Pemurnian Gliserol Dari Hasil Samping Pembuatan Biodiesel Menggunakan Bahan Baku Minyak Goreng Bekas

dokumen-dokumen yang mirip
Esterifikasi Asam Lemak Bebas Dari Minyak Goreng Bekas

Penggunaan Zeolit Alam sebagai Katalis dalam Pembuatan Biodiesel

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan a. Bahan Baku b. Bahan kimia 2. Alat B. METODE PENELITIAN 1. Pembuatan Biodiesel

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Januari Februari 2014.

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel)

Kinetika Reaksi Transesterifikasi Minyak Goreng Bekas

BAB III METODA PENELITIAN. yang umum digunakan di laboratorium kimia, set alat refluks (labu leher tiga,

PEMBUATAN BIODIESEL. Disusun oleh : Dhoni Fadliansyah Wahyu Tanggal : 27 Oktober 2010

Proses Pembuatan Biodiesel (Proses Trans-Esterifikasi)

III. METODE PENELITIAN

KONVERSI MINYAK JELANTAH MENJADI BIODIESEL MENGGUNAKAN KATALIS ZEOLIT TERAKTIVASI HCl

4 Pembahasan Degumming

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

PROSES TRANSESTERIFIKASI MINYAK BIJI KAPUK SEBAGAI BAHAN DASAR BIODIESEL YANG RAMAH LINGKUNGAN

Gambar 7 Desain peralatan penelitian

Hasil dari penelitian ini berupa hasil dari pembuatan gliserol hasil samping

Pembuatan produk biodiesel dari Minyak Goreng Bekas dengan Cara Esterifikasi dan Transesterifikasi

PEMURNIAN GLISEROL DARI HASIL SAMPING PEMBUATAN BIODIESEL

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah Minyak goreng bekas

PENGARUH RASIO REAKTAN DAN JUMLAH KATALIS TERHADAP PROSES PEMBENTUKAN METIL ESTER DARI PALM FATTY ACID DISTILLATE (PFAD)

Pemurnian Gliserin dari Produk Samping Pembuatan Biodiesel

OPTIMASI SEPARASI PADA PEMISAHAN GLISEROL HASIL PROSES HIDROLISA MINYAK KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis)

BAB I PENDAHULUAN. Industri dunia menganalisa peningkatan pasar emulsifier. Penggunaan

PRODUKSI BIODIESEL DARI MINYAK JELANTAH MENGGUNAKAN KATALIS HETEROGEN CANGKANG BEKICOT (ACHATINA FULICA) DENGAN METODE PENCUCIAN DRY WASHING

BAB I PENDAHULUAN. ketercukupannya, dan sangat nyata mempengaruhi kelangsungan hidup suatu

Penggunaan H-Zeolit dan Tawas dalam Pemurnian Crude Glycerol dengan Proses Adsorpsi dan Koagulasi

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian, Jurusan

Bab III Metode Penelitian

PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK GORENG BEKAS DALAM REAKTOR TANGKI ALIR BERPENGADUK

Bab III Pelaksanaan Penelitian

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan April September 2013 bertempat di

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Perumusan Masalah

Jurnal Flywheel, Volume 3, Nomor 1, Juni 2010 ISSN :

Desikator Neraca analitik 4 desimal

BAB III RANCANGAN PENELITIAN

Lapiran 1. Proses despicing minyak goreng bekas. Minyak Goreng Bekas. ( air : minyak =1:1) Pencampuran. Pemanasan Sampai air tinggal setengah

Sintesis Metil Ester dari Minyak Goreng Bekas dengan Pembeda Jumlah Tahapan Transesterifikasi

SINTESIS GLISEROL STEARAT DARI ASAM STEARAT DENGAN GLISEROL HASIL SAMPING PEMBUATAN BIODISEL DARI MINYAK JELANTAH

PROSES PEMBUATAN SABUN CAIR DARI CAMPURAN MINYAK GORENG BEKAS DAN MINYAK KELAPA

METODOLOGI PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

LAPORAN TETAP TEKNOLOGI BIOMASSA PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK JELANTAH

PENGARUH STIR WASHING, BUBBLE WASHING, DAN DRY WASHING TERHADAP KADAR METIL ESTER DALAM BIODIESEL DARI BIJI NYAMPLUNG (Calophyllum inophyllum)

