II. TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. lempeng yaitu Lempeng Eurasia, Hindia-australia dan Lempeng Filipina dan. akibat pertumbukan lempeng-lempeng tersebut (Gambar 2).

7.4. G. KIE BESI, Maluku Utara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BERITA GUNUNGAPI ENAM GUNUNGAPI WASPADA JANUARI MARET 2008

DAFTAR ISI. BAB III. DASAR TEORI 3.1. Seismisitas Gelombang Seismik Gelombang Badan... 16

4.15. G. LEWOTOBI PEREMPUAN, Nusa Tenggara Timur

VARIASI ZONA LEMAH STRUKTUR INTERNAL GUNUNG LOKON BERDASARKAN STUDI SEISMO-VULKANIK

4.10. G. IYA, Nusa Tenggara Timur

.4. G. LOKON, Sulawesi Utara

Gejala awal letusan Gunung Lokon Februari Maret 2012 Precursor of the eruption of Mount Lokon February March 2012

ERUPSI G. SOPUTAN 2007

6.6. G. TANGKOKO, Sulawesi Utara

5.5. G. LAWARKAWRA, Kepulauan Banda, Maluku

BAB II Geomorfologi. 1. Zona Dataran Pantai Jakarta,

7.5. G. IBU, Halmahera Maluku Utara

1.1. G. PUET SAGOE, NANGGROE ACEH DARUSSALAM

ANALISIS KAWASAN BENCANA GUNUNGAPI LOKON, KOTA TOMOHON DAN SEKITARNYA, PROPINSI SULAWESI UTARA

4.12. G. ROKATENDA, Nusa Tenggara Timur

3.2.3 Satuan lava basalt Gambar 3-2 Singkapan Lava Basalt di RCH-9

BENTUKLAHAN ASAL VULKANIK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

EVALUASI SEISMIK DAN VISUAL KEGIATAN VULKANIK G. EGON, APRIL 2008

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II GEOLOGI REGIONAL KOMPLEKS GUNUNG RAJABASA

BAB II TATANAN GEOLOGI

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Wilayah Administratif Kabupaten Tanggamus

II. TINJAUAN PUSTAKA

4.14. G. LEWOTOBI LAKI-LAKI, Nusa Tenggara Timur

PEMANTAUAN DAN SOSIALISASI ERUPSI G. SEMERU,MEI JUNI 2008

Studi terpadu seismik dan deformasi di Gunung Lokon, Sulawesi Utara

BAB III METODA PENELITIAN

6.padang lava Merupakan wilayah endapan lava hasil aktivitas erupsi gunungapi. Biasanya terdapat pada lereng atas gunungapi.

4.7 G. INIELIKA, Nusa Tenggara Timur

PAPER KARAKTERISTIK HIDROLOGI PADA BENTUK LAHAN VULKANIK

BAB II TATANAN GEOLOGI REGIONAL

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI

BAB I PENDAHULUAN. daratan. Salah satu kenampakan alam yang meliputi wilayah perairan ialah sungai.

7.2. G. GAMKONORA, Halmahera - Maluku Utara

4.8. G. INIE RIE, Nusa Tenggara Timur

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

AKTIVITAS GUNUNGAPI SEMERU PADA NOVEMBER 2007

6.2. G. AMBANG, SULAWESI UTARA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

II. PENGAMATAN 2.1. VISUAL

BAB I PENDAHULUAN. sampai Maluku (Wimpy S. Tjetjep, 1996: iv). Berdasarkan letak. astronomis, Indonesia terletak di antara 6 LU - 11 LS dan 95 BT -

: Piek Van Bali, Piek of Bali, Agung, Gunung Api. Kab. Karangasem, Pulau Bali. Ketinggian : 3014 m di atas muka laut setelah letusan 1963

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

6.1. G. COLO (P. Una-una), Sulawesi Tengah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BERITA GUNUNGAPI MEI AGUSTUS 2009

BAB II KERANGKA GEOLOGI

Studi Pengaruh Lahar Dingin Pada Pemanfaatan Sumber Air Baku Di Kawasan Rawan Bencana Gunungapi (Studi Kasus: Gunung Semeru)

