarakat ideal yang menyeimbangkan antara beban dan keuntungan dalam hidup yang kooperatif, dan yang mengoptimalkan kesejahteraan setiap individu. Pada tahap 5 dan 6, individu menyadari bahwa masing-masing masyarakat dapat diatur oleh sistem hukum yang berbeda. Tahap 5 dan 6 ditandai dengan orientasi pada prinsip yang membentuk hukum dan sistem aturan yang ada pada masyarakat. Prinsip ini kemudian yang menentukan, mengatur, dan mengkritik hukum dan sistem aturan dalam masyarakat kooperatif. Maka tahap 5 dan 6 disebut dengan principled morality. METODE Subjek subjek penelitian adalah remaja yang berusia 15 19 tahun, berjenis kelamin laki-laki dan perempuan, dan tinggal bersama orangtua. peneliti menyebarkan sebanyak 70 angket yang disebarkan kepada siswa dan siswi kelas XII-IPA1, XII-IPA2, XII-IPA3 dan XII-IPS1. Angket yang kembali dan memenuhi karakteristik subjek penelitian sebanyak 61 angket yang berasal dari XII-IPA1 sebanyak 16 orang, XII-IPA2 sebanyak 15 orang, XII-IPA3 sebanyak 15 orang dan XII-IPS1 sebanyak 15 orang.

Alat Alat pengumpul data yang dipakai dalam penelitian ini adalah: 1. Skala komunikasi interpersonal disusun berdasarkan karakteristik dari komunikasi interpersonal. 2. Defining Issues Test (DIT) yang disusun oleh Rest,digunakan untuk mengungkap pemahaman moral. DIT merupakan suatu alat yang bersifat objektif. Hasil Penelitian Berdasarkan analisis data yang dilakukan diperoleh nilai koefisien korelasi 0,083 dengan nilai signifikansi 0,524 (p > 0,05) yang berarti tidak ada hubungan yang signifikan antara komunikasi interpersonal dengan pemahaman moral pada remaja. Hasil tersebut menunjukkan bahwa hipotesis yang berbunyi ada hubungan antara komunikasi interpersonal dalam keluarga dengan pemahaman moral pada remaja adalah ditolak. Pembahasan Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa hipotesis penelitian ini ditolak, artinya tidak ada hubungan antara komunikasi interpersonal dalam keluarga dengan pemahaman moral pada remaja. Hasil penelitian ini ditolak mungkin dikarenakan adanya faktor lain yaitu faktor pola asuh orangtua dalam keluarga. Pola asuh adalah seluruh cara perlakuan orangtua yang diterapkan pada anak. Dalam keluarga, biasanya orangtua menerapkan pola pengasuhan tertentu dalam mengasuh anak mereka. Berdasarkan perhitungan ini diketahui bahwa mean empirik pada skala komunikasi interpersonal lebih besar dari pada mean hipotetik MH SDH < x MH + SDH (77,5 < x 90,48). Standar deviasi hipotetik (SDH) yang diperoleh sebesar 15,5. Artinya, secara umum subjek penelitian memiliki tingkat komunikasi interpersonal dalam kategori rata-rata. Berdasarkan perhitungan ini diketahui bahwa mean empirik pada skala pemahaman moral lebih besar dari pada

mean hipotetik MH SDH < x MH + SDH (45 < x 45,21). Standar deviasi hipotetik (SDH) yang diperoleh sebesar 54. Artinya, secara umum subjek penelitian ini juga memiliki tingkat pemahaman moral dalam kategori rata-rata. Pada mean hipotetik pemahaman moral laki-laki dan perempuan berada dalam kategori rata-rata. Namun bila dilihat dari tabel di atas, berdasarkan jenis kelamin. Pemahaman moral yang lebih tinggi terdapat pada anak laki-laki. berdasarkan hasil perhitungan menunjukkan bahwa anak tengah memiliki pemahaman moral yang lebih baik dibandingkan dengan anak sulung, anak bungsu dan anak tunggal. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa hipotesis penelitian ini ditolak yang berarti tidak ada hubungan yang signifikan antara komunikasi interpersonal dalam keluarga dengan pemahaman moral pada remaja. Dari hasil analisis juga diketahui bahwa pada perhitungan perbandingan mean empirik dan mean hipotetik diketahui bahwa komunikasi interpersonal dalam keluarga termasuk dalam kategori rata-rata, dan berdasarkan Indeks P yang diperoleh dari Kuesioner Defining Issues Test diketahui bahwa rata-rata subjek dalam penelitian ini memiliki tingkat pemahaman moral yang tergolong rendah. Saran 1. Bagi orangtua, agar memperhatikan perkembangan pemahaman moral bagi anak remajanya supaya dapat berkembang dengan baik. 2. Bagi remaja, disarankan untuk dapat bertingkah laku sesuai dengan normanorma moral yang dianut dalam masyarakat. Remaja juga diharapkan dapat menghargai hak orang lain dan dapat mempertanggung jawabkan segala tindakannya. 3. Bagi peneliti selanjutnya, disarankan untuk lebih memperhatikan faktorfaktor lain yang mungkin berpengaruh terhadap pemahaman moral.

DAFTAR PUSTAKA Cangara, H. (2006). Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. Gunarsa, S, D & Gunarsa, Y. (1995). Psikologi Praktis : Anak, Remaja dan Keluarga. Jakarta : PT. BPK Gunung Mulia. Papalia, D.E. (2001). Human Development (8 ed). New York : McGraw-Hill. Rest, J. R & Narvaez, D. (1994). Moral Development in the Professions.. New Jersey : Lswrence Erlbaum Associates Publishers. Santrock, J. W. (1998). Chil Development. 8 edition (International Edition). New York : McGraw-Hill Co. Santrock, J. W. (2001). Adolescence (8 ed). New York : McGraw-Hill Co. Widjaja. (2000). Ilmu Komunikasi Pengantar Studi. Jakarta : Rineka Cipta. Yusuf, S. H. (2006). Psikologi Perkembangan Anak & Remaja. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya Offset. Zainuddin, N. (2005). Persepsi Remaja Terhadap Peran Ayah dan Peran Teman Sebaya dan Hubungannya dengan Tahapan Penalaran Moral Remaja. Tesis (tidak diterbitkan). Depok : Fakultas Psikologi Universitas