Bab IV Hasil dan Pembahasan

LAMPIRANA DIAGRAM ALIR METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

PEMURNIAN CRUDE GLYCEROL DENGAN CARA PENGASAMAN DAN ADSORPSI MENGGUNAKAN ZEOLIT ALAM LAMPUNG

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli September 2013 bertempat di

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian. Lokasi pengambilan sampel bertempat di sepanjang jalan Lembang-

HASIL DAN PEMBAHASAN A. ANALISIS GLISEROL HASIL SAMPING BIODIESEL JARAK PAGAR

Laporan Tugas Akhir Pembuatan Sabun Cuci Piring Cair dari Minyak Goreng Bekas (Jelantah) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ 20:1 berturut-turut

PEMBUATAN GLISEROL DENGAN REAKSI HIDROLISIS MINYAK GORENG BEKAS

BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kuantitatif

Pengaruh Suhu dan Konsentrasi Katalis Pada Proses Esterifikasi Distilat Asam Lemak Minyak Sawit (DALMs) Menjadi Biodiesel

: Dr. Rr. Sri Poernomo Sari ST., MT.

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BABffl METODOLOGIPENELITIAN

PERBANDINGAN HASIL ANALISIS BEBERAPA PARAMETER MUTU PADA CRUDE PALM OLEIN YANG DIPEROLEH DARI PENCAMPURAN CPO DAN RBD PALM OLEIN TERHADAP TEORETIS

PENGARUH PENAMBAHAN KARBON AKTIF TERHADAP REAKSI TRANSESTERIFIKASI MINYAK KEMIRI SUNAN (Aleurites trisperma) YANG SUDAH DIPERLAKUKAN DENGAN KITOSAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Isu kelangkaan dan pencemaran lingkungan pada penggunakan bahan

PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU. Oleh : Dra. ZULTINIAR,MSi Nip : DIBIAYAI OLEH

ESTERIFIKASI MINYAK LEMAK [EST]

lebih ramah lingkungan, dapat diperbarui (renewable), dapat terurai

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI KARBON AKTIF DARI TEMPURUNG KELUWAK (Pangium edule) DENGAN AKTIVATOR H 3 PO 4

Kualitas Refined-Glyserin Hasil Samping Reaksi Transesterifikasi Minyak Sawit dengan Menggunakan Variasi Katalis

KONVERSI MINYAK JELANTAH MENJADI BIODIESEL MENGGUNAKAN KATALIS ZEOLIT TERAKTIVASI NH 4 Cl

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Lingkup Penelitian Penyiapan Gliserol dari Minyak Jarak Pagar (Modifikasi Gerpen 2005 dan Syam et al.

III. METODOLOGI A. Bahan dan Alat 1. Alat 2. Bahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab III Metodologi Penelitian

Transesterifikasi parsial minyak kelapa sawit dengan EtOH pada pembuatan digliserida sebagai agen pengemulsi

OPTIMASI PENCAMPURAN CARBON ACTIVE

3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

LAMPIRAN 1 DATA BAHAN BAKU

BAB III METODE PENELITIAN

PEMBUATAN BIODIESEL SECARA SIMULTAN DARI MINYAK JELANTAH DENGAN MENGUNAKAN CONTINUOUS MICROWAVE BIODISEL REACTOR

PERBANDINGAN PEMBUATAN BIODIESEL DENGAN VARIASI BAHAN BAKU, KATALIS DAN TEKNOLOGI PROSES

PENGARUH KONSENTRASI NaOH DAN Na 2 CO 3 PADA SINTESIS KATALIS CaOMgO DARI SERBUK KAPUR DAN AKTIVITASNYA PADA TRANSESTERIFIKASI MINYAK KEMIRI SUNAN

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA PANGAN LEMAK UJI SAFONIFIKASI

Bab III Metodologi Penelitian

METANOLISIS MINYAK KOPRA (COPRA OIL) PADA PEMBUATAN BIODIESEL SECARA KONTINYU MENGGUNAKAN TRICKLE BED REACTOR

LAMPIRAN A. Pembuatan pelumas..., Yasir Sulaeman Kuwier, FT UI, 2010.