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian

BAB 3 GEOLOGI SEMARANG

24 November 2013 : 2780/45/BGL.V/2013

4.13. G. EGON, Nusa Tenggara Timur

6.5. GUNUNGAPI MAHAWU, Sulawesi Utara

4.21. G. SIRUNG, Nusa Tenggara Timur

G. TALANG, SUMATERA BARAT

KORELASI PARAMETER SUHU AIR PANAS, KEGEMPAAN, DAN DEFORMASI LETUSAN G. SLAMET APRIL - MEI 2009

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Jenis Bahaya Geologi

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BENTUK LAHAN (LANDFORM) MAYOR DAN MINOR

BAB I PENDAHULUAN. Lamongan dan di sebelah barat Gunung Argapura. Secara administratif, Ranu Segaran masuk

KEMENTRIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI

BAB II GEOMORFOLOGI 2. 1 Fisiografi Regional Jawa Tengah

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB I PENDAHULUAN. menyertai kehidupan manusia. Dalam kaitannya dengan vulkanisme, Kashara

Morfologi dan Litologi Batuan Daerah Gunung Ungaran

BERITA GUNUNGAPI APRIL - JUNI 2008

BAB II GEOLOGI REGIONAL

6.7. G. RUANG, Sulawesi Utara

G. KERINCI, SUMATERA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tanah vulkanis merupakan tanah yang berasal dari letusan gunungapi, pada

ERUPSI G. KARANGETANG 2007 DAN PERKIRAAN KEDALAMAN SUMBER TEKANAN BERDASARKAN DATA ELECTRONIC DISTANCE MEASUREMENT (EDM)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ibukota Jawa Barat berada disekitar gunung Tangkuban Perahu (Gambar 1).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daerah Wai Selabung secara administratif termasuk ke dalam wilayah

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 4. Dinamika Lithosferlatihan soal 4.3. linier. effusif. sentral. areal. eksplosif

ANALISIS DISTRIBUSI FASIES GUNUNG MERAPI DI KECAMATAN SELO UNTUK IDENTIFIKASI JENIS BAHAYA ERUPSI

GEOLOGI DAERAH CISURUPAN DAN SEKITARNYA, KABUPATEN GARUT, JAWA BARAT

BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN. Secara Geografis Kota Depok terletak di antara Lintang

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BENTUK-BENTUK MUKA BUMI

BAB II TINJAUAN UMUM

KONTROL STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP SEBARAN ENDAPAN KIPAS BAWAH LAUT DI DAERAH GOMBONG, KEBUMEN, JAWA TENGAH

Beda antara lava dan lahar

Tipe Gunungapi Komposit (Strato( Strato) Sifat Gunungapi Tipe Strato

4.11. G. KELIMUTU, Nusa Tenggara Timur

STANDAR KOMPETENSI. kehidupan manusia. 1.Mendeskripsikan keragaman bentuk muka bumi, proses pembentukan dan dampaknya terhadap kehidupan.

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

2015, No Indonesia Tahun 1997 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3676); 2. Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2012 tentang Keselamatan da

Gempa mikro sebagai indikasi amblesnya Kawah Tompaluan, Gunung Lokon, Sulawesi Utara

BAB I PENDAHULUAN. bertipe komposit strato (Schmincke, 2004; Sigurdsson, 2000; Wilson, 1989).

Transkripsi:

5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lokasi Objek Penelitian Berdasarkan bentuk morfologinya, puncak Gunung Lokon berdampingan dengan puncak Gunung Empung dengan jarak antara keduanya 2,3 km, sehingga merupakan gunung kembar, oleh karena itu sering disebut Kompleks Lokon- Empung. Secara geografis puncak Gunung Lokon terletak pada 1 o 21,5 LU dan 124 o 47 BT dengan ketinggian 1579,5 m dpl, sedangkan puncak Gunung Empung pada 1 o 22 LU dan 124 o 47 BT mencapai ketinggian 1340 m dpl (Kusumadinata, 1979).. Gambar 1 Peta lokasi Gunung Lokon, Sulawesi Utara (Kristianto dkk, 2012)

