Efek pemanasan pada molases yang ditambahkan urea terhadap ketersediaan NH 3, volatile fatty acid dan protein total secara in vitro

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sumber nitrogen pada ternak ruminansia berasal dari non protein nitrogen

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penelitian

menjaga kestabilan kondisi rumen dari pengaruh aktivitas fermentasi. Menurut Ensminger et al. (1990) bahwa waktu pengambilan cairan rumen berpengaruh

Pengaruh Pemakaian Urea Dalam Amoniasi Kulit Buah Coklat Terhadap Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik Secara in vitro

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Konsentrasi NH3. protein dan non protein nitrogen (NPN). Amonia merupakan bentuk senyawa

STUDI KOMPARATIF METABOLISME NITROGEN ANTARA DOMBA DAN KAMBING LOKAL

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH PENAMBAHAN NITROGEN DAN SULFUR PADA ENSILASE JERAMI UBI JALAR (Ipomea batatas L.) TERHADAP KONSENTRASI NH 3 DAN VFA (IN VITRO)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sumber nitrogen pada ternak ruminansia terdiri dari non protein nitrogen dan

PENDAHULUAN. bagi usaha peternakan. Konsumsi susu meningkat dari tahun ke tahun, tetapi

HASIL DAN PEMBAHASAN

POPULASI PROTOZOA, BAKTERI DAN KARAKTERISTIK FERMENTASI RUMEN SAPI PERANAKAN ONGOLE SECARA IN VITRO

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. terhadap lingkungan tinggi, dan bersifat prolifik. Populasi domba di Indonesia pada

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang efek pemanasan pada molases yang ditambahkan urea

Semua perlakuan tidak menyebabkan keadaan ekstrim menghasilkan NH 3 diluar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2003). Pemberian total mixed ration lebih menjamin meratanya distribusi asupan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 10. Hasil Pengamatan Karakteristik Fisik Silase Ransum komplit

PENGARUH PENAMBAHAN UREASE PADA INKUBASI ZEOLIT DAN UREA SERTA POTENSINYA SEBAGAI SUMBER NITROGEN LEPAS LAMBAT SECARA IN VITRO SKRIPSI.

HASIL DAN PEMBAHASAN

KAJIAN PENAMBAHAN TETES SEBAGAI ADITIF TERHADAP KUALITAS ORGANOLEPTIK DAN NUTRISI SILASE KULIT PISANG

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi

PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan NDF. dengan konsumsi (Parakkasi,1999). Rataan nilai kecernaan NDF pada domba

SINTESIS PROTEIN MIKROBA

PENGARUH AMPAS TEH DALAM PAKAN KONSENTRAT TERHADAP KONSENTRASI VFA DAN NH 3 CAIRAN RUMEN UNTUK MENDUKUNG PERTUMBUHAN SAPI PERANAKAN ONGOLE

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang Sintesis Protein Mikroba dan Aktivitas Selulolitik Akibat

II. TINJAUAN PUSTAKA. Unsur mineral merupakan salah satu komponen yang sangat diperlukan oleh

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar. Kecernaan adalah bagian zat makanan dari pakan/ransum yang tidak

PENGARUH LAMA INKUBASI TERHADAP KEMAMPUAN ZEOLIT MEMFIKSASI NITROGEN UREA DAN POTENSINYA SEBAGAI SUMBER NITROGEN SLOW RELEASE SECARA IN VITRO SKRIPSI

Raden Febrianto Christi, Abu Bakar Hakim, Lesha Inggriani, Atun Budiman Fakultas Peternakan Universitas Padjajaran ABSTRAK

FERMENTABILITAS DAN KECERNAAN in vitro RANSUM YANG DIBERI UREA MOLASSES MULTINUTRIENT BLOCK ATAU SUPLEMEN PAKAN MULTINUTRIEN

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Serat Kasar. Kecernaan serat suatu bahan pakan penyusun ransum akan mempengaruhi

Animal Agriculture Journal, Vol. 1. No. 2, 2012, p Online at :

EFEKTIVITAS SUBSTITUSI KONSENTRAT DENGAN DAUN MURBEI PADA PAKAN BERBASIS JERAMI PADI SECARA IN VITRO SKRIPSI OCTAVIANI NILA PERMATA SARI