II. TINJAUAN PUSTAKA. sawit kasar (CPO), sedangkan minyak yang diperoleh dari biji buah disebut

I. PENDAHULUAN. Potensi PKO di Indonesia sangat menunjang bagi perkembangan industri kelapa

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

Bab IV Hasil dan Pembahasan. IV.2.1 Proses transesterifikasi minyak jarak (minyak kastor)

MANFAAT DARI BEBERAPA JENIS BLEACHING EARTH TERHADAP WARNA CPO (CRUDE PALM OIL)

BAB V METODOLOGI. Dalam percobaan yang akan dilakukan dalam 3 tahap, yaitu :

BAB V METODOLOGI. Tahap pelaksanaan percobaan dilakukan dalam tiga tahap, yaitu : memanaskannya pada oven berdasarkan suhu dan waktu sesuai variabel.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

PEMANFAATAN MINYAK GORENG BEKAS UNTUK PEMBUATAN BIODIESEL MENGGUNAKAN KATALIS ZEOLIT ALAT TERAKTIVASI

I. PENDAHULUAN. Metil ester sulfonat (MES) merupakan golongan surfaktan anionik yang dibuat

Transkripsi:

Pemurnian Gliserol Dari Hasil Samping Pembuatan Biodiesel Menggunakan Bahan Baku Minyak Goreng Bekas Isalmi Aziz*, Siti Nurbayti, Fira Luthfiana Program Studi Kimia Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta emi_uin@yahoo.co.id Abstrak Telah dilakukan penelitian yang bertujuan untuk memisahkan gliserol dari pengotornya untuk mendapatkan kadar yang lebih tinggi. Pemisahan gliserol dilakukan dengan penambahan asam phospat diikuti penambahan karbón aktif untuk menarik sisa kotoran dan warna. Terakhir digunakan rotary evaporator untuk menarik air. Gliserol yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari hasil samping pembuatan biodiesel. Minyak goreng bekas dan katalis KOH digunakan sebagai bahan baku untuk pembuatan biodiesel. Hasilnya menunjukkan kadar tertinggi gliserol sebesar 76,43 % dihasilkan pada kondisi : ph 6; karbón aktif 5 % dan waktu adsorbsi 24 jam. Kata kunci : Gliserol, biodiesel, karbón aktif Abstract A research has been done in order to separate glyserine from its impurity to gain glycerine with higher concentration. The separation was first done by using phosporic acid. Alter separation the free acid and other impurities, activated carbon was added to remove the glycerine colour. Finally, rotary evaporator was used to extract water from glycerine. Glycerine that was used in the experiment was taken from the by product of biodiesel preparation. Waste cooking oil and kalium hydroxyde catalyst were used as raw material of the biodiesel production. The result show that the highest concentration of glycerine is 76,43 % obtained at neutral condition at ph 6; 5 % activated carbon and adsorption time 24 hour. Keywords : Glycerol, biodiesel, carbon active. 1. PENDAHULAN Minyak goreng bekas merupakan minyak yang berasal dari sisa minyak penggorengan bahan makanan. Minyak goreng bekas selama ini selalu dianggap sebagai limbah oleh sebagian masyarakat. Banyaknya eksplorasi yang dilakukan untuk mencari energi alternatif, membuat minyak goreng bekas mulai dilirik pemanfaatannya. Salah satunya adalah sebagai bahan baku untuk pembuatan biodiesel (Aziz, 2008). Pada pembuatan biodiesel atau reaksi transesterifikasi minyak goreng bekas dihasilkan produk samping berupa gliserol dengan tingkat kemurnian yang rendah, yang biasa disebut dengan crude glycerol. Produk ini dihasilkan sekitar 10-20 % dari total volume produk (Darnoko, D and Cheryan, M., 2000). Pada tahun 2010 diperkirakan Indonesia akan memproduksi biodiesel sekitar 1,24 juta ton.. Dengan jumlah biodiesel sebesar itu akan dihasilkan crude glyserol sekitar 124.000 248.000 ton pertahun. Selama ini crude glyserol yang dihasilkan belum dimanfaatkan oleh industri penghasil biodiesel, karena banyaknya zat pengotor yang terdapat dalam crude glyserol tersebut. Padahal gliserol ini juga sangat bernilai ekonomis dan penggunaannya sangat luas. Gliserol dalam jumlah besar digunakan dalam pembuatan obat, kosmetik, pasta gigi, busa uretan, resin sintetis dan lain-lain. Sejumlah besar pemrosesan tembakau dan makanan juga menggunakan gliserol, baik 157