6 Berdasarkan sejarah kegiatannya, letusan semula berpusat di puncak Empung yang berlangsung dalam tahun 1350 dan 1400. Sejak tahun 1829 titik kegiatannya pindah ke pelana antara dua puncak yang dikenal dengan Kawah Tompaluan dan menjadi kawah aktif hingga saat ini. Secara geografi Kawah Tompaluan berada pada posisi 1 21 52,68 LU dan 124 47 57,58 BT (Kusumadinata, 1979). Gambar 2. Kompleks Gunung Lokon Empung. Pelana antar kedua puncaknya adalah lokasi kawah aktif, Kawah Tompaluan (Foto: Farid Bina 2009) (Haerani dkk, 2010). Pemantauan kegempaan Gunung Lokon menggunakan 5 stasiun seismik (Tabel 2.1) yang terdiri dari stasiun Empung (EMP), Sea (SEA), Kinilow (KIN), Tatawiran (TTW), dan Wailan (WLN). Data gempa analog ditransmisikan dengan gelombang radio dari setiap stasiun seismik di lapangan menuju Pos PGA Lokon. Data diakuisisi dan menjadi data digital dengan sistem earthworm dan argalite serta disimpan dalam format seisan dan win.

7 Tabel 1 Kordinat stasiun seismik Gunung Lokon (Kristianto dkk, 2010) Nama Stasiun Lintang Utara Bujur Timur Ketinggian (m dpl) Empung (EMP) 1 22'5.28" 124 48'0.9" 1143 Kinilow (KIN) 1 22'0.6" 124 48'59.4" 914 Wailan (WLN) 1 20' 58.3" 124 48' 8" 1024 Tatawiran (TTW) 1 21' 39.9" 124 47' 37.5" 1365 Sea (SEA) 1 22' 12.5" 124 47' 59.2" 1162 Gambar 3. Peta lokasi stasiun seismik Gunung Lokon (Kristianto dkk, 2010)

8 2.2 Geomorfologi Geomorfologi kompleks Lokon Empung dibagi menjadi empat satuan, yaitu Satuan geomorfologi kerucut, kawah, punggungan rendah dan bergelombang serta geomorfologi daratan. Satuan geomorfologi Kerucut menempati daerah sekitar tubuh Gunung Lokon dan Gunung Empung. Gunung Lokon mempunyai puncak yang datar tanpa kawah dengan kemiringan antara 30-70. Sedangkan Gunung Empung mempunyai dua buah kerucut terpancung, yaitu Empung Muda di bagian barat dan Empung Tua di bagian timur, yang masing-masing mempunyai kawah di puncaknya. Pola aliran sungainya adalah radial dengan lembah berbentuk V, dengan tebing yang relatif curam. Vegetasi penutupnya berupa alang-alang yang cukup tebal. Satuan geomorfologi kawah terdapat di Kawah Tompaluan dan Kawah Empung. Kawah Tompaluan merupakan kawah paling aktif saat ini yang terbentuk sekitar tahun 1828, sedangkan Kawah Empung tidak aktif lagi. Satuan geomorfologi perbukitan rendah dan bergelombang menempati sebagian besar lereng kompleks Lokon Empung, merupakan morfologi yang membentuk punggungan yang landai serta bergelombang, sudut lerengnya <30. Batuan pembentuknya berupa piroklastik dan lava. Sebagian besar daerah ini dimanfaatkan sebagai lahan pertanian.

9 Satuan geomorfologi dataran menempati sepanjang pantai bagian Utara, sekitar daerah Malalyang dan dataran tinggi Kakaskasen pada elevasi lebih kurang 800 m. Umumnya digunakan sebagai daerah persawahan dan perkebunan kelapa. 2.3 Struktur Geologi Berdasarkan penafsiran potret udara dan hasil pengamatan di lapangan, struktur geologi yang berkembang di daerah kompleks Gunung Lokon-Empung dipisahkan menjadi struktur sesar dan struktur kawah. Ada dua struktur sesar, yaitu Sesar Tatawiran dan Sesar Kinilow. Ciri-ciri adanya sesar yang dapat dijumpai di lapangan adalah adanya kelurusan-kelurusan pada tebing sepanjang lembah yang dilalui oleh sesar, kemudian adanya kelurusan sungai serta terdapatnya mataair panas. Magma yang cair dan kental serta lebih ringan daripada batuan sekitarnya cenderung terdorong ke atas dan merupakan kisah awal terbentuknya gunungapi. Oleh karena itu, magma yang naik secara tegak akhirnya cenderung mengikuti bidang lemah tersebut. Itu salah satu sebab tanah Minahasa banyak dijumpai kerucut gunungapi. Pada skala yang lebih sempit dengan melihat strukturnya secara lokal, kompleks Lokon Empung berbatasan dengan Gunung Tatawiran di sebelah barat dan

