68 BAB IV KESIMPULAN Perempuan sebagai subjek yang aktif dalam urusan-urusan publik (ekonomi) merupakan konsep kesetaraan gender. Perempuan tidak selalu berada dalam urusan-urusan domestik yang menyudutkannya untuk berada dalam ruang ketertindasan disebabkan pekerjaan-pekerjaan yang dilakukannya secara domestik tidak dapat dinilai secara materi. Novel Gadis Kretek karya Ratih Kumala merupakan karya sastra yang menyajikan ide-ide tentang perempuan untuk dapat setara dalam bidang ekonomi. Dalam hal ini, perempuan merupakan pihak superior dalam membuat dan menentukan kebijakan-kebijakan strategis pekerjaan terutama dalam kebijakan kepemimpinan dan manajerial perusahaan. Hal itu digambarkan melalui tokoh utama (Dasiyah) yang berkontribusi dalam perusahaan kretek yang berakhir menjadi dominasi kontrol perusahaan kretek. Ideologi politik kesetaraan yang tercermin baik melalui kata, kalimat, frasa, maupun wacana dalam novel ini penulis analisis melalui pembagian dalam dua bab analisis. Pertama, oposisi tokoh melalui analisis tokoh yang dikategorikan sebagai tokoh profeminis dan kontrafeminis. Kedua, identifikasi citra tokoh dalam kaitannya dengan kegiatan publik. Hal ini mengacu kepada tokoh Dasiyah sebagai tokoh utama sekaligus tokoh yang berciri publik dominan.
Dalam analisis tokoh profeminis dan kontrafeminis, penulis mengelompokkan tokoh yang yang berciri feminis, dan tokoh yang berciri kontrafeminis. Tokoh-tokoh yang termasuk dalam kategori profeminis adalah (1) Roemaisa, (2) Dasiyah, (3) Idroes Moeria, sedangkan tokoh-tokoh yang berciri kontrafeminis adalah (1) Idroes Moeria, (2) Soedjagad, dan (3) Soeradja. Tokoh Idroes Moeria pada awalnya diidentifikasi sebagai kontrafeminis namun setelah Dasiyah memiliki kemampuan untuk mengelola dan membesarkan perusahaan kretek ciri-ciri kontrafeminis dalam tokoh Idroes Moeria bertransformasi menjadi tokoh profeminis. Penelitian ini menganalisis data dengan menggunakan pendekatan feminisme sosialis. Sesuai pendekatannya, analisis penelitian ini menekankan pada dikotomi privat-publik yang merupakan bagian dari konstruksi sosial. Pendekatan ini juga memandang bahwa penindasan perempuan diakibatkan oleh konstruksi sosial yang berupa stereotipe-stereotipe yang dilekatkan pada perempuan. Hal ini terlihat dari analisis tokoh Roemaisa yang mempunyai keterbatasan akses terhadap kebijakan (hal: 21). Keterbatasan merupakan bentuk konstruksi masyarakat mengenai perempuan sebagai subjek yang harus tunduk terhadap laki-laki. Akibatnya, dapat disimpulkan bahwa perempuan mengalami ketertindasan dalam bentuk inferioritas terhadap laki-laki yang juga merupakan objek ordinat laki-laki. Konsep-konsep ketertindasan tersebut dilawan dengan ide-ide tentang kemampuan perempuan untuk berdiri sendiri. Kemampuan tersebut diwujudkan dalam bentuk kemampuan untuk terjun dalam ranah publik (membuat klobot), 69
yang mengubah status pasif dalam sikap dan perannya menjadi aktif. Transformasi tersebut merupakan bentuk perjuangan untuk bangkit dari ketertindasan perempuan yang diakibatkan oleh sistem (patriarki) yang mengaturnya. Dalam generasi berikutnya, tokoh Dasiyah yang dikategorikan sebagai tokoh profeminis terlahir sebagai tokoh yang mempunyai kemampuan untuk dapat bertindak secara publik. Keterlibatan Dasiyah dalam proses inovasi dan perbaikan pola pikir dan manajemen perusahaan kretek merupakan bentuk pelabelan perempuan sebagai subjek yang mampu berpikir logis dan dapat ditempatkan dalam peran pengambil keputusan. Hal itu merupakan sebuah ideologi kesetaraan yang secara tidak langsung terdapat dalam novel. Ketidakadilan terhadap perempuan terdapat dalam bentuk penindasan yang dilakukan oleh tokoh-tokoh yang dikategorikan sebagai tokoh kontrafeminis, seperti tokoh Soeradja yang mencuri formula yang dibuat oleh Dasiyah. Beberapa diksi juga dilontarkan oleh tokoh Soedjagad yang berstereotipe gender. Penindasan-penindasan tersebut merupakan bentuk protes terhadap sistem yang mengkonstruksi perempuan sebagai subjek yang lemah, dan seolah-olah tidak mampu untuk melakukan hal-hal yang bersifat maskulin karena perbedaan biologis yang menjadi dasar prasangka gender. Hal tersebut terlihat melalui aksi pencurian terhadap hasil kerja perempuan. Formula tersebut merupakan bentuk kemampuan perempuan untuk berkutat dalam ranah publik, yaitu mampu berinovasi untuk mengembangkan ekonomi. Akibatnya, formula rokok kretek tersebut dinilai sebagai hasil dari tokoh Soeradja dan bukan merupakan hasil dari 70