FERMENTABILITAS DAN DEGRADABILITAS

HASIL DAN PEMBAHASAN

KANDUNGAN PROTEIN DAN SERAT KASAR TONGKOL JAGUNG YANG DIINOKULASI Trichoderma sp. PADA LAMA INKUBASI YANG BERBEDA ABSTRACT ABSTRAK PENDAHULUAN

FERMENTABILITAS PAKAN KOMPLIT DENGAN BERBAGAI SUMBER PROTEIN YANG DIPROTEKSI DENGAN TANIN DAUN KALIANDRA (Calliandra calothyrsus) SECARA IN VITRO

I. PENDAHULUAN. masyarakat meningkat pula. Namun, perlu dipikirkan efek samping yang

RESPON PENAMBAHAN AMPAS TEH

Animal Agricultural Journal, Vol. 1. No. 1, 2012, p Online at :

Animal Agriculture Journal, Vol. 1. No. 1, 2012, p Online at :

Pengaruh Penambahan Nitrogen dan Sulfur Pada Ensilase Jerami Jagung Terhadap NH3 dan VFA Rumen Sapi Potong (In Vitro)

HASIL DAN PEMBAHASAN 482,91 55, ,01 67,22

HASIL DAN PEMBAHASAN Suplementasi Biomineral

(S). Tanpa suplementasi, maka mineral sulfur akan menjadi faktor pembatas pertumbuhan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan. Pakan dengan kualitas yang baik, memberikan efek terhadap

FERMENTABILITAS RANSUM TERNAK RUMINANSIA BESAR YANG DIBERI EKSTRAK CURCIN BUNGKIL BIJI JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) SKRIPSI JUNIASTICA

BAB III MATERI DAN METODE. Sumber Protein secara In Vitro dilaksanakan pada bulan September November

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dengan judul Produksi Volatil Fatty Acids (VFA), NH 3 dan

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Diagram Alir Proses Pengolahan Ubi Kayu menjadi Tepung Tapioka Industri Rakyat Sumber : Halid (1991)

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Ransum

G. S. Dewi, Sutaryo, A. Purnomoadi* Program Studi S-1 Peternakan Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro Semarang

KELARUTAN MINERAL KALSIUM (Ca) DAN FOSFOR (P) BEBERAPA JENIS LEGUM POHON SECARA IN VITRO SKRIPSI SUHARLINA

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

Evaluasi Biofermentasi Rumen Sapi Peranakan Ongole yang Diberi Pakan Berserat

I. PENDAHULUAN. Limbah industri gula tebu terdiri dari bagas (ampas tebu), molases, dan blotong.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pakan. Biaya untuk memenuhi pakan mencapai 60-70% dari total biaya produksi

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. karena Indonesia memiliki dua musim yakni musim hujan dan musim kemarau.

EVALUASI PAKAN TERCEMAR TIMBAL (Pb) PADA SISTEM FERMENTASI RUMEN IN VITRO SKRIPSI PRAMUDIANTO EKAWARDANI

TINJAUAN PUSTAKA. Jerami Padi

TINJAUAN PUSTAKA. dalam meningkatkan ketersediaan bahan baku penyusun ransum. Limbah

I. PENDAHULUAN. hijauan serta dapat mengurangi ketergantungan pada rumput. seperti jerami padi di pandang dapat memenuhi kriteria tersebut.

I. PENDAHULUAN. nutrien pakan dan juga produk mikroba rumen. Untuk memaksimalkan

PRODUKSI PROTEIN KASAR DAN FERMENTABILITAS SECARA IN VITRO JERAMI TANAMAN KEDELAI YANG DITANAM DENGAN PENYIRAMAN AIR LAUT DAN MULSA ECENG GONDOK

UPAYA UNTUK MENINGKATKAN PERTAMBAHAN BOBOT BADAN DAN EFISIENSI PENGGUNAAN PAKAN PADA KAMBING PERANAKAN ETAWAH MENGGUNAKAN SUPLEMEN KATALITIK