10 Gunung Mahawu di sebelah timur. Disisi timur Tatawiran dan di sisi barat Mahawu terbentuk sesar yang menyebabkan depresi dan terbentuk struktur graben. Pada jalur sesar tersebut merupakan bidang lemah yang arahnya utara ke selatan dan membelah Lokon Empung sekaligus merupakan cikal bakal Gunung Lokon Empung saat ini (Mulyadi, dkk, 1990). 2.4. Stratigrafi Batuan tertua yang mendasari seluruh satuan batuan di Kompeks Lokon Empung adalah Vulkanik Tondano (To.V), tersingkap di selatan Gunung Lokon, berupa klastika gunungapi kasar, terutama bersifat andesitik, yang dicirikan oleh banyaknya batu apung, tufa, tufa lapili dan breksi ignimbrit sangat padat. Satuan ini diperkirakan sebagai hasil letusan hebat yang terjadi pada saat pembentukan Kaldera Tondano atau pada saat Orogenesa Plio-Pleistosen. Sebagai akibat adanya orogenesa tersebut, di daerah Minahasa banyak terbentuk struktur dan zona lemah. Pada awal Kuarter di daerah zona lemah inilah bermunculan sumber-sumber erupsi, diantaranya Gunung Tatawiran dan Gunung Mahawu yang masing-masing menghasilkan satuan batuan Vulkanik Tatawiran (Ta.V), sebagian besar berupa lava dan satuan Vulkanik Mahawu (M.V), juga umumya berupa lava andesitik.

11 Pada sisi Timur Gunung Tatawiran dan sisi Barat Gunung Mahawu terjadi sesar normal yang berarah Utara-Selatan. Akibat sesar ini di antara kedua gunung tersebut terjadi penurunan/depresi yang membentuk struktur graben. Pada zona lemah inilah kemudian muncul titik-titik erupsi baru yang membentuk kompleks Lokon-Empung. Fase pertama adalah erupsi pembentukan Bukit Pineleng, menghasilkan batuan Lava Pineleng (Pi.l) dan dilanjutkan dengan erupsi fase kedua yang membentuk Bukit Punuk, menghasilkan Lava Punuk 1 (P.l1) dan Lava Punuk 2 (P.l2). Lava tersebut umumnya bersifat andesitik dengan piroksen sebagai masa dasar. Fase ketiga adalah erupsi pembentukan Gunung Empung, yang emumnya menghasilkan lava. Satuan batuan ini sebagian tersebar ke arah Timur-Timurlaut. Satuan batuan tersebut dikelompokkan menjadi satuan Lava Empung Tua 1 (ET.l1), Lava Empung Tua 2 (ET.l2), Lava Empung Tua 3 (ET.l3), Lava Empung Tua 4 (ET.l4), Lava Empung Tua 5 (ET.l5), umumnya bersifat andesitik-andesitik basaltik. Fase keempat pembentukan Gunung Lokon. Pada fase ini terjadi perselingan antara erupsi efusif yang menghasilkan satuan batuan lava dan erupsi eksplosif yang menghasilkan endapan satuan batuan aliran piroklastik dan jatuhan yang penyebarannya sebagian besar ke arah Timur sampai Selatan. Secara berurutan satuan batuan ini terdiri dari satuan batuan Lava Lokon 1 (L.l1), Lava Lokon 2 (L.l2), Aliran Piroklastik Lokon 1 (L.ap1), Lava Lokon 3 (L.l3), Aliran