dalam bentuk gliserin ataupun gliseridanya (Appleby, 2005). Oleh sebab itu pemurnian crude glycerol, yang merupakan produk samping pembuatan biodiesel perlu dilakukan. Selain dapat mereduksi limbah yang dihasilkan dari proses pembuatan biodiesel, juga akan menambah income bagi industri biodiesel. Karena selain produk utama biodiesel, masih ada produk samping yang bernilai ekonomis. Crude glycerol yang dihasilkan berwarna coklat kemerahan dan bersifat basa karena menggunakan katalis KOH. Prakoso (2007) menggunakan asam phospat (H 3 PO 4 ) untuk memisahkan sabun dan asam lemak yang terdapat dalam crude glyserol yang bersumber dari minyak kelapa sawit. ph optimum yang didapatkan adalah 5. Sedangkan Sholehah (2008) juga melakukan hal yang sama tetapi minyak nabati yang digunakan adalah minyak kelapa dan didapatkan ph optimum adalah 7. Perbedaan sumber bahan baku ternyata dapat menyebabkan perbedaan kondisi proses pemurnian (ph) dalam proses pemurnian crude glyserol dari produk samping biodiesel. Penambahan asam pada gliserol kotor tidak terlalu mempengaruhi warna gliserol yang dihasilkan. Hal ini disebabkan masih banyaknya zat pengotor lain yang tidak mampu dipisahkan oleh penambahan asam, sehingga warnanya tetap coklat kemerahan. Diketahui bahwa gliserol murni tidak berwarna (bening). Untuk menarik zat pengotor lain yang masih terdapat dalam gliserol maka digunakan karbon aktif sebagai adsorben. Pemilihan karbon sebagai adsorben disebabkan karena karbon aktif mempunyai daya adsorbsi yang cukup tinggi. Selain itu dari segi ekonomi harganya juga lebih murah dibandingkan dengan adsorben lain dan mudah di dapat. Penambahan karbon aktif secara langsung kedalam gliserol kotor menyebabkan sebagian besar gliserol menempel pada karbon aktif karena viskositas gliserol cukup tinggi. Untuk itu sebelum karbon aktif ditambahkan, gliserol kotor diencerkan dulu dengan penambahan air sehingga memudahkan proses adsorbsi. Penambahan air ini membawa dampak terhadap kadar gliserol yang dihasilkan. Kadarnya menjadi turun. Untuk menarik air dari gliserol maka dilakukan proses penguapan menggunakan rotary evaporator. 2. METODE PENELITIAN Bahan dan Alat Bahan yang digunakan adalah minyak goreng bekas, metanol, KOH, NaIO 4, etilen glikol, NaOH, H 3 PO 4, indikator bromtimol biru, H 2 SO 4 dan karbon aktif. Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah rotary evaporator, beker glass, water batch, erlemeyer, termometer, gelas ukur, oven, buret, pipet tetes, corong pisah, pengaduk dan ph meter Pembuatan Crude Glyserol Minyak goreng bekas disaring terlebih dahulu dan dipanaskan sampai suhu 110 o C. KOH (1%) dilarutkan dalam 250 ml metanol. Minyak goreng bekas dipanaskan sampai suhu 60 0 C, ditambahkan campuran metanol KOH dan diaduk selama 1 jam. Setelah itu didiamkan selama lebih kurang 8 jam sehingga biodiesel dan crude glyserol memisah dengan sempurna. Crude glyserol dipisahkan dari biodiesel dan dianalisa sifat fisiknya meliputi : densitas, viskositas, kadar air dan kadar gliserolnya. Pemurnian Crude Glyserol 100 gram sampel (crude glyserol) ditambahkan asam phospat (H 3 PO 4 5%) sampai ph yang diinginkan (2,3,4,5,6,7). Pengukuran ph dilakukan dengan ph meter. Setelah terbentuk tiga lapisan, lapisan gliserol dipisahkan dari lapisan lainnya. Selanjutnya di analisa kadar gliserolnya. Kedalam crude glyserol yang sudah dipisahkan tadi di tambahkan air dengan perbandingan 2 : 3, dan karbon aktif (2,5%; 5%; 7,5%; 10%). Karbon aktif yang digunakan sebelumnya dicuci terlebih dahulu. Campuran diaduk selama 30 menit dan dibiarkan selama 2, 6, 12, 24 dan 48 jam. Setelah itu disaring dan di analisa kadar gliserolnya. Penguapan Air dengan Rotary Evaporator Setelah didapatkan ketiga kondisi optimum di atas (ph, konsentrasi karbon aktif dan waktu adsorbsi) selanjutnya pada kondisi tersebut dilakukan pengulangan sehingga didapatkan gliserol yang siap untuk 158