I. PENDAHULUAN. Minat masyarakat yang tinggi terhadap produk hewani terutama, daging kambing,

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

KAJIAN KEPUSTAKAAN. merupakan domba-domba lokal. Domba lokal merupakan domba hasil persilangan

PENGARUH PERENDAMAN NaOH DAN PEREBUSAN BIJI SORGHUM TERHADAP KINERJA BROILER

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN M0 9,10 MJ 6,92 MIL 7,31 MILT 12,95 SEM 1.37

ANALISIS PROKSIMAT CHIPS RUMPUT LAUT EUCHEUMA COTTONII PADA SUHU PENGGORENGAN DAN LAMA PENGGORENGAN BERBEDA ABSTRAK

UJI SIFAT FISIK DAN DAYA SIMPAN WAFER RANSUM KOMPLIT BERBASIS KULIT BUAH KAKAO

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan

Evaluasi Kecernaan In Vitro Bahan Kering, Bahan Organik dan Protein Kasar Penggunaan Kulit Buah Jagung Amoniasi dalam Ransum Ternak Sapi

PENGARUH PROTEKSI PROTEIN BUNGKIL KELAPA SAWIT DENGAN TANIN TERHADAP FERMENTABILITASNYA SECARA IN VITRO

KECERNAAN HIJAUAN TURI (Sesbania grandifkora) DENGAN PENAMBAHAN AMPAS SAGU KUKUS YANG DIUJI SECARA IN VITRO. Ch. W. Patty ABSTRACT

PENGARUH PROTEKSI PROTEIN AMPAS KECAP DENGAN TANIN TERHADAP KONSENTRASI AMONIA, PRODUKSI PROTEIN TOTAL DAN PERSENTASE RUMEN

senyawa humat (39,4% asam humat dan 27,8% asam fulvat) sebesar 10% pada babi dapat meningkatkan pertambahan bobot badan dan konversi pakan secara sign

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dengan judul produksi VFA, NH 3 dan protein total pada fodder

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

KECERNAAN DAN FERMENTABILITAS TANAMAN OROK-OROK SECARA IN VITRO SEBAGAI BAHAN PAKAN YANG DITANAM SECARA TUMPANGSARI DENGAN JAGUNG MANIS SKRIPSI

Pengaruh Campuran Feses Sapi Potong dan Feses Kuda Pada Proses Pengomposan Terhadap Kualitas Kompos

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Pakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berhubungan melalui atom O (Barrer, 1982). Klasifikasi zeolit dapat didasarkan

HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Ransum Penelitian

KEMAMPUAN BERBAGAI KOMBINASI ISOLAT BAKTERI SIMBION RAYAP DENGAN ISOLAT BAKTERI RUMEN DALAM MENDEGRADASIKAN PAKAN SUMBER SERAT

Pengaruh Pengaturan Waktu Pemberian Air Minum yang Berbeda Temperatur terhadap Performan Ayam Petelur Periode Grower.

PENGARUH PENGGUNAAN POLLARD DAN ASAM AMINO SINTETIS DALAM PAKAN AYAM PETELUR TERHADAP KONSUMSI PAKAN, KONVERSI PAKAN, DAN PRODUKSI TELUR

Animal Agriculture Journal 3(3): , Oktober 2014 On Line at :

Daftar Pustaka. Leng, R.A Drought Feeding Strategies : Theory and Pactice. The University of New England Printery, Armidale - New South Wales.

AGROVETERINER Vol.5, No.2 Juni 2017

SUBSTITUSI EKSTRAK AMPAS TEBU TERHADAP LAJU KEASAMAN DAN PRODUKSI ALKOHOL PADA PROSES PEMBUATAN BIOETHANOL BERBAHAN DASAR WHEY

Transkripsi:

Jurnal Ilmu-Ilmu Peternakan 26 (2): 24-29 ISSN : 0852-3681 E-ISSN : 2443-0765 Fakultas Peternakan UB, http://jiip.ub.ac.id/ Efek pemanasan pada molases yang ditambahkan urea terhadap ketersediaan NH 3, volatile fatty acid dan protein total secara in vitro Putri Rafleliawati, Surahmanto dan Joelal Achmadi Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro, Semarang Kompl. drh. R. Soejono Koesoemowardojo-Tembalang, Semarang Kode Pos 50275 E-mail : putri_rafleliawati@yahoo.com ABSTRACT: The study aims to utilizing mollases as reducing sugar to bind ammonia from urea through maillard reaction in high temperature as a source of Non-protein nitrogen (NPN) slow release in order to improve the efficiency of NPN and of the avaibility of total protein. The study used mollases and cow rumen fluid from Ungaran slaughterhouses. The method of the study was factorial complate random design with 2x3 treatments and 3 replications. The treatments were A0B1 (mollases-urea non heated 1 hour incubation), A0B2 (mollases-urea non heated 3 hour incubation), A0B3 (mollases-urea non heated 5 hour incubation), A1B1 (mollases-urea heated 1 hour incubation), A1B2 (mollases-urea heated 3 hour incubation) and A1B3 (mollases-urea heated 5 hour incubation). The data were analyzed using analysis of variance (ANOVA). The results showed that NH 3, Volatile Fatty Acids (VFA) and total protein production in different hours of incubation were significant (P<0,05), meanwhile production in mollases heat treatment and interaction between them were not significant (P>0,05). The longer the time of incubation, the lower the production. The highest NH 3 production was found at one hour of time of incubation. The VFA and total protein productions increased along with the increasing time of incubation with highest production was found at 5 hours of time of incubation. Keywords : Slow release, maillard reaction, NH 3, VFA, protein total PENDAHULUAN Urea banyak digunakan dalam ransum ternak ruminansia sebagai bahan pakan tambahan sumber NPN, memiliki harga yang murah dan mudah didapat dibandingkan dengan bahan pakan sumber protein murni. Urea mengandung nitrogen sebanyak 42-45% atau setara dengan protein kasar sebanyak 262-281% (Belasco, 1954). Hidrolisis urea menjadi amonia didalam rumen berlangsung dengan sangat cepat, sehingga menyebabkan tingginya kadar amonia didalam rumen. Kondisi ini menyebabkan tingginya absorbsi amonia oleh dinding rumen. Absorbsi amonia yang melebihi kemampuan hati dalam mengubah amonia menjadi urea akan menyebabkan kadar amonia darah tinggi sehingga dapat menimbulkan keracunan pada ternak (Van Soest, 1982). Molases adalah hasil samping dari industri pembuatan gula yang memiliki komponen sukrosa dan gula pereduksi. Gula pereduksi merupakan golongan gula (karbohidrat) yang dapat mereduksi senyawa-senyawa penerima 24