12 Piroklastik Lokon 2 (L.ap2), Lava Lokon 4 (L.l4), Aliran Piroklastik Lokon 3 (L.ap3), Lava Lokon 5 (L.l5), Lava Lokon 6 (L.l6) dan Jatuhan Piroklastik Lokon (L.jp). Satuan batuan Lava Lokon umumnya bersifat andesitik basaltik. Fase kelima pusat kegiatan kembali lagi ke Gunung Empung, secara berurutan menghasilkan satuan batuan Lava Empung 1 (E.l1), Lava Empung 2 (E.l2), Lava Empung 3 (E.l3), Lava Empung 4 (E.l4), Lava Empung 5 (E.l5), Lava Empung 6 (E.l6) dan diakhiri dengan erupsi yang menghasilkan endapan Jatuhan Piroklastik Empung (E.jp), penyebarannya hanya di sekitar puncak. Fase keenam terjadi pada tahun 1829 berupa letusan samping (flank eruption) Gunung Lokon dan mengambil tempat pada sadel di antara Gunung Lokon dan Gunung Empung. Pusat erupsi tersebut kini dikenal sebagai Kawah Tompaluan. Fase ini merupakan fase terakhir dan masih berlangsung hingga sekarang. Satuan batuan yang dihasilkan terdiri dari satuan Aliran Piroklastik Tompaluan (T.ap) dan Jatuhan Piroklastik (T.jp). Letusan besar terakhir terjadi pada tahun 1991, menghasilkan endapan aliran piroklastik (awan panas) yang mengalir ke arah Lembah Pasahapen dan jatuhan piroklastik berupa bom, lapili dan abu. 2.5. Aktivitas Vulkanik Dan Karakter Letusan Gunungapi Lokon merupakan city volcano, yaitu gunungapi yang terletak pada daerah dengan populasi penduduk yang padat, sehingga mempunyai risiko tinggi

13 terhadap bahaya letusan gunungapi. Selain itu ditinjau dari frekuensi kejadian letusan, Gunung Lokon termasuk gunungapi dengan frekuensi kejadian erupsi tinggi. Dalam abad ke 14 pusat letusan kompleks Gunung Lokon Empung berada di puncak Gunung Empung. Sejak 1829 titik letusan bergeser ke arah selatan, yaitu di pelana antara puncak Gunung Lokon dan puncak Gunung Empung yang dikenal dengan Kawah Tompaluan. Interval letusan yang pendek antara 1 8 tahun, sedangkan interval letusan yang panjang sekitar 64 tahun. Karakter letusan umumnya berupa letusan freatik freatomagmatik, terkadang diakhiri dengan letusan magmatik. Pada tahun 1991 terjadi letusan magmatik disertai dengan awan panas yang mencapai jarak luncur sekitar 1,5 km yang mengalir ke lembah Pasahapen. Setelah mengalami masa istirahat selama empat tahun aktivitas Gunung Lokon kembali meningkat. Berawal dengan letusan freatik pada 22 Februari 2011, dan mencapai puncak pada Juli 2011. Karakter letusan pada periode ini masih sama dengan sebelumnya, yaitu letusan freatik freatomagmatik Gambar 4 Interval waktu letusan Gunung Lokon (Kristianto, dkk., 2012).

14 Tabel 2 Sejarah erupsi Gunung Lokon (Data dasar gunungapi Indonesia, 2011) Tahun Kegiatan 1829 Maret, letusan uap di pelana G. Lokon-G.Empung 1893 29 Maret, lontaran batu dan bom vulkanik selama beberapa bulan 1930 Agustus, jenis kegiatan tidak diketahui 1942, 1949, 1951-1953 Letusan abu 1958-1959 Letusan abu yang diselingi oleh lontaran batu 1961 Letusan abu 1962, 1965, 1966 Kenaikan kegiatan (tidak diikuti letusan) 1969 27 November, letusan abu dan awan panas ke arah Kawah Pasahapen 1970 April Desember, letusan abu 1973 September, peningkatan kegiatan. 1974 28 Januari, letusan abu 1975 Pembentukan sumbat lava 1976 2 Januari, letusan, penghancuran sumbat lava 1977 Maret September, letusan abu disertai material pijar 1982 1983 Peningkatan kegiatan, hembusan asap kuat dari Kawah Tompaluan 1986 Letusan abu dan freatik, lahar masuk ke Kawah Pasahapen. 1987 1990 Letusan abu

15 1991 Letusan abu dan aliran awan panas, diikuti pembentukan sumbat lava 1993 Peningkatan kegiatan 1997 Letusan freatik, membentuk lubang di dasar Kawah Tompaluan 2000 7 Juli, terbentuk lubang baru didasar kawah dengan diameter 7 m, memancarkan sinar api 2001 Januari Mei, letusan abu disertai lontaran material pijar 2002 Februari, April, Desember: letusan abu disertai lontaran material pijar yang jatuh kembali di sekitar kawah. 2003 Februari Maret, letusan abu disertai lontaran material 2007 Desember, peningkatan kegiatan, jumlah gempa vulkanik meningkat disertai munculnya tremor status SIAGA

Gambar 5. Peta Geologi Gunungapi Lokon (Mulyadi, D., dkk, 1990) 16