diuapkan kandungan airnya. Sampel dimasukkan kedalam rotary evaporator, dimana sebelumnya sudah di set kondisinya pada tekanan vakum dan suhu 60 oc. Produk bawah yang merupakan gliserol di ukur kadarnya. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisa fisikokimia Crude Glyserol Crude glyserol yang sudah dipisahkan dari biodiesel dilakukan analisa meliputi densitas, viskositas, kadar air dan kadar gliserol. Tujuan analisa ini dilakukan untuk mengetahui sifat fisik dari gliserol kotor yang dihasilkan dari produk samping pembuatan biodiesel yang nantinya dibandingkan dengan sifat fisik gliserol yang sudah dimurnikan. Bentuk fisik crude glyserol dapat dilihat pada gambar 1. Karena densitas senyawa ini lebih rendah dari densitas senyawa murni menyebabkan densitas gliserol kotor turun. Tabel 1. Perbandingan Sifat Fisik Crude Glyserol dengan Gliserol Murni Sifat Fisik Crude Glyserol Gliserol Murni Satuan Densitas 1,1514 1,2620 g/ml Viskositas 360,0765 1499 mpa.s Kadar air 10,03 0,5 % Kadar gliserol Warna 32,23 99,5 % Coklat kehitaman Bening - Dari segi warna dapat dilihat bahwa warna gliserol kotor jauh lebih gelap dibanding warna gliserol murni. Dimana gliserol kotor mempunyai warna coklat kehitaman, sedangkan gliserol murni bening ( tidak berwarna). Warna gelap ini juga disebabkan terdapatnya sisa reaktan yang tidak bereaksi yaitu minyak goreng bekas yang juga mempunyai warna coklat kehitaman. Pengaruh Variasi ph Tujuan dari penambahan asam ini adalah untuk menarik ion kalium yang terdapat dalam gliserol kotor. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut : KOH (aq) + H 3PO 4 (aq) K 3PO 4 (s) + H 2O (aq) Gambar 1. Crude glyserol dari produk samping pembuatan biodiesel Data sifat fisik crude glyserol dapat dilihat pada Tabel 1. Dari data sifat fisik tersebut, nilai densitas gliserol kotor lebih rendah dari densitas gliserol murni. Diketahui bahwa densitas gliserol murni sekitar 1,2620 g/ml (Groggins, 1958). Hal ini disebabkan adanya senyawa lain yang terdapat dalam gliserol kotor, seperti sisa metanol dan minyak goreng bekas yang tidak bereaksi. Selain tujuan menarik ion kalium, penambahan asam juga untuk mengubah sabun yang terbentuk pada reaksi pembuatan biodiesel, menjadi asam lemak bebas (Prakoso, 2007). Penambahan asam phosfat 5% pada gliserol kotor menyebabkan terbentuknya 2 lapisan, seperti yang terlihat pada Gambar 2. Lapisan atas adalah asam lemak bebas, lapisan bawah adalah gliserol, sisa metanol dan endapan kalium phosfat. 159