elektron karena mengandung gugus aldehid (-COH) atau gugus keton (CO). Sifat pereduksi dari suatu gula ditentukan oleh ada tidaknya gugus hidroksil (-OH) bebas yang reaktif. Contoh gula pereduksi yaitu glukosa, fruktosa, dan laktosa sementara sukrosa merupakan gula non-pereduksi (Winarno, 1984). Reaksi Maillard atau disebut dengan browning reaction adalah reaksi antara karbohidrat khususnya pada gugus hidroksil gula pereduksi dengan gugus amina primer (NH 2 ) (Makfoeld dkk., 2002). Reaksi Maillard biasanya terjadi pada suhu tinggi atau pada proses penyimpanan yang terlalu lama (Eskin et al., 1971). Reaksi Maillard terjadi pada suhu 37 C, sedangkan proses secara cepat dicapai pada suhu 100 C dan tidak terjadi pada suhu 150 C (Apriyantono, dkk. 1989). Amonia merupakan sumber N utama bagi mikroba untuk sintesis protein mikroba rumen. Sumbangan N bagi ternak ruminansia sangat penting mengingat bahwa prekursor protein mikroba adalah amonia dan senyawa sumber karbon. Semakin tinggi kadar NH 3 didalam rumen maka kemungkinan semakin banyak protein mikroba yang terbentuk sebagai sumber protein tubuh (Arora, 1995). Konsentrasi NH 3 dalam cairan rumen yang dapat menunjang pertumbuhan mikroba rumen secara optimal berkisar antara 3,27-7,14 mm, dengan puncak sintesis mikroba pada konsentrasi 3,27 dan akan berpengaruh buruk terhadap penampilan produksi dan efisiensi penggunaan N pada konsentrasi lebih dari 7,14 mm (Sutardi dkk., 1983). Konsentrasi VFA pada cairan rumen dapat digunakan sebagai salah satu tolok ukur fermentabilitas pakan dan sangat erat kaitannya dengan aktifitas mikroba rumen (Parakkasi, 1999). Kadar VFA yang dibutuhkan untuk menunjang pertumbuhan optimal rumen adalah 80-160 mm (Sutardi, 1979). Banyaknya VFA yang ada dalam rumen dicirikan oleh aktivitas mikroba, jumlah VFA yang diserap atau keluar dari rumen (Church, 1975). Penelitian ini bertujuan untuk memanfaatkan sifat molases sebagai gula pereduksi yang dapat mengikat amonia yang berasal dari urea pada kondisi panas melalui reaksi Maillard sehingga dapat berfungsi sebagai sumber NPN slow release guna meningkatkan efisiensi pemanfaatan NPN dan ketersediaan protein total. MATERI DAN METODE Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah urea, molases dan cairan rumen yang berasal dari RPH Ungaran. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial dengan 2x3 perlakuan dan 3 ulangan. Data hasil pengamatan diolah secara statistik dengan analisis ragam (ANOVA), apabila signifikan (P<0,05) maka dilakukan dengan uji lanjut Duncan Multiple Range Test (DMRT). Perlakuan yang diberikan antara lain: A0B1 = molases-urea tanpa pemanasan, 1 jam inkubasi A0B2 = molases-urea tanpa pemanasan, 3 jam inkubasi A0B3 = molases-urea tanpa pemanasan, 5 jam inkubasi A1B1 = molases-urea + pemanasan, 1 jam inkubasi A1B2 = molases-urea + pemanasan, 3 jam inkubasi A1B3 = molases-urea + pemanasan, 5 jam inkubasi Variabel yang diukur antara lain NH 3, Volatile Fatty Acid, dan protein total. Prosedur penelitian dilakukan dalam 2 tahap yaitu tahap pembuatan urea slow realease dan tahap analisis in 25

vitro untuk mengukur produksi NH 3, VFA dan protein total dengan rumus perhitungan : Kadar NH 3 = (titran x N H 2 SO 4 x 1000) mm VFA total = (ml titran blanko - ml titran sampel) x N HCl x 1000/5 mm ml HCl titran-ml HCl blanko x N HCl x 14 x 6,25 mg/g Protein total = berat sampel HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi NH 3 Hasil analisis ragam produksi NH 3 menunjukkan bahwa tidak terdapat interaksi (P>0,05) antara pemanasan pada molases dengan waktu inkubasi berbeda pada NH 3 yang dihasilkan. Data mengenai produksi NH 3 ditampilkan pada Tabel 1. Tabel 1. Produksi NH 3 Perlakuan molases Jam inkubasi 1 jam 3 jam 5 jam Rerata --------------- (mm) --------------- A0 (Tanpa pemanasan) 4,46 3,65 3,31 3,81 A1 (Pemanasan) 4,07 3,87 3,30 3,75 Rerata 4,26 a 3,76 b 3,30 c Superskrip yang berbeda pada baris rerata menunjukkan perbedaan nyata (P<0,05) Perlakuan waktu inkubasi berbeda menunjukkan hasil yang nyata (P<0,05). Produksi NH 3 menurun disebabkan karena urea memiliki sifat mudah terhidrolisis sehingga pada inkubasi jam ke-1 hidrolisis terjadi dengan sangat cepat yang menyebabkan produksi NH 3 tinggi pada jam pertama inkubasi dan menurun seiring bertambah lamanya waktu inkubasi rumen. Huntington et al. (2006) melaporkan bahwa puncak produksi amonia terjadi pada satu jam pertama setelah pemberian urea. Produksi NH 3 pada molases-urea yang dipanaskan dengan molases-urea tanpa pemanasan tidak berbeda nyata (P>0,05) karena pemanasan pada molases tidak dapat memperlambat hidrolisis urea menjadi amonia sehingga kecepatan hidrolisis urea menjadi amonia pada molases-urea yang dipanaskan maupun molases-urea tanpa pemanasan sama. Hal ini diduga karena ikatan yang terjadi antara gugus karboksil (aldehid dan keton) pada molases dan NH 3 dari urea tidak stabil sehingga sangat mudah terhidrolisis oleh mikroba rumen yang menyebabkan produksi amonia tidak berbeda dari molases-urea yang tidak dipanaskan. Fessenden dan Fessenden (1999) melaporkan bahwa imina yang terbentuk dari gugus karboksil yang berikatan dengan NH 3 sifatnya tidak stabil dan berpolimerisasi bila didiamkan, sementara itu jika imina terbentuk dari gugus amina primer (NH 2 ) maka akan terbentuk imina tersubstitusi yang lebih stabil bahkan dapat terbentuk basa Schiff akibat terjadi reaksi pencoklatan (jika dipanaskan pada suhu dan disimpan pada waktu tertentu). Produksi VFA Tabel 2 menunjukkan bahwa tidak terdapat interaksi (P>0,05) antara pemanasan pada molases dengan waktu inkubasi berbeda pada VFA yang dihasilkan dan perlakuan waktu inkubasi berbeda menunjukkan hasil yang nyata (P<0,05). Produksi VFA mengalami peningkatan disebabkan karena peningkatan aktivitas mikroba rumen sehingga produksi VFA yang 26