tokoh Dasiyah (walaupun pada akhirnya Dasiyah dimenangkan sebagai pencipta formula). Hal-hal demikian berasal dari pembentukan perempuan melalui fungsi reproduksi mereka yang mengidentifikasi struktur keluarga biologis. Laki-laki mempunyai peran sebagai makhluk ekonomis (produksi-kultural) sedangkan perempuan merupakan makhluk reproduksi (biologis) yang menandakan perempuan sebagai makhluk non-ekonomis. Perempuan masih tetap dianggap sebagai makhluk yang kurang kompeten untuk menjalankan peran-peran yang bernilai ekonomi. Hal tersebut sejalan dengan data-data yang telah dianalisis dalam Bab IV penelitian ini, yaitu data-data tentang peran perempuan Indonesia dalam ranah ekonomi. Data-data tersebut menandakan adanya transformasi fungsi dari fungsi reproduksi menjadi produksi-reproduksi. Hal ini terlihat dari peran wanita Indonesia yang sudah mulai menduduki posisi publik di bidang sosial, ekonomi dan politik. Melalui istilah yang populer sebagai wanita karier, data tersebut mencatat bahwa peran perempuan yang terdata secara resmi lebih kecil daripada peran yang tidak terdata. Hal ini menunjukkan bahwa sesungguhnya peran perempuan lebih besar dari yang terlihat yang disebabkan anggapan perempuan sebagai makhluk subordinat laki-laki. Perempuan yang mempunyai peran pengambil keputusan strategis dalam perusahaan yang terdaftar atas nama suaminya (laki-laki) dianggap kurang merepresentasikan sebagai pemegang kendali atas perusahaan. Laki-laki 71
dipandang sebagai pemegang kendali penuh terhadap perusahaan, sehingga kemajuan perusahaan dianggap sebagai kemajuan laki-laki, walaupun belum tentu keputusan-keputusan yang diambil merupakan keputusan yang berasal dari lakilaki sepenuhnya. Hal tersebut merupakan bentuk konstruksi sosial yang menganggap perempuan sebagai pribadi yang kurang kompeten. Konstruksi tersebut merupakan bentuk intervensi gender dalam pembentukan citra perempuan. Perempuan dicitrakan sebagai pribadi yang pasif, kurang logis, lemah, dan lainlain. Dasiyah sebagai tokoh utama dalam novel mempunyai citra yang berlawanan dari citra yang dikonstruksikan oleh masyarakat. Citra tersebut merupakan citra yang menandakan adanya kompetensi perempuan untuk berperan di sektor publik. Citra Dasiyah yang berhasil diidentifikasikan dibagi menjadi dua bagian. Yaitu : (1) Citra dalam Lingkup Pemikiran, dan (2) Citra dalam Lingkup Perilaku. Citra-citra tersebut merupakan citra dalam kaitannya dengan ruang publik yang merupakan bentuk andil dalam mengurusi perusahaan kretek. Yang menarik adalah tidak ditemukan diksi-diksi yang mereferensikan bahwa Dasiyah melakukan pekerjaan domestik, sehingga memperkuat ideologi pengarang yang mendukung konsep kesetaraan gender baik secara langsung maupun tidak langsung, terutama kesetaraan terhadap peran perempuan dalam sektor publik yang secara tegas meniadakan konsep peran domestik yang dianggap merugikan perempuan. Hal inilah yang menjadi kekhasan dalam penelitian ini dibandingkan dengan penelitian lain. Penelitian lain yang dijadikan tinjauan pustaka berangkat dari data-data ketertindasan perempuan secara eksplisit. Sedangkan dalam 72
penelitian ini tidak terdapat konsep-konsep penindasan secara eksplisit yang ditonjolkan pengarang dan ini berkebalikan dengan penelitian yang ada. Citra-citra dalam penelitian ini menunjukkan adanya korelasi perempuan dengan kekuasaan. Dalam hal ini, perempuan merupakan subjek yang mempunyai peran untuk menentukan keputusan, strategi, manajemen, visi maupun misi perusahaan kretek. Hal ini merupakan implikasi dari perkembangan perempuan Indonesia di sektor publik. Terutama dalam urusan-urusan bisnis dan pekerjaan yang telah berkembang sedemikian pesat. Namun, dalam kehidupan masyarakat, perempuan masih dianggap sebagai makhluk yang kurang dapat bersaing di bidang publik, terutama sebagai subjek yang berperan sebagai pengambil keputusan dan kebijakan strategis dikarenakan anggapan masyarakat bahwa tanggung jawab terhadap urusan-urusan domestik adalah milik perempuan. 73