Hasil tersebut dianalisa kadar gliserolnya dan didapatkan data seperti yang tercantum dalam Tabel 2. Dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa semakin tinggi ph Gambar 3. Pemisahan crude glycerol pada ph 7 Gambar 2. Crude glyserol setelah penambaha asam phospat 5 % (ph 2) kadar gliserol semakin tinggi pula. Tetapi nilai ini mencapai optimum pada ph 6. Hal ini mungkin disebabkan karena pada ph 6 proses hidrolisis atau pengubahan sabun menjadi asam lemak bebasnya berjalan dengan sempurna (optimal) dibandingkan dengan ph lainnya. Sehingga kadar gliserol yang didapatkan juga maksimal. Tabel 2. Kadar gliserol pada berbagai variasi ph ph Kadar Gliserol (%) Pengaruh Konsentrasi Karbon Aktif Penambahan adsorben yaitu karbon aktif dimaksudkan untuk menarik senyawa pengotor yang terikut bersama gliserol yang sudah dipisahkan setelah penambahan asam phospat. Karena dari pengamatan, warna gliserol yang dihasilkan setelah penambahan asam phospat masih coklat kemerahan. Setelah penambahan karbon aktif, warna gliserol yang dihasilkan agak lebih muda (terang) dibandingkan sebelum penambahan karbon aktif. Walaupun tidak menjadi bening (tidak berwarna) seperti warna gliserol murni. Jenis karbon aktif yang digunakan mungkin salah satu penyebabnya. Pada penelitian ini karbon aktif yang digunakan adalah karbon aktif teknis, walaupun sudah dicuci sebelum digunakan. Bentuk gliserol yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 4. 2 16,1 3 29,0 4 21,6 5 23,9 6 43,3 7 - Pada ph 7 ketika ditambahkan asam phosfat 5% tidak terbentuk lapisan seperti pada ph lainnya. Hasilnya dapat dilihat pada Gambar 3. Gambar 4. Gliserol setelah penambahan karbon aktif 5 % Penambahan karbon aktif yang terlalu banyak membuat kadar gliserol semakin 160