merupakan hasil samping sintesis mikroba rumen meningkat. Church (1975) menyatakan bahwa banyaknya VFA yang ada di dalam rumen dicirikan oleh aktivitas mikroba, jumlah VFA yang diserap atau keluar dari rumen. Hasil analisis ragam produksi VFA disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Produksi Volatile Fatty Acid (VFA) Perlakuan molases Jam inkubasi 1 jam 3 jam 5 jam Rerata --------------- (mm) --------------- A0 (Tanpa pemanasan) 86,67 91,67 100 92,78 A1 (Pemanasan) 86,67 93,33 101,67 93,89 Rerata 86,67 c 92,5 b 100,83 a Superskrip yang berbeda pada baris rerata menunjukkan perbedaan nyata (P<0,05) Produksi VFA pada pemanasan molases tidak berbeda (P>0,05) karena produksi NH 3 tidak mengalami perbedaan sehingga sumber N yang digunakan untuk proses sintesis mikroba rumen sama. Hal ini dikarenakan N merupakan prekursor utama dalam proses sintesis protein mikroba bersama dengan C yang digunakan sebagai kerangka karbon dan energi. Anggraeny dkk. (2015) menyatakan bahwa prekursor utama untuk pertumbuhan mikroba berupa NH 3 dan energi berupa ATP yang dihasilkan dari proses degradasi pakan yang dilakukan oleh mikroba rumen. Protein total Hasil analisis ragam produksi protein total menunjukkan bahwa tidak terdapat interaksi antara pemanasan pada molases dengan waktu inkubasi berbeda (P>0,05) pada protein total yang dihasilkan (lihat Tabel 3). Perlakuan pemanasan pada molases tidak menunjukkan pengaruh yang nyata (P>0,05) pada produksi protein total, namun perlakuan waktu inkubasi berbeda menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P<0,05). Tabel 3. Produksi protein total Perlakuan molases Jam inkubasi 1 jam 3 jam 5 jam Rerata --------------- (mg/g) --------------- A0 (Tanpa pemanasan) 273,50 282,77 306,86 287,71 A1 (Pemanasan) 269,96 282,42 306,64 282,34 Rerata 271,73 c 282,59 b 306,75 a Superskrip yang berbeda pada baris rerata menunjukkan perbedaan nyata (P<0,05) Produksi protein total meningkat (P<0,05) disebabkan oleh peningkatan aktivitas mikroba rumen sehingga produksi protein total tinggi karena mikroba yang disintesis meningkat. Sunarso (1984) menyatakan bahwa protein total merupakan gabungan dari protein pakan yang lolos degradasi mikroba rumen dan protein mikroba. Produksi protein total pada pemanasan molases tidak berbeda (P>0,05) karena produksi NH 3 tidak mengalami perbedaan sehingga sumber N yang digunakan untuk proses sintesis mikroba rumen sama. Hal ini 27