turun seperti terlihat pada Tabel 3. Misalnya pada penambahan karbon aktif 7,5 %, kadar gliserol turun hingga 9,7 % dari kadar semula 15,2 %. Hal ini disebabkan karena ada sebagian besar gliserol yang teradsorbsi oleh karbon aktif. Jumlah karbon aktif yang optimum didapatkan pada penambahan 5 %. Kadar gliserol naik menjadi 16,6 %. Tabel 3. Kadar Gliserol pada variasi konsentrasi karbon aktif Konsentrasi Kadar Gliserol Warna Gliserol karbon (%) (%) 0 15,2 Coklatkemerahan 2,5 6,4 Kuning-coklat kemerahan 5 16,6 Kuning-coklat bening 7,5 14,7 Kuning-coklat 10 9,7 Kuning-coklat yang masih terdapat dalam gliserol menggunakan rotary evaporator. Pada kondisi optimum tersebut didapatkan kadar gliserol adalah 16,6 %, masih kecil dibandingkan dengan kadar gliserol yang dijual dipasaran. Penambahan air pada proses adsorbsi merupakan salah satu penyebab kadar gliserol turun dari 32,23 % pada gliserol kotor, produk samping biodiesel. Selain itu masih adanya metanol sisa atau senyawa pengotor lain yang sulit dipisahkan dari gliserol. Dari proses penguapan yang sudah dilakukan didapatkan produk atas sebagian besar air dan produk bawah adalah gliserol. Dari analisa kadar gliserol yang dilakukan didapatkan kadar gliserol meningkat tajam menjadi 76,43 %. Warna produk menjadi kuning kecoklatan seperti yang terlihat pada Gambar 5. Pengaruh Waktu Adsorbsi Variasi waktu adsorbsi dilakukan untuk mengetahui berapa lama karbon aktif dapat menarik senyawa pengotor yang terdapat dalam gliserol sehingga dihasilkan kadar gliserol yang terbaik. Tabel 4. Kadar Gliserol pada Variasi Waktu Adsorbsi Waktu (jam) Kadar Gliserol (%) 2 11,5 6 15,7 12 12,0 24 16,6 36 0,9 Dari tabel 4 diketahui bahwa semakin lama waktu adsorbsi, kadar gliserol yang dihasilkan semakin tinggi. Waktu optimum dicapai pada kondisi 24 jam yaitu sekitar 16,6 %. Sedangkan pada waktu 36 jam kadar gliserol turun secara drastis. Hal ini disebabkan karena telalu lamanya waktu adsorbsi menyebabkan sebagian besar gliserol teradsobsi oleh karbon aktif. Penggunaan Rotary Evaporator Setelah semua kondisi optimum tercapai yaitu ph 6, konsentrasi karbon aktif 5 % dan waktu adsorbsi 24 jam, maka dilakukan proses selanjutnya yaitu penguapan air, metanol dan senyawa lain UCAPAN TERIMA KASIH Gambar 5. Larutan gliserol setelah proses evaporasi Jika dibandingkan dengan crude glyserol awal, warna gliserol yang didapatkan jauh mengalami perubahan. Dari coklat kehitaman menjadi kuning kecoklatan. Hal ini membuktikan bahwa penambahan asam phospat dan karbon aktif mampu memisahkan zat-zat pengotor yang terdapat dalam crude glyserol sehingga didapatkan gliserol yang lebih murni (tinggi kadarnya). 4. KESIMPULAN Dari penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan : 1. Penambahan asam phospat (H 3 PO 4 ) dan karbon aktif mampu memisahkan zat pengotor yang terdapat dalam crude glyserol 161

2. Kondisi optimum pemurnian crude glyserol didapatkan pada ph 6, konsentrasi karbon aktif 5 % dan waktu adsorbsi 24 jam. 3. Kadar gliserol dapat ditingkatkan dari 32,23 % menjadi 76,43%. UCAPAN TERIMA KASIH Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada FST UIN Syarif Hidaytaullah Jakarta yang telah mendanai penelitian ini. Kepada pimpinan PLT UIN beserta seluruh staff dan dosen Prodi Kimia FST UIN Syahid Jakarta atas segala fasilitas yang telah diberikan. Tak lupa juga kepada Ibu Siti Nurbayti, M.Si dan Fira Luthfiana yang telah membantu penulis dalam melakukan penelitian ini. DAFTAR PUSATAKA 1. Appleby, D.B, 2005, Gliserol on The Biodiesel Handbook, AOCS Press 2. Aziz, Isalmi, 2008, Kinetika Reaksi Transesterifikasi Minyak Goreng Bekas, Jurnal Valensi, Ed. 1, 19 23. Prodi Kimia FST UIN Syahid Jakarta. 3. Darnoko, D and Cheryan, M, 2000, Kinetics of Palm Oil Transeterification in a Batch Reactor, J. Am.Oil Chem.Soc., 77, 1263-1267. 4. Groggins, P.H., 1958, Unit Processes in Organic Synthesis, 5 ed., Mcgraw Hill Book Company, New York. 5. Prakoso, T., H. Sirait., & Bintaroe, 2007, Pemurnian Hasil Samping Produksi Biodiesel, Prosiding Konferensi Nasional Pemanfaatan Hasil Samping Industri Biodiesel dan Industri Etanol serta Peluang Pengembangan Industri Integratednya, Jakarta, hal 267-275. 6. Sholehah, Miftah, 2008, Pemisahan Gliserin dari Hasil Samping Pembuatan Biodiesel, Prodi Kimia FST UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 162