dikarenakan N merupakan prekursor utama dalam proses sintesis mikroba bersama dengan C yang digunakan sebagai kerangka karbon dan energi. Buttery dan Lewis (1974) berpendapat bahwa faktor yang mempengaruhi produksi protein total yaitu amonia NH 3 serta kerangka karbon penyusun protein mikroba dan sumber energi untuk sintesis protein mikroba. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa perlakuan pemanasan molases belum dapat memperlambat hidrolisis urea didalam rumen. Produksi NH 3 rumen menurun dengan puncak produksi pada inkubasi jam ke-1. Produksi VFA dan protein total meningkat dengan puncak produksi pada inkubasi jam ke-5. DAFTAR PUSTAKA Anggraeny, Y. N., H. Soetanto, Kusmartono dan Hartutik. 2015. Sinkronisasi suplai protein dan energi dalam rumen untuk meningkatkan efisiensi pakan berkualitas rendah. WARTAZOA. 25 (3):107-116. Apriyantono, A., D. Fardiaz, N. L. Puspitasari, Sedamawati dan S. Budiyanto. 1989. Analisis pangan. PAU Pangan dan Gizi, IPB Press. Arora, S. P. 1995. Pencernaan mikroba pada ruminansia. Cetakan Kedua. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. (Diterjemahkan oleh R. Murwani). Belasco, I. C. 1954. New nitrogen feed coumpound for ruminant: A laboratory evaluation. J. Anim. Sci. 2 (13):601-610. Buttery, F. J., dan D. Lewis. 1974. Nitrogen metabolism in rumen. University of Nottingham, Nottingham. Church, D. C. 1975. Digestive physiology and nutrition of ruminants. Volume 1, 2 nd Edition. O & B Books Inc., Corvallis. Eskin, N. A. M., H. M. Henderson, dan R. J. Townsend. 1971. Biochemistry of food. Academic Press, New York. Fessenden, R. J. dan J. S. Fessenden. 1999. Kimia organik. Edisi Ketiga Jilid 2. Erlangga, Jakarta. (Diterjemahkan oleh A. H. Pudjaatmaka). Huntington, G. B., D. L. Harmon, N. B. Kristensen, K. C. Hanson dan J. W. Spears. 2006. Effects of a slow-release urea source on absorption of ammonia and endogenous production of urea by cattle. Anim. Feed Sci. Technol. 130 : 225-241. Makfoeld, D., Djagal W. M., Pudji H., Sri A., Sri R., Sudarmanto S., Suhardi, Soeharsono M., Suwedo H. dan Tranggono. 2002. Kamus istilah pangan dan nutrisi. Kanisius, Yogyakarta. Parakkasi, A. 1999. Ilmu nutrisi dan makanan ternak ruminansi. Universitas Indonesia Press, Jakarta. Sunarso. 1984. Mutu protein limbah agro-industri ditinjau dari kinetika perombakannya oleh mikroba rumen dan potensinya dalam menyediakan protein bagi pencernaan pasca-rumen. Institut Pertanian Bogor, Bogor. (Tesis Magister Pertanian). Sutardi, T. 1979. Ketahanan protein bahan makanan terhadap degradasi oleh mikroba rumen dan manfaat bagi peningkatan produktivitas ternak. Prosiding Seminar Penelitian dan Penunjang Pengembangan Peternakan. Balai Penelitian Peternakan, Bogor. Buku 2. Hal:91-103. 28

Sutardi, T., N. A. Sigit, dan T. Toharmat. 1983. Standarisasi mutu protein bahan makanan ternak ruminansia berdasarkan parameter metabolisme oleh mikroba rumen. Proyek Pengembangan Ilmu dan Teknologi Dirjen Pendidikan Tinggi, Jakarta. (Tidak Diterbitkan). Van Soest, R. J. 1982. Nutritional ecology of the ruminant. Durhom and Downey Inc, USA. Winarno, F. G. 1984. Kimia pangan dan gizi. PT Gramedia, Jakarta. 29